BAB I PENDAHULUAN. kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan modal yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. digolongkan menjadi penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak.

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2016 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

LOCUS OF CONTROL SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN PADA KEPATUHAN WAJIB PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan pajak dan pendapatan non pajak (Alabede, 2011). Penerimaan pajak

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PBB-P2) yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemerintah daerah dalam membiayai kebutuhan daerahnya tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah yang berdasarkan undang-undang penetapan pajak yang langsung. dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2017 T E N T A N G

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperkuat pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 35 TAHUN TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN LINPERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

PENGGOLONGAN PAJAK, JENIS PAJAK, TARIF PAJAK, DAN SANKSI DALAM PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 36 TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak. Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH

1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. S.H. dalam bukunya Mardiasmo (2011):

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PENDAPATAN DAERAH

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI INDRAGIRI HULU

BAB I PENDAHULUAN. Jenis pajak yang ada di Negara Indonesia dibagi menurut :

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TAHUN 2007

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Boyolali

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

MEMUTUSKAN : Pasal I. Mengubah ketentuan Pasal 10 ayat (1) sehingga menjadi sebagai berikut: Pasal 10

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 39 SERI B

BAB I PENDAHULIAN. dan penerimaan lainnya yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Pajak Bumi dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Dalam pendahuluan ini akan terbagi menjadi empat subbab. Masingmasing subbab akan membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Berikut akan dijelaskan secara terperinci pada subbabsubbab pada bab ini. 1.1 Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Daerah mampu melaksanakan otonomi berarti mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Adanya otonomi daerah membedakan pajak menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak daerah menjadi salah satu komponen dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintah Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan Undang-Undang No.34 Tahun 2000, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sejak ditetapkannya 1

2 Undang undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah kini mempunyai tambahan jenis Pajak Daerah yaitu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Perbedaan jenis pajak daerah sebelum dan sesudah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 disajikan pada Lampiran 1. PBB-P2 yang awalnya merupakan Pajak Pusat, kini pengelolaannya dialihkan ke Pemerintah Daerah. Pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke seluruh pemerintahan kabupaten/kota diilaksanakan paling lambat 1 Januari 2014 dengan tahapan yang dimulai sejak tahun 2011. Sejak PBB-P2 menjadi pajak daerah, 100% realisasi PBB-P2 menjadi hak pemerintah Kabupaten/Kota, sedangkan saat dikelola oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten/Kota memperoleh pembagian sebesar 64,8%. Oleh karena itu, pengalihan PBB-P2 diharapkan mampu meningkatkan jumlah PAD. Di Provinsi Bali, pengalihan PBB-P2 mulai dilakukan tahun 2013 yang diawali oleh empat Kabupaten/Kota, sedangkan lima Kabupaten lainnya melakukan pengalihan di tahun 2014. Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten yang melakukan pengalihan PBB-P2 tahun 2013 dengan kontribusi PBB-P2 yang besar bagi Pajak Daerah. Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten di Bali yang sumber PAD bergantung pada sektor pajak daerah. Pengalihan PBB-P2 menambah pajak daerah sebesar 17,43% pada tahun 2013 dan 15,84% pada tahun 2014. Peningkatan PAD sejak dialihkannya PBB-P2 sebagai pajak daerah dapat dilihat pada Tabel 1.1.

3 Tabel 1.1. Perbandingan realisasi Pajak Daerah Kabupaten Tabanan sebelum dan sesudah PBB-P2 menjadi Pajak Daerah Jenis Pajak Daerah 2012 2013 2014 Realisasi (%) Realisasi (%) Realisasi % (Rp) (Rp) Pajak Hotel 11,27 M 22,45 15,21 M 17,13 16,79 M 17,6 Pajak Restoran 6,30 M 12,55 9,92M 11,18 11,38 M 11,93 Pajak Hiburan 1,37 M 2,73 0,38 M 0,43 0,67 M 0,70 Pajak Reklame 1,59 M 3,17 1,52 M 1,71 1,51 M 1,58 Pajak 9,99 M 19,9 12,13 M 13,67 14,78 M 15,49 Penerangan Jalan Pajak Parkir 0,02 M 0,04 0,04 M 0,05 0,05 M 0,05 Pajak Air 1,11 M 2,21 1,91 M 2,15 1,71 M 1,79 Tanah Pajak Bumi - 0 15,47 M 17,43 15,11 M 15,84 dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Bea Perolehan 18,56 M 36,96 43,19 M 48,65 33,42 M 35,02 Hak atas Tanah dan Bangunan Jumlah 50,21 M 88,77 M 95,42 M Sumber: Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan, 2015 Realisasi PBB-P2 pada tahun 2013 dan 2014 pada Tabel 1.1 terdiri dari realisasi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) tahun berjalan dan piutang PBB-P2 tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan potensi penerimaan PBB-P2, realisasi yang dicapai tahun 2013 dan 2014 tergolong rendah. Perbandingan antara SPPT yang diterbitkan dan realisasi dapat dilihat pada Tabel 1.2.

4 Tabel 1.2. Perbandingan Potensi dan Realisasi PBB-P2 Kabupaten Tabanan Ketetapan Realisasi Persentase (%) Tahun Jumlah Total Jumlah Total Jumlah Total SPPT Tagihan SPPT Pembayaran SPPT Pembayaran 2013 262.876 18,70 M 147.061 11,97 M 55,94 64,00 2014 264.680 20,46 M 134.831 12,52 M 50,94 61,20 Sumber: Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan, 2015 Berdasarkan Tabel 1.2, dapat dilihat bahwa SPPT yang diterbitkan di awal tahun 2013 hanya dapat direalisasikan sebesar 55,94 persen sepanjang tahun 2013 sedangkan SPPT yang diterbitkan di awal tahun 2014 hanya dapat direalisasikan 50,94 persen sepanjang tahun 2014. Hal ini merupakan masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan. Rendahnya realisasi yang dibandingkan pajak terhutang yang ditetapkan menyebabkan tingginya penambahan piutang setiap tahunnya. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Tabanan, piutang pajak daerah per 31 Desember 2014 mengalami peningkatan sebesar 16,29 persen dari Rp 48.899.196.115,65 menjadi Rp 58.025.512.684,23. Tingginya piutang pajak daerah Kabupaten Tabanan dikarenakan tingginya piutang PBB-P2. Perbandingan antara piutang PBB-P2 dan pajak daerah lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.3.

5 Tabel 1.3 Piutang Pajak Daerah Kabupaten Tabanan Keterangan Per 31 Des 2014 Per 31 Des 2013 Piutang (Rp) Piutang (Rp) Piutang Pajak Hotel 1,829 M 0,492 M Piutang Pajak Restoran 1,705 M 0,561 M Piutang Pajak Hiburan 0,005 M 0,155 M Piutang Pajak Air Tanah 0,111 M 0,071 M Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) 54,375 M 48,619 M Jumlah 58,026 M 49,899 M Sumber: Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan, 2015 Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa PBB-P2 memiliki jumlah piutang tertinggi dibandingkan pajak daerah lainnya. Tingginya penambahan piutang PBB-P2 yang diakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak mengurangi kinerja Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan sebagai pengelola Pajak Daerah. Pembayaran pajak merupakan dilema sosial karena sering terjadi pertentangan antara kepentingan individual dengan kolektif (Holler et al. 2008). Rendahnya penerimaan pajak disebabkan oleh rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran PBB-P2. Hasil studi empiris menunjukkan bahwa penerimaan pajak ditentukan oleh tingkat kepatuhan wajib pajak. Astri dan Vinola (2009) memberikan bukti empiris bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak. Rendahnya tingkat

6 kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan. Seftiawan (2009) menemukan bahwa pelayanan perpajakan berpengaruh karena dengan pemberian pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak maka Wajib Pajak akan senantiasa memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak akan membuat Wajib Pajak merasa senang dan dimudahkan serta terbantu dalam penyelesaian kewajiban perpajakannya, hal ini juga berlaku untuk PBB-P2. Wajib pajak cenderung tidak patuh karena tidak adanya insentif langsung dari negara berupa kualitas pelayanan publik yang sebanding dengan pembayaran pajaknya (Manurung, 2013; Feld dan Frey, 2002). Pelayanan yang optimal diharapkan mampu memberikan persepsi kualitas pelayanan yang baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran PBB-P2. Hasil penelitian kualitas pelayanan pada kepatuhan wajib pajak dari beberapa peneliti menunjukkan kontroversi hasil. Penelitian Widiastusi (2014) menghasilkan pelayanan pajak mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk patuh terhadap perpajakan. Sementara itu, penelitian Pratama (2012) menunjukkan bahwa pelayanan kantor pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Faktor lain yang terkait dengan kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2 adalah sanksi perpajakan. Dalam rangka peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2, Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan menegakkan sanksi perpajakan berupa

7 denda bagi wajib pajak PBB-P2 yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan dalam jangka waktu yang ditetapkan. Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, sanksi perpajakan merupakan alat untuk mencegah wajib pajak melanggar peraturan pajak dimana sanksi perpajakan bisa dituruti/ditaati/dipatuhi oleh wajib pajak (Mardiasmo,2009:47). Wajib pajak akan taat terhadap aturan pajak jika denda pajaknya tinggi (Allingham dan Sandmo, 1972). Sanksi perpajakan yang diterapkan oleh Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan adalah pengenaan denda sebesar 2% per bulan setiap keterlambatan pembayaran pajak dengan denda maksimal adalah 24 bulan. Sanksi perpajakan PBB-P2 di Kabupaten Tabanan diatur dalam Pasal 20 Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 4 Tahun 2012. Pengenaan sanksi perpajakan pada dasarnya digunakan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak dalam mengambil keputusan untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. Meskipun demikian, masih banyak terdapat wajib pajak yang lalai dengan kewajibannya dalam membayar pajak. Hal ini dapat dilihat dari jumlah SPPT tahun 2014 yang dibayar sebelum jatuh tempo hanya sejumlah 130.423 dari total SPPT yang diterbitkan sejumlah 264.680. Koentarto (2011) menemukan penegakkan sanksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kepatuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Penegakan sanksi yang adil akan dapat memberikan kepuasan kepada wajib pajak dan mendorongnya untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Penelitian yang sama juga dihasilkan dari penelitian yang dilakukan oleh Palil (2010) dan Nicoleta (2011) yaitu sanksi perpajakan berpengaruh positif

8 terhadap kepatuhan membayar pajak. Namun, hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh Kolodziej (2010) yaitu pengetahuan atas sanksi perpajakan menghasilkan hubungan negatif terhadap tax behavior. Penelitian Widiastuti (2014) menghasilkan pengetahuan atas sanksi pajak tidak berpengaruh pada perilaku wajib pajak untuk patuh terhadap perpajakan. Adanya perbedaan hasil penelitian kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak menunjukkan kemungkinan adanya faktor lain dalam pengaruh kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak. Dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabel locus of control sebagai variabel pemoderasi. Orientasi locus of control adalah keyakinan tentang hasil berupa tindakan yang dilakukan tergantung dari apa yang kita lakukan (orientasi kontrol internal) atau peristiwa di luar kontrol pribadi (orientasi kontrol eksternal). Kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan akan memiliki pengaruh yang lebih kecil apabila wajib pajak memiliki locus of control internal. Sebaliknya, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan akan memiliki pengaruh yang lebih besar apabila wajib pajak memiliki locus of control eksternal. Hal ini dikarenakan tindakan atau keputusan wajib pajak dengan locus of control eksternal akan lebih mudah dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana Locus of Control Memoderasi Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

9 2.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan? 2) Apakah sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan? 3) Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada kepatuhan wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama bagi Wajib Pajak yang memiliki locus of control eksternal? 4) Apakah sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama bagi Wajib Pajak yang memiliki locus of control eksternal? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 2) Untuk mengetahui pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

10 3) Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama untuk Wajib Pajak yang memiliki locus of control eksternal. 4) Untuk mengetahui pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama untuk Wajib Pajak yang memiliki locus of control eksternal. 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang teori atribusi dalam mempengaruhi kepatuhan wajib pajak serta dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan dalam mengambil kebijakan menyangkut keuangan daerah serta kinerja ekonomi dalam rangka meningkatkan pajak daerah melalui peningkatan penerimaan PBB-P2.