BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Peta Administrasi Jakarta Pusat. Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia (2012)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan antar perusahaan tidak terbatas hanya secara lokal,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Persediaan

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA. Oleh :

BAB III LANDASAN TEORI

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang diinginkan perusahaan tidak akan dapat tercapai.

BAB III METODE PENELITIAN. Bentuk penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. WTC Serpong, Tangerang oleh Mochtar Riady dan anaknya James T. Riady.

ANALISIS PENGENDALIAAN PERSEDIAAN KERTAS ART PAPER MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY UNTUK MENDAPATKAN EFISIENSI BIAYA DI UD DALLAS KEDIRI

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ. Hanna Lestari, M.Eng

BAB V ASPEK TEKNIS / OPERASI

MANAJEMEN PERSEDIAAN

INVESTASI DALAM PERSEDIAAN

INVENTORY Klasifikasi Bahan Baku :

BAB IV METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif

Manajemen Produksi dan Operasi. Inventory M-4

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB I PENDAHULUAN. optimal sesuai dengan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MANAJEMEN PERSEDIAAN. ERLINA, SE. Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Sumatera Utara

Syukriah, Putri Narisa Lia. Jurusan Teknik Industri, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Indonesia

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang. Perbaikan performansi bisnis modern harus mencakup keseluruhan sistem

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU TORTILA RUMPUT LAUT DI INDUSTRI RISQA MULIA DI DESA OLAYA KABUPATEN PARIGI MOUTONG

MATA KULIAH PEMODELAN & SIMULASI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

Prosiding Manajemen ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

Studi Kelayakan Bisnis (Aspek Teknis dan Operasi)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi kegiatan bisnis terutama disektor industri telah

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tauco di Perusahaan Kecap Manalagi Kota Denpasar Provinsi Bali

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

MANAJEMEN PERSEDIAAN. a. Pengertian Persediaan. 2) Persediaan Barang Dalam Proses. 2) Persediaan Barang Jadi

Manajemen Persediaan. Persediaan Pengaman. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB IV METODE PENELITIAN. untuk mengetahui penilaian kinerja persediaan produk Trigger Coil pada PT. ETB

Pengendalian Persediaan Barang Dagangan Pada UD.Amino 2 Malang Oleh: Taslim Fadlin. Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Djumilah Zain., SE.

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

MANAJEMEN PERSEDIAAN MANAJEMEN PERSEDIAAN

NASKAH PUBLIKASI ANALISIS EFISIENSI PERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI ABON LELE KARMINA DI KABUPATEN BOYOLALI. Program Studi Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. produksi dan penjualan, maka persediaan harus dikelola secara tepat. Dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dipengaruhi oleh pengendalian persediaan (inventory), karena hal

COST ACCOUNTING MATERI-9 BIAYA BAHAN BAKU. Universitas Esa Unggul Jakarta

CHAPTER 5 MANAJEMEN KAS, MANAJEMEN PIUTANG, MANAJEMEN PERSEDIAAN DALAM KOPERASI

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat di indonesia, pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien

ANALISIS PERSEDIAAN MIE SEDAAP PADA PT. SEGAR HARUM SAMARINDA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami penyempurnaan untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia dengan lebih

Analisis Persediaan Bahan Baku PT. BS dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ)

Manajemen Keuangan. Idik Sodikin,SE,MBA,MM MENGELOLA PERSEDIAAN PERUSAHAAN. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Akuntansi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

BAB II ECONOMIC ORDER QUANTITY

Akuntansi Biaya. Bahan Baku : Pengendalian, Perhitungan Biaya, dan Perencanaan (Materials : Controlling, Costing and Planning)

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis dan metode yang digunakan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini adalah

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR NELAYAN JAWA TIMUR BULAN JUNI 2013

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Efektivitas dan Efisiensi Aktivitas Pembelian, Penyimpanan, dan. Penjualan Barang Dagang pada PT Enggal Perdana

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat, mendorong setiap perusahaan untuk mempunyai manajemen yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. berkembang pesat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan

Perbaikan Sistem Persediaan Karpet dan Spon di UD Luas, Surabaya

Proudly present. Manajemen Persediaan. Budi W. Mahardhika Dosen Pengampu MK.

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada perusahaan dagang dan industri, persediaan merupakan aktiva lancar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Pasar Ikan Higienis (PIH) Ever Fresh Fish Market Pejompongan Jakarta Pusat merupakan pasar modern dalam penyediaan berbagai jenis ikan konsumsi berupa ikan segar dan ikan beku. PIH Pejompongan didirikan atas perwujudan nota kesepahaman (MoU) yang dibuat antara Departemen Kelautan dan Perikanan dengan pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pelaksanaannya dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran dengan PD.Pembangunan Sarana Jaya. PIH Pejompongan Jakarta Pusat didirikan pada tanggal 4 April 2004 oleh Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri. PIH sebagai salah satu perwujudan pemerintah untuk meningkatkan tingkat konsumsi nasional dengan Program Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN). 4.1.1 Letak dan Luas Wilayah PIH Pejompongan terletak di Jalan Penjernihan I, Pejompongan Bendungan Hilir Jakarta Pusat. PIH Pejompongan berada di Gedung Graha Metro yang memiliki lahan seluas ± 2.750 m 2. PIH Pejompongan berada di lantai pertama Gedung Graha Metro, lantai pertama digunakan sebagai tempat kegiatan pemasaran ikan konsumsi yaitu ikan beku dan ikan segar. PIH Pejompongan selain menyediakan ikan segar dan ikan beku juga terdapat restauran dengan berbagai menu ikan laut dan ikan darat. Fasilitas ruangan yang digunakan PIH Pejompongan antara lain ruang persediaan, dapur, tempat penjualan ikan segar yang terdiri dari 33 akuarium, tempat penjualan ikan beku, kantor pemasaran, toilet, dan restauran. PIH Pejompongan sebagai upaya dalam meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat dengan memberikan pelayanan penjualan ikan konsumsi secara professional dengan konsep belanja ikan yang nyaman dan higienis sesuai dengan standar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang bermutu tinggi dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat. 31

32 4.1.2 Struktur Organisasi dan Karakteristik Karyawan PIH Pejompongan Struktur organisasi di PIH Pejompongan Jakarta Pusat yaitu terdiri dari chief operating manajer, store manajer, dan asisten yang terdiri dari beberapa devisi antara lain devisi keuangan, HRD (Human Resouces Development), ADM, dan chief cooke. Chief Operating Manager Store Manager Asst. Div.Keuangan Asst. Div. HRD Asst. Div. ADM Chief Cooke Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Gambar 5. Struktur Organisasi PIH Pejompongan Jakarta Pusat (Sumber: PIH Pejompongan) Responden merupakan pegawai atau karyawan yang bekerja di PIH Pejompongan. Karyawan di PIH Pejompongan secara keseluruhan yaitu 60 orang. Karyawan yang bekerja di PIH Pejompongan adalah usia produktif yaitu usia kerja yang memiliki kemampuan yang baik secara fisik dan pengetahuan. Usia produktif menurut Badan Pusat Statistik adalah usia kerja antara 15 hingga 65 tahun. Total responden di PIH Pejomongan yaitu 17 orang, dimana 7 orang perempuan dan 10 orang laki-laki. Tabel 1. Responden berdasarkan Kriteria Kelompok Umur dan Gender No Umur Jumlah Gender Pegawai Pegawai Perempuan % Laki-Laki % 1 16-20 3 1 5,88 2 11,8 2 21-25 4 3 17,65 1 5,9 3 26-30 6 1 5,88 5 29,4 4 31-35 2 1 5,88 1 5,9 5 36-40 1 1 5,88 0 0,0 6 41-45 1 0 0,00 1 5,9 Jumlah 7 10 Total Karyawan 17 (Sumber: Data Primer Diolah, 2013)

33 Responden berdasarkan kriteria tingkatan umur secara keseluruhan berkisar antara 16 hingga 45 tahun. Jumlah karyawan tertinggi berada di tingkatan umur 26 hingga 30 tahun yaitu sebanyak 6 orang. Kriteria tingkatan umur berdasarkan gender, jumlah karyawan perempuan terbanyak berkisar 21 hingga 25 tahun atau 17,65% dari jumlah total karyawan secara keseluruhan, sedangkan jumlah karyawan laki-laki terbanyak berkisar 26 hingga 30 tahun atau 29,4%. No Tabel 2. Responden berdasarkan Kriteria Pendidikan Jumlah Tingkat Pendidikan % (Presentase) Pedagang 1 SMP 0 0,0 2 SMA 10 58,8 3 SMK 4 23,5 4 STM 1 5,9 5 Perguruan Tinggi 2 11,8 Jumlah 17 (Sumber: Data Primer Diolah, 2013) Responden berdasarkan kriteria tingkatan pendidikan yaitu SMA (58,8%), SMK (23,5%), STM (5,9%), dan perguruan tinggi (11,8%). Jumlah responden tertinggi yaitu memiliki tingkat pendidikan SMA sebanyak 10 orang. Tingkat pendidikan SMP 0%, sehingga dapat dilihat bedasarkan Tabel 2 bahwa secara keseluruhan karyawan yang bekerja memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja atau tingkat pelayanan yang berkualitas. 4.2 Keragaan Usaha di PIH Pejompongan Keragaan usaha di PIH Pejompongan yaitu melakukan proses penjualan atau pemasaran produk ikan konsumsi baik berupa ikan segar dan ikan beku. PIH Pejompongan dalam mengadakan persediaan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan di masyarakat khususnya wilayah Jakarta dan sekitarnya melakukan pemesanan dari pemasok besar yang sebelumnya pemasok tersebut mengumpulkan ikan dari hasil budidaya dan hasil penangkapan. Beberapa komoditas ikan yang dipasarkan di PIH Pejompongan dari hasil budidaya yaitu

34 udang dan bandeng yang berada di Lampung, jenis komoditas kepiting dan ikan kerapu dari hasil penangkapan di Kalimantan, sedangkan jenis komoditas lainnya rata-rata didapat dari Muara Baru Jakarta. Secara singkat alur pemesanan yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut: Pengumpul (Lampung) Pengumpul (Kalimantan) Distributor PIH Pejompongan Pengumpul (Muara Baru, Jakarta) Konsumen Gambar 6. Alur Pemesanan PIH Pejompongan (Sumber: Wawancara di PIH Pejompongan) Pemesanan yang dilakukan oleh pemasok pusat dilakukan setiap hari, akan tetapi jumlah kuantitas ikan per pesanan dan jenis komoditasnya berbeda. Jumlah kuantitas disesuaikan dengan persediaan stok yang telah ada sebelumnya, sedangkan jenis komoditas disesuaikan dengan tingkat permintaan masyarakat. Jenis komoditas udang dan cumi hampir dilakukan pemesanan setiap hari dikarenakan tingkat permintaan masyarakat di Jakarta dan sekitarnya yang sangat tinggi. Pemesanan dilakukan setiap hari agar mendapatkan ikan yang memiliki kualitas cukup baik serta meminimalisir terjadinya stock out atau kehabisan stok ikan di ruang pemajangan, sehingga selain dapat mempengaruhi tingkat pelayanan juga dapat mempengaruhi operasional pemasaran akibat penundaan penjualan dalam jangka waktu tertentu. Ikan yang telah dipesan akan disimpan dalam ruang penyimpanan berupa ruang pendingin dan frizer box. Ikan yang terdahulu masuk akan dipasarkan di ruang pemajangan, ikan yang tidak sempat terjual akan disimpan di ruang persediaan hingga batas waktu tertentu. 4.3 Proses Produksi Proses produksi dalam kegiatan pemasaran ikan konsumsi baik berupa ikan beku dan ikan segar dilakukan untuk memenuhi permintaan manyarakat serta upaya peningkatan tingkat konsumsi masyarakat khususnya di wilayah DKI

35 Jakarta dan sekitarnya. Usaha pemasaran ikan konsumsi di PIH Pejomongan juga dilakukan sebagai upaya peningkatan gizi masyarakat serta menjamin tersediannya ikan sesuai dengan standar kualitas yaitu tingkat kesegaran, mutu, kandungan gizi, dan tingkat higienitas. Proses produksi selain menyediakan penjualan ikan secara langsung terdapat restauran yang menyediakan berbagai jenis menu yang disediakan baik ikan laut maupun ikan darat. Pemesanan yang dilakukan dari pemasok pusat yang sebelumnya ikan didapat dari pengumpul hasil budidaya dan hasil tangkapan. Pemesanan dilakukan dari Lampung, Kalimantan, Jawa Barat, Muara Baru Jakarta, dll. Berbagai fasilitas dalam menunjang proses produksi di PIH Pejompongan antara lain timbangan digital, keranjang, meja pemajangan ikan beku, ruang persediaan berupa ruang pendingin dan frozen box. Ikan yang disimpan dalam ruang penyimpanan apabila tidak terjual dalam jangka waktu tertentu, maka ikan tersebut akan dijual dengan harga yang lebih rendah. 4.4 Analisis Finansial Analisis finansial dalam proses produksi pemasaran dapat memperoleh hasil nilai tingkat keuntungan atau profit margin yang diperoleh selama proses kegiatan pemasaran. Nilai tolak ukur yang dilakukan dalam mendirikan usaha produksi pemasaran dapat dijadikan parameter acuan atau kebijaksanaan dalam melakukan kegiatan produksi pemasaran yang akan datang. 4.4.1 Biaya Produksi dan Keuntungan Usaha Biaya produksi yang dilakukan dalam usaha produksi pemasaran ikan konsumsi di PIH Pejompongan terdiri dari beberapa komponen antara lain biaya investasi, biaya tetap (fixed cost), dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya investasi merupakan biaya awal yang dikeluarkan dalam proses awal usaha produksi pemasaran. Biaya investasi antara lain timbangan digital, akuarium, keranjang, dan meja pemajangan penjualan produk ikan beku. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dimana besaran nilai tersebut dapat ditetapkan atau diprediksi dalam menunjang operasional pada periode waktu tertentu. Biaya tetap (fixed cost) antara lain biaya kebersihan, dan biaya-biaya penyusutan seperti biaya penyusutan timbangan, akuarium, keranjang, dan meja pemajangan ikan

36 beku. Biaya tidak tetap (variable cost) merupakan biaya yang dikeluarkan dalam usaha produksi pemasaran yang besaran nilainya tidak dapat diprediksi dalam periode waktu tertentu, hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan usaha produksi pemasaran. Biaya tidak tetap (variable cost) antara lain biaya pembelian ikan segar, biaya sewa gedung, biaya listrik, biaya telepon, upah karyawan, biaya es, biaya plastik, biaya transportasi. Biaya operasional yang dikeluarkan di PIH Pejompongan yaitu: Tabel 3. Biaya Investasi PIH Pejompongan No. Komponen Biaya Investasi Kuantitas Harga (Rp) Total Harga 1 Timbangan Digital 2 20.000.000 40.000.000 2 Akuarium 33 2.500.000 82.500.000 3 Keranjang Roda 12 85.000 4 Keranjang Kotak 24 36.000 1.884.000 5 Meja Penjualan Ikan Beku 6 5.500.000 33.000.000 Total Biaya Investasi 157.384.000 (Sumber: Data Primer Diolah, 2013) Berdasarkan perolehan data yang didapat dari Tabel 3, total biaya investasi yang dikeluarkan yaitu Rp.157.384.000 dengan biaya tertinggi yaitu biaya akuarium ikan segar sebesar Rp.82.500.000 dan biaya terendah yang dikeluarkan yaitu biaya keranjang (keranjang roda dan keranjang kotak) sebesar Rp.1.884.000. Tabel 4. Biaya Tetap di PIH Pejompongan No Komponen Biaya Tetap Biaya/Bulan Biaya/Tahun Biaya Total/Tahun 1 Kebersihan 75.000 900.000 2 Penyusutan Timbangan 571.000 571.000 3 Penyusutan Akuarium 357.000 357.000 4 Penyusutan Keranjang 100.000 100.000 5 Penyusutan Meja Penjualan Ikan Beku 2.140.000 2.140.000 Total Biaya Tetap 4.068.000 (Sumber: Data Primer Diolah, 2013)

37 Berdasarkan Tabel 4, total biaya tetap yang dikeluarkan dalam periode satu tahun yaitu Rp.4.068.000. Pengeluaran biaya tertinggi yaitu biaya penyusutan meja penjualan ikan beku sebesar Rp.2.140.000. Pengeluaran biaya terendah yang dikeluarkan per tahun yaitu biaya penyusustan keranjang yaitu Rp.100.000. Tabel 5. Biaya Tidak Tetap di PIH Pejompongan Komponen No Biaya Tidak Tetap Biaya/Bulan Biaya/Tahun Biaya Total/Tahun 1 Pembelian Ikan Segar 4.596.670.800 2 Sewa Gedung 150.000.000 150.000.000 3 Biaya Listrik 2.500.000 30.000.000 4 Biaya Telp 1.200.000 14.400.000 5 Upah Karyawan 150.000.000 150.000.000 6 Biaya Es 1.250.000 15.000.000 7 Biaya Plastik 186.000 2.232.000 8 Transportasi 298.000 3.576.000 Total Biaya Tidak Tetap 4.961.878.800 (Sumber: Data Primer Diolah, 2013) Berdasarkan Tabel 5, total biaya tidak tetap yang dikeluarkan per tahun adalah Rp.4.961.878.800, dengan tingkat pengeluaran biaya tidak tetap tertinggi yaitu pembelian rata-rata ikan konsumsi per tahun sebesar Rp.4.596.670.800 dan biaya terendah yaitu biaya plastik sebesar Rp.2.232.000. Berdasarkan dari ketiga tabel tersebut yaitu Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5 adalah biaya yang dikeluarkan dalam usaha produksi pemasaran ikan konsumsi antara lain biaya investasi, biaya tetap, dan biaya tidak tetap. Ketiga biaya tersebut menghasilkan biaya total yang dikeluarkan oleh pihak usaha produksi pemasaran per tahun dari penjumlahan ketiga biaya tersebut yaitu sebesar Rp.5.123.330.800. Secara keseluruhan komponen biaya tertinggi yang dikeluarkan dalam usaha produksi pemasaran ikan konsumsi per tahun yaitu biaya tidak tetap sebesar Rp.4.961.878.800. Komponen biaya terendah yang dikeluarkan adalah biaya tetap sebesar Rp.4.068.000. Biaya pengeluaran tertinggi yaitu biaya pembelian ikan konsumsi yang merupakan pusat produksi pemasaran sebesar Rp.4.596.670.800. Hal ini dikarenakan biaya pembelian ikan konsumsi merupakan biaya pusat artinya biaya tersebut merupakan biaya yang paling berpengaruh dalam proses

38 produksi pemasaran, sedangkan biaya pengeluaran terendah secara keseluruhan yaitu biaya penyusutan keranjang sebesar Rp.100.000 per tahun. Besaran pengeluaran biaya gedung berhubungan dengan perolehan nilai keuntungan. Hasil perolehan rata-rata penjualan ikan konsumsi baik penjualan ikan beku dan ikan segar tiap bulan dalam periode satu tahun (Lampiran 9) yaitu sebesar Rp.453.211.461. Perolehan keuntungan dalam periode satu tahun dapat dihitung dari pengurangan nilai penerimaan yang didapat dari perolehan penjualan yaitu Rp.5.438.537.537, dikurangi dengan nilai total biaya yang dikeluarkan secara keseluruhan yaitu Rp.5.123.330.800. Maka diperoleh keuntungan sebesar Rp.315.206.737. Tabel 6. Parameter Kelayakan Usaha Pemasaran di PIH Pejompongan No. Komponen Satuan Nilai 1 Penerimaan Rp 5.438.537.537 2 Biaya Rp 5.123.330.800 3 Keuntungan Rp 315.206.737 4 RCR - 1,0615 5 Profitabili Indeks - 2,00 (Sumber: Data Primer Diolah, 2013) 4.4.2 RCR Revenue cost ratio (RCR) merupakan salah satu parameter analisis usaha. Perolehan nilai RCR didapat untuk mengetahui tingkat profit margin atau keuntungan yang diperoleh dengan melakukan perbandingan antara total pendapatan bersih per tahun dengan total biaya per tahun yang dikeluarkan oleh usaha pemasaran ikan konsumsi. Biaya total rata-rata per tahun merupakan penjumlahan nilai rata-rata biaya investasi, biaya tetap, dan biaya tidak tetap di PIH Pejompongan. Nilai RCR yang didapat di PIH Pejompongan yaitu 1,061 artinya bahwa usaha tersebut mengalami keuntungan atau dikatakan usaha tersebut layak. Nilai RCR sebesar 1,061 artinya bahwa setiap biaya yang dikeluarkan dalam usaha produksi pemasaran sebesar Rp.1 mendapat tingkat keuntungan sebesar Rp.0,061 atau penerimaan yang diperoleh adalah Rp.1,061 (Tabel 6).

39 Nilai RCR apabila kurang dari 1 maka usaha produksi pemasaran dikatakan tidak layak atau mengalami kerugian. Nilai RCR lebih dari 1 disimpulkan bahwa usaha produksi pemasaran dikatakan layak atau mengalami keuntungan. Apabila nilai RCR sama dengan 1 disimpulkan bahwa usaha pemasaran mengalami cash outflow sama dengan cash inflow artinya bahwa usaha produksi pemasaran tidak mendapatkan keuntungan atau kerugian karena biaya total rata-rata yang dikeluarkan sama dengan pendapatan rata-rata yang diperoleh. Nilai RCR di PIH Pejompongan lebih dari 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha pemasaran ikan konsumsi yang dioperasikan di PIH Pejompongan dapat dikatakan cukup layak. 4.4.3 Profitability Index Profitability index (PI) merupakan analisis perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan suatu usaha. Nilai PI merupakan perbandingan dari nilai present value dari tingkat keuntungan dengan present value dari investasi. Nilai perolehan PI jika lebih dari 1 maka usaha tersebut dapat dikatakan layak artinya nilai present value dari keuntungan lebih besar dari nilai present value dari investasi. Nilai PI kurang dari 1 maka usaha tersebut dikatakan tidak layak atau present value dari investasi lebih besar dari present value dari keuntungan yang diperoleh. Nilai perolehan PI sama dengan 1 usaha tersebut mengalami titik impas atau break event point (Harjito dan Martono 2012). Nilai PI yang diperoleh dari PIH Pejompongan adalah 2,00 (Tabel 6). Nilai perolehan PI tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha yang dilakukan di PIH Pejompongan dapat dikatakan layak karena perolehan nilai PI lebih besar dari 1. 4.5 Persediaan Produk Ikan Konsumsi PIH Pejompongan Persediaan produk ikan konsumsi berhubungan dengan penawaran dan permintaan (supply and demand). Total penyediaan ikan nasional terus meningkat sepanjang tahun dari 4.901.000 ton pada tahun 2004 menjadi 11.589.000 ton pada tahun 2012 (Data statistik Kementrian Kelautan dan Perikanan). Tingkat rata-rata penyediaan (supply) ikan konsumsi di PIH Pejompongan pada tahun 2012 adalah 1.426 kg. Tingkat rata-rata permintaan (demand) masyarakat yaitu 1.129 kg.

40 Tingkat persedian dimaksudkan untuk menjaga agar proses produksi pemasaran yang dilakukan dapat berjalan lancar. Beberapa jenis komoditas di PIH Pejompongan yang memiliki tingkat permintaan dan penawaran yang tinggi sepanjang tahun adalah udang, ayam-ayam, baronang, pari, ekor kuning, kue bulat, kue gepeng, cumi, bandeng, bawal, tongkol, belanak, kakap, kembung, kerapu, pancet, selar, mujair, kuro, kurisi, sotong, sebelah, sembilan, dan gabus. Ketersediaan 25 jenis komoditas ikan tersebut untuk memenuhi tingkat permintaan kebutuhan masyaraat perlu dianalisis untuk menentukan kebijakan standar kuantitas. Kebijakan atau disebut dengan standar kuantitas (quantity standard) adalah tingkat persediaan minimum (minimum point/stock), pesanan standar (standard order), titik pemesanan kembali (reorder point) dan tingkat persediaan maksimum (Assauri 2008). 4.6 Komponen Biaya Persediaan Produk Ikan Konsumsi Komponen biaya persediaan yang dilakukan di PIH Pejompongan antara lain biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan dilakukan per pesanan, sedangkan biaya penyimpanan merupakan biaya per tahun yang dikeluarkan akibat penyimpanan ikan konsumsi dalam ruang persediaan. Biaya total dalam persediaan adalah penjumlahan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. 4.6.1 Biaya Pemesanan Produk Ikan Konsumsi Biaya pemesanan merupakan biaya yang dikeluarkan mulai dari waktu awal dilakukan pemesanan hingga produk yang dipesan tiba di ruang persediaan. Biaya pemesanan komoditas per tahun dihitung dari perkalian frekuensi pemesanan dalam periode waktu satu tahun dan biaya yang dikeluarkan per pesanan. Biaya pemesanan dihitung berdasarkan biaya penggunaan telepon yang dilakukan dalam pemesanan produk ikan konsumsi. Biaya pemesanan tertinggi adalah kembung banjar dengan nilai Rp.74.336. Biaya pemesanan terendah adalah sotong dengan nilai Rp.21.239. Rata-rata biaya pemesanan yang dilakukan PIH Pejomongan adalah Rp.48.000 (Lampiran 7). Berdasarkan hasil perhitungan, apabila rata-rata frekuensi pemesanan dilakukan cukup sering, maka pengeluaran

41 biaya total pemesanan per tahun akan lebih tinggi (Lampiran 12). Sotong memiliki biaya pemesanan per tahun terendah karena frekuensi pemesanan yang dilakukan cukup rendah yaitu 96 kali per tahun (Lampiran 12). Hal tersebut sesuai dengan penyataan Harjito dan Martono 2012 bahwa biaya pesan memiliki sifat positif-linear dengan frekuensi pemesanan. 4.6.2 Biaya Penyimpanan Produk Ikan Konsumsi Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan akibat penyimpanan stok ikan dan udang dalam periode satu tahun. Biaya penyimpanan berhubungan dengan tingkat ketersediaan stok yang disimpan. Biaya penyimpanan yang dihitung berdasarkan biaya penggunaan es. Biaya penyimpanan tertinggi yaitu udang sebesar Rp.1.728.000. Biaya penyimpanan terendah yaitu sotong sebesar Rp.96.000. Biaya penyimpanan berhubungan dengan tingkat rata-rata persediaan yang selalu terdapat di gudang (Assauri 2008). Berdasarkan hasil perhitungan, komoditas udang memiliki tingkat persediaan stok cukup tinggi maka penggunaan es akan lebih banyak sehingga biaya penyimpanan akan lebih tinggi (Lampiran 8). Sesuai dengan penyataan Harjito dan Martono 2012 bahwa biaya simpan memiliki sifat negatif tidak linear dengan frekuensi pemesanan. 4.7 Pengelolaan Persediaan Ikan Konsumsi Optimal Persediaan produk ikan konsumsi dalam memenuhi kebutuhan permintaan masyarakat sangat diperhitungkan. Persediaan produk ikan konsumsi sebagai salah satu kegiatan operasional pemasaran diperlukan suatu manajemen persediaan produk. Tujuan utama dari manajemen persediaan produk adalah mendapatkan kuantitas persediaan optimum dimana persediaan tersebut dapat meminimalisir biaya yang dikeluarkan baik berupa biaya pemesanan dan biaya penyimpanan terendah, akan tetapi persediaan dapat menunjang proses usaha secara berkelanjutan. Perolehan kuantitas paling optimum dengan menurunkan total biaya persediaan yaitu penjumlahan dari biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Kuantitas persediaan lebih tinggi dan frekuensi pemesanan yang dilakukan lebih rendah maka biaya pemesanan akan lebih kecil daripada biaya penyimpanan.

Udang Ayam-Ayam Baronang Pari Ekor Kuning Kue Bulat Kue Gepeng Cumi Bandeng Super Bawal Hitam Tongkol Bawal Putih Super Belanak Besar Kakap Putih Besar Kembung Banjar Kerapu Besar Biaya Persediaan (Rp) Pancet Selar Mujair Kuro Kurisi Sotong Sebelah Sembilan Gabus 42 Kuantitas persediaan lebih rendah dan frekuensi yang dilakukan lebih tinggi maka biaya pemesanan lebih besar daripada biaya penyimpanan. Pengelolaan persediaan menghasilkan kuantitas persediaan optimum dengan pengeluaran biaya penyimpanan sama dengan biaya pemesanan (Assauri 2008). Berdasarkan perhitungan analisis pengelolaan persediaan produk ikan konsumsi yang dilakukan di PIH Pejompongan, biaya total persediaan produk ikan konsumsi tertinggi yaitu udang dan cumi (Gambar 7). Total biaya persediaan tertinggi per tahun adalah cumi yaitu sebesar Rp.45.858.698. Total biaya persediaan terendah per tahun adalah sotong yaitu sebesar Rp.2.158.938. Rata-rata biaya total persedian per tahun adalah Rp.14.649.372 (Lampiran 12). 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 0 Jenis Komoditas Gambar 7. Biaya Total Persediaan/Tahun Ikan Konsumsi PIH Pejompongan 4.7.1 Kuantitas Pemesanan Optimal Kuantitas pemesanan yang dilakukan PIH Pejompongan lebih tinggi dari kuantitas pemesanan optimal berdasarkan EOQ adalah udang, bawal hitam dan sotong. Penurunan kuantitas pemesanan tertinggi jika berdasarkan EOQ yaitu udang dengan selisih 7,58 kg. Kuantitas pemesanan yang dilakukan PIH Pejompongan lebih rendah dari kuantitas pemesanan optimal berdasarkan perhitungan EOQ adalah ayam-ayam, baronang, pari, ekor kuning, kue bulat, kue gepeng, cumi, bandeng, tongkol, bawal putih, belanak, kakap, kembung, kerapu,

Kuantitas (Kg) 43 pancet, selar, mujair, kuro, kurisi, sebelah, sembilan, dan gabus. Rata-rata kuantitas pemesanan di PIH Pejompongan yaitu 6,55 kg (Lampiran 12). Rata-rata kuantitas pemesanan optimal berdasarkan EOQ yaitu 13,04 kg (Lampiran 13). Sehingga, dalam pengelolaan persediaan yang optimum maka rata-rata kuantitas pemesanan di PIH Pejompongan sebaiknya ditingkatkan (Gambar 8). 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 PIH EOQ Jenis Komoditas Gambar 8. Perbandingan Kuantitas Pemesanan PIH Pejompongan dan EOQ Frekuensi pembelian produk ikan konsumsi per tahun yang dilakukan PIH Pejompongan lebih rendah daripada frekuensi pembelian optimal berdasarkan EOQ yaitu udang, cumi, bawal hitam. Frekuensi pembelian produk ikan konsumsi di PIH Pejompongan lebih tinggi daripada frekuensi pembelian optimal berdasarkan EOQ yaitu ayam-ayam, baronang, pari, ekor kuning, kue bulat, kue gepeng, cumi, bandeng, tongkol, bawal putih, belanak, kakap, kembung, kerapu, pancet, selar, mujair, kuro, kurisi, sebelah, sembilan, dan gabus (Gambar 9). Peningkatan frekuensi pembelian tertinggi yang dilakukan dari selisih frekuensi PIH Pejompongan dengan EOQ yaitu udang dengan frekuensi 111 kali pemesanan per tahun. Rata-rata frekuensi pembelian pertahun PIH Pejompongan yaitu 217 kali per tahun (Lampiran 12). Rata-rata frekuensi pembelian pertahun optimal berdasarkan EOQ yaitu 71 kali per tahun (Lampiran 13). Sehingga, dalam pengelolaan persediaan yang optimum maka rata-rata frekuensi pembelian per tahun di PIH Pejompongan sebaiknya diturunkan (Gambar 9).

Biaya Persediaan (Rp) Udang Ayam-Ayam Baronang Pari Ekor Kuning Kue Bulat Kue Gepeng Cumi Bandeng Super Bawal Hitam Tongkol Bawal Putih Super Belanak Besar Kakap Putih Besar Kembung Banjar Kerapu Besar Pancet Selar Mujair Kuro Kurisi Sotong Sebelah Sembilan Gabus Frekuensi (kali per tahun) 44 400 350 300 250 200 150 100 50 0 PIH EOQ Jenis Komoditas Gambar 9. Perbandingan Frekuensi Pembelian PIH Pejompongan dan EOQ Berdasarkan Gambar 8 dan Gambar 9 bahwa kuantitas dan frekuensi pemesanan memiliki sifat yang berbeda, sesuai dengan pernyataan Assauri 2008 bahwa sifat biaya bertentangan yaitu jika jumlah pemesanan sangat kecil sehingga carrying cost menjadi kecil, sebaliknya ordering cost menjadi lebih besar selama satu tahun, sehingga jumlah ordering cost sama dengan jumlah carrying cost, sehingga diperoleh efesiensi biaya. Perhitungan efisiensi biaya berdasarkan selisih antara perhitungan biaya persediaan produk ikan konsumsi di PIH Pejompongan dengan biaya persediaan optimum berdasarkan metode EOQ. Biaya pengelolaan dengan metode EOQ berdasarkan nilai minimum biaya persediaan (Gambar 10). 50,000,000.00 40,000,000.00 30,000,000.00 20,000,000.00 10,000,000.00 0.00 PIH EOQ Komoditas Ikan Gambar 10. Perbandingan Perhitungan Biaya Pengelolaan Persediaan Ikan Konsumsi PIH Pejompongan dan EOQ

Udang Ayam-Ayam Baronang Pari Ekor Kuning Kue Bulat Kue Gepeng Cumi Bandeng Super Bawal Hitam Tongkol Bawal Putih Super Belanak Besar Kakap Putih Besar Kembung Banjar Kerapu Besar Pancet Selar Mujair Kuro Kurisi Sotong Sebelah Sembilan Gabus Efisiensi Biaya (Rp) 45 Efisinesi biaya pengelolaan persediaan yang dapat diperoleh jika berdasarkan EOQ yaitu sebesar Rp.774.812 hingga Rp.20.828.799 (Lampiran 15). Gambar 11 menunjukan bahwa perolehan efisinesi biaya pengelolaan persedian tertinggi yaitu tongkol yaitu Rp.20.828.799. Perolehan efisiensi biaya pengelolaan persediaan terendah yaitu bawal hitam yaitu Rp.774.812. Rata-rata efisiensi biaya pengelolaan persediaan adalah Rp.7.616.477 (Lampiran 15). 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 0 Jenis Komoditas Gambar 11. Penghematan Biaya Pengelolaan Persediaan Ikan Konsumsi berdasarkan Metode EOQ 4.7.2 Tingkat Persediaan Pengaman Optimal Tingkat persediaan pengaman optimal berhubungan dengan lead time yaitu waktu tunggu antara pemesanan pertama kali dilakukan hingga bahan atau produk yang dipesan tiba dalam ruang persediaan, faktor standar deviasi waktu pelindung yang berhubungan dengan lead time dan tingkat penjualan rata-rata per hari. Tingkat persediaan pengaman optimal dilakukan sebagai persediaan tambahan jika terjadi keterlambatan barang yang dipesan sampai pada ruang persediaan akibat kebutuhan permintaan konsumen yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Tingkat persediaan pengaman di PIH Pejompongan berdasarkan tingkat permintaan kebutuhan masyarakat. Jenis komoditas seperti udang dan cumi yang memiliki tingkat permintaan yang cukup tinggi dilakukan pemesanan hampir

Biaya Safety Stock (Rp) 46 setiap hari atau pemesanan dilakukan maksimal dua hari sekali. Persediaan pengaman udang dan cumi cukup tinggi sehingga membutuhkan biaya penyimpanan (carrying cost) persediaan pengaman yang lebih tinggi dari komoditas lainnya (Gambar 12). Biaya penyimpanan persediaan pengaman yang optimal berdasarkan perhitungan dengan metode EOQ menghasilkan pengeluaran biaya yang paling minimum atau efisien. Biaya penyimpanan persediaan optimal tertinggi adalah cumi dengan nilai sebesar Rp.38.382.184 per tahun. Biaya penyimpanan persediaan pengaman optimal terendah adalah sotong dengan nilai sebesar Rp.40.357 (Gambar 12). 45,000,000.00 40,000,000.00 35,000,000.00 30,000,000.00 25,000,000.00 20,000,000.00 15,000,000.00 10,000,000.00 5,000,000.00 0.00 Biaya Penyimpanan Persediaan Pengaman dengan Metode EOQ (Rp) Jenis Komoditas Gambar 12. Biaya Penyimpanan Persediaan Pengaman Metode EOQ Beradasarkan selisih antara biaya penyimpanan persediaan pengaman di PIH Pejompongan dengan biaya penyimpanan persediaan pengaman optimal berdasarkan metode EOQ didapat nilai efisiensi biaya yang dapat diperoleh. Efisiensi biaya tertinggi adalah cumi dengan nilai sebesar Rp.25.160.385. Efisiensi biaya terendah adalah sebelah dengan nilai sebesar Rp.14.529 (Gambar 13). Rata-rata efisiensi biaya pengelolaan persediaan pengaman adalah Rp.2.637.082. Efisiensi biaya penyimpanan persediaan pengaman dapat menekan biaya pengeluaran operasional.

Udang Ayam-Ayam Baronang Pari Ekor Kuning Kue Bulat Kue Gepeng Cumi Bandeng Super Bawal Hitam Tongkol Bawal Putih Super Belanak Besar Kakap Putih Besar Kembung Banjar Kerapu Besar Pancet Selar Mujair Kuro Kurisi Sotong Sebelah Sembilan Gabus Biaya Safety Stock (Rp) Udang Ayam-Ayam Baronang Pari Ekor Kuning Kue Bulat Kue Gepeng Cumi Bandeng Super Bawal Hitam Tongkol Bawal Putih Super Belanak Besar Kakap Putih Besar Kembung Banjar Kerapu Besar Pancet Selar Mujair Kuro Kurisi Sotong Sebelah Sembilan Gabus Efisiensi Biaya (Rp) 47 30,000,000.00 25,000,000.00 20,000,000.00 15,000,000.00 10,000,000.00 5,000,000.00 0.00 Jenis Komoditas Gambar 13. Efisiensi Biaya Persediaan Pengaman PIH Pejompongan dan EOQ Kuantitas persediaan pengaman optimal berdasarkan metode EOQ lebih rendah dibandingkan kuantitas persediaan pengaman yang dilakukan di PIH Pejompongan, sehingga biaya persediaan pengaman optimal akan lebih rendah daripada biaya persediaan pengaman yang dilakukan di PIH Pejompongan. Semakin rendah kuantitas persediaan pengaman akan menimbulkan biaya persediaan pengaman yang lebih rendah. Keuntungan atau nilai manfaat dapat diperoleh jika membandingkan biaya persediaan pengaman di PIH Pejompongan dengan biaya persediaan pengaman berdasarkan metode EOQ (Gambar 14). 70,000,000.00 60,000,000.00 50,000,000.00 40,000,000.00 30,000,000.00 20,000,000.00 10,000,000.00 0.00 Perhitungan PIH Perhitungan EOQ Jenis Komoditas Gambar 14. Perbandingan Biaya Persediaan Pengaman PIH Pejompongan dan EOQ

Kuantitas (Kg) 48 4.7.3 Titik Pemesanan Kembali Optimal Titik pemesanan kembali merupakan titik dimana waktu diadakan pemesanan kembali sehingga permintaan bahan yang dipesan tepat waktu dimana safety stock sama dengan nol sehingga dapat diketahui jumlah kuantitas produk yang harus dipenuhi (Harjito dan Martono 2012). Titik pemesanan kembali dipengaruhi oleh dua faktor yaitu lead time dan safety stock (Assauri 2008). Kuantitas tertinggi pada saat pemesanan kembali dilakukan adalah cumi dengan nilai sebesar 45,14 kg. Kuantitas terendah pada saat pemesanan kembali dilakukan adalah sotong dengan nilai sebesar 0,47 kg (Gambar 15). Kuantitas tersebut merupakan kuantitas yang tersedia akibat pengurangan kuantitas yang telah terpakai sebelumnya. Apabila titik pemesanan kembali yang dilakukan di PIH Pejompongan lebih rendah daripada titik pemesanan kembali (reorder point) EOQ maka akan terjadi kekurangan stok (stock out) sehingga menimbulkan biaya yang lebih dalam pemesanan selanjutnya. Apabila titik pemesanan kembali yang dilakukan di PIH Pejompongan lebih tinggi daripada titik pemesanan kembali EOQ maka akan terjadi penumpukan stok atau broken stock sehingga menimbulkan biaya lebih dalam biaya penyimpanan. 50.00 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Titik Pemesanan Kembali Jenis Komoditas Gambar 15. Titik Pemesanan Kembali (ROP) Perhitungan pemesanan kembali merupakan selisih periode waktu antara waktu pemesanan yang akan dilakukan saat ini dengan waktu pemesanan yang

Udang Ayam-Ayam Baronang Pari Ekor Kuning Kue Bulat Kue Gepeng Cumi Bandeng Super Bawal Hitam Tongkol Bawal Putih Super Belanak Besar Kakap Putih Besar Kembung Banjar Kerapu Besar Pancet Selar Mujair Kuro Kurisi Sotong Sebelah Sembilan Gabus Waktu (Hari) 49 dilakukan sebelumnya. Berdasarkan perhitungan, periode pemesanan dapat dilakukan dalam jangka waktu 1 hingga 2 hari. Rata-rata waktu pemesanan dilakukan dalam periode waktu 1 hari yaitu jenis komoditas kue bulat, bawal hitam, kurisi, sotong, sebelah, dan sembilan. Periode pemesanan dilakukan dalam jangka waktu 2 hari adalah udang, ayam-ayam, baronang, pari, ekor kuning, kue gepeng, cumi, bandeng, tongkol, bawal putih, belanak, kakap, kembung, kerapu, pancet, dan gabus (Gambar 16). Waktu pemesanan yang relatif panjang sebaiknya disertai dengan handling product yang baik untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penurunan kualitas produk. 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 Waktu Pemesanan Kembali (Hari) Jenis Komoditas Gambar 16. Waktu Pemesanan Kembali Hasil analisis perhitungan pengelolaan persediaan ikan konsumsi yang diperoleh dibandingkan antara metode EOQ dengan sistem yang dilakukan di PIH Pejompongan, sehingga dapat diketahui bahwa sistem yang dilakukan di PIH Pejompongan belum optimal. Perhitungan dengan metode EOQ dapat disimpulkan bahwa kuantitas pemesanan optimal dan frekuensi pemesanan optimal yang dihitung berdasarkan metode EOQ memberikan efisiensi biaya atau nilai manfaat terhadap biaya pengadaan persediaan produk ikan konsumsi. Efisiensi biaya penyimpanan persediaan pengaman optimal yang didapat dari selisih antara biaya penyimpanan persediaan pengaman yang dilakukan antara PIH Pejompongan dengan metode EOQ. Titik pemesanan kembali optimal

Kuantitas Rata-Rata (Kg) 50 menjadi titik penentu PIH Pejompongan dalam periode waktu pemesanan yang paling efisien untuk dilakukan pemesanan kembali, sehingga dapat dicapai optimalisasi dalam manajemen pengelolaan persediaan produk ikan konsumsi di PIH Pejompongan Jakarta Pusat. 4.8 Tingkat Kuantitas Penjualan Ikan Konsumsi Tingkat kuantitas rata-rata penjualan ikan konsumsi meningkat dalam periode 1 tahun. Rata-rata kuantitas terendah per 6 bulan terjadi pada Bulan Mei dan November. Rata-rata kuantitas tertinggi per 6 bulan yaitu Bulan Juni dan Desember. Kuantitas tertinggi periode 1 tahun yaitu Bulan Desember, sedangkan kuantitas terendah periode 1 tahun yaitu Bulan Mei (Gambar 17). Bulan Desember merupakan tingkat kuantitas tertinggi dikarenakan terdapat hari besar seperti keagamaan dan tahun baru. Pengelolaan persediaan pada Bulan Desember sebaiknya kuantitas persediaan ditingkatkan, hal tersebut untuk meminimalisasi jika terjadi kekurangan bahan (stock out) khususnya untuk jenis komoditas yang memiliki permintaan tinggi seperti udang. Pada Bulan Mei sebaiknya kuantitas persediaan diturunkan sehingga tidak terjadi broken stock atau penimbunan biaya berlebih dalam penyimpanan. 98.00 96.00 94.00 92.00 90.00 88.00 86.00 1 2 3 4 5 6 Rata Rata Kuantitas 6 Bulan Awal Bulan Rata Rata Kuantitas 6 Bulan Akhir Gambar 17. Perbandingan Tingkat Rata-Rata Kuantitas per 6 Bulan 4.9 Tingkat Kepuasan Konsumen Tingkat kepuasaan menjadi salah satu faktor penting dalam pemasaran. Menurut Kotler (1997) kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa

51 seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dengan harapannya. Konsumen yang memiliki rata-rata tingkat kepuasan yang relatif tinggi memungkinkan pembelian produk yang lebih kontinu, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan keuntungan. Tingkat kepuasaan konsumen berdasarkan pada pendekatan bauran pemasaran 4p yaitu place, price, promotion, dan product. Place sebagai salah satu faktor penting dalam kepuasan konsumen karena konsumen dengan mudah memperoleh produk yang ditawarkan. Tempat kegiatan pemasaran dilihat dari faktor higienitas, strategis, pola akses, tingkat keamanan. Berdasarkan gambar 18 yaitu perolehan data yang diambil dari 10 responden disimpulkan bahwa tingkat kepuasaan konsumen terhadap tempat strategis PIH Pejompongan dalam kegiatan pemasaran 10% sangat puas, 60% cukup puas, dan 30% biasa saja, sedangkan kurang puas dan tidak puas sebesar 0%. Tidak Puas Kurang Puas Biasa Cukup Puas Sangat Puas 10% 0% 0% 30% 60% Gambar 18. Kepuasan Konsumen berdasarkan Tempat Tingkat kepuasan konsumen terhadap produk berdasarkan beberapa faktor, antara lain tingkat higienitas, dan tingkat kesegaran. Produk yang ditawarkan terhadap pasar sesuai standar kualitas sebagai upaya peningkatan gizi masyarakat. Tingkat kepuasan konsumen berdasarkan produk di PIH Pejompongan yaitu 40% sangat puas, 40% cukup puas, dan 20% biasa (netral), sedangkan kurang puas dan tidak puas sebesar 0% (Gambar 19).

52 Tidak Puas Kurang Puas Biasa Cukup Puas Sangat Puas 0% 0% 40% 20% 40% Gambar 19. Kepuasan Konsumen berdasarkan Produk Harga merupakan salah satu faktor dari konsep pemasaran yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen. Harga relatif lebih tinggi jika produk yang ditawarkan memiliki nilai kualitas lebih tinggi. Artinya harga disesuaikan dengan faktor kualitas yaitu tingkat higienitas dan tingkat kesegaran produk. Berdasarkan perolehan data yang didapat dari reponden disimpulkan bahwa 40% cukup puas 60% biasa (netral), sedangkan kurang puas dan tidak puas sebesar 0% (Gambar 20). Tidak Puas Kurang Puas Biasa Cukup Puas Sangat Puas 0% 0% 0% 40% 60% Gambar 20. Kepuasan Konsumen berdasarkan Harga Promosi sebagai upaya dalam memperluas produk yang dipasarkan sehingga dapat meningkatkan proses pemasaran hingga ke konsumen. Promosi dapat dilakukan dengan berbagai media seperti iklan, poster, spanduk, dll. Perluasan produk yang dapat dipasarkan ke sejumlah wilayah semakin luas maka proses kegiatan pemasaran akan semakin lancar. Berdasarkan perolehan data yang

53 diperoleh bahwa konsumen 50% cukup puas, 40% biasa (netral), dan 10% kurang puas, 0% tidak puas (Gambar 21). Tidak Puas Kurang Puas Biasa Cukup Puas Sangat Puas 0% 50% 0% 10% 40% Gambar 21. Kepuasan Konsumen berdasarkan Promosi 4.9.1 Hubungan Tingkat Kepuasan Konsumen dan Bauran Pemasaran Tingkat kepuasan konsumen rata-rata yang didapat dari beberapa faktor yaitu place, product, price, dan promotion dengan skala 3 hingga 5 yaitu dikatagorikan biasa hingga sangat puas. Tingkat kepuasan konsumen didapat dari perhitungan rata-rata dari penjumlahan place, product, price, dan promotion (4p). Hubungan 4p dalam strategi pemasaran yaitu place, product, price dan promotion untuk memenuhi target pasar secara luas. Menurut Kotler (1997) Place dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lokasi, transportasi, persediaan, dan logistik. Product dipengaruhi oleh ragam, kualitas, design, kemasan, dan layanan. Promotion dipengaruhi faktor iklan, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat. Price berhubungan faktor daftar harga, diskon, potongan harga. Hubungan 4p dalam pemasaran berpengaruh terhadap tingkat kepuasan konsumen, dapat disimpulkan bahwa variabel terkuat dalam pemasaran yang dapat mempengaruhi peningkatan tingkat kepuasan konsumen secara significant yaitu place dan product. Produk yang berkualitas tinggi akan mempengaruhi kepuasan konsumen lebih tinggi daripada variabel lainnya. Variabel terendah yaitu promosi sehingga untuk dapat meningkatkan kepuasan konsumen diperlukan promosi atau perluasan pemasaran melalui beberapa media seperti media iklan, poster, spanduk,dll (Gambar 23).

54 23% 27% Place Product 25% 25% Price Promotion Gambar 22. Hubungan place, product, price, dan promotion Tabel 7. Hasil Analisis Rank Spearman dari Hubungan antara Beberapa Variabel dengan Tingkat Kepuasan Konsumen Ikan Konsumsi di Pasar Ikan Higienis Pejompongan Variabel Hubungan Tingkat Kepuasan Konsumen dengan Place (Tempat) Hubungan Tingkat Kepuasan Konsumen dengan Product (Produk) Hubungan Tingkat Kepuasan Konsumen dengan Price (Harga) Hubungan Tingkat Kepuasan Konsumen denganpromotion (Promosi) Nilai Korelasi r s 0,703 Nilai R 2 Nilai t hitung 2,795 0,654 2,5567 0,6319 0,675 2,590 0,442 1,395 Nilai t tabel 2,3066 Keterangan Terdapat Hubungan Terdapat Hubungan Terdapat Hubungan Tidak Terdapat Hubungan Place atau tempat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen. Nilai perhitungan korelasi antara place dengan tingkat kepuasan konsumen adalah 0,703 sehingga didapat nilai t hitung sebesar 2,795, sedangkan nilai t tabel adalah 2,3066. Sehingga nilai t tabel t hitung dan dapat disimpulkan bahwa H 0 diterima sedangkan H 1 ditolak. Perolehan nilai t tabel didapat melalui kurva dua arah dengan tingkat keyakinan 95% sehingga nilai α adalah 0,05. Tingkat kepuasan konsumen berdasarkan bauran pemasaran tempat (place) berdasarkan kriteria lokasi strategis dan tempat yang higienis. Bauran pemasaran tempat (place) memiliki tingkat korelasi yang lebih signifikan.

55 Product memiliki kualitas yang baik akan dapat mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen. Nilai korelasi r s antara produk dengan tingkat kepuasan konsumen adalah 0,654 sehingga perolehan nilai t hitung sebesar 2,5567, nilai yang diperoleh t hitung t tabel dengan nilai 2,3006, sehingga H 1 ditolak dan H 0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara produk dan tingkat kepuasan konsumen. Tingkat kepuasan konsumen berdasarkan bauran pemasaran produk (product) berdasarkan kriteria tingkat kesegaran dan higienitas produk. Kualitas produk yang baik akan meningkatkan tingkat kepuasan konsumen. Nilai korelasi r s antara harga dengan tingkat kepuasan konsumen adalah 0,675 sehingga nilai t hitung sebesar 2,590. Nilai t hitung t tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa H 1 ditolak dan H 0 diterima. Harga yang sangat berpengaruh terhadap proses pembelian dikarenakan terdapat beberapa faktor seperti tingkat pendapatan masyarakat. Jika tingkat pendapatan rata-rata tinggi maka tingkat kepuasan konsumen akan tinggi. Tingkat kepuasan konsumen berdasarkan bauran pemasaran harga (price) berdasarkan ketetapan harga di PIH Pejompongan. Nilai korelasi r s antara promosi dengan tingkat kepuasan konsumen adalah 0,442, nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan R sebesar 0,6319 sehingga nilai t hitung yaitu sebesar 1,395 lebih rendah dari t tabel sebesar 2,306, H 0 ditolak sedangkan H 1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara promosi dengan tingkat kepuasan konsumen terbukti bahwa persentase promosi lebih rendah dibandingkan harga, produk, dan distribusi (Gambar 23). Pada umumnya letak PIH Pejompongan yang cukup strategis dari wilayah perkantoran dan tingkat penduduk yang cukup tinggi, sehingga usaha pemasaran ikan konsumsi di PIH Pejompongan sudah diketahui secara umum di masyarakat, maka promosi yang paling efisien adalah word of mouth. Word of Mouth Communication (WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan proses komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara individu maupun kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk memberikan informasi secara personal (Kotler dan Keller 2007 dalam Ananditha 2013).