PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

dokumen-dokumen yang mirip
Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

BAB II LANDASAN TEORI

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab 10. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II LANDASAN TEORI

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Pokok-Pokok Ketentuan UU PPN. Sesuai dengan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN)

BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

PPN DAN PPn BM PENGUSAHA KENA PAJAK, DPP & TARIF, TEMPAT PAJAK TERUTANG, DAN FAKTUR PAJAK, NOTA RETUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 180/PJ./2007 TANGGAL : 28 Desember 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORI

B. SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

(Dr) Piutang 55,000,000 (Cr) PPN Keluaran 5,000,000 Penjualan 50,000,000. (Dr) Kas/Bank 55,000,000 (Cr) Piutang 55,000,000

Subject 4. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

Pjk Elearning-Modul #10

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

FAKTUR PAJAK STANDAR

AKUNTANSI PPN & PPnBM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan,

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pertemuan 2 FAKTUR PAJAK. Faktur Pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

UU 11/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 198 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

BAB II TELAAH PUSTAKA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

11/PMK.03/ PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001

Transkripsi:

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) A. Konsep Dasar PPN (Hukum) Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan terhadap nilai tambah (value added suatu barang/jasa) PPN tergolong Pajak Pusat/Pajak Negara dan termasuk pula sebagai pajak tidak langsung atau pajak yang bisa dibebankan ke pihak lain. B. Mekanisme PPN Mekanisme PPN bisa digambarkan sebagai berikut: Pengusaha Kena Pajak (Produsen) SAAT PEMBELIAN BAHAN Bh. Baku 500 Bh. Pembantu 300 Suku Cadang dll 200 Jumlah 1.000 PPN masukan (10 %) 100 1.100 SAAT PRODUKSI By.Gaji/Upah 300 By.Mnj 150 Bunga 100 Penyusutan 50 By.Prod 600 Laba 100 Jumlah 700 SAAT JUAL Harga Jual 1.700 PPN Keluaran (10%x 1.700) 170 1.870 Nilai Tambah Mekanisme pemungutan PPN : a. Saat Produsen membeli Bahan Baku, bahan Pembantu dan Suku Cadang sebesar Rp. 1.000, maka Produsen tersebut harus membayar/dipungut PPN sebesar 10% x 1.000 = 100 b. Saat Produsen menjual barang dagangan maka Produsen tersebut harus memungut PPN ke konsumennya sebesar 10% dari Harga Jual = 10% x 1.700 = Rp. 170, PPN yang dipungut dari konsumen tersebut disebut PPN keluaran, sehingga yang diterima saat menjual sebesar Rp. 1870. c. Pada saat akhir masa (akhir bulan), maka Produsen tersebut harus menyetorkan PPN terutang ke Kas Negara dengan perhitungan sebagai berikut : PPN Keluaran - PPN Masukan 170-100 = Rp. 70. Jumlah PPN yang harus disetor Rp. 70 ini sama dengan = 10% dari Nilai Tambah atau 10% x 700 = 70. (bukti bahwa PPN dikenakan terhadap nilai tambah). C. Subyek Pajak PPN Subyek pajak dalam PPN diartikan sebagai pihak yang harus memungut PPN. Pihak yang harus memungut PPN ini disebut PKP (Pengusaha Kena Pajak). Pengusaha Kena Pajak (PKP), digolongkan menjadi: 1. PKP Otomatis. Adalah mereka yang secara otomatis/tanpa harus dikukuhkan sebagai PKP harus memungut PPN atau mereka harus memungut PPN karena Undang-undang. PKP Otomatis ini terdiri dari: Tahap I (sejak April 1985) a. Produsen/pabrikan BKP. b. Importir BKP. c. Agen/penyalur utama dari produsen dan importir BKP

d. Pemegang hak Patent/Hak Merk dari produsen dan importir BKP e. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dari produsen dan importir BKP f. Pengusaha yang bergerak dibidang jasa pembangunan barang tidak bergerak (kontraktor). Tahap II (sejak 15 Januari 1989) a. Pengusaha BKP oleh Pedangan Besar, kecuali pengecer. b. Pengusaha Jasa Telkom. c. Pengusaha Jasa Angkutan udara Domestik. d. Pengusaha Jasa lainnya, kecuali 12 jasa yang ditetapkan oleh undang-undang. Tahap III (sejak 1 April 1992) Pedagang Eceran Besar (PEB). Atau Pedagang Pengecer BKP omzetnya dalam 1 (satu) tahun diatas Rp. 1 Milyard. Tahap IV (sejak 1 Januari 1995) a. Pengusaha yang menyerahkan BKP/JKP di daerah Pabean dalam lingkungan daerah Pabean. b. Ekspor BKP oleh PKP. c. Pemanfaatan BKP tidak berwujud/jkp dari luar daerah Pabean di dalam daerah Pabean. d. Membangun sendiri tidak dalam lingkuangan pekerjaan/perusahaan. e. Penyerahan aktiva yang tidak menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan, sepanjang PPN pada saat perolehan aktiva tersebut dapat dikreditkan. 2. PKP yang Non-Otomatis (PMPKP) Adalah pengusaha yang bisa memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PMPKP) atau tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Bila memilih dikukuhkan sebagai PKP, maka kewajiban dibidang PPN sama dengan PKP yang otomatis dan apabila tidak memilih dikukuhkan sebagai PKP, maka tidak punya kewajiban di bidang PPN. Yang termasuk pengusaha kelompok ini adalah:pengusaha Kecil. D. Pengusaha kecil adalah : 1. Pengusaha yang menyerahkan BKP, dimana omzet dalam 1 tahun tidak lebih dari Rp. 600 juta. 2. Pengusaha yang menyerahkan JKP, dimana omzet dalam 1 tahun tidak lebih dari Rp. 600 juta. 3. Pengusaha yang menyerahkan BKP dan JKP tidak lebih dari Rp.600.000.000,-, jika penyerahan barang atau jasa kena pajak lebih dari 50% dari seluruh peredaran. E. Obyek PPN Obyek PPN adalah Penyerahan Barang Kena Pajak dan Penyerahan Jasa Kena Pajak, kecuali penyerahan barang dan jasa kena pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.144 tahun 2000. F. Penyerahan Kena Pajak dibedakan menjadi: a. Penyerahan hak atas BKP karena perjanjian Jual Beli (tunai dan atau kredit) Tukar menukar b. Pengalihan BKP karena sewa beli dan Perjanjian Leasing. c. Penyerahan BKP kepada Pedagang, Pedagang Perantara atau melalui Juru Lelang. d. Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma. e. Persediaan BKP dan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran Perusahaan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan boleh dikreditkan. f. Penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang dan antar cabang. g. Penyerahan BKP secara Konsinyasi. G. Tidak termasuk Penyerahan Kena Pajak adalah: a. Penyerahan BKP kepada Makelar. b. Penyerahan BKP untuk jaminan Utang/Piutang. c. Penyerahan BKP dari Pusat ke cabang atau sebaliknya dan antar Cabang yang memperoleh ijin pemusatan tempat Pajak Terutang. d. Penyerahan BKP dalam rangka penggabungan usaha, perubahan bentuk usaha dan pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas BKP.

H. Barang Kena Pajak - Barang berwujud yang menurut sifat/hukumnya dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak. - Barang tidak berwujud seperti: merk dagang, hak paten, hak cipta dll. I. Barang yang tidak dikenai PPN (bukan BKP) lihat PP No.144 tahun 2000 : a. Barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan yang dipetik, disadap, diambil langsung dari sumber. b. Barang hasil peternakan, perburuan/penangkapan atau penangkaran yang diambil langsung dari sumbernya. c. Barang hasil penangkapan/budi daya perikanan yang diambil langsung dari sumbernya. d. Barang hasil pertambangan, oenggalian dan pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. e. Barang kebutuhan pokok. f. Makanan/minuman yang disajikan di Hotel, restoran, rumah makan, warung. g. Listrik, kecuali listrik perumahan dengan daya diatas 6.800 watt. h. Saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya. i. Air bersih yang disalurkan melalui pipa. J. Jasa Kena Pajak Setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang/fasilitas/kemudahan/hak tersedia untuk dipakai termasuk jasa menghasilkan barang berdasarkan pesanan permintaan dengan bahan atas petunjuk dari pemesan. K. Jasa yang tidak dikenakan PPN (bukan JKP) lihat PP no.144 tahun 2000 : a. Pelayanan Kesehatan Medik. b. Pelayanan Sosial c. Pengiriman surat d. Perbankan, asuransi, Sewa Guna Usaha dengan Hak OPSI. e. Keagamaan f. Pendidikan g. Kesenian h. Penyiaran i. Angkutan Umum (darat/laut/udara luar begeri) j. Tenaga Kerja k. Perhotelan (untuk penginapan/acara/pertemuan) l. Telekomunikasi (coin box/telegram). L. Jasa Perbankan yang dikenakan PPN : a. Jasa penyediaan tempat untuk penyimpanan Barang dan sebagainya. b. Jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan kontrak. c. Anjak Piutang. M. Dasar Pengenaan Pajak(DPP/Tax Base) : Nilai yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak adalah: a. Harga Jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta dalam penyerahan barang kena pajak, seperti biaya pengiriman, biaya garansi, komisi, premi asuransi, biaya pemasangan, biaya bantuan teknik dan biaya-biaya lainnya. b. Nilai Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha jasa karena penyerahan jasa tidak termasuk pajak pertambahan nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. c. Nilai Import adalah harga patokan impor (CIF) sebagai dasar perhitungan bea masuk ditambah biaya lain menurut ketentuan peraturan perundang undangan pabean. d. Nilai Eksport adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. e. Nilai Lain

adalah suatu nilai yang besarnya ditentukan oleh Menteri Keuangan RI yang menjadi dasar pengenaan pajak.>>> lihat KMK Nomor.567/KMK.04/2000<<< Nilai lain yang telah ditetapkan menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 adalah : 1. Harga jual atau penggantian tidak termasuk laba kotor, untuk : a. Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. b. Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. 2. Perkiraan harga jual rata-rata, untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar. 3. Perkiaraan hasil rata-rata perjudul film, untuk penyerahan film cerita. 4. Harga pasar wajar, untuk : a. Persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran. b. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan pada saat pembubaran. 5. 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau yang seharusnya ditagih untuk : a. Penyerahan jasa biro perjalanan/ pariwisata. b. Jasa pengiriman paket. 6. 10% (sepuluh persen) dari harga jual untuk kendaraan bermotor bekas 7. 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi dan diskon untuk usaha anjak piutang. 8. 20% (dua puluh persen) dari jumlah seluruh penyerahan barang dagangan, Sebagai alternative bagi pedagang eceran demi kemudahan pelaksanaan pemungutan, penyetoran serta pelaporan Pajak Pertambahan Nilai. Catatan : Pajak masukan yang berasal dari Jasa Giro Perjalanan pariwisata dan pengiriman paket tidak bisa dikreditkan (Bukan PPN masukan). Faktur Pajak (FP) >>> (PMK no.38/pmk.04/2010, PER-13/PJ/2010). Faktur Pajak adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. PKP Pembeli = menerima faktur pajak dari Penjual >>> sebagai bukti Pajak Masukan PKP Penjual = wajib menerbitkan faktur pajak >>> sebagai bukti Pajak Keluaran. Jenis Faktur Pajak Faktur Pajak Faktur Pajak Gabungan Saat dibuatnya Faktur Pajak 1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak; 2. Saat menerima pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; 3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau 4. Saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Saat dibuatnya Faktur Pajak Gabungan Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak. Contoh :

- 10 Agustus 2010 PT.A menjual barang kena pajak pada PT. B dan barang diserahkan pada tanggal itu juga, maka PT. A wajib membuat faktur Pajak pada tanggal 10 Agustus 2010. Jika pembayaran Barang Kena Pajak tersebut diterima oleh PT. A dari PT. B sebelum tanggal 10 Agustus, misalkan 6 Agustus 2010, maka PT. A wajib membuat faktur pajak pada tanggal 6 Agustus 2010. - JIka PT. A menjual Barang Kena Pajak pada PT. B tidak hanya pada tanggal 10 Agustus 2010 tetapi juga pada tanggal 16, 20 dan 26 Agustus 2010, maka atas kejadian ini PT. A boleh membuat faktur pajak per kejadian/transaksi, namun jika faktur pajak tidak dibuat pertransaksi maka PT. A wajib/harus membuat faktur pajak gabungan pada akhir Agustus 2010. - Pada tanggal 6 Agustus 2010 PT. A menerima pembayaran atas penyerahan sebagian pekerjaan proyek pada PT. B, maka atas kejadian ini : PT. A wajib membuat faktur pajak atas penerimaan pembayaran penyerahan sebagian pekerjaan dari PT. B. - PT. A adalah rekanan Pemerintah dalam pengadaan barang-barang kebutuhan kantor. Ketika terjadi transaksi antara PT. A dengan Bendaharawan Pemerintah Daerah dalam hal pengadaan barang-barang kebutuhan kantor maka ; PT.A wajib membuat faktur pajak atas transaksi tersebut saat melakukan penagihan pada Bendaharawan dan Bendaharawan Pemerintah Daerah wajib memungut PPN dan PPh pasal 22 atas transaksi tersebut. Akuntansi PPN A. Pencatatan Pajak Masukan Pajak masukan adalah PPN yang terkait dengan transaksi pembelian/pemanfaatan BKP/JKP. Perlakuan Akuntansi Pajak Masukan dibedakan menjadi: B. Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan. Adalah Pajak Masukan atas pembelian/perolehan : - Pembelian barang persediaan yang akan diproduksi atau dijual kembali. - Pembelian barang modal yang ada kaitannya langsung dengan proses produksi/penjualan barang. a. Pada tanggal 5 Desember 2010 PT. Baskara Jaya membeli barang dagangan secara kredit kepada PT. Desi Alfa seharga Rp. 25.000.000 Jurnal yang harus dibuat oleh PT Baskara Jaya sebagai berikut : (menggunakan metode pencatatan phisik). Jurnal yang harus dibuat PT. Baskara Jaya sebagai berikut: Pembelian Rp. 25.000.000 PPN Masukan Rp. 2.500.000 >>Faktur Pajak dari PT. Desi Alfa>> Hutang Dagang Rp. 27.500.000 Bila terjadi Retur pembelian, maka retur tersebut akan mempengaruhi PPN Masukan yang telah dicatat saat pembelian (Mengurangi PPN Masukan). b. Pada tanggal 7 Desember 2010 terjadi retur pembelian senilai Rp. 500.000 Jurnal yang harus dibuat PT. Baskara Jaya sebagai berikut: Hutang dagang Rp. 550.000 Retur pembelian Rp. 500.000 PPN Masukan Rp. 50.000>>Fak. Pajak dari PT.Desi Alfa >>

Mengingat saat pembuatan faktur pajak yaitu 1). Saat penyerahan barang kena pajak. 2). Penerimaan pembayaran apabila pembayaran dilakukan sebelum penyerahan barang kena pajak. Dan seterusnya >>> (PMK no.38/pmk.04/2010, PER-13/PJ/2010) : c. Pada tanggal 15 Desember 2010 terjadi pelunasan atas transaksi pada tanggal 5 Desember 2010. Jurnal yang harus dibuat PT. Baskara Jaya sebagai berikut: Hutang dagang Rp. 26.950.000 Kas/bank Rp. 26.950.000 Apabila mulai saat terjadi penyerahan barang kena pajak tgl. 5 Desember 2010 dan terjadi retur pembelian tgl. 7 Desember 2010 belum dibuatkan faktur pajak oleh PT. Desi Alfa dan syarat jual beli tersebut pada tanggal 5 Desember 2010 adalah 2/10, n/30 maka, pada saat PT.Baskara Jaya melakukan pelunasan pada tanggal 15 Desember 2010 pada PT. Desi Alfa jurnalnya : Jurnal yang harus dibuat PT. Baskara Jaya sebagai berikut: Pembelian Rp. 24.500.000 PPN Masukan Rp. 2.420.500 >>Fak. Pajak Gabungan dr PT.Desi Alfa<< Potongan Pembelian Rp. 295.000 Kas/bank Rp. 26.625.500 d. Pada tanggal 5 Januari 2009 PT. Baskara Jaya membeli mesin produksi (barang modal) seharga Rp. 250.000.000 PPN 10% dari PT. Desi Alfa secara tunai. Jurnal yang harus dibuat PT. Baskara Jaya sebagai berikut: Mesin Rp. 250.000.000 PPN Masukan Rp. 25.000.000 >>Fak. Pajak dari PT. Desi Alfa << Kas Rp. 275.000.000 PPN masukan akan dikreditkan dengan PPN keluaran masa Januari 2009. C. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berasal dari pembelian /perolehan barang/ jasa kena Pajak sebagai berikut : - Pembelian barang untuk kebutuhan kantor (supplies) Pajak masukan atas transaksi tersebut tidak dapat dikreditkan, harus dicatat dalam rekening Beban PPN (diexpenses). - Pembelian barang modal yang tidak ada kaitannya dengan proses produksi/penjualan barang. Pajak masukan atas transaksi tersebut tidak dapat dikreditkan dan harus dicatat sebagai penambah harga perolehan barang (dikapitalisasi). - Pajak masukan yang berasal dari pembelian jasa yang DPP-nya menggunakan nilai lain maka Pajak Masukannya harus dicatat sebagai Beban PPN (diexpenses). a. Pada tanggal 15 Januari 2009 PT Baskara Jaya membeli tunai Supplies kantor seharga Rp. 500.000, harga belum termasuk PPN 10%. Jurnal bagi PT. Baskara Jaya : Persediaan supplies Rp. 500.000 Beban PPN Rp. 50.000 Kas Rp. 550.000 Beban PPN Rp. 50.000 dibebankan untuk tahun terjadinya.

b. Pada tanggal 20 januari 2009 PT. Baskara Jaya membeli kendaraan untuk Direktur seharga Rp. 50.000.000, PPN 10% dari PT. Heru Joyo Motor tunai. Jurnal bagi PT. Baskara Jaya : Kendaraan Rp. 55.000.000 Kas Rp. 55.000.000 PPN Rp. 5.000.000 ditambahkan ke harga perolehan kendaraan. c. Pada tanggal 20 Januari 2009 PT. Baskara jaya membeli jasa paket/kiriman barang dari PT. Kilat Merdeka Express harga Jasa Rp. 500.000 PPN = 1% x 500.000 = Rp. 5.000 dibayar tunai. Beban angkut pembelian Rp. 500.000 Beban PPN Rp. 5.000 Kas Rp. 505.000 PPN dibebankan pada tahun 2009. Bila terjadi Retur pembelian, maka retur tersebut akan mempengaruhi PPN Masukan yang telah dicatat saat pembelian (Mengurangi PPN Masukan). PT. Baskara Jaya mengembalikan barang dagangan dan yang dibeli seharga Rp. 10.000.000, PPN 10%. Hutang Dagang Rp. 11.000.000 PPN Masukan Rp. 1.000.000 Retur pembelian Rp. 10.000.000 Harus ada nota retur sesuai dengan Kepmen. Keu.: 196/KMK.04/1994 Bila terjadi potongan pembelian, maka PPN dihitung dari harga setelah potongan. Pada tanggal 10 Januari 2009 PT. Baskara Jaya membeli barang dangang Rp. 10.000.000 potongan harga 5% tunai. Pembelian Rp. 10.000.000 PPN Masukan Rp. 950.000 Potongan pembelian Rp. 500.000 Kas Rp. 10.450.000 D. Pencatatan Pajak Keluaran Pajak keluaran adalah PPN yang terkait dengan transaksi penjualan/penyerahan Barang kena Pajak/Jasa kena Pajak. Perlakuan Akuntansi Pajak keluaran harus dicatat dalam rekening PPN Keluaran atau PPN terutang 1. Penjualan Biasa a. Pada tanggal 1 Februari 2009 PT. Baskara jaya menjual Rp. 30.000.000. PPN 10% Piutang dagang Rp. 33.000.000 PPN keluaran Rp. 3.000.000 Penjualan Rp. 30.000.000 b. Pada tanggal 3 Februari 2009 terjadi retur penjualan senilai Rp. 300.000

Retur penjualan Rp. 300.000 PPN Keluaran Rp. 30.000 Piutang dagang Rp. 330.000 Pada tanggal 11 Februari 2009 terjadi pelunasan transaksi tanggal 1 Februari 2009 Kas/bank Rp. 32.670.000 Piutang dagang Rp. 32.670.000 2. Penjualan dengan Uang Muka PT. Baskara jaya menjual barang kepada PT. Bangun Sanjoyo senilai Rp. 50.000.000, barang tersebut akan diterima dua bulan kemudian. Uang Muka yang diterima PT. Baskara Jaya Rp. 10.000.000 dan sisanya saat barang diterima. Kas Rp. 11.000.000 PPN keluaran Rp. 1.000.000 Uang Muka Penjualan Rp. 10.000.000 Jurnal Saat Pelunasan diterima: Kas Rp. 44.000.000 Uang muka Penjualan Rp. 10.000.000 PPN Keluaran Rp. 4.000.000 Penjualan Rp. 50.000.000 3. Penjualan Cicilan. PPN terutang saat Penjualan Cicilan terjadi. Tanggal 1 Maret 2009 PT. Baskara Jaya menjual Barang Dagangan seharga Rp. 20.000.000, PPN 10% periode cicilan 5 bulan. Piutang Penjualan Cicilan Rp. 22.000.000 Penjualan cicilan Rp. 20.000.000 PPN Keluaran Rp. 2.000.000 PPN Keluaran Rp. 2.000.000 terutang untuk masa Maret 2009 dan saat diterima cicilan PPN sudah tidak terutang. 4. Pemakaian Sendiri/Pemberian Cuma-cuma Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma terutang PPN. PPN dihitung dari harga pokok barang. Tanggal 30 Maret 2009 PT. Baskara Jaya memakai sendiri produksinya untuk diberikan kepada relasi usahanya sebesar Rp. 500.000, PPN 10% Jurnal bagi PT. Baskara Jaya : Beban pemasaran Rp. 550.000 PPN Keluaran Rp. 50.000 Persediaan barang Rp. 500.000 5. Kegiatan Membangun Sendiri

Kriteria membangun sendiri yang terutang PPN adalah: - Untuk tempat tinggal/tempat usaha - Bersifat permanent - Luas bangunannya di atas 400 m 2 (tidak termasuk nilai tambah) Dalam tahun 2009 PT. Baskara membangun gedung seluas 800m2 dengan taksiran biaya Rp. 200.000.000 (tidak termasuk nilai tambah) dan dalam bulan Januari 2009 telah dikeluarkan biaya Rp. 80.000.000 Maka PPN terutang untuk masa Januari 2009 = 10% x 40% X 80.000.000 = Rp. 3.200.000 Jurnal bulan Januari: Bangunan dalam pelaks. Rp. 83.200.000 PPN Keluaran Rp. 3.200.000 Kas Rp. 80.000.000 (PPN terutang setiap masa/bulan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan tiap bulan dan harus disetor akhir bulan berikutnya sebelum SPT Masa PPN dilaporkan). E. Perlakuan PPN saat Akhir Masa/Akhir Bulan Saat akhir masa pajak/akhir bulan harus dihitung berapa PPN keluaran/ppn terutang dan PPN masukan dalam masa yang bersangkutan. Selisih PPN keluaran dengan PPN masukan tersebut adalah PPN kurang bayar atau PPN lebih bayar. Bila terjadi kurang bayar, maka harus dibayar paling lambat akhir bulan berikutnya sebelum spt masa ppn dilaporkan dan bila lebih bayar bisa dikompensasi ke masa berikutnya atau di restitusi. Selama masa pajak Januari 2009 PT. Baskara Jaya melakukan transaksi sbb: Tgl. 10 Januari membeli barang dagangan seharga Rp. 50.000.000 PPN 10% secara tunai. Tgl. 25 Januari menjual barang dagangan seharga Rp. 75.000.000 PPN 10% secara tunai. Jurnal bagi PT. Baskara Jaya dan perlakuan PPN akhir masa Januari 2001 sbb: 1. Saat membeli (tgl 10 Januari 2009) : Pembelian Rp. 50.000.000 PPN masukan Rp. 5.000.000 >> Menerima faktur pajak dr penjual << Kas Rp. 55.000.000 2. Saat menjual (tgl. 25 Januari 2009) : Kas Rp. 82.500.000 PPN Keluaran Rp. 7.500.000>>Membuat fak.pajak>> Penjualan Rp. 75.000.000 3. Pada saat akhir masa pajak Januari 2009 : PPN Keluaran Rp. 7.500.000 PPN Masukan Rp. 5.000.000 PPN kurang bayar Rp. 2.500.000 Keterangan : PPN kurang bayar tersebut harus dilunasi paling lambat akhir bulan berikutnya sebelum spt masa ppn dilaporkan. Jurnalnya adalah sbb : PPN kurang bayar Rp. 2.500.000 Kas/bank Rp. 2.500.000 Catatan: Saat terutang PPN = saat terjasi transaksi baik tunai maupun kredit. Batas waktu penyetoran PPN = akhir bulan berikutnya sebelum spt masa PPN dilaporkan. Batas waktu pelaporan PPN = akhir bulan berikutnya. Bila dalam harga sudah termasuk (include) PPN, maka PPN dihitung = 10/110 x harga.