Leukemia limfoblastik akut merupakan jenis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

Demam neutropenia adalah apabila suhu

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang paling sering dijumpai pada anak. Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasien keganasan berisiko tinggi menderita anemia (Estrin, 1999). Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, imunologi, dan mikrobiologi RSUP dr.kariadi Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

Pola Lekemia Limfoblastika akut di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RS. Dr. Pirngadi Medan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. angka kejadian pada anak dibawah 14 tahun sebesar 30% dan 10% pada anak

BAB I PENDAHULUAN. sumsum tulang yang paling sering ditemukan pada anak-anak (Wong et al, normal di dalam sumsum tulang (Simanjorang, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peritonitis didefinisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIKA PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG MENGALAMI DEMAM NEUTROPENIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

Renno Hidayat, Djajadiman Gatot, Mulyadi M Djer Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

Laktat clearance sebagai prediktor mortalitas pada neonatal sepsis

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasien-pasien dengan penyakit hematologi atau onkologi yang mengalami

ANALISIS KADAR KREATININ PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT DI PUSAT KANKER ANAK ESTELLA BLU RSUP PROF DR RD KANDOU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. pemeriksaan kultur darah menyebabkan klinisi lambat untuk memulai terapi

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan sindroma klinik akibat respon yang berlebihan dari sistem

BAB III METODE PENELITIAN. Kariadi Semarang pada periode Maret Juni neutrofil limfosit (NLR) darah tepi sebagai indikator outcome stroke iskemik

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih

Kejadian Anemia Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung

BAB 3 METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf. RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode Desember 2006 Juli 2007

BAB I PENDAHULUAN. Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

Pemberian Nutrisi pada Pasien dengan Penyakit Kritis di Ruang Perawatan Intensif Anak RS. Cipto Mangunkusumo

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB 6. PEMBAHASAN. Penelitian adalah penelitian case control yang melibatkan 52 penderita

BAB I PENDAHULUAN. peran penting pada angka kesakitan dan kematian di ruang perawatan intensif. ii

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Hubungan Karakteristik Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Kejadian Dengue Syok Sindrom (DSS) pada Anak

RINGKASAN. Sepsis merupakan masalah global dengan angka morbiditas dan mortalitas yang

Pendidikan kedokteran pada dasarnya bertujuan

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Divisi Infeksi dan Mikrobiologi Klinik. Penelitian ini dilakukan di PICU dan HCU RS Dr. Kariadi Semarang pada

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian adalah mencakup bidang Ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS. dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

Perbedaan Kecepatan Kesembuhan Anak Gizi Buruk yang Diberi Modisco Susu Formula dan Modisco Susu Formula Elemental Di RSU dr.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB V HASIL PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah episode demam neutropenia berjumlah 20.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Imunologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya subbagian Perinatologi. Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP/ RS

BAB I PENDAHULUAN. kemudian memicu respon imun tubuh yang berlebih. Pada sepsis, respon imun

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

Peran Bersihan Laktat pada Kesintasan Pasien Sepsis Berat

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

Acute Kidney Injury (AKI) merupakan komplikasi. Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin Urin sebagai Deteksi Dini Acute Kidney Injury

BAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

JST Kesehatan, Januari 2016, Vol.6 No.1 : ISSN HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN RELAPS PADA LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT-L1 (LLA-L1) ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

Transkripsi:

Artikel Asli Hipoksia Jaringan dan Kadar Laktat pada Leukemia Limfoblastik Akut dengan Demam Neutropenia dalam Fase Induksi Nusarintowati Ramadhina, Endang Windiastuti, H.I.Budiman Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Latar belakang. Pada Leukemia limfoblastik akut (LLA), proses fagositosis oleh neutrofil kurang atau tidak efektif (kondisi neutropenia) memungkinkan bertahannya bakteri yang tidak dapat didigesti, sehingga timbul proses inflamasi yang selanjutnya dapat menimbulkan gangguan mikrosirkulasi. Tujuan. Mengetahui gangguan mikrosirkulasi pada pasien LLA dengan demam neutropenia dalam fase induksi dengan menggunakan 2 parameter yaitu kadar oksigen darah vena (SvO2) dan kadar laktat darah. Metode. Penelitian potong lintang, Maret 2007-Maret 2008 pada pasien LLA berusia 0-18 tahun. Pengambilan sampel secara consecutive sampling, pada pasien LLA baru yang mendapat terapi sitostatika dalam fase induksi dengan jumlah absolut neutrofil <1000/uL dan terdapat satu kali episode demam. Hasil. Lima belas dari 49 subjek (31%) memiliki kadar oksigen darah vena di bawah 60%. Rerata SvO2 64,11±9,24%, pada neutropenia berat rerata SvO2 lebih rendah dibandingkan pada neutropenia sedang (56,78±7,99% vs. 69,16±6,18%). Tidak tampak hubungan antara beratnya neutropenia dengan kadar SvO2. Pada pemeriksaan kadar laktat, 38 dari 49 subjek (78%) memiliki kadar laktat di atas 2 mmol/l. Rerata kadar laktat darah 3,04±1,14 mmol/l, pada neutropenia berat rerata kadar laktat darah lebih tinggi dibandingkan neutropenia sedang (3,52±1,33 mmol/l vs. 2,72±0,87 mmol/l). Beratnya neutropenia mempengaruhi kadar laktat darah, 15 subjek dengan SvO2 < 60%, 13 subjek (87%) mengalami pula peningkatan kadar laktat darah di atas 2 mmol/l, 27 dari 34 subjek (79%) memiliki kadar laktat darah lebih dari 2 mmol/l meskipun kadar SvO2 dalam batas normal. Kesimpulan. Pada pasien LLA dengan demam neutropenia, kadar neutropenia mempengaruhi kadar laktat darah namun tidak mempengaruhi kadar SvO2 sehingga hasil kadar laktat lebih dapat digunakan dengan segera untuk menunjukkan gangguan mikrosirkulasi dibandingkan hasil SvO2. (Sari Pediatri 2008;10(3):158-62). Kata kunci: Leukemia limfoblastik akut, neutropenia, mikrosirkulasi, laktat darah, saturasi oksigen darah vena. Alamat Korespondensi: Dr. Nusarintowati Ramadhina, SpA. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jl. Salemba Raya N0. 6, Jakarta 10430, Indonesia Tel : +62-21-3919016 E-mail : drnuviubay@yahoo.com Leukemia limfoblastik akut merupakan jenis leukemia tersering pada anak dan angka kejadian di negara berkembang mencapai 83% dari seluruh leukemia. 1,2 Pasien leukemia memerlukan keadaan optimal untuk mendapatkan 158

terapi kuratifnya dan salah satu keadaan yang perlu diperhatikan adalah neutropenia karena peran sel neutrofil dalam mencegah dan melawan infeksi melalui mekanisme fagositosis. Keadaan neutropenia pada LLA dapat terjadi akibat desakan oleh sel leukemia atau terapi sitostatika dan dapat terjadi tanpa gejala klinis infeksi yang nyata. 1,2 Neutropenia yang disertai demam dengan suhu tubuh di atas 38 C selama 2 jam atau 39 C dalam sekali pengukuran, memiliki potensi infeksi lebih tinggi dan 34% di antaranya dapat mengalami komplikasi serius yang mengancam jiwa. 1,2 Infeksi berat diukur secara makrovaskular dengan mengukur parameter hemodinamik global seperti tekanan darah. Trzeciak 3 mengungkapkan bahwa sebelum terjadi gangguan makrovaskular telah terjadi proses lain yang tersembunyi, yaitu gangguan mikrosirkulasi seperti hipoksia jaringan yang luas, kerusakan sel endotel, aktivasi kaskade koagulasi dan microcirculatory and mitochondrial distress syndrome. Faktor-faktor tersebut merupakan hal yang penting dalam menentukan potensi ke arah sepsis namun keadaan ini tidak terdeteksi secara klinis sehingga keadaan pasien seolah-olah stabil. Proses fagositosis oleh neutrofil yang kurang atau tidak efektif pada kondisi neutropenia memungkinkan bertahannya bakteri yang tidak dapat dicerna sehingga timbul proses inflamasi yang selanjutnya dapat menimbulkan gangguan mikrosirkulasi. Parameter yang dapat dipergunakan untuk menilai terjadinya gangguan mikrosirkulasi antara lain adalah peningkatan kadar laktat darah dan secara cepat dapat memberi gambaran hipoperfusi atau hipoksia jaringan. Kadar laktat darah lebih dari 2 mmol/l disebut hiperlaktatemia menunjukkan adanya inadekuasi perfusi jaringan. 3 Parameter oksigenisasi jaringan dapat pula diukur dengan kadar oksigen darah vena atau mixed venous oxygen (SvO2) dengan nilai normal 60%-80%. Kadar SvO2 di bawah 60% merupakan parameter yang menunjukkan bahwa venular ends kapiler terdiri atas darah deoksigenisasi. 3,4 Penelitian ini bertujuan untuk melihat gangguan mikrosirkulasi pada pasien LLA dengan demam neutropenia setelah fase induksi dengan menggunakan 2 parameter yaitu kadar SvO2 dan kadar laktat darah. Metode Penelitian potong lintang dilakukan bulan Maret 2007-Maret 2008 pada semua subjek pasien LLA berusia 0-18 tahun yang telah didiagnosis dengan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang. Pasien dirawat di bangsal perawatan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Cara pengambilan sampel berurutan sesuai waktu masuk rumah sakit (consecutive sampling). Kriteria inklusi subjek adalah pasien baru LLA, mendapat terapi sitostatika fase induksi, mempunyai jumlah absolut neutrofil <1000/μL, dan mengalami satu kali episode demam. Jumlah absolut neutrofil (JAN) yaitu jumlah sel neutrofil batang dan segmen dibagi 100 kemudian dikalikan jumlah leukosit. 1 Neutropenia bila JAN di bawah 1000/μL, neutropenia sedang bila JAN 500-1000/μL sedangkan neutropenia berat bila JAN di bawah 500/μL. Batasan demam apabila suhu aksila di atas 38 C yang menetap lebih dari 2 jam atau suhu di atas 39 C pada satu kali pengukuran. 5 Terhadap anak yang memenuhi kriteria inklusi dimintakan ijin turut dalam penelitian dari orangtua, dengan menandatangani surat persetujuan penelitian. Diambil darah tepi untuk pemeriksaan kadar saturasi darah vena dan kadar laktat darah. Kadar laktat darah meningkat bila berada di atas 2 mmol/l, namun pada keadaan sepsis dapat berada di atas 4 mmol/l. 3 Kadar oksigen darah vena dianggap rendah bila berada di bawah 60%. 3 Semua data klinis dan hasil laboratorium dicatat dalam status penelitian. Data diolah dengan menggunakan program SPSS versi 14.0. Data deskriptif akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel. Hasil Selama periode penelitian terdapat 69 pasien LLA yang dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI- RS Dr Cipto Mangunkusumo dan 49 di antaranya memenuhi kriteria inklusi. Tabel 1 memperlihatkan usia subjek termuda adalah 1 tahun sedangkan yang tertua berusia 15 tahun dengan median pada usia 4 tahun. Status gizi dinilai dengan pengukuran lingkar lengan atas, didapatkan sebagian besar pasien berada pada gizi kurang dan hanya 3 subjek secara antropometri dan klinis masuk dalam gizi baik. Pada penelitian ini terdapat 20 subjek dengan neutropenia berat dan 29 subjek dengan neutropenia sedang. Tabel 2 tertera keadaan demam neutropenia terdapat pada 15/49 subjek penelitian, kadar SvO2 di bawah 159

Tabel 1. Sebaran karakteristik subjek penelitian Karakteristik n % Jenis kelamin Laki-laki 30 61 Perempuan 19 39 Usia (tahun) < 2 2 4 2-5 32 65 >5 15 31 Status gizi Kurang 46 94 Baik 3 6 Aspirasi sumsum tulang L1 36 74 L2 7 14 L3 6 12 Demam (ºC) 38-<40 41 84 40 8 16 Jumlah absolut neutrofil (μl) <500/ 20 41 500-1000/ 29 59 Tabel 2. Sebaran SvO2 darah terhadap pasien LLA menurut beratnya neutropenia Jumlah absolute neutrofil (μl) Kadar SvO2 (%) <60 60 Jumlah <500 15 5 20 500-1000 0 29 29 Jumlah 15 34 49 LLA=Leukemia limfoblastik akut, SvO2=kadar oksigen dalam darah vena, JAN=jumlah absolut neutrofil 60% dan merupakan 75% pada subjek dengan neutropenia berat, dan semua subjek dengan neutropenia sedang mempunyai kadar SvO2 60%. Rerata kadar SvO2 pada LLA dengan neutropenia berat 56,78% (SD±7,99%) lebih rendah daripada subjek dengan neutropenia sedang 69,16% (SD±6,18%). Pemeriksaan kadar laktat darah meningkat di atas 2 mmol/l pada 38 dari 49 subjek penelitian (78%). Tujuh belas diantara 20, 6 subjek neutropenia berat mengalami peningkatan kadar laktat darah dan 6 subjek meningkat di atas 4 mmol/l. Pada neutropenia sedang, 21/29 subjek mengalami peningkatan kadar laktat darah dan 2/29 subjek di antaranya meningkat hingga di atas 4 mmol/l. Rerata kadar laktat darah pada LLA (Tabel 3) dengan demam neutropenia berat (3,52±1,33) mmol/l lebih tinggi dibandingkan dengan neutropenia sedang (2,72±0,87) mmol/l. Tabel berikut memperlihatkan hasil kedua parameter gangguan mikrosirkulasi pada LLA dengan demam neutropenia. Tabel 3. Kadar laktat pada pasien LLA menurut derajat neutropenia Jumlah absolut Kadar laktat (mmol/l) neutrofil (μl) 2,0 2,1-4,0 >4,0 Jumlah <500 3 11 6 20 500-1000 8 19 2 29 Jumlah 11 30 8 49 LLA=Leukemia limfoblastik akut, JAN=jumlah absolut neutrofil Tabel 4. Kadar oksigen darah vena dan laktat darah pada LLA dengan demam neutropenia SvO2 (%) Kadar Laktat darah (mmol/l) 2,0 >2 Jumlah <60 2 13 15 60 7 27 34 Range SvO2 52,4-77,9 44,3-76,9 Rerata±SD 64,90±8,82 61,90±10,38 LLA=Leukemia Limfoblastik Akut, SvO2=kadar oksigen dalam darah vena Tiga belas dari 15 subjek memiliki kadar SvO2 di bawah 60%, mengalami pula peningkatan kadar laktat darah di atas 2 mmol/l. Diantara 34 subjek 27 memiliki kadar laktat darah lebih dari 2 mmol/l meskipun kadar SvO2 dalam batas normal 60%. Range SvO2 untuk kadar laktat normal (52,4-77,9)% dengan rerata 64,90% (SD±8,82%) sedangkan bila kadar laktat di atas 2 mmol/l maka range SvO2 44,3-76,9% dengan rerata 61,90% (SD±10,38%). Pada Gambar 1 tertera diagram sebar kadar SvO2 menurut derajat neutropenia. Sebaran SvO2 pada subjek dengan neutropenia berat lebih banyak berada di bawah nilai normal dibandingkan subjek dengan neutropenia sedang. Kadar SvO2 tampak tidak memiliki hubungan dengan beratnya neutropenia. Rerata kadar SvO2 semua subjek pada kisaran normal yaitu (64,1±9,2)%. Gambar 2 memperlihatkan diagram sebar kadar laktat darah menurut derajat neutropenia. Sebaran kadar laktat darah pada subjek dengan neutropenia berat lebih banyak berada di atas nilai normal (rerata 3,52±1,33 mmol/l) dibandingkan subjek dengan neutropenia sedang (rerata 2,72±0,87 mmol/l). Derajat neutropenia mempengaruhi kadar laktat darah, namun tidak mempengaruhi saturasi oksigen darah vena. 160

Gambar 1. Diagram sebar SvO2 menurut derajat neutropenia Gambar 2. Diagram sebar kadar laktat darah menurut derajat neutropenia Diskusi Demam merupakan satu-satunya gejala dan tanda kemungkinan proses inflamasi yang berlanjut pada gangguan mikrosirkulasi. Keadaan tersebut diperberat oleh neutropenia mengingat tidak didapatkan fokus infeksi lain secara klinis. SvO2 menunjukkan bahwa venular ends kapiler terdiri atas darah deoksigenisasi. Konsep ini diperkenalkan dengan model Krogh melalui area silinder yang menunjukkan aliran darah deoksigenasi atau lethal-corner sehingga terjadi hipoksia jaringan di sekitarnya dan metabolisme anaerob. 3 Pada hipoksia jeringan, kadar SvO2 turun di bawah 60%, sebagai kompensasi terjadi mekanisme shunting pada jaringan terhadap kadar SvO2. 3,6 Oleh karena itu, walaupun kadar SvO2 normal, belum dapat menyingkirkan kemungkinan terjadi hipoksia jaringan. Pada penelitian kami, 15 dari 49 subjek menunjukkan kadar darah vena di bawah 60%, berarti hanya 31% subjek penelitian yang mengalami hipoksia jaringan. Sedangkan 34 subjek yang memiliki kadar SvO2 normal belum tentu menunjukkan tidak ada hipoksia jaringan. Berdasarkan laporan Trzeciak 3 shunting akan mempengaruhi keadaan inadekuasi oksigenisasi pada lethal-corner daerah venul. Kadar laktat meningkat apabila kadar melebihi 2 mmol/l. 7 Trzeciak 3 dan Rivers 8 melaporkan bahwa infeksi dengan kadar laktat darah >4 mmol/l akan meningkatkan risiko kematian hingga 60,9% sampai 89%. Kadar normal laktat darah saat istirahat 0,4-1,3 mmol/l, baik pada pengukuran darah arteri maupun vena, dalam bentuk whole blood maupun plasma. Kadar laktat darah >2 mmol/l disebut hiperlaktatemia menunjukkan adanya inadekuasi perfusi jaringan. 9-10 Tiga puluh delapan diantara 49 subjek menunjukkan kadar laktat darah meningkat lebih dari 2 mmol/l. Pada keadaan neutropenia berat, 17 dari 20 subjek mengalami peningkatan kadar laktat darah dengan 6 subjek mencapai kadar di atas 4 mmol/l. Pada neutropenia sedang, subjek mengalami peningkatan kadar laktat darah dan hanya 2 subjek mencapai kadar di atas 4 mmol/l. Disimpulkan makin berat derajat neutropenia, makin tinggi kemungkinan peningkatan kadar laktat darah akibat gangguan mikrosirkulasi. Laktat darah memberikan hasil lebih baik sebagai parameter gangguan mikrosirkulasi dibandingkan dengan kadar SvO2. Kadar laktat darah meningkat pada semua subjek dan dipengaruhi berat derajat neutropenia. Pada neutropenia berat, rerata kadar laktat darah (3,5±1,3) mmol/l sedangkan pada neutropenia sedang, rerata kadar laktat darah adalah (2,7±0,8) mmol/l. Rerata kadar SvO2 64,11% (SD±9,24) sedangkan rerata kadar laktat 3,04 mmol/l (SD±1,14). Pengetahuan mengenai fungsi neutrofil sebagai pertahanan pertama innate immunity sejalan dengan proses inflamasi berlanjut yang dialami pasien neutropenia. Kadar laktat darah sebagai parameter gangguan mikrosirkulasi menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan pengukuran kadar SvO2. Pada kadar laktat normal range SvO2 52,4-77,9% sedangkan pada kadar laktat darah di atas 2 mmol/l, range SvO2 lebih rendah (44,3-76,9%). Rerata kadar SvO2 pada kadar laktat di atas 2 mmol/l juga lebih rendah dari rerata kadar SvO2 pada kadar laktat normal (61,9±10,38% vs. 64,90±8,82%). Tampaknya kadar SvO2, dipengaruhi oleh besarnya shunting dan mekanisme tubuh untuk menyelamatkan daerah yang mengalami inadekuasi oksigenisasi. Kadar laktat darah dapat segera menunjukkan terjadinya gangguan mikrosirkulasi akibat hipoksia jaringan. 161

Mendes 11 mengemukakan protokol untuk mengoptimalkan kondisi pasien keganasan pada anak termasuk LLA terutama dengan demam neutropenia, infeksi, sepsis, syok sepsis, disfungsi organ. Pada pasien LLA dengan demam neutropenia potensi mendapatkan infeksi berat meningkat dengan rasio odds 2,4 (95%IK 1,3-4,6). 11 Parameter dini gangguan mikrosirkulasi seperti kadar SvO2, laktat darah, serta kondisi klinis yang mempengaruhi kondisi hemodinamik perlu diketahui untuk menciptakan keadaan optimal pasien LLA yang sedang mendapat terapi statistik. Hasil penelitian kami menunjukkan LLA dengan demam neutropenia telah terjadi gangguan mikrosirkulasi meskipun tanda infeksi secara klinis belum terlihat secara nyata. Namun dengan diketahui adanya gangguan mikrosirkulasi menunjukkan infeksi telah terjadi. Pengetahuan ini akan mempengaruhi prognosis. Pemberian antibiotik secara empiris menurut Mendes 11 dapat meminimalkan terjadinya infeksi mengingat pada kasus leukemia disertai neutropenia, dan hanya 10%-24% pembuktian infeksi diperoleh melalui biakan darah yang positif. Pengetahuan mengenai proses sepsis secara dini diperlukan untuk menekan angka mortalitas, mengingat kemungkinan terjadi sepsis pada 12,8% kasus keganasan terutama leukemia. Kesimpulan Pada LLA dengan demam neutropenia, terdapat penurunan kadar SvO2 (31%) dan peningkatan kadar laktat darah (78%). Berat derajat neutropenia mempengaruhi kadar laktat darah namun tidak mempengaruhi kadar SvO2 sehingga hasil kadar laktat lebih dapat digunakan dengan segera untuk menunjukkan terdapatnya gangguan mikrosirkulasi dibandingkan hasil SvO2. Disarankan pada pasien LLA dengan demam neutropenia perlu diperiksa kadar laktat darah. Pemberian antibiotik dilakukan secara empiris tanpa menunggu hasil kultur darah mengingat proses infeksi telah terjadi pada tingkat mikrosirkulasi. Penelitian lanjutan diperlukan untuk memantau parameter gangguan mikrosirkulasi secara berseri. Daftar Pustaka 1. Permono B, Ugrasena IDG. Leukemia akut. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar Hematologi- Onkologi Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2005. h. 236-47. 2. Gustafsson G, Lie SO. Acute leukaemias. Dalam: Voute PA, Kalifa C, Barrett A, penyunting. Cancer in children clinical management. Edisi ke-4. New York: Oxford University Press; 1998. h. 99-115 3. Trzeciak S, Rivers EP. Clinical manifestations of disorderes microcirculatory perfusion in severe sepsis. Crit Care Med 2005;9: S20-6. 4. Valenza F, Aletti G, Fossali T, Chevallard G, Sacconi F, Irace M, dkk. Lactate as a marker of energy failure in criticaly ill patients: hypothesis. Crit Care 2005,9: 3818-23. 5. Windiastuti E. Antibiotika pada demam neutropenia. Dalam: Tumbelaka AR, Trihono PP, Kurniati N, Widodo DP, penyunting. Penanganan demam pada anak secara profesional. Jakarta: PKB ke-47 Departemen IKA FKUI- RSCM; 2005. h. 42-50. 6. Wheeler AP. Bernard GR. Treating patients with severe sepsis. N Engl J Med 1999;340:207-13. 7. Berstein WK, Khastgir T. The use and clinical importance of a substrate-specific electrode for rapid determination of blood lactate concentration. JAMA 1994;272:1678-84. 8. Rivers EP, Nguyen HB, Knoblich BP, Jacobsen G, Muzzin A, Ressler JA. Early lactate clearance is associated with improved outcome in severe sepsis and septic shock. Crit Care Med 2004;32:1637-42. 9. Vincent JL. Lactate and biochemical indexes of oxygenation. Dalam: Tobin MJ, penyunting. Principles and practice of intensive care monitoring. New York: McGraw-Hill Companies; 1998. h. 369-75. 10. Aduen J, Berstein W J, Berstein WK, Khastgir T, et al. The use and clinical importance of a substrate-specific elec-specific electrode for rapid determination of blood lactate consentration. JAMA 1994;272:1678-84. 11. Mendes AVA, Sapolnik R, Mendonca N. New guidelines for the clinical management of febrile neutropenia and sepsis in pediatric oncology patients. J Pediatr 2007;83(2 Suppl):S54-63. 162