PEMANFAATAN DAN KONSERVASI EKOSISTEM LAHAN RAWA GAMBUT DI KALIMANTAN

dokumen-dokumen yang mirip
dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

Pengelolaan lahan gambut

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PENUTUP. Status terkini lahan gambut

PENDAHULUAN Latar Belakang

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

I. PENDAHULUAN. Tanah marginal adalah tanah sub-optimum yang potensial untuk pertanian baik untuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran 1. Kesesuaian lahan padi lebak

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. Lahan gambut di dunia mencapai luas 400 juta ha. Sekitar350 juta ha dari

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

Keberadaan lahan gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan gambut yang unik dan khas menjadikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kegiatan ini didasarkan kepada keberhasilan petani tradisional Kalimantan Selatan dalam membudidayakan padi

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang dimiliki sangat melimpah. Sumber daya alam tersebut meliputi

KLASIFIKASI DAN DISTRIBUSI TANAH GAMBUT INDONESIA SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PERTANIAN

Transkripsi:

Pemanfaatan Pengembangan dan Inovasi konservasi Pertanian ekosistem 1(2),... 2008: 149-156 149 PEMANFAATAN DAN KONSERVASI EKOSISTEM LAHAN RAWA GAMBUT DI KALIMANTAN Tim Sintesis Kebijakan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123 PENDAHULUAN Lahan rawa gambut di Indonesia cukup luas, mencapai 20,6 juta ha atau 10,8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3%, dan Papua 30%. Lahan rawa gambut adalah lahan rawa yang didominasi oleh tanah gambut. Lahan ini mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga harus dilindungi dan dilestarikan. Untuk menunjang pembangunan berkelanjutan maka pengembangan pertanian pada lahan rawa gambut memerlukan perencanaan yang cermat dan teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat. Konservasi dan optimalisasi pemanfaatan lahan rawa gambut sesuai dengan karakteristiknya memerlukan informasi mengenai tipe, karakteristik, dan penyebarannya. Makin terbatasnya lahan untuk mendukung ketahanan pangan dan memenuhi kebutuhan areal perkebunan dalam rangka 1) Naskah disampaikan pada Rapat Pimpinan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bulan Februari 2008. pengembangan bioenergi mendorong pemerintah untuk memanfaatkan lahan rawa gambut. Namun, lahan rawa gambut merupakan ekosistem yang rapuh (fragile), sehingga pemanfaatannya harus secara bijak (a wise landuse) dan didasarkan pada karakteristik lahan. Keppres No. 32 tahun 1990 dan Undang-undang No. 21 tahun 1992 tentang penataan ruang kawasan bergambut menetapkan kawasan bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih, yang letaknya di bagian hulu sungai dan rawa, ditetapkan sebagai kawasan lindung, yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan tersebut. Peraturan ini perlu diberlakukan lebih efektif lagi, disertai sanksi yang tegas bagi yang melanggarnya agar lahan rawa gambut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan. PERMASALAHAN Pemanfaatan hutan rawa gambut untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan perkebunan menghadapi kendala yang cukup berat, terutama dalam mengelola dan mempertahankan produktivitas lahan. Keberhasilan pengembang-

150 Tim Sintesis Kebijakan an lahan gambut di suatu wilayah tidak menjadi jaminan bahwa di tempat lain akan berhasil pula. Pemanfaatan lahan yang tidak cermat dan tidak sesuai dengan karakteristiknya dapat merusak keseimbangan ekologis wilayah. Berkurang atau hilangnya kawasan hutan rawa gambut akan menurunkan kualitas lingkungan, bahkan menyebabkan banjir pada musim hujan serta kekeringan dan kebakaran pada musim kemarau. Upaya pendalaman saluran untuk mengatasi banjir, dan pembuatan saluran baru untuk mempercepat pengeluaran air justru menimbulkan dampak yang lebih buruk, yaitu lahan pertanian di sekitarnya menjadi kering dan masam, tidak produktif, dan akhirnya menjadi lahan tidur, bongkor, dan mudah terbakar. Hutan rawa gambut mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi dan fungsifungsi lainnya seperti fungsi hidrologi, cadangan karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa. Jika ekosistemnya terganggu maka intensitas dan frekuensi bencana alam akan makin sering terjadi; bahkan lahan gambut tidak hanya dapat menjadi sumber CO 2, tetapi juga gas rumah kaca lainnya seperti metana (CH 4 ) dan nitrousoksida (N 2 O). ANALISIS PERMASALAHAN Pengertian Lahan Rawa Gambut Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan perairan. Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (waterlogged) atau tergenang. Keputusan Menteri PU No. 64/ PRT/1993 menyatakan lahan rawa dibedakan menjadi dua, yaitu rawa pasang surut/rawa pantai dan rawa nonpasang surut/rawa pedalaman. Tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi taksonomi tanah, tanah gambut disebut Histosols (histos, tissue: jaringan) atau sebelumnya bernama Organosols (tanah tersusun dari bahan organik). Tanah gambut selalu terbentuk pada tempat yang kondisinya jenuh air atau tergenang, seperti pada cekungan-cekungan daerah pelembahan, rawa bekas danau, atau daerah depresi/basin pada dataran pantai di antara dua sungai besar, dengan bahan organik dalam jumlah banyak yang dihasilkan tumbuhan alami yang telah beradaptasi dengan lingkungan jenuh air. Penumpukan bahan organik secara terusmenerus menyebabkan lahan gambut membentuk kubah (peat dome). Aliran air yang berasal dari hutan gambut bersifat asam dan berwarna hitam atau kemerahan sehingga di kenal dengan nama sungai air hitam. Di Kalimantan, ada beberapa spesies indikator yang mencirikan suatu hutan rawa gambut, antara lain ramin (Gonystylus bancanus), suntai (Palaquium burckii), semarum (Palaquium microphyllum), terentang (Camnosperma auriculata), dan meranti rawa (Shorea spp.). Karakteristik Lahan Gambut di Kalimantan Lahan gambut di Kalimantan umumnya terletak pada zona lahan rawa air tawar, dan sebagian pada zona lahan rawa pasang

Pemanfaatan dan konservasi ekosistem... 151 surut. Secara spesifik, lahan gambut menempati berbagai satuan fisiografi/ landform, yaitu kubah gambut,cekungandataran danau, rawa belakang sungai, cekungan sepanjang sungai besar termasuk oxbow lake atau meander sungai, dan dataran pantai. Dataran dan kubah gambut terbentang pada cekungan luas di antara sungai-sungai besar, dari dataran pantai ke arah hilir sungai hingga mencapai jarak 10-30 km. Berdasarkan tingkat kematangan atau dekomposisinya, tanah gambut dibedakan menjadi tiga, yakni: (1) gambut yang tingkat dekomposisinya baru dimulai atau masih awal, disebut fibrik, dengan jaringan tumbuhan masih tampak jelas (mudah dikenali); (2) gambut hemik, sekitar separuh bahan (hemi = separuh/pertengahan) telah mengalami dekomposisi; dan (3) gambut saprik, sebagian besar gambut telah mengalami dekomposisi (matang). Dalam sistem taksonomi tanah, tanah-tanah tersebut pada tingkat subordo diklasifikasikan sebagai Fibrists, Hemists, dan Saprists, dan pada tingkat grup/kelompok (great group) diklasifikasikan sebagai Haplofibrists, Haplohemists, dan Haplosaprists. Tanahtanah gambut di daerah peralihan ke zona rawa pasang surut diklasifikasikan sebagai Sulfihemists atau Sulfisaprists. Hasil inventarisasi dengan menggunakan citra satelit rekaman tahun 2002-2003 menunjukkan, luas lahan rawa gambut di Kalimantan mencapai 5.769.246 ha, yang terdiri atas lahan gambut sangat dangkal (<50 cm) seluas 189.448 ha; dangkal (50-100 cm) 1.740.585 ha; sedang (100-200 cm) 1.390.7887 ha; dalam (200-400 cm) 1.105.096 ha; sangat dalam (400-800 cm) 1.065.636 ha, dan dalam sekali (800-1200 cm) 277.694 ha. Lahan tersebut tersebar di Kalimantan Barat 1.729.980 ha, Kalimantan Tengah 3.010.640 ha, Kalimantan Timur 696.997 ha, dan Kalimantan Selatan 331.639 ha. Lapisan tanah mineral bawah gambut dapat berasal dari endapan liat marin, pasir kuarsa, dan liat bukan marin (endapan sungai). Pada gambut dengan lapisan tanah bawah dari endapan marin dapat terjadi bahaya keracunan asam sulfat yang berasal dari oksida senyawa sulfur. Keracunan terjadi bila lapisan gambut telah menipis, baik karena kesalahan dalam pembukaan maupun karena terjadinya subsidence, sehingga senyawa pirit teroksidasi dan menghasilkan asam sulfat dan besi. Adanya lapisan tanah bawah yang berupa pasir kuarsa menunjukkan bahwa gambut memiliki kesuburan yang rendah, karena terbentuk dari vegetasi hutan yang miskin unsur hara. Tanah gambut yang terletak di atas lapisan tanah mineral relatif lebih subur, karena lapisan tanah mineral berasal dari lingkungan endapan sungai. Gambut tersebut terdapat di daerah pedalaman yang jauh dari pantai. Lahan gambut memegang peranan penting dalam hidrologi suatu daerah rawa. Gambut memiliki daya menahan air yang besar, yaitu 300-800% dari bobotnya, sehingga daya lepas airnya juga besar. Dalam kaitan ini, keberadaan lahan gambut, terutama gambut sangat dalam (lebih dari 4 m), sangat penting untuk dipertahankan sebagai daerah konservasi air, terlebih bila pada bagian hilirnya terdapat kota-kota pantai seperti Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, dan Samarinda. Sifat-sifat Fisika Kerapatan lindak atau bobot isi (bulk density-bd) gambut berkisar antara 0,05-

152 Tim Sintesis Kebijakan 0,30 g/cm 3. Tanah gambut dengan kandungan bahan organik (> 38% C-organik) lebih dari 65% mempunyai kerapatan lindak untuk gambut fibrik 0,11-0,12 g/cm 3, untuk hemik 0,14-0,16 g/cm 3, dan untuk saprik 0,18-0,21 g/cm 3. Bila kandungan bahan organik antara 30-60%, kerapatan lindak untuk hemik adalah 0,21-0,29 g/cm 3 dan saprik 0,30-0,37 g/cm 3. Nilai kerapatan lindak sangat ditentukan oleh tingkat pelapukan/dekomposisi bahan organik dan kandungan mineral. Porositas gambut yang dihitung berdasarkan kerapatan lindak dan bobot jenis berkisar antara 75-95%. Jika tanah gambut dibuka dan mengalami pengeringan karena drainase maka gambut akan kempes atau mengalami subsidence sehingga terjadi penurunan permukaan tanah. Bila tanah gambut mengalami pengeringan yang berlebihan, koloid gambut menjadi rusak dan terjadi gejala kering tak balik (irreversible drying). Gambut berubah seperti arang dan tidak mampu lagi menyerap hara dan menahan air, sehingga pertumbuhan tanaman dan vegetasi menjadi kerdil dan merana. Sifat-sifat Kimia Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (ph 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai ph lebih tinggi (ph 4,0-5,1) daripada gambut dalam (ph 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya ph tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi. Kadar abu merupakan petunjuk yang tepat untuk mengetahui tingkat kesuburan alami gambut. Pada umumnya gambut dangkal (<1 m) yang terdapat di bagian tepi kubah mempunyai kadar abu sekitar 15%, bagian lereng dengan kedalaman 1-3 m berkadar sekitar 10%, sedangkan di pusat kubah yang lebih dari 3 m berkadar <10% bahkan <5%. Ketebalan gambut ikut menentukan tingkat kesuburan tanah. Pada gambut dangkal, pembentukan lapisan gambut dipengaruhi oleh luapan banjir sungai sehingga lebih subur daripada gambut yang lebih dalam. Bila tanah bergambut (20 cm) sampai gambut sedang (180 cm) ditanami padi, hasil gabah makin merosot seiring makin tebalnya gambut. Makin tebal gambut, kandungan abu makin rendah, kandungan Ca dan Mg menurun dan reaksi tanahnya lebih masam. Pemanfaatan Lahan Rawa Gambut di Sektor Pertanian Pengembangan lahan gambut untuk pertanian menghadapi banyak kendala, antara lain: (1) tingkat kesuburan tanah rendah, ph tanah masam, kandungan unsur hara NPK relatif rendah, dan kahat unsur mikro Cu, Bo, Mn dan Zn; (2) penurunan permukaan tanah yang besar setelah didrainase; (3) daya tahan (bearing capacity) rendah sehingga tanaman pohon dapat tumbang, dan; (4) sifat mengkerut tak balik, yang dapat menurunkan daya retensi air dan membuatnya peka erosi. Sehubungan dengan hal itu, pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian pada awalnya memerlukan investasi yang besar

Pemanfaatan dan konservasi ekosistem... 153 untuk pembuatan saluran drainase, dan dalam perkembangannya, pengelolaan air, peningkatan kesuburan dan produktivitas merupakan masalah utama yang harus diatasi. Kualitas air sungai (besar) yang membawa muatan sedimen dari daerah belakangnya (hinterland) beragam, sehingga kualitas kesuburan tanah gambut juga berbeda-beda. Oleh karena itu, keberhasilan pengembangan lahan gambut di suatu wilayah tidak menjadi jaminan bahwa di tempat lain akan berhasil pula. Gambut yang paling potensial untuk pertanian adalah gambut dangkal (0,5-1 m) sampai sedang (1-2 m) yang terletak pada bagian pinggiran kubah. Wilayah ini umumnya masih merupakan gambut topogen yang banyak bercampur dengan bahan tanah mineral. Makin tebal gambut, makin kurang potensinya untuk pertanian. Gambut dalam (lebih dari 3 m) umumnya miskin hara, dan sebaiknya tidak dibuka atau dimanfaatkan untuk pertanian, karena permasalahan yang cukup berat dalam mengelola dan mempertahankan produktivitasnya. Berbagai jenis tanaman dapat tumbuh pada lahan gambut. Komoditas pertanian yang dapat diusahakan di lahan gambut antara lain adalah tanaman pangan (padi, jagung, sorgum, ubi kayu, ubi jalar, talas), tanaman palawija dan sayuran (kedelai, kacang tanah, kacang tunggak, terung, mentimun, kacang panjang, cabai), tanaman buah-buahan (nenas, pisang, nangka, jeruk, rambutan, mangga, petai, jengkol, jambu mete), tanaman perkebunan (tebu, kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, cengkih, kapok, rami, rosela, karet, sagu), serta bambu. Nenas, jagung, ubi kayu, dan talas tumbuh sangat baik pada tanah gambut dengan pemupukan dan pengapuran. Potensi dan Kesesuian Lahan Rawa Gambut untuk Pertanian Potensi lahan gambut untuk pengembangan pertanian dipengaruhi oleh kesuburan alami gambut dan tingkat manajemen usaha tani yang diterapkan. Produktivitas usaha tani lahan gambut pada tingkat petani, dengan input rendah sampai sedang, berbeda dengan produktivitas lahan gambut dengan tingkat manajemen tinggi yang biasanya diterapkan oleh swasta atau perusahaan besar. Padi Sawah Lahan rawa gambut yang sesuai untuk padi sawah adalah tanah bergambut (tebal lapisan gambut 20-50 cm) dan gambut dangkal (0,5-1,0 m). Padi kurang sesuai pada gambut sedang (1-2 m). Lahan rawa gambut dengan ketebalan lebih dari 2 m tidak sesuai untuk padi; tanaman tidak dapat membentuk gabah karena kahat unsur mikro, khususnya Cu. Tanaman Palawija, Hortikultura, dan Tanaman Lahan Kering Semusim Lahan rawa gambut yang sesuai untuk tanaman pangan semusim (annual crops) adalah gambut dangkal dan gambut sedang (ketebalan gambut 1-2 m). Pengelolaan air perlu diperhatikan agar air tanah tidak turun terlalu dalam dan turun secara drastis, serta mencegah terjadinya gejala kering tak balik, penurunan permukaan gambut yang berlebihan dan oksidasi lapisan yang mengandung bahan sulfidik (pirit).

154 Tim Sintesis Kebijakan Penggunaan lahan rawa pasang surut yang bertopografi datar untuk tanaman pangan lahan kering umumnya dengan menerapkan sistem surjan. Dalam sistem ini, lahan secara bersamaan dimanfaatkan untuk padi sawah (pada tabukan) dan tanaman lahan kering (pada pematang). Tujuan utamanya adalah untuk memanfaatkan lahan secara optimal melalui pengelolaan air yang tepat. Pengembangan surjan memberikan keuntungan komparatif berupa: (1) produksi lebih stabil, terutama untuk tanaman padi; (2) pengelolaan tanah dan pemeliharaan tanaman lebih murah; (3) intensitas tanaman lebih tinggi; dan (4) kemungkinan diversifikasi lebih besar. Pembuatan surjan di lahan rawa perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu kedalaman lapisan bahan sulfidik (pirit), tipe luapan air, ketebalan gambut, dan peruntukan lahan atau jenis komoditas yang akan dikembangkan. Tanaman Tahunan/Perkebunan Lahan rawa gambut yang sesuai untuk tanaman tahunan/perkebunan adalah yang memiliki ketebalan gambut 2-3 m. Beberapa tanaman yang dapat tumbuh baik adalah lain, karet, kelapa sawit, kopi, kakao, rami, dan sagu. Seperti pada tanaman semusim, pengelolaan air pada tanaman perkebunan perlu diperhatikan dengan seksama. Pengeluaran air secara berlebihan akan menyebabkan gambut menjadi kering dan berpotensi mudah terbakar. Untuk menjaga keseimbangan ekologis, kedalaman saluran drainase untuk tanaman karet disarankan sekitar 20 cm dan untuk tanaman kelapa sawit maksimal 80 cm. Pada lahan rawa gambut dengan ketebalan lebih dari 3 m, tanpa input dan manajemen tingkat tinggi, tanaman tidak produktif. Pemanfaatan lahan gambut dalam, lebih dari 3 m, untuk pengembangan pertanian menghadapi berbagai kendala, terutama pada tingkat manajemen rendah sampai sedang. Pertumbuhan tanaman terganggu karena kesuburan tanah rendah dan kahat unsur hara mikro, di samping kesulitan dalam mendesain saluran drainase. Tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, masih dapat dikembangkan pada lahan rawa gambut yang tidak terlalu dalam bila disertai dengan pengelolaan air yang memadai dan pemberian amelioran. Konservasi dan Pelestarian Lingkungan di Kawasan Lahan Rawa Gambut Menurut Keppres No.32/1990 tentang Kawasan Lindung dan Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUTR), serta petunjuk penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional- RTRWN, kawasan tanah gambut dengan ketebalan 3 m atau lebih, yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa, ditetapkan sebagai kawasan lindung bergambut. Perlindungan terhadap kawasan ini dilakukan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan tersebut. Kubah gambut dengan ketebalan lebih dari 3 m merupakan satu kesatuan dengan bagian tepinya yang dangkal (ketebalan kurang dari 3 m). Oleh karena itu, pembukaan lahan gambut di bagian tepi, meskipun tidak melanggar Keppres No 32/ 1990, akan berdampak buruk bagi kubah

Pemanfaatan dan konservasi ekosistem... 155 gambut karena kegiatan di lahan gambut dangkal, misalnya pertanian, sulit untuk tidak melakukan pembakaran dalam penyiapan lahan. Pembakaran untuk penyiapan lahan sering kali lepas kendali sehingga api menjalar ke wilayah kubah gambut dan menimbulkan kebakaran hebat. Di samping itu, drainase yang berlebihan juga menyebabkan gambut menjadi kekeringan dan mudah terbakar pada musim kemarau. Pengelolaan lahan rawa gambut perlu menerapkan pendekatan konservasi, yang meliputi perlindungan, pengawetan, dan peningkatan fungsi dan manfaat. Oleh karena itu, berdasarkan fungsinya wilayah rawa dibedakan ke dalam: (1) kawasan lindung, (2) kawasan pengawetan, dan (3) kawasan reklamasi untuk peningkatan fungsi dan manfaat. Kawasan lindung dan pengawetan disebut juga kawasan nonbudi daya, sedangkan kawasan reklamasi disebut kawasan budi daya. Wilayah rawa yang termasuk sebagai kawasan lindung adalah: (1) kawasan gambut sangat dalam, lebih dari 3 m; (2) sempadan pantai; (3) sempadan sungai; (4) kawasan sekitar danau rawa; dan (5) kawasan pantai berhutan bakau. Kawasan pengawetan atau kawasan suaka alam adalah kawasan yang memiliki ekosistem yang khas dan merupakan habitat alami bagi fauna dan/atau flora tertentu yang langka serta untuk melindungi keanekaragaman hayati. Kawasan ini diusulkan untuk dipertahankan tetap seperti aslinya atau dipreservasi dengan status sebagai kawasan non-budi daya. Lahan gambut, terutama gambut sangat dalam di sekitar suatu hutan suaka alam mendapat prioritas untuk dijadikan kawasan preservasi. Demi pengamanan kawasan preservasi ditetapkan antara dua sungai dengan batas-batas alami yang jelas, walau di dalamnya terdapat juga lahan nongambut dan ketebalan gambut kurang dari 3 m. Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1991 bertujuan mengatur ekosistem lahan rawa gambut sebagai kawasan tampung hujan dan sumber air. Sebagai sumber air, rawa (gambut) pedalaman sangat menentukan keadaan air daerah pinggiran atau hilirnya. Oleh karena itu, rawa di hulu sungai rawa atau rawa pedalaman perlu dipertahankan sebagai kawasan non-budi daya, yang berfungsi sebagai kawasan penampung hujan dan merupakan danau sumber air bagi daerah pertanian di sekitarnya. Kawasan penampung hujan sebaiknya berada pada lahan gambut. Gambut memiliki daya menahan air yang tinggi, 300-800% bobotnya, sehingga daya lepas airnya juga besar. Gambut dalam (lebih dari 3 m), telah dinyatakan sebagai kawasan non-budi daya dengan luas minimal 1/3 dari luas total lahan gambut di wilayah daerah aliran sungai tersebut. Banjir merupakan kendala yang perlu diatasi, terutama dalam pengelolaan rawa lebak. Rawa lebak dalam dapat dimanfaatkan sebagai penampung luapan banjir. IMPLIKASI KEBIJAKAN Lahan rawa gambut merupakan suatu alternatif untuk menggantikan lahan pertanian di Jawa yang telah mengalami konversi untuk pemukiman dan industri. Pemberdayaan lahan rawa gambut yang merupakan lahan marginal harus dilandasi dengan kajian yang cermat dan penerapan teknologi yang sesuai, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan tidak menurunkan kualitas lingkungan. Pengembangan lahan gambut dianggap

156 Tim Sintesis Kebijakan mendesak untuk mengantisipasi kekurangan bahan pangan dan pengembangan bahan bakar nabati. Hutan rawa gambut tropika di Kalimantan memiliki keanekaragaman hayati dan merupakan sumber plasma nutfah yang potensial. Lahan rawa gambut mempunyai nilai konservasi yang tinggi dan fungsi-fungsi lain seperti fungsi hidrologi, cadangan karbon, dan keanekaragaman hayati yang penting untuk kenyamanan lingkungan. Oleh karena itu, pengelolaannya perlu menerapkan pendekatan konservasi. Berdasarkan fungsinya, lahan rawa gambut dibedakan ke dalam kawasan lindung, kawasan pengawetan, dan kawasan reklamasi. Kawasan lindung dan pengawetan disebut juga kawasan preservasi atau non-budi daya, sedangkan kawasan reklamasi sebagai kawasan budi daya. Lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 3 m termasuk dalam kawasan non-budi daya, dan sebaiknya tidak dibuka untuk pengembangan pertanian. Menurut Keppres No.32 tahun 1990, kawasan lahan rawa gambut dengan ketebalan 3 m atau lebih yang terdapat pada bagian hulu sungai dan rawa, ditetapkan sebagai kawasan lindung bergambut, dan ditujuan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, sebagai penambat air dan pencegah banjir. Lahan gambut sangat dangkal (<50 cm) dapat digunakan untuk sawah, gambut dangkal <200 cm untuk tanaman palawija dan hortikultura, serta gambut sedang (2-<3 m) untuk perkebunan seperti kelapa sawit, karet dan sagu, dengan perencanaan dan penerapan teknologi yang sesuai.