BAB V ANALISIS DATA. Dalam penelitian ini, tahapan analisis yang dilakukan adalah:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENYAJIAN DATA

BAB III METODOLOGI. Bagan Alir Penelitian

KAJIAN PELAKSANAAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) PADA SEKTOR JALAN TOL DI INDONESIA TESIS SYAFAATUN NAIMAH NIM :

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL-PANDAAN

PEMBEBASAN LAHAN BAGI INFRASTRUKTUR

ANALISA PENENTUAN MASA KONSESI DENGAN MODEL SIMULASI PADA PROYEK PPP JALAN TOL KERTOSONO- MOJOKERTO

ANALISIS FINANSIAL PADA INVESTASI JALAN TOL CIKAMPEK-PADALARANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

BAB V. Kesimpulan Dan Saran

KAJIAN AWAL KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI JALAN REL

Pembiayaan Komersial sebagai Upaya Mempercepat Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN TOL KRIAN-GEMPOL

2 b. bahwa Badan Layanan Umum bidang Pendanaan Sekretariat Badan Pengatur Jalan Tol telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 406/KMK.0

Analisis Finansial Proyek Jalan Tol Balikpapan-Samarinda

BAB V PENUTUP. Perjanjian yang mengatur ketentuan: kepada BPJT, antara lain: perencanaan teknik; 2) Laporan triwulanan (3 bulanan) penggunaan dana;

layak atau tidak maka digunakan beberapa metode dengan harapan mendapatkan

TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL BENOA-BANDARA-NUSA DUA A.A. ASTRI DEWI

II. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Studi ini dilakukan dengan mengumpulkan literatur, baik berupa buku-buku

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

ANALISA KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PEMBANGUNAN PERUMAHAN BERLIAN KUOK SEJAHTERA

III. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

STUDI HARGA AIR BAKU PADA BENDUNGAN BENDO KABUPATEN PONOROGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Pendahuluan. Rumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Pengumpulan Data. Analisis Data

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PROYEK PEMBANGUNAN PERUMAHAN AKASIA RESIDENCE

STUDI KELAYAKAN JALAN ALTERNATIF SIRING LAUT PERTAMINA KOTA BARU KALIMANTAN SELATAN

III. METODE PENELITIAN

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

MODEL HUBUNGAN ANTARA VOLUME LALULINTAS DENGAN TARIF JALAN TOL

PENGEMBANGAN MODEL PERHITUNGAN CONTINGENT LIABILITIES DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI MONTE CARLO

ABSTRAK. Kata Kunci: Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Universitas Kristen Maranatha

PERBANDINGAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI

ANALISIS KELAYAKAN PENAMBAHAN GEDUNG PARKIR MALL PEKANBARU

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS INVESTASI USAHA PADA WARNET KHARISMA DOT NET. Nama : SUKMIATI NPM : Kelas : 3 EB 18

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. PT Trikarya Idea Sakti selaku Developer telah

ANALISIS FINANSIAL PADA PROYEK ROYAL GARDEN RESIDENCE NUSA DUA TUGAS AKHIR

STUDI KELAYAKAN BISNIS. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN TOL PEMALANG BATANG

IV. METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

IV. METODE PENELITIAN

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBUKAAN CABANG BARU KONVEKSI GIAS MULTI KREASI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Studi Kelayakan Jalan Arteri Lingkar Luar Barat Surabaya

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

National Summit 2009

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 06/PRT/M/2010

Analisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang

Pendahuluan. Prosedur Capital Budgeting atau Rencana Investasi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2017, No sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundangundangan yang ada sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

ANALISIS RISIKO FINANSIAL INVESTASI JALAN TOL AKIBAT PERUBAHAN INFLASI (Studi Kasus: Jalan Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa)

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1

KAJIAN AWAL KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI JALAN REL

NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA)

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III LANDASAN TEORI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

OPTIMASI INVESTASI INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI (Studi Kasus : Tol Sentul Barat) Abstrak

Studi Kelayakan Jalan Arteri Lingkar Luar Barat Surabaya

ANALISIS INVESTASI PADA JASA PENYEWAAN PERANCAH SCAFFOLDING DI KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG

BAB V PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA Lampiran... 75

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di D.I. Yogyakarta pada

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI (CAPITAL BUDGETING) Disampaikan Oleh Ervita safitri, S.E., M.Si

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PEDOMAN PENILAIAN KELAYAKAN USULAN INVESTASI SPAM

Fasilitas Fiskal untuk Mendukung Percepatan Pembangunan Infrastruktur 1

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

Transkripsi:

BAB V ANALISIS DATA V.1. Pendahuluan Berdasarkan data yang diperoleh dari data sekunder (data dari feasibility study jalan tol Solo Kertosono) dan data primer yang berupa pendapat dari responden, kemudian dilakukan analisis lanjutan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, tahapan analisis yang dilakukan adalah: 1. Deskripsi masing masing alternatif kebijakan usulan responden, yang kemudian disaring alternatif yang akan digunakan dalam simulasi adalah alternatif kebijakan yang digunakan dalam perhitungan analisis kelayakan finansial pada saat awal investasi. 2. Simulasi pelaksanaan PPPs terhadap masing masing skenario yang sudah ditetapkan pada tahap 1 dengan analisis kelayakan finansial, yaitu melakukan perhitungan BCR (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value) dan IRR (Internal Rate of Return). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan bentuk pelaksanaan PPPs yang paling sesuai dengan kondisi jalan tol Solo Kertosono, serta dukungan pemerintah yang dapat diterapkan agar jalan tol tersebut menarik investor. Pada sub bab selanjutnya akan dijelaskan mengenai analisis lanjutan tersebut. V. 2. Analisis Berdasarkan Faktor Risiko Dari hasil survey primer terhadap responden, didapat empat risiko pembangunan infrastruktur jalan tol, yaitu sebagai berikut: 1. Risiko Pembebasan lahan 2. Risiko Konstruksi 62

3. Risiko Biaya uang (cost of money) 4. Risiko Volume Lalulintas Implementasi risiko risiko tersebut pada studi kasus, dijelaskan pada sub bab sub bab berikut ini. V. 2. 1 Risiko Pembebasan Lahan Alternatif kebijakan risiko pembebasan lahan dari hasil survei adalah: Land Capping Harus ditegaskan oleh pemerintah dalam PPJT, kapan lahan akan dibebaskan. Penerapan secara efektif Undang-Undang Pencabutan Hak Atas Tanah Permasalahan yang umumnya muncul dari risiko pembebasan lahan adalah: Permasalahan mengenai kepastian biaya pembebasan lahan, permasalahan ini sangat sering muncul dalam proyek Infrastruktur, biaya awal pembebasan lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah akan membengkak pada saat pembebasan lahan dilakukan. Permasalahan mengenai waktu tersedianya lahan, permasalahan ini muncul dikarenakan sulitnya mencapai kesepakatan harga pembebasan lahan. Pemilik tanah umumnya meminta harga di atas harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), sehingga menghambat proses pembebasan lahan. Responden diminta untuk memberikan masukan alternatif kebijakan yang mungkin dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan permasalahan tersebut. Land Capping, Filosofi dasar dari land capping ini adalah pembagian risiko yang adil antara Pemerintah dan swasta (investor), yang bertujuan untuk memberikan kepastian investasi atau beban biaya tanah yang harus ditanggung investor. Dalam konsep dukungan ini, Pemerintah akan menanggung perubahan harga tanah di atas 110% dari nilai yang disepakati dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) (Permen PU No. 12 Tahun 2008), yaitu pemerintah 63

menetapkan besaran biaya pembebasan lahan dalam suatu proyek infrastruktur jalan tol, jika pada saat pembebasan lahan dilakukan ternyata besaran biayanya melebihi apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah, maka kelebihan biaya yang terjadi 10% ditanggung oleh pihak investor dan sisanya akan ditanggung oleh pemerintah. Kebijakan ini menunjukkan seriusnya komitmen pemerintah untuk mendorong tumbuh kembangnya investasi jalan tol. Alternatif kebijakan ini berbentuk jaminan yang diberikan oleh pemerintah kepada investor, dan tidak terkait dengan cashflow sehingga tidak digunakan dalam simulasi. Harus ditegaskan oleh pemerintah dalam PPJT (Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol) kapan lahan akan dibebaskan. Dalam PPJT, apabila pembebasan lahan dilakukan oleh pemerintah, maka pemerintah harus dapat memberikan kepastian mengenai waktu selesainya proses pembebesan tanah, agar tidak terjadi keterlambatan pembangunan jalan tol. Karena alternatif kebijakan ini tidak terkait dengan perhitungan análisis kelayakan pada saat investasi maka tidak digunakan dalam simulasi skenario. Penerapan secara efektif Undang-Undang Pencabutan Hak Atas Tanah. Karena alternatif kebijakan ini tidak terkait dengan perhitungan análisis kelayakan pada saat investasi, maka tidak digunakan dalam simulasi skenario. V. 2. 2 Risiko Konstruksi Alternatif Kebijakan Risiko Konstruksi dari hasil survei adalah: Recalculate cost sebelum inplementasi konstruksi Sosialisasi/public relationship (PR) Dibangun setelah lahan bebas Permasalahan yang umumnya muncul dari risiko konstruksi adalah: 64

Permasalahan mengenai kepastian waktu pelaksanaan konstruksi, permasalahan ini pada umumnya muncul diakibatkan dari proses pembebasan lahan yang berlarut larut, sehingga jadual pelaksanaan konstruksi pembangunan jalan tol juga ikut mengalami keterlambatan. Permasalahan mengenai kepastian biaya konstruksi Dari tiap detail permasalahan yang ada, responden diminta untuk memberikan masukan berupa alternatif kebijakan yang mungkin dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan permasalahan tersebut. Recalculate cost sebelum implementasi konstruksi, hendaknya sebelum proses konstruksi dilaksanakan, investor melakukan perhitungan kembali biaya konstruksi. Alternatif kebijakan ini tidak digunakan dalam simulasi pelaksanaan PPPs, karena sepenuhnya dilaksanakan oleh investor sebelum kontrak. Sosialisasi/public relation (PR), pemerintah perlu melakukan proses sosialisasi kepada masyarakat sekitar rencana jalan tol, mengenai rencana ruas jalan yang akan dibangun, kepentingan dibangunnya ruas jalan tol tersebut dan mengenai proses pembebasan lahan yang akan dilakukan, hal ini untuk menghindari terjadinya protes dari masyarakat ketika proses konstruksi sedang berlangsung. Alternatif kebijakan ini tidak digunakan dalam simulasi pelaksanaan PPPs karena bersifat sosialisasi dan tidak terkait dengan perhitungan analisis kelayakan finansial. Dibangun setelah lahan bebas, hal ini akan mengurangi risiko konstruksi terkait dengan permasalahan waktu konstruksi. Dengan telah bebasnya tanah di seluruh ruas yang ditentukan maka pembangunan akan berjalan lancar. Karena hal ini tidak terkait dengan perhitungan kelayakan finansial dari maka tidak diperhitungkan dalam simulasi. 65

V. 2. 3 Risiko Biaya Uang (Cost of Money) Alternatif Kebijakan Risiko Konstruksi dari hasil survei adalah: Hedge/fixed rate Perlu goverment guarantee agar besar bunga kecil Perlu tenor pinjaman yang lebih panjang Pemerintah melalui Indonesia Infrastructure Fund Facility (IIFF) akan membantu pembiayaan infrastruktur Permasalahan yang umumnya muncul dari risiko biaya uang (cost of money) adalah: Permasalahan mengenai besarnya bunga pinjaman yang harus dibayarkan oleh investor. Permasalahan mengenai kapan bunga tersebut mulai dibayar. Untuk risiko biaya uang (cost of money), alternatif kebijakan yang diusulkan oleh responden adalah sebagai berikut: Hedge/fixed rate yaitu bunga pinjaman flat selama tenor pinjaman, hal ini tergantung pada negosiasi antara investor dengan bank. Perlu goverment guarantee agar besar bunga kecil, mengenai besar bunga pinjaman adalah kebijakan sektor perbankan, sehingga hal ini terkait dengan negosiasi, alternatif kebijakan ini tidak digunakan dalam simulasi pelaksanaan PPPs. Perlu tenor pinjaman yang lebih panjang setidaknya sampai payback period tercapai. Mengenai tenor pinjaman investor terhadap bank, perlu negosiasi antara pihak bank dan investor, sehingga alternatif ini tidak dapat digunakan dalam simulasi. Risiko mengenai besar bunga yang harus dibayar oleh investor merupakan risiko investor, hal tersebut seharusnya telah diperhitungkan sebelum badan usaha mengajukan penawaran. 66

Dalam risiko biaya uang (cost of money), alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh responden sangat tergantung kepada negosiasi antara bank dengan investor, serta tidak terrkait dengan perhitungan analisis kelayakan finansial, sehingga tidak digunakan dalam simulasi kebijakan. V. 2. 4 Risiko Volume Lalulintas Alternatif Kebijakan Risiko volume lalulintas dari hasil survei adalah: Kepastian implementasi pembangunan jaringan jalan. Traffic guarantee. Jika berdasarkan studi kelayakan, volume lalu lintas jalan tol tersebut memang baik, maka pemerintah dapat memberikan dukungan Pemerintah atas risiko demand tersebut Kejelasan masterplan jaringan jalan Pemerintah harus membantu memberikan akses dan tidak membangun jalan kompetitor, Permasalahan yang umumnya muncul dari risiko volume lalu lintas adalah: Risiko volume lalulintas yang terkait dengan ruas jalan tol lain. Dalam pengoperasian jalan tol, pendapatan yang diperoleh oleh investor sangat tergantung dengan volume lalulintas yang melalui tol yang dibangun tersebut, dan volume lalulintas tersebut dipengaruhi oleh jaringan jalan tol lain yang terkait dengan jalan tol yang dibangun. Akses dan jalan alternatif, volume lalulintas jalan tol selain terkait dengan jaringan jalan tol yang terkait dengan jalan tol yang dibangun, juga dipengaruhi oleh jalan akses dan jalan alternatif yang dapat menjadi feeder jalan tol Volume lalulintas yang tidak sesuai dengan prediksi, seringkali hasil prediksi volume lalulintas pada studi kelayakan tidak sesuai dengan volume lalulintas yang sebenarnya, hal ini mengakibatkan kerugian pada pihak investor. Untuk risiko volume lalulintas, alternatif kebijakan yang diusulkan oleh responden adalah sebagai berikut: 67

Kepastian implementasi perkembangan jaringan jalan. Pemerintah harus dapat memberikan kepastian mengenai pembangunan jaringan jalan disekitar rencana proyek jalan tol, sehingga volume lalulintas yang telah diprediksi yang terkait dengan ruas jalan tol lain dapat terwujud. Alternatif kebijakan ini tidak terkait dengan investasi, sehingga tidak digunakan dalam simulasi pelaksanaan PPP. Traffict guarantee, yaitu jaminan volume lalulintas oleh pemerintah. Jika berdasarkan studi kelayakan, volume lalu lintas jalan tol tersebut memang baik, maka pemerintah dapat memberikan dukungan Pemerintah atas risiko demand tersebut. Dukungan pemerintah yang dimaksud adalah traffic guarantee yang diwujudkan dalam minimum revenue guarantee. Alternatif kebijakan minimum revenue guarantee tidak digunakan dalam simulasi pelaksanaan PPPs, karena hanya bersifat jaminan dari pemerintah. Kejelasan rencana induk pembangungan jaringan jalan. Pemerintah harus membantu memberikan akses dan tidak memberikan jalan kompetitor, diluar perencanaan pembangunan infrastruktur daerah yang ditetapkan saat pelelangan. Karena menghitung lalulintas saat lelang berdasarkan planning pemerintah ke depan (yaitu 5 thn sampai dengan 20thn). Untuk alternatif kebijakan pada risiko volume lalulintas yang terkait dengan ruas jalan tol lain dan jaringan jalan tidak digunakan dalam simulasi, karena tidak diperhitungankan dalam analisis kelayakan finansial. Sedangkan untuk traffic guarantee, karena berwujud sebagai jaminan dari pemerintah saja maka tidak digunakan dalam simulasi. 68

V. 3 Analsisi Dukungan Pemerintah Untuk Pembangunan Jalan Tol Dari hasil survey primer terhadap responden, didapat empat bentuk dukungan pemerintah yang dapat diberikan pada pembangunan infrastruktur jalan tol, yaitu sebagai berikut: 1. Dukungan pembebasan lahan 2. Dukungan subsidi modal 3. Dukungan minimum revenue guarantee 4. Dukungan pembebasan pajak Implementasi bentuk bentuk dukungan pemerintah tersebut pada studi kasus, dijelaskan pada sub bab sub bab berikut ini. V.3.1 Dukungan Pembebasan Lahan Alternatif Kebijakan dukungan pembebasan lahan dari hasil survei adalah: Pembebasan lahan oleh pemerintah sebelum lelang Revolving fund (BLU dana tanah bergulir) Masing masing bentuk dukungan pemerintah yang diusulkan oleh responden dijelaskan sebagai berikut: Pembebasan lahan dilakukan oleh pemerintah. Agar proyek infrastruktur jalan tol menjadi layak secara finansial, maka pemerintah dapat melakukan pembebasan lahan seluruhnya sebelum dilaksanakan lelang proyek tersebut, hal ini dapat dilaksanakan juga untuk mengatasi permasalahan mundurnya waktu pembangunan atau konstruksi yang diakibatkan dari tidak jelasnya masalah pembebasan lahan. Revolving Fund (Dana Tanah Bergulir) yang dikelola BLU (Badan Layanan Umum), yaitu pemerintah memberikan bantuan pinjaman kepada investor berupa dana talangan untuk biaya pembebasan lahan. Revolving fund dapat membantu investor pada tahap awal investasi. Dengan model prepaid ini, dana talangan harus dikembalikan kepada Pemerintah setelah tanah satu seksi 69

dari ruas jalan tol bersangkutan selesai dibebaskan ditambah bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditambah 1% (KPS, Oktober 2008). Alternatif kebijakan ini dapat diterapkan oleh pemerintah. Alternatif kebijakan yang digunakan dalam simulasi adalah Pembebasan lahan oleh pemerintah dan revolving fund. V.3.2 Dukungan Subsidi Modal Proyek infrastruktur jalan tol adalah proyek yang membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga modal investor terkadang tidak mencukupi untuk mengikuti lelang, sehingga pemerintah dapat memberikan dukungan berupa subsidi modal. Alternatif Kebijakan dukungan subsidi modal dari hasil survei adalah: Upfront subsidy/cash money Pembangunan sebagian oleh Pemerintah Investasi Pemerintah sesuai Peraturan Pemerintah 1/2008 Masing masing bentuk dukungan pemerintah yang diusulkan oleh responden dijelaskan sebagai berikut: Upfront subsidy. Pemerintah memberikan dukungan pembayaran tunai di muka sebagai subsidi pembangunan jalan tol kepada investor. Pembangunan sebagian oleh Pemerintah. Dukungan ini dapat diberikan agar proyek layak secara finansial, pemerintah melakukan sebagian proses konstruksi sesuai dengan perjanjian antara pemerintah dan investor. Investasi pemerintah sesuai dengan PP 1/2008. Dalam Peraturan Pemerintah no 1 tahun 2008 telah dijelaskan bagaimana investasi oleh pemerintah secara detail. Terkait dengan pelaksanaan PPPs, investasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah antara lain adalah melalui BLU dana bergulir dan pembangunan oleh pemerintah. 70

Alternatif kebijakan yang digunakan dalam simulasi adalah upfront subsidy dan Pembangunan sebagian oleh Pemerintah. V.3.3 Dukungan Minimum Revenue Guarantee Dukungan pemerintah yang berupa minimunn revenue guarantee, diterapkan untuk memberikan kepastian pendapatan kepada investor, terkait dengan volume lalulintas pada jalan tol yang akan dibangun. Alternatif Kebijakan dukungan minimum revenue guarantee dari hasil survei adalah: Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 38 Tahun 2006/clawback principle Dengan pemasangan alat deteksi lalulintas disetiap gerbang tol Masing masing bentuk dukungan pemerintah yang diusulkan oleh responden dijelaskan sebagai berikut: Pemerintah menanggung sejumlah pendapatan tol tertentu. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 38/2006, pemerintah dapat memberikan dukungan Pemerintah terhadap demand, yang berdampak langsung pada minimum revenue guarantee. Dengan pemasangan alat deteksi lalulintas disetiap gerbang tol untuk mengetahui volume lalulintas pada jalan tol terkait. Alternatif kebijakan ini bersifat teknis. Alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh responden yang berupa Minimum revenue guarantee tidak digunakan dalam simulasi, karena kebijakan ini bersifat menjamin dan tidak mempengaruhi cashflow. Sedangkan untuk alternatif kedua yaitu pemasangan alat deteksi lalulintas bersifat teknis maka juga tidak disertakan dalam simulasi. 71

V.3.4 Dukungan Berupa Pembebasan Pajak Salah satu kewajiban investor kepada negara adalah dengan membayar pajak, sehingga pemerintah bisa memberikan dukungan kepada investor dalam proyek infrastruktur jalan tol dengan memberikan pembebasan pajak. Alternatif Kebijakan dukungan berupa pembebasan pajak dari hasil survei adalah: Pengurangan tarif pajak (meskipun tidak sampai dengan 100%). Masing masing bentuk dukungan pemerintah yang diusulkan oleh responden dijelaskan sebagai berikut: Pengurangan tarif pajak, pembebasan pajak tentunya tidak mungkin dilaksanakan mengingat pajak adalah kewajiban setiap individu/ warga negara, tetapi pengurangan tarif pajak (meskipun tidak sampai dengan 100%), pemerintah dapat melaksanakannya tetapi dengan seijin Menteri Keuangan. Alternatif kebijakan yang digunakan dalam simulasi adalah pengurangan tarif pajak. V. 3. 5 Alternatif Kebijakan Dalam Pemberian Dukungan Pemerintah Alternatif kebijakan hasil survey dalam pemberian dukungan pemerintah yang dapat digunakan untuk simulasi adalah: Tabel V.1 Alternatif Kebijakan Dukungan Pemerintah Yang Digunakan Dalam Simulasi Item Alternatif Kebijakan Pembebasan Lahan Revolving fund dengan BLU dana tanah bergulir Pembebasan lahan oleh pemerintah Subsidi Modal Upfront Subsidy Sebagian ruas jalan dibangun oleh Pemerintah Pembebasan Pajak Pengurangan tarif pajak Dari alternatif kebijakan dalam hal dukungan Pemerintah yang diusulkan sesuai dengan Tabel V.1 tersebut, dilakukan simulasi pelaksanaan PPPs untuk masing masing alternatif dengan menggunakan perhitungan kelayakan finansial, kemudian 72

dari nilai BCR, NPV dan IRR yang dihasilkan dari analisis kelayakan finansial tersebut akan diketahui alternatif kebijakan yang sesuai dengan jalan tol Solo Kertosono. V.4 Analisis Tentang Pilihan Pembagian Pendapatan Dari jajak pendapat dengan para responden, didapatkan hasil bahwa pendapatan tol adalah hak investor sepenuhnya selama masa konsesi, apabila tidak ada dukungan pemerintah terhadap proyek jalan tol tersebuk. Terkait dengan pelaksanaan PPPs, apabila ternyata penerimaan yang diterima oleh investor melebihi penerimaan yang telah disepakati, maka akan dilakukan pembagian keuntungan antara pemerintah investor, dan hal ini diatur dalam PPJT (clawback principle). Konsep Clawback Principle adalah bahwa pemerintah memberikan jaminan mengenai jumlah pendapatan yang akan diperoleh investor dari jalan tol tersebut, apabila ternyata jumlah pendapatan yang diperolah investor lebih kecil dari yang telah dijamin oleh pemerintah maka pemerintah akan memberikan kompensasi finansial kepada investor, akan tetapi apabila jumlah pendapatan lebih besar daripada yang telah dijamin oleh pemerintah, maka pemerintah akan mendapatkan manfaat finansial dari penerimaan tersebut. Clawback principle tidak digunakan dalam simulasi karena tidak terkait dengan cashflow. V. 5 Simulasi Pelaksanaan PPPs Jalan Tol Solo - Kertosono Pada simulasi pelaksanaan PPPs ini, data yang digunakan adalah berupa: 1. Data primer hasil survey. 2. Data sekunder dari feasibility study jalan tol Solo Kertosono yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum (2006) dan The Study On Public Private Partnership for Trans Java Toll Road in The Republic Of Indonesia oleh JICA(2007). Dalam perhitungan simulasi penelitian ini, diasumsikan pemerintah mengeluarkan sunk cost, agar proyek layak secara finansial. Sunk cost merupakan biaya investasi 73

yang hilang sebagai bentuk dukungan pemerintah untuk meningkatkan kelayakan finansial dari proyek publik. Pemberian sunk cost berupa pendanaan awal, dianggap lebih menguntungkan dibandingkan pemerintah harus menanggung seluruh biaya investasi pada ruas tol yang tidak menguntungkan secara finansial. Untuk simulasi pelaksanaan PPPs ini, dilakukan perhitungan nilai kelayakan finansial untuk masing masing skenario yang diusulkan oleh para responden untuk mendapatkan nilai benerfit cost ratio (BCR), net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR). Dari nilai nilai tersebut diketahui skenario yang memiliki nilai IRR yang paling tinggi, yang dianggap sebagai alternatif kebijakan yang sesuai dengan pelaksanaan PPPs di tol Solo Kertosono. Nilai BCR, NPV dan IRR didapatkan dengan menggunakan rumus berikut: BCR = n t= 0 n t= 0 Bt (1 + r) Ct (1 + r) t t. (V.1) NPV n Bb Ct =. (V.2) t = 0 (1 + r) t IRR = rate of return (tingkat suku bunga) yang memenuhi kondisi berikut: Keterangan : n Bt Ct = 0...(V.3) t (1 + r) t= 0 B C R : Benefit/keuntungan, didapat dari perhitungan pendapatan/revenue : Cost/biaya, total investasi : Ratio Sebelum dilakukan perhitungan nilai kelayakan finansial, maka dilakukan perhitungan revenue (pendapatan) dan cost (biaya). Besarnya biaya investasi (cost) diambil dari hasil studi kelayakan oleh Ditjen Bina Marga Dept. Pekerjaan Umum tahun 2006 yang meliputi biaya pembebasan lahan, detailed engineering design 74

(DED), konstruksi, peralatan tol, supervisi, eskalasi, kontingensi, PPN 10%, overhead, financial cost dan IDC (Interest During Construction). Dalam analisis kelayakan finansial, biaya investasi proyek jalan tol Solo Kertosono yang digunakan dapat dilihat pada Tabel V. 2 Tabel V.2 Biaya Investasi Jalan Tol Solo Kertosono Solo Ngawi Ngawi Kertosono TOTAL Rp. 4.438,63 M Rp. 3.609,51 M Besarnya revenue (pendapatan) dihitung dengan menggunakan asumsi asumsi. Sebelumnya dilakukan perhitungan penetapan tarif, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan pendapatan. Dalam analisis biaya manfaat harus diperhatikan batasan atau asumsi yang dipergunakan, sehingga dasar perhitungan yang dipergunakan dapat dibenarkan. Asumsi analisis finansial yang digunakan dalam perhitungan kelayakan finansial pembangunan jalan tol Solo - Kertosono adalah sebagai berikut (Studi kelayakan jalan tol Solo Kertosono, Ditjen Bina Marga, Dept. Pekerjaan Umum, 2006): Tahun dasar operasi : 2010 Masa konsesi : 35 tahun Tingkat harga : 2006 Pertumbuhan Lalin : 7% Discount rate : 13% Perkiraan inflasi : 7% Biaya desain : 1% dari biaya konstruksi Biaya supervisi : 1% dari biaya konstruksi Biaya peralatan tol : 1% dari biaya konstruksi Biaya overhead : 2% dari biaya konstruksi Biaya tak terduga : 5% dari biaya konstruksi Financial cost (provisi dan Komitmen) : 1.25% dari biaya konstruksi 75

IDC (interest during construction) : 14% dari keseluruhan biaya Revenue dihitung dengan menggunakan 5 Golongan (didapatkan dari data traffic counting) V.5.1 Penetapan Tarif Awal Penentuan tarif awal pada ruas ruas Solo Mantingan, Mantingan Ngawi dan Ngawi Kertosono dilakukan satu nilai tarif tol. Hal ini didasarkan pada karakteristik sosial ekonomi pada wilayah wilayah yang dilalui oleh ruas ruas jalan tol tersebut memiliki persamaan sehingga akan lebih baik menetapkan tarif awal yang sama pada ruas ruas jalan tol yang saling berhubungan ini. Untuk itu, penentuan tarif awal pada ruas ruas ini merupakan hasil analisa dari usulan tarif tol rata rata ruas tersebut. Perhitungan tarif awal dilakukan dengan menyesuaikan tarif tahun 2005 (hasil Studi Kelayakan Jalan Tol Solo Kertosono oleh Dirjen Bina Marga, 2006) menjadi tarif tahun 2009 dengan eskalasi inflasi 7%. Secara ringkas dapat dilihat pada Tabel V.3 Tabel V.3 Tarif Tol yang Diadopsi Ruas Tarif Th. 2005 Tarif Th. 2010 Solo Mantingan 357 500.711 Mantingan Ngawi 339 475.465 Ngawi Kertosono 339 475.465 Tarif Awal Rata rata 483.8803 Berdasarkan perhitungan rata rata didapat nilai tarif awal di tahun 2010 untuk golongan 1 adalah Rp. 484. Dipertimbangkan tarif awal Rp. 500/km. V.5.2 Estimasi Pendapatan Tol 76

A. Penyesuaian Pendapatan Tol Kenaikan tarif tol diasumsikan terjadi per 2 tahun. Evaluasi dan penyesuaian tarif diusulkan mengikuti laju inflasi 7% yang diterapkan untuk seluruh tahun perhitungan. B. Sistem Operasi Jalan Tol Tarif yang diterapkan pada system operasi ini adalah tarif distance proportional, yaitu tarif dasar dengan pendekatan berdasarkan tarif rata rata tertimbang pada ruas jalan tol eksisting tersebut. Tarif dasar rata rata tertimbang didapat dari rata rata tarif per jarak (Rp/km) setiap asal tujuan pada cabang jalan tol tersebut. Pendapatan ruas jalan tol dengan sistem operasi tertutup, dihitung berdasarkan volume lalulintas cross sectional dikalikan panjang perjalanan yang ditempuh dikalikan tarif tol per-kilometer, atau secara rumus adalah: Pendapatan system tertutup = kendaraan-km x tarif (Rp./km) (V.4) C. Estimasi Pendapatan Tol Volume lalulintas jalan tol Solo Kertosono untuk masing masing ruas adalah: Solo Ngawi Ngawi Kertosono Lalulintas awal 7.725 kend/hari (2010) 9.320 kend/hari (2010) Pada perhitungan estimasi pendapatan tol/revenue, digunakan 5 penggolongan kendaraan berdasarkan hasil survey traffic count yang dilakukan pada feasibility study Bina Marga (2006) serta tingkat pertumbuhan lalulintas sebesar 8,5%. Berikut adalah prosentase penggolongan kendaraan: Golongan 1: 72.54% Golongan 2: 20.48% Golongan 3: 3.70% Golongan 4: 3.28% Golongan 5: 0% 77

Berdasarkan volume lalulintas dan asumsi tarif seperti disebutkan diatas, maka dapat dihitung estimasi pendapatan Jalan Tol. Tabel V.4 menunjukkan volume lalulintas pertahun dan hasil perhitungan revenue/pendapatan untuk ruas jalan tol Solo - Ngawi, Tabel V.5 menunjukkan volume lalulintas pertahun dan hasil perhitungan revenue/pendapatan untuk ruas jalan tol Ngawi Kertosono. Perhitungan cashflow untuk ruas Solo Ngawi tanpa skenario tersaji pada Tabel V.6, sedangkan perhitungan cashflow untuk ruas Ngawi Kertosono tanpa skenario tersaji pada Tabel V.7. Kemudian sebagai dasar perbandingannya, maka dihitung analisis kelayakan jalan tol Solo Kertosono dengan analisis finansial, yang mana hasil perhitungannya dirangkum pada Tabel V.8 berikut: Tabel V.8 Tol Solo Kertosono Tanpa Dukungan Pemerintah Ruas Panjang (km) Biaya Investasi Total (Rp. M) LHR IRR on Project Tarif (2010) (Rp/km) Solo Ngawi 90.10 4,438.63 7,725 13.60% 500 Ngawi Kertosono 87.02 3,609.51 9,320 14.17% 500 Setelah dilakukan perhitungan revenue, dilanjutkan dengan analisis kelayakan finansial berdasarkan skenario alternatif kebijakan, masing masing perhitungan tersebut dijelaskan secara detail pada sub bab berikutnya. 78

Tabel V.4 Perhitungan Revenue Jalan Tol Solo Ngawi TAHUN LHR Golongan 1 Golongan 2 Golongan 3 Golongan IV Golongan V TOTAL 2010 7725 92,143,286,673.75 39,021,805,440.00 9,399,783,862.50 10,415,976,712.50-150,980,852,688.75 2011 8382 101,357,615,341.13 42,923,985,984.00 10,339,762,248.75 11,457,574,383.75-166,078,937,957.63 2012 9094 111,493,376,875.24 47,216,384,582.40 11,373,738,473.63 12,603,331,822.13-182,686,831,753.39 2013 10282 122,642,714,562.76 51,938,023,040.64 12,511,112,320.99 13,863,665,004.34-200,955,514,928.73 2014 11310 134,906,986,019.04 57,131,825,344.70 13,762,223,553.09 15,250,031,504.77-221,051,066,421.60 2015 12441 170,657,337,314.08 72,271,759,061.05 17,409,212,794.65 19,291,289,853.54-279,629,599,023.32 2016 13685 187,723,071,045.49 79,498,934,967.16 19,150,134,074.12 21,220,418,838.89-307,592,558,925.66 2017 15054 237,469,684,872.55 100,566,152,733.45 24,224,919,603.76 26,843,829,831.19-389,104,587,040.95 2018 16559 261,216,653,359.80 110,622,768,006.80 26,647,411,564.14 29,528,212,814.31-428,015,045,745.05 2019 18215 330,439,066,500.15 139,937,801,528.60 33,708,975,628.63 37,353,189,210.11-541,439,032,867.49 2020 20037 363,482,973,150.16 153,931,581,681.46 37,079,873,191.50 41,088,508,131.12-595,582,936,154.24 2021 22040 459,805,961,034.96 194,723,450,827.05 46,906,039,587.24 51,976,962,785.86-753,412,414,235.11 2022 24244 505,786,557,138.45 214,195,795,909.75 51,596,643,545.97 57,174,659,064.45-828,753,655,658.62 2023 26669 639,819,994,780.14 270,957,681,825.83 65,269,754,085.65 72,325,943,716.53-1,048,373,374,408.15 2024 29336 703,801,994,258.15 298,053,450,008.42 71,796,729,494.21 79,558,538,088.18-1,153,210,711,848.97 2025 32269 890,309,522,736.57 377,037,614,260.65 90,822,862,810.18 100,641,550,681.55-1,458,811,550,488.95 2026 35496 979,340,475,010.22 414,741,375,686.71 99,905,149,091.20 110,705,705,749.71-1,604,692,705,537.84 2027 39046 1,238,865,700,887.93 524,647,840,243.69 126,380,013,600.37 140,042,717,773.38-2,029,936,272,505.37 2028 42950 1,362,752,270,976.72 577,112,624,268.06 139,018,014,960.41 154,046,989,550.72-2,232,929,899,755.90 2029 47245 1,723,881,622,785.55 730,047,469,699.09 175,857,788,924.91 194,869,441,781.66-2,824,656,323,191.22 2030 51970 1,896,269,785,064.11 803,052,216,669.00 193,443,567,817.40 214,356,385,959.83-3,107,121,955,510.34 2031 57167 2,398,781,278,106.10 1,015,861,054,086.29 244,706,113,289.02 271,160,828,239.18-3,930,509,273,720.58 2032 62884 2,638,659,405,916.71 1,117,447,159,494.92 269,176,724,617.92 298,276,911,063.10-4,323,560,201,092.64 2033 69172 3,337,904,148,484.64 1,413,570,656,761.07 340,508,556,641.66 377,320,292,494.82-5,469,303,654,382.19 2034 76089 3,671,694,563,333.10 1,554,927,722,437.18 374,559,412,305.83 415,052,321,744.30-6,016,234,019,820.41 2035 83698 4,644,693,622,616.37 1,966,983,568,883.03 473,817,656,566.88 525,041,187,006.54-7,610,536,035,072.82 2036 92068 5,109,162,984,878.01 2,163,681,925,771.33 521,199,422,223.56 577,545,305,707.19-8,371,589,638,580.10 2037 101275 6,463,091,175,870.69 2,737,057,636,100.74 659,317,269,112.81 730,594,811,719.60-10,590,060,892,803.80 2038 111402 7,109,400,293,457.75 3,010,763,399,710.81 725,248,996,024.09 803,654,292,891.56-11,649,066,982,084.20 2039 122542 8,993,391,371,224.06 3,808,615,700,634.18 917,439,979,970.47 1,016,622,680,507.82-14,736,069,732,336.50 2040 134797 9,892,730,508,346.47 4,189,477,270,697.59 1,009,183,977,967.52 1,118,284,948,558.60-16,209,676,705,570.20 2041 148276 12,514,304,093,058.30 5,299,688,747,432.46 1,276,617,732,128.91 1,414,630,459,926.63-20,505,241,032,546.30 2042 163104 13,765,734,502,364.10 5,829,657,622,175.70 1,404,279,505,341.80 1,556,093,505,919.30-22,555,765,135,800.90 2043 179414 17,413,654,145,490.60 7,374,516,892,052.26 1,776,413,574,257.38 1,968,458,284,987.91-28,533,042,896,788.20 2044 197356 19,155,019,560,039.70 8,111,968,581,257.49 1,954,054,931,683.12 2,165,304,113,486.70-31,386,347,186,467.00 79

Tabel V.5 Perhitungan Revenue Jalan Tol Ngawi - Kertosono TAHUN LHR Golongan 1 Golongan 2 Golongan 3 Golongan IV Golongan V TOTAL 2010 9320 107,368,135,477.20 45,469,384,089.60 10,952,911,532.00 12,137,010,076.00-175,927,441,174.80 2011 10117 116,548,111,060.50 49,357,016,429.26 11,889,385,467.99 13,174,724,437.50-190,969,237,395.25 2012 10982 126,512,974,556.17 53,577,041,333.96 12,905,927,925.50 14,301,163,376.90-207,297,107,192.54 2013 11921 137,329,833,880.73 58,157,878,368.02 14,009,384,763.13 15,523,912,845.63-225,021,009,857.50 2014 12940 149,071,534,677.53 63,130,376,968.48 15,207,187,160.38 16,851,207,393.93-244,260,306,200.32 2015 14046 186,089,723,526.33 78,807,227,829.18 18,983,511,911.98 21,035,783,470.03-304,916,246,737.51 2016 15247 202,000,394,887.83 85,545,245,808.57 20,606,602,180.45 22,834,342,956.72-330,986,585,833.57 2017 16551 252,162,142,948.35 106,788,268,973.99 25,723,736,666.91 28,504,681,171.44-413,178,829,760.69 2018 17966 273,722,006,170.43 115,918,665,971.27 27,923,116,151.93 30,941,831,411.60-448,505,619,705.23 2019 19502 341,694,023,352.70 144,704,168,698.58 34,857,123,970.36 38,625,461,696.89-559,880,777,718.53 2020 21170 370,908,862,349.36 157,076,375,122.31 37,837,408,069.83 41,927,938,671.97-607,750,584,213.46 2021 22980 463,014,805,592.26 196,082,365,974.56 47,233,382,428.77 52,339,694,042.69-758,670,248,038.27 2022 24944 502,602,571,470.40 212,847,408,265.38 51,271,836,626.43 56,814,737,883.34-823,536,554,245.54 2023 27077 627,411,355,030.79 265,702,740,922.88 64,003,915,456.68 70,923,257,668.22-1,028,041,269,078.57 2024 29392 681,055,025,885.92 288,420,325,271.79 69,476,250,228.23 76,987,196,198.85-1,115,938,797,584.78 2025 31905 850,178,015,189.04 360,042,302,544.90 86,728,940,066.16 96,105,041,694.93-1,393,054,299,495.03 2026 34633 922,868,235,487.70 390,825,919,412.49 94,144,264,441.81 104,322,022,759.85-1,512,160,442,101.85 2027 37594 1,152,039,490,065.18 487,877,765,850.60 117,522,638,909.32 130,227,789,061.68-1,887,667,683,886.79 2028 40809 1,250,538,866,465.76 529,591,314,830.83 127,570,824,536.07 141,362,265,026.46-2,049,063,270,859.11 2029 44298 1,561,078,930,480.87 661,102,078,086.19 159,249,849,538.99 176,466,049,489.15-2,557,896,907,595.20 2030 48085 1,694,551,179,036.98 717,626,305,762.56 172,865,711,674.58 191,553,896,720.48-2,776,597,093,194.59 2031 52197 2,115,350,600,571.34 895,830,858,141.05 215,792,589,526.16 239,121,518,123.59-3,466,095,566,362.14 2032 56659 2,296,213,076,920.19 972,424,396,512.11 234,242,855,930.65 259,566,407,923.15-3,762,446,737,286.10 2033 61504 2,866,420,189,246.40 1,213,901,684,775.98 292,411,213,129.63 324,023,236,170.67-4,696,756,323,322.67 2034 66762 3,111,499,115,426.96 1,317,690,278,824.32 317,412,371,852.21 351,727,222,863.26-5,098,328,988,966.76 2035 72471 3,884,162,133,265.36 1,644,905,717,313.37 396,233,799,092.41 439,069,885,480.78-6,364,371,535,151.93 2036 78667 4,216,257,995,659.55 1,785,545,156,143.66 430,111,788,914.82 476,610,360,689.39-6,908,525,301,407.42 2037 85393 5,263,260,262,431.71 2,228,940,657,043.04 536,919,298,897.09 594,964,628,507.58-8,624,084,846,879.41 2038 92694 5,713,269,014,869.62 2,419,515,083,220.22 582,825,898,952.79 645,834,104,244.98-9,361,444,101,287.60 2039 100619 7,132,016,542,987.11 3,020,341,166,260.88 727,556,140,310.24 806,210,858,181.62-11,686,124,707,739.80 2040 109222 7,741,803,957,412.51 3,278,580,335,976.18 789,762,190,306.76 875,141,886,556.14-12,685,288,370,251.60 2041 118561 9,664,287,425,136.97 4,092,733,797,907.47 985,879,886,214.69 1,092,461,495,535.20-15,835,362,604,794.30 2042 128698 10,490,583,999,986.20 4,442,662,537,628.56 1,070,172,616,486.05 1,185,866,953,403.46-17,189,286,107,504.20 2043 139701 13,095,658,271,782.70 5,545,886,712,285.17 1,335,923,231,474.94 1,480,347,364,607.37-21,457,815,580,150.20 2044 151646 14,215,337,054,020.20 6,020,060,026,185.55 1,450,144,667,766.05 1,606,917,064,281.30-23,292,458,812,253.10 80

Tabel V.6 Analisis Kelayakan Finansial Jalan Tol Solo Ngawi Tanpa Skenario 81 Tahun Manfaat Biaya Selisih Manfaat- Present Value (i = 13%) Total Biaya Tanah DED Konstruksi Peralatan Supervisi Kontingensi IDC Overhead Finansial Cost PPN Eskalasi O-M Periodik (5 thn) Biaya Manfaat Biaya 2006 164,720.00 22,269.00 186,989.00 (186,989.00) - 186,989.00 2007 411,800.00 556,725.00 5,567.25 5,567.25 22,269.00 177,545.20 11,134.50 5,567.25 133,158.90 24,110.85 1,353,445.20 (1,353,445.20) - 1,197,739.12 2008 247,080.00 1,113,450.00 11,134.50 11,134.50 66,807.00 266,317.80 22,269.00 16,701.75 177,545.20 24,110.85 1,956,550.60 (1,956,550.60) - 1,532,266.11 2009 556,725.00 5,567.25 5,567.25 22,269.00 177,545.20 11,134.50 5,567.25 133,158.90 24,110.85 941,645.20 (941,645.20) - 652,607.36 2010 150,980.85 127,478.89 135,027.93 15,952.92 92,599.38 82,815.16 2011 166,078.94 136,402.41 144,706.36 21,372.58 90,140.99 78,540.81 2012 182,686.83 145,950.58 155,084.92 27,601.91 87,747.87 74,490.16 2013 200,955.51 156,167.12 166,214.90 34,740.62 85,418.28 70,651.41 2014 221,051.07-382,622.88 393,675.43 (172,624.37) 83,150.54 148,084.90 2015 279,629.60 167,098.82 181,080.30 98,549.30 93,084.45 60,278.89 2016 307,592.56 178,795.74 194,175.37 113,417.19 90,613.18 57,201.80 2017 389,104.59 191,311.44 210,766.67 178,337.92 101,438.65 54,946.38 2018 428,015.05 204,703.24 226,103.99 201,911.05 98,745.59 52,163.52 2019 541,439.03-536,648.38 563,720.33 (22,281.30) 110,542.63 115,091.68 2020 595,582.94 219,032.47 248,811.61 346,771.32 107,607.87 44,954.42 2021 753,412.41 234,364.74 272,035.36 481,377.05 120,463.68 43,495.94 2022 828,753.66 250,770.27 292,207.96 536,545.70 117,265.53 41,346.33 2023 1,048,373.37 268,324.19 320,742.86 727,630.51 131,275.13 40,162.75 2024 1,153,210.71-752,677.12 810,337.65 342,873.06 127,789.95 89,795.39 2025 1,458,811.55 287,106.88 360,047.46 1,098,764.09 143,056.89 35,307.69 2026 1,604,692.71 307,204.37 387,439.00 1,217,253.70 139,258.92 33,622.85 2027 2,029,936.27 328,708.67 430,205.49 1,599,730.79 155,896.04 33,039.13 2028 2,232,929.90 351,718.28 463,364.77 1,769,565.13 151,757.21 31,491.78 2029 2,824,656.32-1,055,668.60 1,196,901.41 1,627,754.91 169,887.50 71,987.02 2030 3,107,121.96 376,338.56 531,694.66 2,575,427.30 165,377.21 28,299.56 2031 3,930,509.27 402,682.26 599,207.72 3,331,301.55 185,134.66 28,223.85 2032 4,323,560.20 430,870.02 647,048.03 3,676,512.17 180,219.58 26,971.00 2033 5,469,303.65 461,030.92 734,496.10 4,734,807.55 201,750.24 27,093.90 2034 6,016,234.02-1,480,629.82 1,781,441.52 4,234,792.50 196,394.04 58,153.41 2035 7,610,536.04 493,303.08 873,829.88 6,736,706.15 219,857.04 25,243.64 2036 8,371,589.64 527,834.30 946,413.78 7,425,175.86 214,020.13 24,195.12 2037 10,590,060.89 564,782.70 1,094,285.74 9,495,775.15 239,588.91 24,757.06 2038 11,649,066.98 604,317.49 1,186,770.84 10,462,296.15 233,228.14 23,760.56 2039 14,736,069.73-2,076,659.91 2,813,463.40 11,922,606.34 261,091.68 49,848.56 2040 16,209,676.71 646,619.71 1,457,103.55 14,752,573.16 254,160.04 22,846.69 2041 20,505,241.03 691,883.09 1,717,145.14 18,788,095.89 284,524.30 23,826.57 2042 22,555,765.14 740,314.91 1,868,103.16 20,687,661.97 276,970.55 22,939.13 2043 28,533,042.90 792,136.95 2,218,789.10 26,314,253.80 310,059.96 24,110.91 2044 31,386,347.19-2,912,622.95 4,481,940.31 26,904,406.88 301,828.28 43,100.79 81

Tabel V.7 Analisis Kelayakan Finansial Jalan Tol Ngawi Kertosono Tanpa Skenario 82 Tahun Manfaat Biaya Selisih Manfaat- Present Value (i = 13%) Total Biaya Tanah DED Konstruksi Peralatan Supervisi Kontingensi IDC Overhead Finansial Cost PPN Eskalasi O-M Periodik (5 thn) Biaya Manfaat Biaya 2006 113,020.00 18,754.00 131,774.00 (131,774.00) - 131,774.00 2007 282,550.00 468,850.00 4,688.50 4,688.50 18,754.00 75,016.00 9,377.00 4,688.50 108,285.30 111,506.83 1,088,404.63 (1,088,404.63) - 963,189.94 2008 169,530.00 937,700.00 9,377.00 9,377.00 56,262.00 112,524.00 18,754.00 14,065.50 144,380.40 111,506.83 1,583,476.73 (1,583,476.73) - 1,240,094.55 2009 468,850.00 4,688.50 4,688.50 18,754.00 75,016.00 9,377.00 4,688.50 108,285.30 111,506.83 805,854.63 (805,854.63) - 558,497.68 2010 175,927.44 107,357.27 116,153.65 59,773.80 107,899.59 71,239.21 2011 190,969.24 114,872.28 124,420.74 66,548.49 103,650.45 67,530.60 2012 207,297.11 122,913.34 133,278.20 74,018.91 99,568.64 64,015.99 2013 225,021.01 131,517.28 142,768.33 82,252.68 95,647.58 60,685.20 2014 244,260.31-322,228.64 334,441.65 (90,181.35) 91,880.92 125,803.53 2015 304,916.25 140,723.49 155,969.30 148,946.95 101,501.99 51,919.81 2016 330,986.59 150,574.13 167,123.46 163,863.13 97,504.79 49,232.62 2017 413,178.83 161,114.32 181,773.26 231,405.57 107,714.75 47,387.86 2018 448,505.62 172,392.32 194,817.60 253,688.02 103,472.89 44,945.57 2019 559,880.78-451,942.33 479,936.37 79,944.41 114,307.78 97,985.97 2020 607,750.58 184,459.78 214,847.31 392,903.27 109,806.28 38,817.87 2021 758,670.25 197,371.97 235,305.48 523,364.77 121,304.36 37,623.17 2022 823,536.55 211,188.01 252,364.83 571,171.72 116,527.33 35,708.68 2023 1,028,041.27 225,971.17 277,373.23 750,668.04 128,729.18 34,732.10 2024 1,115,938.80-633,872.50 689,669.44 426,269.36 123,659.76 76,423.87 2025 1,393,054.30 241,789.15 311,441.86 1,081,612.44 136,608.47 30,541.23 2026 1,512,160.44 258,714.39 334,322.41 1,177,838.03 131,228.75 29,013.27 2027 1,887,667.68 276,824.39 371,207.78 1,516,459.90 144,970.03 28,508.20 2028 2,049,063.27 296,202.10 398,655.27 1,650,408.00 139,261.03 27,093.91 2029 2,557,896.91-889,038.97 1,016,933.82 1,540,963.09 153,843.39 61,162.96 2030 2,776,597.09 316,936.25 455,766.10 2,320,830.99 147,784.95 24,258.25 2031 3,466,095.57 339,121.79 512,426.57 2,953,669.00 163,259.87 24,136.29 2032 3,762,446.74 362,860.31 550,982.65 3,211,464.09 156,830.61 22,966.69 2033 4,696,756.32 388,260.53 623,098.35 4,073,657.97 173,252.72 22,984.69 2034 5,098,328.99-1,246,923.15 1,501,839.60 3,596,489.39 166,429.93 49,026.08 2035 6,364,371.54 415,438.77 733,657.35 5,630,714.19 183,857.21 21,194.27 2036 6,908,525.30 444,519.49 789,945.75 6,118,579.55 176,616.81 20,195.00 2037 8,624,084.85 475,635.85 906,840.09 7,717,244.76 195,110.78 20,516.30 2038 9,361,444.10 508,930.36 977,002.56 8,384,441.54 187,427.22 19,560.75 2039 11,686,124.71-1,748,874.22 2,333,180.45 9,352,944.25 207,053.17 41,338.97 2040 12,685,288.37 544,555.48 1,178,819.90 11,506,468.47 198,899.31 18,483.34 2041 15,835,362.60 582,674.37 1,374,442.50 14,460,920.11 219,726.53 19,071.33 2042 17,189,286.11 623,461.57 1,482,925.88 15,706,360.23 211,073.58 18,209.39 2043 21,457,815.58 667,103.88 1,739,994.66 19,717,820.92 233,175.60 18,908.00 2044 23,292,458.81-2,452,886.56 3,617,509.50 19,674,949.31 223,993.02 34,787.95 82

V.5.3 Simulasi Analisis Kelayakan Finansial Untuk Bentuk Dukungan Pemerintah A. Skenario 1: Revolving Fund (BLU dana tanah bergulir) Pada skenario ini, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 tahun 2008, pemerintah memberikan pinjaman/dana talangan kepada investor untuk keperluan pembebasan lahan, dan investor berkewajiban mengembalikan dana tersebut setelah pembebasan lahan satu seksi dari ruas jalan tol bersangkutan selesai dilakukan ditambah dengan bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditambah 1% (KPS, Oktober 2008). Keuntungan skenario ini adalah investor tidak perlu mengeluarkan biaya pembebasan lahan pada saat awal investasi. Sedangkan untuk pemerintah, walaupun pemerintah harus menyediakan dana pembebasan lahan di awal proyek, akan tetapi dana tersebut akan terus digunakan untuk pembebasan lahan proyek yang lainnya setelah dikembalikan oleh investor. Dalam skenario ini asumsi pembayaran investor kepada pemerintah adalah 100% yang dimulai setelah tanah 1 ruas selesai dibebaskan (asumsi waktu pembebasan lahan adalah 2 tahun). Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel V.9, untuk ruas Ngawi Kertosono hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel V.10. Dari Tabel V.9 dan Tabel V.10 dapat dilihat bahwa dalam perhitungan simulasi, biaya pembebasan lahan ditiadakan, dan dibayar oleh investor, tiap ruas masing masing pada tahun ke-3 setelah pembebasan lahan 1 ruas selesai dilaksanakan. Hasil analisis kelayakan finansial yang berupa parameter finansial dapat dilihat pada Tabel V.11 dan 5.12 Tabel V.11 Parameter Finansial ruas Solo - Ngawi Dengan Skenario Revolving Fund PARAMETER FINANSIAL Nilai Parameter BCR (i=13%) 1.11 NPV (i=13%) 562,324.78 IRR 13.63% 83

Tabel V.12 Parameter Finansial ruas Ngawi - Kertosono Dengan Skenario Revolving Fund PARAMETER FINANSIAL Nilai Parameter BCR (i=13%) 1.19 NPV (i=13%) 839,671.84 IRR 14.21% B. Skenario 2: Pembebasan Lahan Oleh Pemerintah Dalam skenario ini biaya pembebasan lahan seluruhnya ditanggung oleh pemerintah. Dengan skenario Pemerintah memerlukan anggaran yang cukup besar. Skenario seperti ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 tahun 2008. Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial tersaji pada Tabel V.13 dan Tabel V.14 Dari Tabel V.13 dan Tabel V.14 dapat dilihat bahwa dalam skenario ini biaya pembebasan lahan sama sekali ditiadakan untuk masing masing ruas. Berikut adalah hasil analisis kelayakan finansial jalan tol Solo Ngawi dan Ngawi - Kertosono dengan skenario pembebasan lahan dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah. Tabel V.15 Parameter Finansial Ruas Solo Ngawi Dengan Skenario Pembebasan Lahan Sepenuhnya Oleh Pemerintah PARAMETER FINANSIAL Nilai Parameter BCR (i=13%) 1.24 NPV (i=13%) 1,262,149.36 IRR 14.47% Tabel V.16 Parameter Finansial Ruas Ngawi - Kertosono Dengan Skenario Pembebasan Lahan Sepenuhnya Oleh Pemerintah PARAMETER FINANSIAL Nilai Parameter BCR (i=13%) 1.30 NPV (i=13%) 1,319,845.31 IRR 15.10% 84

Tabel V.9 Analisis Kelayakan Finansial Jalan Tol Solo - Ngawi Dengan Skenario Revolving Fund 85 Tahun Manfaat Biaya Selisih Manfaat- Present Value (i = 13%) Total Biaya Tanah DED Konstruksi Peralatan Supervisi Kontingensi IDC Overhead Finansial Cost PPN Eskalasi O-M Periodik (5 thn) Biaya Manfaat Biaya 2006-22,269.00 22,269.00 (22,269.00) - 22,269.00 2007-556,725.00 5,567.25 5,567.25 22,269.00 177,545.20 11,134.50 5,567.25 133,158.90 24,110.85 941,645.20 (941,645.20) - 833,314.34 2008 893,606.00 1,113,450.00 11,134.50 11,134.50 66,807.00 266,317.80 22,269.00 16,701.75 177,545.20 24,110.85 2,603,076.60 (2,603,076.60) - 2,038,590.81 2009 556,725.00 5,567.25 5,567.25 22,269.00 177,545.20 11,134.50 5,567.25 133,158.90 24,110.85 941,645.20 (941,645.20) - 652,607.36 2010 150,980.85 127,478.89 135,027.93 15,952.92 92,599.38 82,815.16 2011 166,078.94 136,402.41 144,706.36 21,372.58 90,140.99 78,540.81 2012 182,686.83 145,950.58 155,084.92 27,601.91 87,747.87 74,490.16 2013 200,955.51 156,167.12 166,214.90 34,740.62 85,418.28 70,651.41 2014 221,051.07-382,622.88 393,675.43 (172,624.37) 83,150.54 148,084.90 2015 279,629.60 167,098.82 181,080.30 98,549.30 93,084.45 60,278.89 2016 307,592.56 178,795.74 194,175.37 113,417.19 90,613.18 57,201.80 2017 389,104.59 191,311.44 210,766.67 178,337.92 101,438.65 54,946.38 2018 428,015.05 204,703.24 226,103.99 201,911.05 98,745.59 52,163.52 2019 541,439.03-536,648.38 563,720.33 (22,281.30) 110,542.63 115,091.68 2020 595,582.94 219,032.47 248,811.61 346,771.32 107,607.87 44,954.42 2021 753,412.41 234,364.74 272,035.36 481,377.05 120,463.68 43,495.94 2022 828,753.66 250,770.27 292,207.96 536,545.70 117,265.53 41,346.33 2023 1,048,373.37 268,324.19 320,742.86 727,630.51 131,275.13 40,162.75 2024 1,153,210.71-752,677.12 810,337.65 342,873.06 127,789.95 89,795.39 2025 1,458,811.55 287,106.88 360,047.46 1,098,764.09 143,056.89 35,307.69 2026 1,604,692.71 307,204.37 387,439.00 1,217,253.70 139,258.92 33,622.85 2027 2,029,936.27 328,708.67 430,205.49 1,599,730.79 155,896.04 33,039.13 2028 2,232,929.90 351,718.28 463,364.77 1,769,565.13 151,757.21 31,491.78 2029 2,824,656.32-1,055,668.60 1,196,901.41 1,627,754.91 169,887.50 71,987.02 2030 3,107,121.96 376,338.56 531,694.66 2,575,427.30 165,377.21 28,299.56 2031 3,930,509.27 402,682.26 599,207.72 3,331,301.55 185,134.66 28,223.85 2032 4,323,560.20 430,870.02 647,048.03 3,676,512.17 180,219.58 26,971.00 2033 5,469,303.65 461,030.92 734,496.10 4,734,807.55 201,750.24 27,093.90 2034 6,016,234.02-1,480,629.82 1,781,441.52 4,234,792.50 196,394.04 58,153.41 2035 7,610,536.04 493,303.08 873,829.88 6,736,706.15 219,857.04 25,243.64 2036 8,371,589.64 527,834.30 946,413.78 7,425,175.86 214,020.13 24,195.12 2037 10,590,060.89 564,782.70 1,094,285.74 9,495,775.15 239,588.91 24,757.06 2038 11,649,066.98 604,317.49 1,186,770.84 10,462,296.15 233,228.14 23,760.56 2039 14,736,069.73-2,076,659.91 2,813,463.40 11,922,606.34 261,091.68 49,848.56 2040 16,209,676.71 646,619.71 1,457,103.55 14,752,573.16 254,160.04 22,846.69 2041 20,505,241.03 691,883.09 1,717,145.14 18,788,095.89 284,524.30 23,826.57 2042 22,555,765.14 740,314.91 1,868,103.16 20,687,661.97 276,970.55 22,939.13 2043 28,533,042.90 792,136.95 2,218,789.10 26,314,253.80 310,059.96 24,110.91 2044 31,386,347.19-2,912,622.95 4,481,940.31 26,904,406.88 301,828.28 43,100.79 85

Tabel V.10 Analisis Kelayakan Finansial Jalan Tol Ngawi - Kertosono Dengan Skenario Revolving Fund 86 Tahun Manfaat Biaya Selisih Manfaat- Present Value (i = 13%) Total Biaya Tanah DED Konstruksi Peralatan Supervisi Kontingensi IDC Overhead Finansial Cost PPN Eskalasi O-M Periodik (5 thn) Biaya Manfaat Biaya 2006-18,754.00 18,754.00 (18,754.00) - 18,754.00 2007-468,850.00 4,688.50 4,688.50 18,754.00 75,016.00 9,377.00 4,688.50 108,285.30 111,506.83 805,854.63 (805,854.63) - 713,145.69 2008 613,133.50 937,700.00 9,377.00 9,377.00 56,262.00 112,524.00 18,754.00 14,065.50 144,380.40 111,506.83 2,027,080.23 (2,027,080.23) - 1,587,501.16 2009 468,850.00 4,688.50 4,688.50 18,754.00 75,016.00 9,377.00 4,688.50 108,285.30 111,506.83 805,854.63 (805,854.63) - 558,497.68 2010 175,927.44 107,357.27 116,153.65 59,773.80 107,899.59 71,239.21 2011 190,969.24 114,872.28 124,420.74 66,548.49 103,650.45 67,530.60 2012 207,297.11 122,913.34 133,278.20 74,018.91 99,568.64 64,015.99 2013 225,021.01 131,517.28 142,768.33 82,252.68 95,647.58 60,685.20 2014 244,260.31-322,228.64 334,441.65 (90,181.35) 91,880.92 125,803.53 2015 304,916.25 140,723.49 155,969.30 148,946.95 101,501.99 51,919.81 2016 330,986.59 150,574.13 167,123.46 163,863.13 97,504.79 49,232.62 2017 413,178.83 161,114.32 181,773.26 231,405.57 107,714.75 47,387.86 2018 448,505.62 172,392.32 194,817.60 253,688.02 103,472.89 44,945.57 2019 559,880.78-451,942.33 479,936.37 79,944.41 114,307.78 97,985.97 2020 607,750.58 184,459.78 214,847.31 392,903.27 109,806.28 38,817.87 2021 758,670.25 197,371.97 235,305.48 523,364.77 121,304.36 37,623.17 2022 823,536.55 211,188.01 252,364.83 571,171.72 116,527.33 35,708.68 2023 1,028,041.27 225,971.17 277,373.23 750,668.04 128,729.18 34,732.10 2024 1,115,938.80-633,872.50 689,669.44 426,269.36 123,659.76 76,423.87 2025 1,393,054.30 241,789.15 311,441.86 1,081,612.44 136,608.47 30,541.23 2026 1,512,160.44 258,714.39 334,322.41 1,177,838.03 131,228.75 29,013.27 2027 1,887,667.68 276,824.39 371,207.78 1,516,459.90 144,970.03 28,508.20 2028 2,049,063.27 296,202.10 398,655.27 1,650,408.00 139,261.03 27,093.91 2029 2,557,896.91-889,038.97 1,016,933.82 1,540,963.09 153,843.39 61,162.96 2030 2,776,597.09 316,936.25 455,766.10 2,320,830.99 147,784.95 24,258.25 2031 3,466,095.57 339,121.79 512,426.57 2,953,669.00 163,259.87 24,136.29 2032 3,762,446.74 362,860.31 550,982.65 3,211,464.09 156,830.61 22,966.69 2033 4,696,756.32 388,260.53 623,098.35 4,073,657.97 173,252.72 22,984.69 2034 5,098,328.99-1,246,923.15 1,501,839.60 3,596,489.39 166,429.93 49,026.08 2035 6,364,371.54 415,438.77 733,657.35 5,630,714.19 183,857.21 21,194.27 2036 6,908,525.30 444,519.49 789,945.75 6,118,579.55 176,616.81 20,195.00 2037 8,624,084.85 475,635.85 906,840.09 7,717,244.76 195,110.78 20,516.30 2038 9,361,444.10 508,930.36 977,002.56 8,384,441.54 187,427.22 19,560.75 2039 11,686,124.71-1,748,874.22 2,333,180.45 9,352,944.25 207,053.17 41,338.97 2040 12,685,288.37 544,555.48 1,178,819.90 11,506,468.47 198,899.31 18,483.34 2041 15,835,362.60 582,674.37 1,374,442.50 14,460,920.11 219,726.53 19,071.33 2042 17,189,286.11 623,461.57 1,482,925.88 15,706,360.23 211,073.58 18,209.39 2043 21,457,815.58 667,103.88 1,739,994.66 19,717,820.92 233,175.60 18,908.00 2044 23,292,458.81-2,452,886.56 3,617,509.50 19,674,949.31 223,993.02 34,787.95 86

Tabel V.13 Analisis Kelayakan Finansial Jalan Tol Solo - Ngawi Dengan Skenario Pembebasan Lahan Dilakukan Seluruhnya Oleh Pemerintah 87 Tahun Manfaat Biaya Selisih Manfaat- Present Value (i = 13%) Total Biaya Tanah DED Konstruksi Peralatan Supervisi Kontingensi IDC Overhead Finansial Cost PPN Eskalasi O-M Periodik (5 thn) Biaya Manfaat Biaya 2006-22,269.00 22,269.00 (22,269.00) - 22,269.00 2007-556,725.00 5,567.25 5,567.25 22,269.00 177,545.20 11,134.50 5,567.25 133,158.90 24,110.85 941,645.20 (941,645.20) - 833,314.34 2008-1,113,450.00 11,134.50 11,134.50 66,807.00 266,317.80 22,269.00 16,701.75 177,545.20 24,110.85 1,709,470.60 (1,709,470.60) - 1,338,766.23 2009 556,725.00 5,567.25 5,567.25 22,269.00 177,545.20 11,134.50 5,567.25 133,158.90 24,110.85 941,645.20 (941,645.20) - 652,607.36 2010 150,980.85 127,478.89 135,027.93 15,952.92 92,599.38 82,815.16 2011 166,078.94 136,402.41 144,706.36 21,372.58 90,140.99 78,540.81 2012 182,686.83 145,950.58 155,084.92 27,601.91 87,747.87 74,490.16 2013 200,955.51 156,167.12 166,214.90 34,740.62 85,418.28 70,651.41 2014 221,051.07-382,622.88 393,675.43 (172,624.37) 83,150.54 148,084.90 2015 279,629.60 167,098.82 181,080.30 98,549.30 93,084.45 60,278.89 2016 307,592.56 178,795.74 194,175.37 113,417.19 90,613.18 57,201.80 2017 389,104.59 191,311.44 210,766.67 178,337.92 101,438.65 54,946.38 2018 428,015.05 204,703.24 226,103.99 201,911.05 98,745.59 52,163.52 2019 541,439.03-536,648.38 563,720.33 (22,281.30) 110,542.63 115,091.68 2020 595,582.94 219,032.47 248,811.61 346,771.32 107,607.87 44,954.42 2021 753,412.41 234,364.74 272,035.36 481,377.05 120,463.68 43,495.94 2022 828,753.66 250,770.27 292,207.96 536,545.70 117,265.53 41,346.33 2023 1,048,373.37 268,324.19 320,742.86 727,630.51 131,275.13 40,162.75 2024 1,153,210.71-752,677.12 810,337.65 342,873.06 127,789.95 89,795.39 2025 1,458,811.55 287,106.88 360,047.46 1,098,764.09 143,056.89 35,307.69 2026 1,604,692.71 307,204.37 387,439.00 1,217,253.70 139,258.92 33,622.85 2027 2,029,936.27 328,708.67 430,205.49 1,599,730.79 155,896.04 33,039.13 2028 2,232,929.90 351,718.28 463,364.77 1,769,565.13 151,757.21 31,491.78 2029 2,824,656.32-1,055,668.60 1,196,901.41 1,627,754.91 169,887.50 71,987.02 2030 3,107,121.96 376,338.56 531,694.66 2,575,427.30 165,377.21 28,299.56 2031 3,930,509.27 402,682.26 599,207.72 3,331,301.55 185,134.66 28,223.85 2032 4,323,560.20 430,870.02 647,048.03 3,676,512.17 180,219.58 26,971.00 2033 5,469,303.65 461,030.92 734,496.10 4,734,807.55 201,750.24 27,093.90 2034 6,016,234.02-1,480,629.82 1,781,441.52 4,234,792.50 196,394.04 58,153.41 2035 7,610,536.04 493,303.08 873,829.88 6,736,706.15 219,857.04 25,243.64 2036 8,371,589.64 527,834.30 946,413.78 7,425,175.86 214,020.13 24,195.12 2037 10,590,060.89 564,782.70 1,094,285.74 9,495,775.15 239,588.91 24,757.06 2038 11,649,066.98 604,317.49 1,186,770.84 10,462,296.15 233,228.14 23,760.56 2039 14,736,069.73-2,076,659.91 2,813,463.40 11,922,606.34 261,091.68 49,848.56 2040 16,209,676.71 646,619.71 1,457,103.55 14,752,573.16 254,160.04 22,846.69 2041 20,505,241.03 691,883.09 1,717,145.14 18,788,095.89 284,524.30 23,826.57 2042 22,555,765.14 740,314.91 1,868,103.16 20,687,661.97 276,970.55 22,939.13 2043 28,533,042.90 792,136.95 2,218,789.10 26,314,253.80 310,059.96 24,110.91 2044 31,386,347.19-2,912,622.95 4,481,940.31 26,904,406.88 301,828.28 43,100.79 87