HUBUNGAN SIKAP KERJA DUDUK DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN REACHING PT. DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE KEBAKKRAMAT KARANGANYAR SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA POSTUR KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN PRESS DRYER UD. ABIOSO, BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

HUBUNGAN SIKAP KERJA BERDIRI DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN WEAVING DI PT. DELTA MERLIN DUNIA TEKSTIL KEBAKKRAMAT KARANGANYAR

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arbeitswissenschaft di Jerman, Human Factors Engineering atau Personal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

HUBUNGAN SIKAP KERJA DINAMIS DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PERAWAT BAGIAN BANGSAL KELAS III DI RSUD DR. MOEWARDI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos

BAB II LANDASAN TEORI

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010).

IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI OPERATOR MESIN POTONG GUILLOTINE DENGAN METODE NORDIC BODY MAP (STUDI KASUS DI PT. XZY) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN WEAVING DI PT ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi. Jika manusia bekerja dalam kondisi yang nyaman baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT

HUBUNGAN BEBAN KERJA FISIK DAN POSTUR KERJA TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL DI RANGKA BAWAH UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA

HUBUNGAN TEKANAN PANAS DAN BEBAN KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA WEAVING PT. ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran risiko..., Pongki Dwi Aryanto, FKM UI, 2008

HUBUNGAN GERAKAN FLEKSI PADA PERGELANGAN TANGAN DENGAN KELUHAN CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA PEKERJA PENGEPAKAN PT. LOGAN FOOD KARANGANYAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya, yang

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

HUBUNGAN BEBAN KERJA FISIK DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA TENAGA KERJA ANGKAT-ANGKUT PT. BAHAMA LASAKKA CEPER KLATEN

HUBUNGAN GERAKAN BERULANG PADA TANGAN DENGAN KELUHAN CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA PEKERJA PENJULID BUKU DI PT. PUTRA NUGRAHA TRIYAGAN SUKOHARJO

HUBUNGAN SIKAP KERJA ANGKAT-ANGKUT DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA KULI PANGGUL DI GUDANG BULOG SURAKARTA

ANALISIS POSTUR TUBUH DENGAN METODE RULA PADA PEKERJA WELDING DI AREA SUB ASSY PT. FUJI TECHNICA INDONESIA KARAWANG

HUBUNGAN POSTUR KERJA DUDUK DENGAN KELELAHAN KERJA TENAGA KERJA BATIK TULIS DI MASARAN SRAGEN

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. kerja, modal, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang

Metode dan Pengukuran Kerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dalam Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SARUNG TANGAN DENGAN KELUHAN IRITASI KULIT BAGIAN TANGAN KARENA ASAM ASETAT DI PT X KARANGANYAR

terjadi karena kerja berlebihan (ougkverexertion) atau gerakan yang berulang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja pada industri

ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Analisis Sistem Kerja Sortasi Biji Kopi Dengan Menggunakan Pendekatan Ergonomi Di CV. Kopi Tunah Kolak Jaya

RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan

BAB I PENDAHULUAN. manual (Manual Material Handling/MMH). Kelebihan MMH bila

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2020 mendatang, di mana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan persyaratan yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi

PENGARUH MASA KERJA DAN INTENSITAS PENERANGAN TERHADAP KELELAHAN MATA PADA PEKERJA BATIK TULIS LAWEYAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat

GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PENJAHIT DI KOTA DENPASAR

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris

BAB V PEMBAHASAN. yang cukup kuat untuk menyebabkan peningkatan resiko keluhan low back

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

Transkripsi:

HUBUNGAN SIKAP KERJA DUDUK DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN REACHING PT. DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE KEBAKKRAMAT KARANGANYAR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Oleh: SITI NURJANAH R.0208045 PROGRAM DIPLOMA IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2012 to user 6

PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, Juni 2012 Siti Nurjanah NIM. R0208045

PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan kemurahan-nya memberikan kesehatan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Reaching di PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Sains Terapan pada Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari budi baik dan bimbingan berbaagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. S.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Ibu Ipop Sjarifah, Dra., M.Si selaku ketua Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 3. Ibu Arsita Eka P., dr., M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini 4. Ibu Seviana Rinawati., SKM selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran 5. Bapak Sarsono., Drs., M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan Skripsi ini 6. Pimpinan Perusahaan PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyaryang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 7. Bapak Yustari selaku Pembimbing Lapangan dan Ibu Ema bagian Personalia atas bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan penelitian dalam skripsi ini 8. Seluruh tenaga kerja bagian reaching PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar atas kesediaanya menjadi subjek penelitian dalam membantu penyelesaian skripsi ini 9. Ayah dan Ibu serta adikku yang telah memberikan dukungan setiap saat baik secara moril dan materil serta kasih sayang yang tulus kepada penulis 10. Teman-teman seperjuanganku Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Angkatan 2008 (Kesjapan) yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. 11. Semua pihak yang membantu penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih sangat jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sehingga dapat dijadikan masukan. Akhir kata penulis berharap laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk menambah pengetahuan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan. Surakarta, Juni 2012 Penulis

ABSTRAK Siti Nurjanah. R0208045, 2012. Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Reaching di PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar.Skripsi. Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang : Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja duduk dalam waktu lama tanpa adanya penyesuaian bisa menyebabkan melembeknya otot-otot perut, melengkungnya tulang belakang dan gangguan pada organ pernapasan dan pencernaan. Sikap tubuh yang buruk dalam bekerja baik dalam posisi duduk maupun berdiri akan meningkatkan risiko terjadinya gangguan sistem muskuloskeletal. Metode : Jenis penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah 30 pekerja wanita di bagian reaching dengan menggunakan teknik Sampling jenuh. Data sikap kerja duduk diperoleh dengan melakukan pengamatan dan menggunakan metode RULA (Rapid Upper Limb Assesment). Data keluhan muskuloskeletal diperoleh dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map. Analisis data yang digunakan adalah uji statistic Gamma dan Somers D dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.00. Hasil : Hasil penelitian sikap kerja duduk menunjukkan subjek dengan tingkat aksi level 2 sebanyak 19 orang (63,33%) dan tingkat aksi level 3 sebanyak 11 orang (36,67%). Hasil penelitian keluhan musculoskeletal menunjukkan subjek dengan tingkat aksi kategori rendah sebanyak 14 orang (46,67%) dan tingkat aksi kategori sedang sebanyak 16 orang (53,33%). Hasil uji statistik dengan Gamma dan Somers D menunjukkan p < 0,05 yang artinya terdapat korelasi bermakna antara dua variabel yang diuji. Kesimpulan : Penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa ada hubungan sikap kerja duduk dengan keluhan musculoskeletal pada pekerja bagian reaching di PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar.. Kata Kunci : Sikap Kerja Duduk, Keluhan Muskuloskeletal

ABSTRACT Siti Nurjanah. R0208045, 2012. Correlation of Work Sitting Posture with Musculoskeletal Disorders in Reaching Section Workers at PT. Delta Merlin Kebakkramat Karanganyar. Skripsi. Occupational Health and Safety Study Program, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background : Job in a long time with a fixed position or same both standing or sitting would cause discomfort. Work sitting posture for long periods without any adjustment could cause flaccid abdominal muscles, curved spine and disorders of the respiratory and digestive organs. Poor posture at work either in sitting or standing position will increase the risk of musculoskeletal disorders. Methode : The research was an observational analytic research with cross sectional approach. Study sample was 30 women subject in reaching section used total sampling. Data obtained by sat-working posture and make observations with Rula (Rapid Upper Limb Assessment) method. Musculoskeletal Disorders data obtained used a questionnaire Nordic Body Map. The data analyzed by Gamma and Somers'D statistic test used SPSS program version 16.00. Result : The results of seated working posture show that there were 19 subject with the action level 2 (63,33%) and 11 subject with the action level 3 (36,67%). The results indicate musculoskeletal disorders show that there were 14 people (46,67%) with low levels of action category and 16 people (53,33%) with medium levels of action category. The results of statistical tests with Gamma and Somers'D indicate p <0.05, which means there is a significant correlation between two variables tested. Conclusion : This research can be concluded that there were correlation of Work Sitting Posture with Musculoskeletal Disorders in Reaching Section Workers at PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar. Kata Kunci : Work Sitting Posture, Musculoskeletal Disorders

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv vi vii ix x xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan... 4 1. Tujuan Umum... 4 2. Tujuan Khusus... 4 D. Manfaat... 4 BAB II. LANDASAN TEORI... 6 A. Tinjauan Pustaka... 6 1. Ergonomi... 6 2. Sikap Kerja Duduk... 11 3. Keluhan Muskuloskeletal... 15 4. Penilaian Sikap Kerja Duduk dengan Metode RULA... 25 5. Penilaian Keluhan Muskuloskeletal dengan NBM... 30 6. Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal... 31 B. Kerangka Pemikiran... 35 C. Hipotesis... 36 BAB III. METODE PENELITIAN... 37 A. Jenis Penelitian... 37 B. Lokasi dan Waktu Penelitian... 37 C. Populasi Penelitian... 37 D. Teknik Sampling... 38 E. Identifikasi Variabel Penelitian... 38 F. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 40 G. Desain Penelitian... 42 H. Instrumen Penelitian... 43 I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN... 47 A. Gambaran Umum Perusahaan... 47 B. Karakteristik Subjek Penelitian... 49 C. Hasil Pengukuran Lingkungan Kerja... 50 D. Hasil pengukuran Kursi Kerja dan Anthropometri Tenaga Kerja 51 E. Hasil Penilaian Sikap Kerja Duduk dengan Metode RULA... 54 F. Hasil Penilaian Keluhan Muskuloskeletal dengan NBM... 56 G. Uji Statistik Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal 57 BAB V. PEMBAHASAN... 59 A. Analisa Kondisi Umum Perusahaan... 59 B. Analisa Karakteristik Subjek Penelitian... 60 C. Analisa Pengukuran Lingkungan Kerja... 62 D. Analisa Kursi Kerja dengan Anthropometri Tenaga Kerja... 63 E. Analisa Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan... 64 Muskuloskeletal F. Keterbatasan Penelitian.... 65 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN... 66 A. Simpulan... 66 B. Saran... 67 DAFTAR PUSTAKA... 68 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL Tabel 1. Tingkat Aksi yang Diperlukan Berdasarkan Grand Skor... 29 Tabel 2. Definisi Operasional Penilaian Nordic Body Map... 30 Tabel 3. Klasifikasi Subjektifitas Tingkat Risiko Otot Skeletal Berdasarkan Total Skor Individu... 31 Tabel 4. Distribusi Data Karakteristik Subjek Penelitian... 48 Tabel 5. Data Hasil Pengukuran Mikroklimat untuk Area Kerja Bagian Reaching.. 50 Tabel 6. Hasil Pengukuran Kursi Kerja... 50 Tabel 7. Hasil Pengukuran Anthropometri Pekerja... 52 Tabel 8. Hasil Penilaian Sikap Kerja Duduk dengan Metode RULA... 54 Tabel 9. Distribusi Data Tingkat Aksi Sikap Kerja Duduk... 55 Tabel 10.Penilaian Keluhan Muskuloskeletal dengan NBM... 55 Tabel 11.Distribusi Data Keluhan Muskuloskeletal... 56

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Sikap Duduk... 11 Gambar 2. Kerangka Pemikiran... 35 Gambar 3. Identifikasi Variabel Penelitian... 39 Gambar 4. Desain Penelitian... 42

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian dari PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar Lampiran 3. Surat Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lampiran 4. Lembar Kerja Penilaian RULA Lampiran 5. Kuesioner Nordic Body Map Lampiran 6. Tabel Identitas Pekerja Perempuan Bagian Reaching Lampiran 7. Tabel Hasil Skoring RULA Lampiran 8. Tabel Skor Penilaian Keluhan Muskuloskeletal dengan NBM Lampiran 9. Tabel Hasil Pengukuran Denyut Nadi Lampiran 10. Uji Statistik dengan Gamma dan Somers D Lampiran 11. Dokumentasi Foto Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organisation) dan GATT (General Agreement Tarifs and Trade) yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja (Departemen Kesehatan, 2008). Tenaga kerja mempunyai peranan penting dalam pembangunan sebagai unsur penunjang keberhasilan pembangunan nasional. Karena tenaga kerja mempunyai hubungan dengan perusahaan dan mempunyai kegiatan usaha yang produktif. Di samping itu tenaga kerja sebagai suatu unsur yang langsung berhadapan dengan berbagai akibat dari kemajuan teknologi di bidang industri, sehingga sewajarnya kepada mereka diberikan perlindungan

pemeliharaan kesehatan dan pengembangan terhadap kesejahteraan atau jaminan nasional (Suma mur, 2009). Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan, kepala dan anggota tubuh (tangan dan kaki) baik dalam hubungan antar bagian-bagian tubuh tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktorfaktor yang paling berpengaruh meliputi sudut persendian, inklinasi vertikal badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat penambahan atau pengurangan bentuk kurva tulang belakang. Faktor-faktor tersebut akan menentukan efisien atau tidaknya sikap tubuh dalam bekerja (Pangaribuan, 2009). Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap/sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah. Sedangkan sikap kerja duduk dalam waktu lama tanpa adanya penyesuaian bisa menyebabkan melembeknya otot-otot perut, melengkungnya tulang belakang dan gangguan pada organ pernapasan dan pencernaan (Pangaribuan, 2009). Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan sakit, nyeri, pegal-pegal dan lainnya pada sistem otot (muskuloskeletal) seperti tendon, pembuluh darah, sendi, tulang, syaraf dan lainnya yang disebabkan oleh aktivitas kerja. Keluhan muskuloskeletal sering juga dinamakan MSD (Musculoskeletal

Disorder), RSI (Repetitive Strain Injuries), CTD (Cumulative Trauma Disorders) dan RMI (Repetitive Motion Injury) (OHSCOs, 2007). PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat Karanganyar merupakan perusahaan yang bergerak di bidang textile yang beroperasi 24 jam setiap harinya. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 5 pekerja di bagian reaching (pekerjaan memasukkan helai benang ke dalam dropper), dapat diketahui bahwa 5 pekerja tersebut terindikasi mengalami keluhan pada sistem muskuloskeletal. Sikap kerja tidak alamiah yang dilakukan oleh tenaga kerja merupakan suatu keterpaksaan karena kondisi lingkungan dan tempat kerja yang memaksa tenaga kerja mengambil sikap demikian. Pekerja dalam melakukan pekerjaannya adalah dengan posisi duduk dengan tidak menggunakan kursi yang ergonomis. Dari sikap duduk yang tidak alamiah ini yang menyebabkan pekerja mengalami keluhan muskuloskeletal terutama pada bagian leher, bahu, punggung, dan pantat. Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Reaching PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu Apakah ada Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal

pada Pekerja Bagian Reaching di PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui apakah ada Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Reaching di PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dirasakan pekerja bagian Reaching di PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar dengan menggunakan Nordic Body Map. D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa ada Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Reaching di PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar. 2. Praktis a. Bagi Peneliti Sebagai pengalaman langsung bagi peneliti dalam melakukan penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah khususnya mengenai masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja.

b. Bagi Institusi Sebagai bahan pustaka di Program Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam pengembangan ilmu Kesehatan Kerja khususnya dibidang ergonomi. c. Bagi Tenaga Kerja Sebagai pengetahuan tambahan bagi tenaga kerja tentang sikap kerja yang ergonomis sehingga dapat menghindari keluhan-keluhan akibat tempat kerja yang tidak ergonomis. d. Bagi Pengusaha Sebagai bahan masukan dan kajian bagi pengusaha dalam meningkatkan kesehatan pekerjanya dan untuk mengurangi penyakit yang berhubungan dengan muskuloskeletal.

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ergonomi a. Definisi ergonomi Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu Ergon yang berarti kerja dan Nomos yang berarti aturan/hukum. Jadi ergonomi secara singkat juga dapat diartikan sebagai aturan/hokum dalam bekerja. Secara umum ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kesesuaian pekerjaan, alat kerja dan atau tempat/lingkungan kerja dengan pekerjanya (Tarwaka, 2004). Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia (Sutalaksana, 2006), dimana secara hakiki akan berhubungan dengan segala aktivitas manusia yang dilakukan. Ergonomi merupakan salah satu hal yang mengarah pada peningkatan kualitas kehidupan kerja. Sedangkan aspek kualitas sendiri merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktivitas dan kualitas kerja. Manusia dalam hal ini sebagai objek makhluk pekerja yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam bekerja manusia biasanya menggunakan peralatan kerja dan berada dalam lingkungan kerja tertentu. Peralatan

kerja yang digunakan harus sesuai dengan manusia pemakai untuk mendukung fungsi tubuh yang sedang bekerja. Menurut Eko Nurmianto (2008) istilah ergonomi didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi juga didefinisikan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajarimanusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya (Sritomo Wignjosoebroto, 2003). Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja baik sektor modern maupun pada sector tradisional dan informal. Pada sektor modern penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan perencanaan yang tepat adalah syarat penting bagi efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Pada sektor tradisional pada umumnya dilakukan dengan tangan dan memakai peralatan serta dalam sikapsikap badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomi dapat diperbaiki. (Suma mur, 2009) Menurut Sugeng Budiono (2003) sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara ergonomi adalah yang memberikan rasa nyaman, aman, sehat, dan selamat dalam bekerja. Sikap tersebut dapat dilakukan dengan : 1) Menghindarkan sikap yang tidak ergonomis dalam bekerja. 2) Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya.

3) Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya. 4) Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk atau berdiri secara bergantian. b. Tujuan Ergonomi 1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental dan mengupayakan kepuasan kerja. 2) Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama waktu produktif maupun setelah tidak produktif. 3) Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari sistem kerja, sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. c. Aspek Ergonomi Ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi yang perlu diperhatikan, antara lain : 1) Faktor manusia Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun dikenal istilah Human Centered Design (HCD)

atau perancangan berpusat pada manusia. Perancangan dengan prinsip HCD, berdasarkan pada karakter-karakter manusia yang akan berinteraksi dengan produknya. Sebagai titik sentral maka unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi patokan dalam penataan suatu produk yang ergonomis. Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor dari dalam (internal factors) dan faktor dari luar (external factors). Tergolong dalam faktor dari dalam (internal factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh. Sedangkan faktor dari luar (external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia, seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi, dan adat istiadat. 2) Faktor Anthropometri Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia, terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna menjamin adanya sistem kerja yang baik.

Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah. 3) Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain SOP (Standard Operating Procedures) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya. 4) Faktor Pengorganisasian Kerja Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari

diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakan kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Tarwaka, 2010). 2. Sikap Kerja Duduk Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang berbeda-beda terhadap tubuh. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh (Tarwaka, 2004). Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan, tekanan tersebut sekitar 100%, cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau saraf belakang daripada sikap duduk yang condong kedepan (Tarwaka, 2004). Gambar commit 1. Sikap to user Duduk Sumber : Eko Nurmianto (2008)

Posisi duduk pada otot rangka (muskuloskeletal) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar (Eko Nurmianto, 2008). Pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja sambil duduk menurut Suma mur (2009) adalah sebagai berikut : a. Kurangnya kelelahan pada kaki b. Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah c. Berkurangnya pemakaian energi d. Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah Namun begitu, terdapat pula kerugian sebagai akibat bekerja sambil duduk menurut Suma mur (2009), yaitu : a. Melembeknya otot-otot perut b. Melengkungnya punggung c. Tidak baik bagi alat-alat dalam, khususnya peralatan pencernaan, jika posisi dilakukan membungkuk Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis dalam waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada pekerja antara lain : (Sritomo Wignjosoebroto 2003).

a. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain-lain. b. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja. c. Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan menggerakkan kaki, tangan atau leher/kepala). d. Dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh (tulang miring, bongkok). Menurut Sritomo Wignjosoebroto (2003) sikap tubuh dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat petunjuk dan cara-cara harus mengoperasikan mesin (macam gerak, arah dan kekuatan). Untuk bisa mencapai efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal serta memberikan rasa nyaman pada saat bekerja bisa dilakukan dengan cara : a. Menghindarkan sikap tubuh yang tidak alamiah. b. Mengusahakan agar beban statis sekecil mungkin. c. Membuat dan menentukan kriteria serta ukuran baku tentang sarana kerja (meja, kursi, dan lain-lain.) yang sesuai dengan antropometri pemakainya. d. Mengupayakan agar sebisa mungkin pekerjaan dilakukan dengan sikap duduk atau kombinasi duduk dan berdiri. Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada di belakang serta bokong menyentuh belakang

kursi. Caranya, duduk diujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C. setelah itu tegakkan badan buatlah lengkungan lebih sebisa mungkin, tahan untuk beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan (sekitar 10 derajat). Posisi duduk inilah yang terbaik. Duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua kaki tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar ke 2 kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi sama lebih dari 20 30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, juga bahu tetap rileks (Eko Nurmianto, 2008). Sikap kerja duduk yang kurang baik atau keliru menurut Wahyu Purwanto (2004) akan menyebabkan berbagai masalah terutama yang berhubungan dengan tulang belakang, karena tekanan pada tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, bila dibandingkan dengan saat berdiri maupun berbaring. Jika tekanan tersebut diasumsikan sekitar 100%, maka besarnya tekanan pada posisi duduk yang tegang (erect posture) adalah 140% dan posisi duduk mengbungkuk ke depan tekanannya adalah 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat syaraf belakang daripada sikap duduk yang condong kedepan. Sikap tubuh yang dipaksakan adalah salah satu penyebab umum CTDs. Kemunculannya sering tidak disadari sampai terjadinya inflamasi, syaraf nyeri dan mengerut, atau aliran darah tersumbat (Eko Nurmianto, 2003).

3. Keluhan Muskuloskeletal Menurut Fitrihana (2008) keluhan muskuloskeletal adalah keluhan sakit, nyeri, pegal-pegal dan lainnya pada sistem otot (muskuloskeletal) seperti tendon, pembuluh darah, sendi, tulang, syaraf dan lainnya yang disebabkan oleh aktivitas kerja. Keluhan muskuloskeletal sering juga dinamakan CTD. Sedangkan menurut Tarwaka (2004) keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai pada yang sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini disebut juga musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Keluhan sementara (Reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, keluhan tersebut segera hilang apabila pembebanan dihentikan. b. Keluhan menetap (Persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih berlanjut. Faktor Penyebab Keluhan pada Sistem Muskulosekeletal : a. Kesalahan dan lamanya waktu duduk Sakit pinggang terjadi karena kesalahan dan lamanya waktu duduk. Saat bekerja tubuh dituntut untuk berada dalam posisi yang

sama untuk waktu yang lama terutama pekerja dalam bidang manufaktur. Jika kondisi tidak nyaman terjadi, maka tubuh akan tertekan dan berakibat timbulnya sakit pinggang atau pegal-pegal. b. Pengaruh kursi kerja Kursi yang ergonomi adalah kursi yang dapat diatur agar sesuai dengan kondisi badan baik tinggi maupun sandarannya. Hal ini akan membuat bagian belakang tubuh seseorang merasakan rileks sebab terdapat sandaran untuk menopang bagian punggungnya. Jika kursi terlalu tinggi kita dapat menggunakan bantalan atau pijakan untuk kaki agar kaki kita tidak menggantung. Kita juga dapat menggunakan kursi yang empuk dengan meletakkan busa pada letak dudukan. Ini akan menyebabkan pinggang kita merasakan nyaman. Terakhir jika kita menggunakan kursi yang memiliki sandaran tangan kita harus memperhatikan bentuk sandaran itu agar posisi tangan tidak ketinggian. Dalam bekerja faktor tempat duduk sangat penting karena dengan tempat duduk yang nyaman kita akan dapat bekerja dengan baik dan sehat. (Suma mur, 2009). Peter Vi (2000) dalam Tarwaka (2010) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal antara lain sebagai berikut : a. Peregangan otot yang berlebihan Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik,

dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal. b. Aktivitas berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh waktu untuk relaksasi. c. Sikap kerja tidak alamiah Posisi bagian tubuh yang bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya dapat menyebabkan keluhan pada otot skeletal. d. Faktor penyebab sekunder Faktor skunder yang juga berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal adalah tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, getaran dan mikroklimat. e. Penyebab kombinasi Risiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan tugasnya pekerja dihadapkan pada beberapa

faktor risiko dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas mengangkat beban di bawah tekanan panas matahari. Adapun faktor penyebab sekunder antara lain : a. Tekanan Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot menetap. b. Getaran Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma mur, 2009). c. Mikroklimat Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot menurun (Astrand & Rodhl,1977;Pulat, 1992;Wilson & Corlett, 1992). Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh

untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Menurut Suma mur (1982) dan Grandjean (1993), apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot. (Tarwaka, 2010) Beberapa faktor internal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu : a. Umur Chaffin (1979) dan Guo, dkk. (1995) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai pertama dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat. Sebagai contoh, Betti e, dkk 1989 telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan di atas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur.

b. Jenis kelamin Beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria. Astrand, dkk (1997) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot priapun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti e, dkk (1989) menunjukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang, dkk. (1993), Bernard, dkk. (1994), Heles, dkk. (1994) dan johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1 : 3. Dari uraian tersebut, maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam mendesain beban tugas. c. Kebiasaan Merokok Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan merokok terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Boshuizen, et.al. (1993) menemukan hubungan yang

signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. d. Kesegaran Jasmani Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pergerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh. Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady, dkk. (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8%. Hal ini juga diperkuat Betti e, dkk (1989) yang menyatakan hasil penelitian terhadap para

penerbang menunjukkan bahwa kelompok penerbang dengan tingkat kesegaran tubuh yang tinggi mempunyai risiko yang sangat kecil terhadap risiko cedera otot. Berdasarkan uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa, tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan bertambahnya aktivitas fisik. e. Kekuatan Fisik Chaffin dan Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Secara fisiologis ada yang dilahirkan struktur otot yang mempunyai kekuatan fisik lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya. Dalam kondisi kekuatan yang berbeda ini, apabila harus melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, jelas yang mempunyai kekuatan otot rendah akan lebih rentan terhadap risiko cidera otot. f. Ukuran Tubuh Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan masssa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. Apabila dicermati, keluhan sistim muskuloskeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih

disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik berat tubuh maupun beban tambahan lainnya. (Tarwaka, 2010) Faktor eksternal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu : a. Lama kerja/waktu kerja Waktu kerja bagi seseorang menentukan efesiensi dan produktivitasnya. Lamanya seorang bekerja sehari baik pada umumnya 6 8 jam. Dalam Seminggu orang hanya bisa bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu kecenderungan timbulnya hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah 40 jam kerja. Seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung kepada berbagai faktor. Penelitian-penelitian menunjukan bahwa pengurangan jam kerja dari 81/4 ke 8 jam disertai meningkatnya efesiensi kerja dengan kenaikan produktivitas 3 sampai 10%. Kecenderungan ini lebih terlihat pada pekerjaan yang dilakukan dengan tangan (Suma,mur, 2009). b. Tekanan melalui fisik (beban kerja) Beban kerja pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa

yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut larut mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis. Perasaan lelah pada keadaan ini kerap muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja, misalnya berupa perasaan kebencian yang bersumber dari perasaan emosi (Sugeng Budiono, 2003). Sejumlah orang kerap kali menunjukkan gejala seperti berikut : 1) Meningkatnya ketidakstabilan jiwa 2) Depresi 3) Kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja 4) Meningkatnya sejumlah penyakit fisik Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Akobundu et al, 2008). Gejala MSDs biasanya sering disertai dengan keluhan subjektif sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan tersebut. Akobundu et

al (2008) mengungkapkan gejala terjadinya MSDs terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: a. Tahap 1 atau awal : Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan pafa bagian tubuh yang tertentu selama jam kerja tapi biasanya menghilang setelah waktu kerja usai atau di malam hari. Tidak berpengaruh terhadap performa kerja. Efek ini pulih setelah istirahat. b. Tahap 2 atau intermediate : Gejala tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah bekerja atau sakit dan kelelahan pada bagian tubuh tertentu yang muncul pada awal shift kerja dan bertahan di malam hari. Tidur mungkin terganggu, kadang-kadang menyebabkan menurunnya performa kerja secara bertahap. c. Tahap 3 atau akhir : Gejala atau sakit, kelelahan dan kelemahan tidak menghilang meskipun sudah istirahat, nyeri terjadi ketika bekerja secara repetitif. Tidur terganggu, sulit melakukan pekerjaan bahkan pekerjaan yang ringan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja. Pemulihan pada tahap ini bisa berlangsung selama 6-24 bulan. Tidak semua orang melewati tahap ini dengan cara yang sama. Bahkan, mungkin sulit untuk kapan tepatnya satu tahap berakhir dan tahap berikutnya mulai. 4. Penilaian Sikap Kerja Duduk dengan Metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

Metode RULA pertama kali dikembangkan oleh Lynn McAtamney dan Nigel Corlett, E (1993), seorang ahli ergonomi dari Nottingham s Institute of Occupational Ergonimics England. Metode ini prinsip dasarnya hamper sama dengan metode REBA (Rapid Entire Body Assesment) maupun metode OWAS (Ovako Postur Analysis System). Ketiga metode ini (RULA, REBA, dan OWAS) sama-sama mengobservasi segmen tubuh khususnya upper limb dan mentransfernya dalam bentuk scoring. Selanjutnya, skor final yang diperoleh akan digunakan sebagai pertimbangan untuk memberikan saran perbaikan secara tepat. Metode RULA merupakan suatu metode dengan menggunakan target postur tubuh untuk mengestimasi terjadinya risiko gangguan otot skeletal, khususnya pada anggota tubuh bagian atas (upper limb disorders), seperti; adanya gerakan repetitif, pekerjaan diperlukan pengerahan kekuatan, aktivitas otot statis pada otot skeletal, dan lain-lain. Penilaian dengan metode RULA ini merupakan penilaian yang sistematis dan cepat terhadap risiko terjadinya gangguan dengan menunjuk bagian anggota tubuh pekerja yang mengalami gangguan tersebut. Analisis dapat dilakukan sebelum dan sesudah intervensi, untuk menunjukkan bahwa intervensi yang diberikan akan dapat menurunkan risiko cedera. Di dalam aplikasi, metode RULA dapat digunakan untuk menentukan prioritas pekerjaan berdasarkan factor risiko cedera. Hal ini dilakukan dengan membandingkan nilai-nilai tugas yang berbeda yang dievaluasi menggunakan metode RULA. Metode ini juga dapat digunakan

untuk mencari tindakan yang paling efektif untuk pekerjaan yang memiliki risiko relative tinggi. Analisis dapat menetukan kontribusi tiap faktor terhadap suatu pekerjaan secara keseluruhan dengan cara melalui nilai tiap faktor risiko. Disamping itu, metode RULA merupakan alat untuk melakukan analisis awal yang mampu menentukan seberapa jauh risiko pekerja yang terpengaruh oleh faktor-faktor penyebab cedera, yaitu : a. Postur tubuh b. Kontraksi otot statis c. Gerakan repetitif d. Pengerahan tenaga dan pembebanan Di dalam aplikasi metode RULA, tentunya juga mempunyai keterbatasan. Metode ini hanya terfokus pada faktor-faktor risiko terpilih yang dievaluasi. RULA tidak mempertimbangkan faktor risiko cedera pada keadaan seperti : a. Waktu kerja tanpa istirahat b. Variasi individual pekerja, seperti : umur, pengalaman, ukuran tunuh, kekuatan, atau sejarah kesehatannya c. Faktor-faktor lingkungan kerja d. Faktor-faktor psiko-sosial Keterbatasan lain pada metode ini adalah bahwa penilaian postur pekerja juga tidak meliputi analisis posisi ibu jari atau jari-jari tersebut ikut dihitung. Tidak dilakukan pengukuran waktu, meskipun faktor waktu

menjadi penting karena berhubungan dengan kelelahan otot dan kerusakan jaringan akibat kontraksi otot. Aplikasi metode RULA ini dimulai dengan mengobservasi aktivitas pekerja selama beberapa siklus kerja. Dari observasi tersebut, dipilih pekerjaan dan postur tubuh yang paling signifikan. Pada saat memilih postur tubuh saat kerja, perlu mempertimbangkan aspek-aspek seperti; durasi, atau beberapa postur tubu8h yang mengalami pembebanan berlebih, yang selanjutnya postur tubuh tersebut dinilai. Jika siklus kerja cukup panjang, akan lebih baik untuk melakukan penilaian dengan interval secara reguler. Dalam hal demikian, maka lama waktu terhadap postur tubuh yang mengalami pembebanan tersebut perlu dipertimbangkan. Pengukuran terhadap postur tubuh dengan metode RULA pada prinsipnya adalah mengukur sudut dasar yaitu susut yang dibentuk oleh perbedaan anggota tubuh (limbs) denagn titik tertentu pada postur tubuh yang dinilai. Pengukuran ini dapat secra langsung dilakukan pada pekerja dengan menggunakan peralatan pengukur sudut, seperti; busur, elektrogoniometer, atau peralatan ukur sudut lainnya atau juga dengan kamera. Metode ini, harus dilakukan terhadap kedua sisi anggota tubuh kiri dan kanan. Metode RULA membagi anggota tubuh kedalam dua (2) segmen yang membentuk dua (2) grup yang terpisah yaitu Group A dan B. Group A meliputi anggota tubuh bagian atas (lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan). Sementara itu, Group B meliputi kaki, badan (trunk) dan leher. Selanjutnya skor A dan B dihitung dengan menggunakan

table dengan memasukkan skor untuk masing-masing postur tubuh secara individu. Skor postur tubuh untuk masing-masing anggota tubuh didapatkan dari pengukuran sudut yang dibentuk oleh perbedaan anggota tubuh pekerja. Selanjutnya, skor postur tubuh total untuk group A dan B dapat dimodifikasi tergantung pada jenis aktivitas otot yang terlibat dan pengerahan tenaga selama melakukan pekerjaan. Terakhir, skor final didapatkan dari hasil modifikasi dari nilai total. Grand skor yang diperoleh merupakan proporsional dari risiko yang terjadi selama pekerjaan berlangsung, sehingga skor tertinggi mengindikasikan risiko gangguan otot skeletal yang tertinggi pula. Metode RULA ini membagi grand skor ke dalam tingkat aksi yang dilakukan (action levels) sebagai pedoman yang dibuat setelah dilakukan penilaian di dalam penentuan skor. Tingkat aktivitas ini dibuat dengan rentang nilai 1 (tidak ada risiko atau batas diperkenankan tanpa risiko yang berarti) s/d 4 (mengindikasikan perlu adanya perbaikan segera karena berada pada tingkat risiko tinggi). Tabel 1. Tingkat Aksi yang diperlukan Berdasarkan Grand Skor Level Tingkat aksi dari RULA 1 Apabila grand skor adalah 1 atau 2, tidak masalah dengan postur tubuh selama bekerja 2 Apabila grand skor adalah 3 atau 4, diperlukan investigasi lebih lanjut, mungkin diperlukan adanya perubahan untuk perbaikan sikap kerja 3 Apabila grand skor adalah 5 atau 6, diperlukan adanya investigasi dan perbaikan segera 4 Apabila grand skor adalah 7+, diperlukan adanya investigasi dan perbaikan secepat mungkin Sumber : Tarwaka (2010)

Selanjutnya, secara ringkas akan dijelaskan prosedur aplikasi metode RULA, sebagai berikut : a. Menentukan siklus kerja dan mengobservasi pekerja selama variasi siklus kerja tersebut. b. Memilih postur kerja yang akan dinilai. c. Memutuskan untuk menilai kedua sisi anggota tubuh. d. Menentukan skor postur tubuh untuk masing-masing anggota tubuh. e. Menghitung grand score dan action level untuk menilai kemungkinan risiko yang terjadi. f. Merevisi skor postur tubuh untuk anggota tubuh yang berbeda yang digunakan untuk menentukan dimana perbaikan diperlukan. g. Redesain stasiun kerja atau mengadakan perubahan untuk perbaikan postur tubuh saat kerja bila diperlukan. h. Jika perubahan untuk perbaikan telah dilakukan, perlu melakukan penilaian kembali terhadap postur tubuh dengan metode RULA untuk memastikan bahwa perbaikan telah berjalan sesuai yang diinginkan. (Tarwaka, 2010) B. Penilaian keluhan muskuloskeletal dengan metode NBM (Nordic Body Map) Nordic Body Map merupakan metode lanjutan yang dapat digunakan setelah selesai dilakukan observasi dengan metode RULA. Metode NBM

meliputi 28 bagian otot-otot skeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan paling bawah yaitu otot pada kaki. Pengukuran gangguan otot skeletal dengan menggunakan kuisioner NBM digunakan untuk menilai tingkat keparahan gangguan otot skeletal individu dalam kelompok kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang dapat merepresentasikan populasi secara keseluruhan (Tarwaka, 2010). Penilaian metode NBM menggunakan 4 skala likert, yaitu : Tabel 2. Definisi Operasional Penilaian Nordic Body Map Skor Definisi Operasional 1 Tidak ada keluhan atau kenyerian atau tidak ada rasa sakit sama sekali yang dirasakan oleh pekerja (tidak sakit) 2 Dirasakan ada sedikit rasa keluhan atau kenyerian pada otot skeletal (agak sakit) 3 Adanya keluhan atau kenyerian atau sakit pada otot skeletal (sakit) 4 Keluhan sangat sakit atau sangat nyeri pada otot skeletal (sangat sakit) Sumber : Tarwaka (2010) Setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuisioner maka langkah berikutnya adalah perhitungan skor individu dari seluruh otot skelatal (28 bagian otot skeletal). Pada desain 4 skala likert ini, maka akan diperoleh skor individu terendah 28 dan skor tertinggi 112 (Tarwaka, 2010). Setelah didapatkan total skor individu melalui perhitungan maka langkah selanjutnya adalah penentuan tingkat resiko keluhan muskuloskeletal dan tindakan perbaikan yang semestinya dilakukan. Penentuan tingkat risiko berdasarkan total skor individu dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3. Klasifikasi Subjektifitas Tingkat Risiko Otot Skeletal Berdasarkan Total Skor Individu Tingkat Aksi Skor Individu Tingkat Risiko Tindakan Perbaikan 1 28 49 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan 2 50 70 Sedang Mungkin diperlukan tindakan dikemudian hari 3 71 91 Tinggi Diperlukan tindakan segera 4 91 112 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan menyeluruh sesegera mungkin Sumber : Tarwaka (2010) C. Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada umumnya terdapat dua posisi dalam bekerja yaitu berdiri, duduk, dan keduanya. Pada posisi duduk dapat diharapkan untuk mengurangi beban statis, untuk menjaga postur tubuh, meningkatkan sirkulasi darah. Pada posisi berdiri karyawan akan cenderung banyak mengalami beban kerja psikologis. Berdiri dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan cairan tubuh dan darah menumpuk di kaki. Hal ini dapat mengakibatkan varises (Anies, 2005). Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap/sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja duduk dalam waktu lama tanpa adanya penyesuaian bisa menyebabkan melembeknya otot-otot perut, melengkungnya tulang belakang dan gangguan pada organ pernapasan dan pencernaan (Anies, 2005). Menurut Meister (1976) kesalahan postur kerja dapat terjadi dalam proses operasi akibat rancangan fasilitas kerja yang buruk. Pekerjaan duduk