BAB I PENDAHULUAN. mempunyai rasa untuk memiliki dan bersedia untuk memberikan. kontribusi untuk membangun suatu sistem kerjasama yang sangat penting

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI. JUDUL i. LEMBAR PENGESAHAN ii. ABSTRAK... iii. KATA PENGANTAR iv. DAFTAR ISI... v. 1.1 Latar Belakang Masalah. 1

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman. Salah satu yang mendukung perkembangan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1990-an mulai terjadi perubahan besar-besaran dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan perusahaan provider telekomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. baik bencana alam maupun bencana sosial (Perang, krisis ekonomi dan lain-lain).

BAB I PENDAHULUAN. dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu

BAB I PENDAHULUAN. ini, berdampak pada kritisnya masyarakat Indonesia dalam menerima produk jasa.

BAB I PENDAHULUAN. SMAN X Kota Purwakarta merupakan satu-satunya Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi di Indonesia yang saat ini semakin pesat memunculkan

BAB I PENDAHULUAN. Radio merupakan salah satu bentuk media massa elektronik yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak hanya berlomba-lomba untuk mendapatkan keuntungan yang besar,

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan. maksud memeroleh atau membantu memeroleh pendapatan atau gaji

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Perawat bagian rawat inap Rumah Sakit X menunjukkan derajat OCB

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan keuntungan yang memadai bagi perusahaan dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Kebakaran dapat terjadi setiap saat, dimana saja dan kapan saja. Kebakaran terjadi

BAB I PENDAHULUAN. besar seperti Jakarta dan Bandung, perkembangan di bidang fashion, perfilman,

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi sorotan bagi organisasi untuk tetap dapat

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan minyak bumi yang dihasilkan oleh Indonesia. PT. X terus berusaha

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi pada saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya

TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam bidang transportasi juga semakin meningkat. Di era

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

BAB I PENDAHULUAN. sejarah, tetapi juga estetis. Ketiga, bussines for fashion terus berkembang di kota ini

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara job..., Putriani Pradipta Utami Setiawan, FISIP Universitas UI, 2010 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya akan berelasi dengan orang lain pun akan meningkat. Individu akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel Tergantung : Organizational Citizenship Behavior. B. Definisi Operasional

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan setelah mengalami adanya gangguan/keluhan pada tubuhnya, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah

BAB I. Pendahuluan. terus menerus membutuhkan pasokan energi yang digunakan untuk dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. peran yang sangat penting disamping sumber-sumber daya lain yang dimiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

LAMPIRAN A VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR. 1. Validitas Alat Ukur OCB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK X DI BANDUNG. Akira Devi Jatmika ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan

I. PENDAHULUAN. Setiap organisasi tentunya membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda dunia mengharuskan perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai perusahaan terdiri atas sekumpulan orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal, selain kualitas SDM, sistem dalam organisasi, prosedur

BAB I PENDAHULUAN. siap terhadap perubahan tersebut. Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan serta Kementrian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata

LAMPIRAN 1 KISI-KISI ALAT UKUR OCB. No. Dimensi Indikator Item

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja (job satisfaction) didefinisikan sebagai suatu perasaan positif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dinamika kerja di lingkungan industri dan organisasi akhir-akhir ini selalu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan menghadapi masalah dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk mengurangi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Mitra Balindo mendapatkan SIPPTKI dengan nomor KEP 302/MEN/VIII/2007. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan sumberdaya manusia yang berkualitas saat ini semakin

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan tugastugas

BAB II LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUN PUSTAKA. 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dari deskripsi pekerjaan. (Organ, 2006).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB V PENUTUP. bagi peneliti mendatang, dan saran bagi Pihak Manajemen Game Master.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia yang baik (SDM), berkualitas dan potensial merupakan

Judul : Pengaruh Keadilan Organisasional, Komitmen Organisasional, Dan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Organisasi pada hakekatnya merupakan sekumpulan orang yang mempunyai rasa untuk memiliki dan bersedia untuk memberikan kontribusi untuk membangun suatu sistem kerjasama yang sangat penting (Barnard, 1938 : 84, dalam Organ 2006). Dengan kata lain, organisasi merupakan kumpulan keinginan untuk berkoordinasi. Suatu sistem merupakan jaringan dari sub sub sistem yang saling terkait dan berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Begitu pun dengan gereja, Gereja merupakan organisasi non-profit dimana misi utamanya adalah sebagai badan pelayanan bagi jemaat maupun lingkungan. Bila kita berbicara mengenai kehidupan bergereja, maka kita tidak akan bisa lepas dari kehidupan berorganisasi dimana di dalamnya terdapat orang orang yang mempunyai keinginan untuk memberikan kontribusi untuk melayani jemaat. Agar misi utama terpenuhi, organisasi Gereja dituntut untuk memiliki kondisi organisasi yang kondusif bagi pengurus organisasi. Gereja x merupakan gereja yang mayoritas jemaatnya adalah pemuda. Pada setiap kebaktian, ± 60 % dari jumlah jemaat yang hadir adalah pemuda. Selain itu, jumlah jemaat dalam kebaktian pemuda 1

2 meningkat dari bulan ke bulan sebanyak 15 %. Saat ini, rata rata jemaat yang hadir di dalam kebaktian pemuda sebanyak 400 orang. Berdasarkan fakta tersebut, Komisi Pemuda memiliki peranan penting dalam pelayanan kepada jemaat pemuda yang merupakan mayoritas jemaat di dalam gereja x. Dalam struktur kepengurusan, Komisi Pemuda gereja x dipimpin oleh seorang ketua yang dibantu oleh satu orang sekretaris dan satu orang bendahara serta membawahi empat bidang pelayanan, yaitu bidang pembinaan, bidang kebersamaan, bidang oikumene masyarakat, bidang sarana penunjang. Sebelum menjadi pengurus, seorang calon pengurus dipilih berdasarkan kriteria pengamatan yang dilakukan oleh para pengurus Komisi Pemuda gereja x yang masih aktif. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan terhadap kinerja dan kecocokan dari calon pengurus dengan bidang pekerjaan yang akan dijalankannya. Seorang calon pengurus diberikan kesempatan untuk ikut dalam kepanitiaan kegiatan Komisi Pemuda gereja x sebelum menjabat sebagai pengurus Komisi Pemuda. Hal ini dilakukan agar kompetensi dasar seperti kemampuan berkomunikasi dalam organisasi, kemampuan memimpin dan manajemen waktu dapat terlihat dari calon pengurus. Kegiatan yang diadakan secara rutin oleh Komisi Pemuda gereja x adalah persekutuan doa setiap hari rabu, persekutuan pemuda setiap hari sabtu, dan kebaktian pemuda setiap hari minggu. Sedangkan ada

3 beberapa acara yang diprogramkan tiap bulan atau tiap 3 bulan sekali, diantaranya adalah kegiatan donor darah, kebersamaan jemaat pemuda, dan kegiatan setiap 2 tahun sekali yaitu kegiatan ret- ret pemuda. Masa kepengurusan untuk pengurus Komisi pemuda gereja x adalah selama 2 tahun. Komisi Pemuda gereja x memiliki visi Komisi Pemuda menjadi kelompok persekutuan yang membantu Majelis Jemaat melayani dan menjadi teladan bagi anggota jemaat kelompok usia 20 25 tahun, belum bekerja dan belum menikah. Sedangkan misi dari Komisi Pemuda adalah sebagai pusat pembinaan dan pelayanan pemuda / mahasiswa yang datang silih berganti mendorong mereka memikirkan masalah aktual dalam masyarakat dengan memanfaatkan berbagai disiplin ilmu dalam terang Firman Tuhan. Melalui visi dan misi tersebut, para pengurus Komisi Pemuda diharapkan mampu untuk memfasilitasi lewat program kegiatan yang mereka rancang. Komisi Pemuda berada di bawah koordinasi dari Majelis jemaat sebagai dewan tertinggi dalam gereja x. Dalam penjabaran misi tersebut, Komisi Pemuda dibagi menjadi 4 bidang pelayanan, yaitu bidang Kebersamaan yang memiliki tugas untuk membangun suasana kekeluargaan dalam Komisi Pemuda gereja x melalui kegiatan outbound, persekutuan doa, olahraga dan acara acara lainnya. Bidang Pembinaan yang bertugas untuk membina kerohanian dengan menyelenggarakan persekutuan dan juga kemampuan jemaat dalam kemampuan memimpin, bekerja dalam tim, pembinaan pemimpin liturgi. Bidang Oikumene Masyarakat yang bertugas untuk

4 memfasilitasi jemaat untuk memberi pelayanan kepada masyarakat luas melalui kegiatan donor darah bekerjasama dengan PMI cabang Bandung, beras peduli sesama, kunjungan ke panti asuhan. Bidang yang keempat adalah Sarana Penunjang yang bertugas memfasilitasi seluruh kegiatan yang diselenggarakan oleh Komisi Pemuda lewat pengadaan alat alat, dan juga fasilitas lain seperti mengadakan rapat pleno, buletin pemuda, dan juga memegang data base mengenai jemaat pemuda gereja x. Bila dibandingkan dengan anggota jemaat gereja x yang sudah resmi terdaftar dalam keanggotaan gereja, jumlah anggota jemaat pemuda yang terdaftar sebagai anggota gereja x masih lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah jemaat yang belum terdaftar sebagai anggota gereja x. Dalam hal ini jemaat pemuda yang belum terdaftar sebagai anggota gereja disebut jemaat simpatisan. Dari pengurus yang berjumlah 28 orang, pengurus komisi pemuda yang terdaftar sebagai anggota gereja x hanya 18 % saja, sisanya adalah pengurus yang merupakan jemaat simpatisan. Pengurus yang merupakan jemaat simpatisan masih berstatus sebagai mahasiswa yang kebanyakan berasal dari luar kota, sehingga kebanyakan dari mereka setelah menyelesaikan kuliah akan pergi dari kota Bandung. Fakta ini juga menggambarkan bahwa jemaat pemuda yang aktif melayani di kepengurusan pemuda sebagian besarnya adalah jemaat simpatisan. Hal ini berdampak terhadap turnover dari pengurus Komisi Pemuda menjadi tinggi. Fakta ini merupakan situasi yang terus berulang

5 dalam kepengurusan Komisi Pemuda gereja x dari tahun ke tahun dan tidak dapat dicegah. Oleh karena Komisi Pemuda gereja x memiliki peranan yang sangat penting dalam melayani jemaat gereja x yang mayoritasnya adalah jemaat pemuda, maka diperlukan kinerja yang lebih dari para pengurus yang tergabung di dalam kepengurusan Komisi Pemuda gereja x dalam memberikan pelayanan yang terbaik untuk para jemaat gereja x. Komisi Pemuda Kinerja yang diperlukan adalah perilaku untuk saling membantu tidak hanya di dalam bidangnya masing masing, melainkan antar sesama bidang pelayanan dalam kepengurusan Komisi Pemuda gereja x.. Peneliti melakukan wawancara dengan lima orang jemaat (non pengurus), didapatkan data bahwa semua jemaat merasa kurang terlayani karena kegiatan rutin dari Komisi Pemuda seperti kurang dipersiapkan dengan baik oleh pengurus, misalnya persekutuan pemuda yang mulai tidak tepat waktu dan hanya sedikit jumlah pengurus yang datang. Kesulitan dalam mencari pemimpin pujian dan pelayan musik dalam persekutuan doa dinilai jemaat sebagai indikasi kurang persiapan dari pengurus Komisi Pemuda. Berdasarkan fakta tersebut, peneliti melakukan wawancara terhadap ketua Komisi Pemuda gereja x, didapatkan data bahwa kurangnya kepedulian antar bidang. Sebagai contoh ada satu bidang yang

6 ditinggalkan oleh anggotanya karena alasan melanjutkan studi dan juga kesibukkan di kampus. Bidang tersebut kurang mendapatkan bantuan dari rekan pengurus yang lain dikarenakan pengurus yang lain beranggapan bahwa hal itu bukan kewajibannya Perilaku untuk saling membantu tidak hanya di dalam bidangnya masing masing, melainkan antar sesama bidang pelayanan dalam kepengurusan Komisi Pemuda gereja x menurut Organ (2006) adalah Organizational Citizenship Behavior. Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang bukan merupakan tugasnya (discretionary), tidak diarahkan dan tidak terkait dengan sistem reward, dan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi fungsi dari organisasi. (Organ, 1988 : 3, dalam Organ 2006 :3). Perilaku OCB ini ditujukan kepada seseorang secara langsung tanpa diarahkan oleh job description yang dimilikinya. Dasar dari perilaku OCB adalah perbuatan menolong secara spontan (tanpa ada arahan atau permintaan). Sementara itu, sebagai organisasi non-profit, gereja tidak memberikan reward berupa materi sehingga sistem reward lebih berbentuk kepuasan jemaat yang berdampak kepada kepuasan pribadi dari pengurus Komisi Pemuda. OCB memiliki lima dimensi menurut Podsakoff, MacKenzie, Moorman, dan Fetter (1990 dalam Organ 2006 : 251) yaitu Altruism, Conscientiousness, Sportsmanship, Courtesy, dan Civic virtue. Dalam menjalankan program programnya, para pengurus yang tergabung dalam kepengurusan Komisi Pemuda diharapkan mempunyai

7 tanggung jawab serta perilaku saling menolong dan mendukung antar pengurus Komisi Pemuda. Dalam hal ini, dituntut kerjasama yang dilakukan oleh para pengurus dalam kepengurusan Komisi Pemuda untuk menjalankan acara rutin seperti kebaktian pemuda. Diperlukan kerjasama antar pengurus yang tidak hanya tersirat dalam job description masing masing bidang saja, tetapi juga kemauan menolong anggota pengurus yang lain secara sukarela, tanpa harus dituliskan dalam job description. Bantuan yang diharapkan dilakukan secara spontan, tidak mengharapkan imbalan atau pujian dari rekan rekannya, dan dapat meningkatkan kinerja organisasi pemuda itu sendiri. Selain itu karena banyak pengurus yang sudah pergi menyebabkan ada beberapa bagian yang harus ditangani oleh satu orang. Hal ini akan menjadi lebih ringan apabila di dalamnya para pengurus dapat bekerjasama, salah satunya dengan memunculkan OCB di dalam kepengurusan Komisi Pemuda gereja x. Oleh karena adanya turn over dari para pengurusnya sehingga ada bagian bagian yang kosong karena tidak ada yang mengerjakan, perilaku OCB sangat penting diterapkan dalam Komisi Pemuda gereja x karena dapat membuat program program kerja dapat terlaksana tepat pada waktunya walaupun turnover tinggi. Hal ini menyebabkan kinerja organisasi menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu OCB dapat menghemat energi sumber daya angota dan memelihara fungsi kelompok. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moral, dan keeratan kelompok, sehingga anggota kelompok tidak perlu

8 menghabiskan energi dan waktu untuk mengadakan kegiatan khusus untuk membangun rasa kebersamaan di kalangan anggota organisasi. Hal hal tersebut menarik peneliti untuk melakukan penelitian mengenai Organizational Citizenship Behavior yang ada dalam organisasi non profit yaitu gereja, khususnya dalam kepengurusan Komisi Pemuda gereja x di Kota Bandung. 1.2 Identifikasi masalah Bagaimana OCB yang dimiliki oleh para pengurus Komisi Pemuda gereja x dalam kehidupan berorganisasi? 1.3 Maksud dan tujuan penelitian 1.3.1 Maksud penelitian Memperoleh gambaran mengenai OCB di kalangan pengurus Komisi Pemuda gereja x. 1.3.2 Tujuan penelitian Mengetahui gambaran rinci mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) melalui dimensi dimensi dari OCB dan faktor faktor yang terkait dengan OCB di kalangan pengurus Komisi Pemuda gereja x.

9 1.4 Kegunaan penelitian 1.4.1 Kegunaan ilmiah 1. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi bidang ilmu Psikologi Industri dan Organisasi, terutama dalam meneliti organisasi non profit. 2. Memberikan informasi tambahan bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti topik serupa dan dapat mendorong dikembangkannya penelitian yang berhubungan dengan hal tersebut.. 1.4.2 Kegunaan praktis 1. Dapat memberikan informasi sebagai acuan bagi pengurus Komisi Pemuda dalam memperbaiki kinerja terhadap kegiatan - kegiatan yang diprogramkan oleh pengurus Komisi Pemuda. 2. Memberikan informasi bagi Majelis jemaat pembimbing Komisi Pemuda untuk dapat mengadakan training mengenai OCB sesuai dengan kebutuhan yang dimiliki oleh para pengurus. 1.5 Kerangka pemikiran Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku individu yang bukan merupakan tugasnya (discretionary), tidak diarahkan dan tidak terkait dengan system reward yang tertulis dalam aturan sistem reward, dan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi fungsi dari organisasi. (Organ, 2006 : 3). OCB dapat menghasilkan koordinasi secara lintas bidang pekerjaan dalam mencapai

10 keefektifitasan organisasi, selain itu OCB dapat melihat mana pekerja yang benar benar mempunyai komitmen terhadap organisasinya, dan menghasilkan kinerja organisasi yang stabil (Organ, 2006). Pengurus yang melakukan pertolongan akan memberikan dampak terhadap koordinasi diantara pengurus dalam bidangnya atau lintas bidang sehingga program kerja tiap bidang dapat terlaksana dengan baik dan kinerja organisasi menjadi efektif. Dalam kehidupan organisasi gereja, Organizational Citizenship Behavior sangat diperlukan untuk menunjang kinerja dan pencapaian target. Setiap bidang yang ada di dalam organisasi tesebut diharapkan dapat bekerjasama dan saling menolong, tidak hanya di dalam bidang masing masing. Perilaku tersebut bisa didasari oleh beberapa dimensi, yaitu Altruism, Conscientiousness, Sportsmanship, Courtesy, Civic virtue (Podsakoff, MacKenzie, Moorman, dan Fetter, 1990, dalam Organ, 2006). Altruism adalah perilaku membantu pengurus lain tanpa adanya paksaan atau kewajiban yang berkaitan dengan tugas tugasnya sebagai pengurus Komisi Pemuda. Sebagai contoh bila ada pengurus baru yang baru dilantik dan baru pertama kali menjalani jabatannya di kepengurusan Komisi Pemuda gereja x, maka pengurus yang lama atau yang sudah berpengalaman berinisitatif untuk menerangkan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pengurus di Komisi Pemuda. Dimensi Altruism berkaitan dengan faktor kepuasan kerja, faktor keterikatan batin pengurus dengan organisasi (affective commitment), dan faktor persepsi pengurus Komisi Pemuda terhadap ketua.

11 Conscientiousness adalah perilaku dari pengurus yang melebihi standar minimum pekerjaannya sehingga berdampak menguntungkan organisasi. Contohnya pengurus yang dapat meluangkan waktunya di luar hari minggu untuk dapat membicarakan mengenai kondisi Komisi Pemuda gereja x beserta dengan program program yang dijalani. Conscientiousness terkait dengan faktor keterikatan batin pengurus Komisi Pemuda dengan organisasi Komisi Pemuda dan faktor persepsi pengurus Komisi Pemuda terhadap ketua. Sportsmanship merujuk kepada kemauan untuk mentoleransi keadaan lingkungan atau situasi yang kurang ideal dalam organisasi tanpa banyak keluhan. Contohnya seorang pengurus yang bisa menerima keadaan bahwa dia harus mengerjakan kegiatan dengan beberapa orang saja dan tidak membicarakan hal yang buruk mengenai pengurus lain yang tidak ikut ambil bagian dalam kegiatan tersebut. Sportsmanship terkait dengan faktor perhatian dari Ketua dalam pemberian evaluasi dari pekerjaan (task feedback). Courtesy adalah perilaku pengurus yang mencegah timbulnya permasalahan dengan pengurus yang lain maupun terhadap pekerjaannya. Dalam hal ini seorang pengurus akan menghormati pengurus yang lain dengan tidak memandang bahwa bidangnya adalah yang paling penting dan menganggap semua bidang sebagai satu tim kerja. Courtesy terkait dengan faktor job satisfaction. Civic virtue adalah perilaku yang menunjukkan rasa memiliki seorang pengurus terhadap Komisi Pemuda. Pengurus yang memiliki civic virtue akan terus menitik beratkan fokus pemikiran kepada kelangsungan hidup Komisi

12 Pemuda. Sebagai contoh bersedia apabila diminta untuk menjadi panitia dari suatu kegiatan, menghadiri rapat bukan karena diminta oleh ketua Komisi, melainkan karena kesadaran sendiri. Civic virtue terkait dengan faktor evaluasi yang diberikan oleh Ketua Komisi Pemuda terhadap kinerja (task feedback). Selain kategori dari OCB di atas, ada pula faktor faktor yang mempengaruhi OCB seseorang, diantaranya adalah karakteristik individu, karakteristik tugas, karakteristik organisasi, karakteristik kelompok dan perilaku pemimpin. Karakteristik individu terdiri dari morale dan personality. Organ menyatukan aspek aspek sikap kerja (satisfaction, fairness, affective commitment, leader consideration) ke dalam istilah morale. Morale tercermin di dalam sikap kerja seseorang dalam Organisasi. Sikap kerja ini terkait dengan kepuasan kerja. Seseorang yang sudah merasakan kepuasan terhadap pekerjaannya, maka kinerja yang diperlihatkan akan mengalami peningkatan dan cenderung konsisten. Pengurus yang merasakan kepuasan dalam menjalani tugasnya maka akan menunjukkan kinerja yang baik. Program program dapat dilaksanakan tepat waktu dan dapat mengarah kepada visi dan misi Komisi Pemuda, kerjasama antar pengurus menjadi meningkat dan semakin mengenal karaktersitik pengurus yang lain. Morale juga memuat mengenai rasa adil yang diterima seseorang dalam pekerjaannya. Seseorang akan memandang pekerjaannya tidak lebih baik atau juga tidak lebih buruk dibandingkan dengan pekerjaan orang lain dalam organisasi tersebut. Pengurus Komisi Pemuda yang memiliki fairness akan merasakan kesetaraan kerja dengan pengurus lain. Semua bidang memiliki tanggung jawab

13 yang sama, tidak ada bidang yang lebih menonjol maupun yang kurang penting. Morale juga memuat affective commitment dan leader consideration. Affective commitment mengarah kepada keterikatan emosional, identifikasi, dan juga keterlibatan seseorang terhadap organisasi. (Allen & Meyer, 1997). Pengurus yang memiliki affective commitment yang tinggi mempunyai rasa memiliki terhadap Komisi Pemuda. Pengurus akan berusaha untuk menjalankan tugas tugas maupun mendukung program program yang dilaksanakan karena mereka memiliki keterikatan emosional terhadap Komisi Pemuda. Sedangkan leader consideration merupakan pertimbangan dari pemimpin terhadap kinerja seseorang. Organ (1997 dalam Organ 2006 : 78) melakukan penelitian untuk menguji hipotesis mengenai hubungan antara OCB dengan morale. Hasilnya, Morale mempunyai hubungan sebab akibat yang cukup kuat dengan OCB dengan koefisien 0,686 (Organ, 1997b, dalam Organ 2006 : 78). Apabila Seorang pengurus memiliki morale yang positif terhadap pekerjaannya, maka berdampak pada OCB yang tinggi. Personality termasuk ke dalam karakteristik individu. personality diterangkan dalam konsep The Big Fifth factor sebagai kerangka besar yang dikemukakan oleh McCrae and Costa (1987 dalam Organ 2006 : 81). Kelima faktor tersebut adalah Agreeableness yang berupa kepribadian seseorang yang bersahabat, disenangi oleh orang, dan juga mudah menjalin relasi yang hangat dengan orang lain. Seseorang yang mempunyai skor tinggi dalam hal ini memiliki pemikiran yang positif terhadap rekan sekerja. Pengurus yang memiliki tipe

14 personality agreeableness memperhatikan rekan sekerja dengan pemikiran positif dan mau memberikan pertolongan dengan senang hati. Faktor berikutnya adalah conscientiousness. Conscientiousness mengarah kepada sifat ketergantungan, terencana, disiplin diri, dan ketekunan. Faktor ini memiliki kaitan dengan dimensi civic virtue dari OCB. Kategori dimensi civic virtue, yaitu datang tepat waktu, selalu hadir dalam setiap kegiatan, mengikuti aturan yang berlaku, dapat dipertimbangkan juga sebagai perilaku yang memiliki unsur kehati hatian. Pengurus Komisi Pemuda yang memiliki conscientiousness akan berusaha mematuhi peraturan yang ada dengan contoh perilaku selalu hadir dalam setiap kegiatan Komisi Pemuda. Faktor lain adalah emotional stability dan extraversion. Ekstravert mengarah kepada perilaku individu yang responsive terhadap lingkungan. Artinya, individu dapat memberikan bantuan atau pertolongan tanpa diminta terlebih dahulu karena dapat menangkap situasi. Pengurus Komisi Pemuda diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada kegiatan Komisi Pemuda yang dilaksanakan dan dapat saling membantu satu dengan yang lain tanpa harus diminta terlebih dahulu. Selain karakteristik individu, OCB juga dipengaruhi dari karakteristik tugas. Model dan karakteristik tugas seperti task autonomy, task significance, feedback, task identity, task variety (routinization), task interdependence, goal interdependence, dan kepuasan terhadap tugas dapat berpengaruh terhadap OCB. Task autonomy adalah suatu tugas yang dianggap penting sehingga seseorang mengatur jadwal untuk tugas tersebut secara khusus, memilih perlengkapan yang

15 dibutuhkan untuk mengerjakannya, dan memutuskan prosedur yang akan digunakan dalam pengerjaannya (Hackman & Lawler, 1971, dalam Organ 2006 : 109 ). Dikatakan task autonomy dapat memunculkan rasa memiliki dan tanggung jawab individu terhadap hasil kerjanya, sehingga dapat meningkatkan kemauan untuk melakukan apa saja (termasuk OCB) untuk menyelesaikan tugasnya. Kemungkinan lain adalah tugas yang dirancang secara mandiri oleh individu membuka kesempatan individu melakukan kontrol yang baik, yang dapat membuat individu merasa puas terhadap hasilnya (Langer, 1983, dalam Organ, 2006 : 109). Jika demikian, peningkatan kepuasan kerja dapat meningkatkan OCB. Task identity, variety (routinization), dan task significance dapat mempengaruhi OCB dengan meningkatkan persepsi dari individu dalam memaknai tugasnya (Hackman & Oldham, 1976, dalam Organ, 2006 : 109 ). Griffin memberikan definisi mengenai task identity, task variety, dan task significance. Task identity adalah nilai yang dimiliki suatu pekerjaan menyangkut penyelesaian secara menyeluruh dan identifikasi terhadap suatu tugas mulai dari proses awal hingga hasil yang terprediksi sebelumnya. Task variety adalah nilai dari suatu pekerjaan yang menyangkut variasi dari aktifitas kerja dan melibatkan beberapa kemampuan dari pekerja. Dan task significance adalah nilai pekerjaan yang menyangkut dampak penting suatu pekerjaan berhubungan dengan rekan sekerja atau di luar organisasi (Griffin, 1982, dalam Organ, 2006 : 109). Tugas yang memiliki karakter identity, variety, significance yang tinggi dipersepsikan oleh individu sebagai tugas yang lebih bernilai dan layak untuk dikerjakan

16 dibandingkan dengan tugas yang memiliki karakteristik rutinitas yang tinggi, significance rendah, dan identity yang rendah. Individu akan lebih merasakan kepuasan dan termotivasi untuk mengerahkan energinya, tentunya juga dalam hal OCB. Task identity, variety (routinization), dan task significance dapat mempengaruhi OCB dengan meningkatkan persepsi individu dalam memaknai tugasnya atau kepuasan dari individu terhadap pekerjaannya. Sebagai contoh, Pengurus yang dapat memaknai tugasnya dalam menjalankan program rutin Pemuda akan dapat termotivasi untuk mengerahkan ide maupun kemampuannya untuk membuat variasi dalam program rutin, sehingga hal tersebut menimbulkan kepuasan kerja, bukan kebosanan. Task interdependence adalah keterkaitan antara tugas yang memerlukan pertukaran informasi, peralatan, dan dukungan dari rekan rekan pengurus yang lain agar pekerjaannya dapat terlaksana (Van der Vegt, Van de Vliert, & Oosterhof, 2003, p.717, dalam Organ, 2006 : 110 ). Tugas yang saling berkaitan satu sama lain tidak dapat terlaksana apabila tidak ada dukungan dari pengurus yang lain. Dalam hal ini, Komisi Pemuda gereja x memiliki karakteristik tugas yang saling berkaitan antara satu bidang dengan bidang yang lainnya. Task interdependence dapat berpengaruh terhadap OCB pengurus karena rasa saling bergantung satu dengan yang lain. Kepuasan yang terkandung dalam tugas juga dapat berpengaruh terhadap OCB. Kerr dan Jermier (1978), dalam Organ (2006), mendefinisikan kepuasan terhadap tugas adalah kemampuan dari suatu tugas untuk menciptakan kepuasan dan menggugah keterlibatan dari seseorang. Pengurus yang merasakan keterlibatan terhadap tugasnya, akan terus termotivasi

17 dalam meningkatkan kinerjanya. Kepuasan terhadap tugas akan berpengaruh terhadap OCB karena dampaknya terhadap kepuasan kerja seseorang (Organ, 2006). Task feedback adalah aktifitas kerja dimana hasil kerja seseorang diinformasikan secara objektif, langsung dan jelas mengenai efektifitas performance kerjanya (Hackman and Oldham, 1976, dalam Organ 2006 : 111). Umpan balik dari tugas yang dikerjakan sangat bagi seorang karyawan agar dia dapat mengetahui hasil dari usaha yang telah diberikannya. Pekerja dapat melakukan evaluasi diri dalam bekerja sehingga dapat terus berusaha melakukan perbaikan dengan proses trial and error learning. Karakteristik ini dapat meningkatkan kepuasan kerja, yang sudah terbukti memiliki kaitan dengan OCB (Organ & Ryan,1995, dalam Organ, 2006 :111). Karakteristik kelompok juga memiliki pengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ (2006 :117) ada beberapa karakteristik kelompok yang dapat mempengaruhi OCB, diantaranya adalah group cohesiveness, kualitas relasi diantara anggota kelompok, group potency, dan perceived team support. Group cohesiveness adalah keterikatan antara satu anggota dengan anggota lain dan ketertarikan untuk menjadi bagian dari kelompok tersebut (Organ, 2006 : 117). Seorang pengurus yang memiliki keterikatan yang kuat dengan anggota lain akan memiliki kegairahan untuk membantu pengurus yang lain. Kualitas relasi dalam kelompok juga dapat berpengaruh terhadap OCB karena kualitas relasi dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan rekan sekerja maupun dengan pekerjaannya sendiri. Selain itu,

18 kualitas relasi dapat menumbuhkan rasa saling percaya diantara anggota kelompok, komitmen terhadap kelompok, dan juga group cohesiveness (Organ, 2006 : 119). Pengurus yang memiliki aspek ini akan mempercayai rekan kerjanya dan akan memberikan bantuan tanpa diminta untuk menjaga kualitas hubungan antara pengurus Komisi Pemuda. Group potency adalah kolektif belief dari suatu kelompok bahwa kelompok dapat menjadi efektif (Guzzo, Yost, Campbell, and Shea, 1993, dalam Organ, 2006 : 120). Usaha untuk menjadikan kelompok menjadi efektif ditunjukkan dengan sama sama bahu membahu dalam bekerja di dalam satu tim. Usaha ini akan meningkatkan OCB di dalam kelompok. Pengurus Komisi Pemuda akan berusaha untuk menjadikan Komisi Pemuda menjadi kelompok yang efektif maka dalam melaksanakan pekerjaannya akan berusaha bahu membahu dengan pengurus yang lain dan saling memberikan bantuan. Perceived team support adalah keyakinan seseorang bahwa kelompok menghargai kontribusi dan peduli terhadap keberadaannya (Bishop et al., 2000, p.114, dalam Organ, 2006 : 121). Seorang Pengurus Komisi Pemuda yang memiliki keyakinan tersebut akan merasakan bahwa keberadaannya memiliki pengaruh bagi kelompok. Hal ini dapat meningkatkan komitmennya terhadap kelompok dan akan berusaha membantu anggota lain untuk meningkatkan kinerja Komisi Pemuda.. Karakteristik organisasi juga berpengaruh terhadap OCB seseorang. Organisasi yang terlalu formal (dimana semua perkerjaan diatur dalam peraturan kerja) dan terkesan tidak fleksibel akan menurunkan OCB karena peraturan kerja yang tidak fleksibel akan menutup kemungkinan seseorang melakukan inisiatif

19 untuk membantu orang lain karena setiap orang sudah memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing masing yang diatur secara ketat. Sebaliknya, apabila organisasi yang menekankan dukungan diantara anggotanya, maka akan menimbulkan rasa saling percaya antara satu anggota dan yang lain, dan timbul perilaku saling menolong. Tentunya, hal ini akan meningkatkan OCB di antara anggota dari organisasi tersebut. Dalam hal ini, Komisi Pemuda termasuk ke dalam organisasi yang sifatnya fleksibel, karena tidak ada job description yang tertulis,sehingga aturan yang diterapkan tidak terlalu ketat. Jika pengurus tidak melaksanakan tanggung jawabnya, tidak ada sanksi dari organisasi.. Karakteristik pemimpin juga berkaitan dengan OCB. Pemimpin bertindak sebagai model bagi pengurus yang lain. Apabila pemimpinnya menunjukkan perilaku menolong kepada bawahannya, maka para pengurus yang dipimpinnya akan mengikuti perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin. Pemimpin yang mempunyai hubungan yang berkualitas tinggi dengan anggotanya, seperti mengembangkan mutual trust, support, dan loyalty, maka anggota akan termotivasi untuk membangun relasi yang berkualitas tinggi juga dengan rekan rekan. (Organ, 2006 : 104) Apabila setiap pengurus di dalam organisasi pemuda gereja x memiliki organizational citizenship behavior yang tinggi, maka mereka akan saling tolong menolong dalam mengerjakan tugas dan hal ini akan berdampak kepada pencapaian target maupun program dapat lebih cepat dan terasa ringan apabila dikerjakan bersama sama. Sebaliknya, apabila para pengurus organisasi pemuda gereja x kurang memiliki organizational citizenship behavior, maka setiap

20 pengurus tidak memiliki kepedulian terhadap program dari pengurus / bidang yang lain, akibatnya setiap pengurus akan bekerja secara individual dan terkesan apatis dengan kondisi pengurus yang lain. Atas dasar pemikiran tersebut peneliti tertarik untuk melihat gambaran OCB di kalangan pengurus Komisi Pemuda gereja x di Kota Bandung. Pengurus Komisi pemuda - Visi & misi Komisi Pemuda - Tugas & tanggung jawab OCB : Altruism Conscientiousness Sportsmanship Courtesy Civic virtue Faktor faktor yang mempengaruhi : 1. Faktor internal : - Karakteristik individu (morale, personality) 2. Faktor eksternal : - Karakteristik tugas - Karakteristik kelompok - Karakteristik organisasi - Perilaku pemimpin tinggi Rendah Skema 1.1 Skema kerangka pikir

21 1.6 Asumsi Penelitian 1. Pengurus Komisi Pemuda gereja x masing masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda beda. 2. Kondisi dalam pekerjaan (eksternal) dan kondisi internal berpengaruh terhadap dimensi altruism, conscientiousness, sportmaship, courtesy, dan civic virtue. 3. Berkembangnya dimensi dimensi altruism, conscientiousness, sportmaship, courtesy, dan civic virtue mencerminkan tingkat OCB yang berbeda.