Kementerian Perindustrian

dokumen-dokumen yang mirip
Kementerian Perindustrian

Ringkasan Eksekutif Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016

Organisasi. struktur. Kementerian Perindustrian

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA

!"!"!#$%"! & ' ((( ( ( )

LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2014

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KATA PENGANTAR. Syarif Hidayat

RENCANA STRATEGIS TAHUN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

II Tahun Anggaran 2013

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2015

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ikhtisar Eksekutif. vii

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2011

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

AH UN H f ls I. sm? Iftwsfiiist#' ".-» ( */ ji»«*i «"HJ" inni«r7! V"'' EKRETARIAT JENDERAL. KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dikatakan baik apabila terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan di

Plt. Sekretaris Jenderal Haris Munandar N

RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2017

PAGU ANGGARAN ESELON I MENURUT PROGRAM DAN JENIS BELANJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA. 2012

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

SUMBER ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 2015 BERDASARKAN JENIS BELANJA

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PERENCANAAN KINERJA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2014

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. Kepala Sub Bagian Keuangan; c. Kepala Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan.

B. VISI : Terwujudnya Lembaga Koordinasi dan Sinkronisasi Pembangunan Ekonomi Yang Efektif dan Berkelanjutan

Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (PP 39) Triwulan IV Tahun Anggaran 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

RENCANA KINERJA BALAI BESAR PULP DAN KERTAS TAHUN ANGGARAN 2015

KATA PENGANTAR. Jakarta, 22 Januari 2015 Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Ir. Saut P. Hutagalung, M.Sc

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

PERTUMBUHAN EKONOMI LABUHANBATU TAHUN 2015

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

Analisis Perkembangan Industri

Renstra Ditjen IA

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Transkripsi:

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 BIRO PERENCANAAN 2016

Ringkasan Eksekutif Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Instansi Pemerintah, dimana pimpinan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja didalamnya, diminta untuk membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkala untuk disampaikan kepada pimpinan yang lebih tinggi. Menindak lanjuti peraturan tersebut, maka Kementerian Perindustrian menyusun Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2015. Secara umum laporan kinerja Kementerian Perindustrian menjabarkan pencapaian kinerja Kementerian Perindustrian selama tahun 2015 yang mencakup analisis kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), analisis kinerja makro sektor industri, analisis kinerja sasaran, analisis kinerja kelembagaan dan analisis kinerja keuangan. Dalam renstra 2015 2019 dijabarkan mengenai visi pembangunan industri Kementerian Perindustrian, yaitu Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan. Pencapaian visi tersebut dituangkan pada misi, tujuan dan sasaran yang akan dicapai pada tahun 2015. Selain arah pembangunan industri dijabarkan dalam Renstra, Kementerian Perindustrian juga memiliki amanah untuk melaksanakan mandat program prioritas nasional sesuai dengan Perpres No 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Adapun fokus pengembangan industri sesuai arahan RPJMN 2015 2019 adalah sebagai berikut: a). Pengembangan Perwilayahan Industri di luar pulau Jawa, b). Penumbuhan Populasi Industri, c). Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas i

Program program nasional Kementerian Perindustrian terkait RPJMN 2015-2019 meliputi: pengembangan kawasan industri di luar pulau Jawa, Pengembangan Sentra IKM (SIKIM), fasilitasi pembangunan buffer stock bahan baku kapas dan kulit, pengembangan industri petrokimia, pengembangan industry smelter, pengembangan industri berbahan baku migas, penumbuhan wirausaha baru, revitalisasi permesinan serta pembangunan produt center. Permasalahan - permasalahan yang menjadi penghambat pelaksanaan tugas dan ketercapaian target yang telah ditetapkan telah diidentifikasi dan dianalisis untuk ditindaklanjuti dengan rekomendasi kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong percepatan pencapaian target kinerja. Pada tahun 2015 (YoY), sekt or industri pengolahan non migas tumbuh sebesar 5,04 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi sebesar 4,79 persen. Pertumbuhan cabang industri non migas pada tahun 2015 yang tertinggi dicapai oleh industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik sebesar 7,83 persen, disusul oleh industri makanan dan minuman sebesar 7,54 persen dan Industri mesin dan perlengkapan sebesar 7,49 persen. Kontribusi sektor industri pengolahan non migas pada tahun 2015 sebesar 18,18 persen dengan nilai Rp. 2.098,117 Triliun. Ekspor produk industri tahun 2015 sebesar US$ 106,63 Miliar dan memberikan kontribusi sebesar 70,97 persen dari total ekspor nasional yang sebesar US$ 150,25 Miliar sedangkan untuk impor produk industri tahun 2015 sebesar US$ 108,95. Neraca ekspor-impor Hasil Industri Non Migas tahun 2015 adalah USD -2,31 Miliar (neraca defisit). Nilai investasi PMDN sektor industri tahun 2015 sebesar Rp 89,04 Triliun atau tumbuh sebesar 50,84 persen dibanding tahun 2014 sebesar Rp 41,84 Triliun. Nilai investasi PMA sektor industri Tahun 2015 mencapai US$ 11,76 Miliar atau menurun sebesar 9,65 persen dibandingkan Tahun 2014 sebesar US$ 13,01 Miliar. Sasaran-sasaran strategis Kementerian Perindustrian dalam perspektif stakeholder berhasil dicapai dengan nilai capaian indikator kinerja utama diatas ii

80 persen, bahkan 9 dari 12 dari indikator kinerja utama tersebut, nilai capaiannya melebihi 100 persen. Nilai capaian ini sudah menggambarkan beberapa peningkatan dan perbaikan baik dalam hal penetapan indikator dan target maupun dalam pencapaian target kinerja. Pencapaian target-target sasaran strategis sebagaimana yang diuraikan dalam kinerja sasaran tahun 2015 juga didukung oleh pencapaian kinerja lainnya yang terkait dengan kebijakan-kebijakan sebagai berikut: fasilitasi pemanfaatan Tax Holiday; fasilitasi pemanfaatan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP); pengamanan industri melalui Penetapan Obyek Vital Nasional Sektor Industri; perumusan SNI; penunjukan Lembaga Penguji Kesesuaian; penurunan Emisi Gas Rumah Kaca; pemberian penghargaan industri hijau; penyusunan peraturan turunan UU Perindustrian. Adapun prestasi Kementerian Perindustrian terkait dengan Kinerja Kelembagaan pada Tahun 2015, antara lain: mendapatkan penghargaan dari Pemerintah atas keberhasilannya menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Tahun 2014 dengan Capaian Standar Tertinggi dalam Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah serta mendapatkan predikat opini WTP; menempati peringkat 8 dari 86 K/L dengan nilai sebesar 73,90 dengan predikat BB atau naik sebesar 0,79 poin dibandingkan di tahun sebelumnya, dengan nilai 73,11; Pelayanan Publik versi Ombudsman dengan kategori hijau atau tingkat kepatuhan tinggi terhadap UU Pelayanan Publik; dari aspek Keterbukaan Informasi Publik masuk ke dalam 3 besar Badan Publik Pemerintahan Terbaik; mendapatkan penghargaan BKN Award Tahun 2015 dengan predikat Terbaik 1 kategori Implementasi Penilaian Kinerja dari badan Kepegawaian Negara (BKN), atas pengembangan sistem penilaian kinerja secara online. Guna mengatasi permasalahan dan kendala serta mendukung percepatan pencapaian target kinerja yang diamanatkan, maka kebijakan yang dapat direkomendasikan antara lain : optimalisasi Insentif Fiskal: Tax Holiday, Tax Allowance, BMDTP, Pembebasan PPnBM, Bea Masuk; koordinasi dengan instansi iii

terkait; mencari pasar-pasar tujuan ekspor baru; peningkatan upaya pengendalian impor melalui kebijakan non-tariff barrier; pemberlakuan sanksi yang tegas kepada unit kerja dalam instansi pemerintah/bumn/swasta yang tidak memenuhi persyaratan komponen lokal yang dipersyaratkan sehingga penerapan P3DN dapat lebih maksimal; memprioritaskan penyediaan infrastruktur; kebijakan penjaminan pasokan gas dan listrik untuk kebutuhan industri dalam negeri, baik sebagai bahan baku maupun energi; pembentukan Lembaga Pembiayaan Khusus IKM; menitikberatkan perjanjian Kerjasama Internasional pada Peningkatan Investasi; perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) dan Pemberlakuan penerapan secara wajib SNI; serta pemberian insentif untuk industri hijau. Secara garis besar Kementerian Perindustrian telah berhasil melaksanakan tugas, fungsi dan misi yang diembannya dalam pencapaian kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2015. Beberapa sasaran yang ditetapkan dapat dicapai, meskipun belum semuanya menunjukkan hasil sebagaimana yang ditargetkan. Keberhasilan pencapaian sasaran Kementerian Perindustrian disamping ditentukan oleh kinerja faktor internal juga ditentukan oleh dukungan eksternal, seperti kerjasama dengan institusi terkait. Hasil lebih rinci secara keseluruhan tergambar dalam Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2015. iv

Daftar Isi Ringkasan Eksekutif... i Kata Pengantar...v Daftar Isi... vi Daftar Tabel...viii Daftar Gambar... xi Bab I. Pendahuluan...1 A. Tugas Dan Fungsi Kementerian Perindustrian...1 B. Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian...1 C. Peran Strategis Kementerian Perindustrian...7 D. Rencana Strategis Kementerian Perindustrian...9 1. Visi Kementerian Perindustrian...10 2. Misi Kementerian Perindustrian...11 3. Tujuan Kementerian Perindustrian...12 4. Sasaran Kementerian Perindustrian...12 5. Arah Kebijakan dan Strategi...17 Bab II. Perencanaan Kinerja...19 A. Perencanaan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2015...19 B. Rencana Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2015...21 Bab III....22 A. Capaian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2015...22 1. Kinerja Sasaran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 Kementerian Perindustrian...22 2. Kinerja Makro Industri Pengolahan Non Migas...51 vi

3. Kinerja Program Prioritas Nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019...64 4. Kinerja Program Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian...83 B. Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2015...121 Bab IV. Penutup...124 A. Kesimpulan...124 B. Permasalahan Dan Kendala...125 C. Rekomendasi...126 vii

Daftar Tabel Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 3.1 Perjanjian Kinerja (Perkin) Perspektif Stakeholders...20 Pagu Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2015 Berdasarkan Program...21 Target dan Realisasi Tahun 2015 IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri...23 Tabel 3.2 Capaian IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri...24 Tabel 3.3 Realisasi IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri...24 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Peran Sektor Industri Terhadap PDB Nasional...25 Target dan Realisasi Tahun 2015 IKU dari Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri...28 Capaian IKU dari Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri...28 Realisasi IKU dari Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri...29 Tabel 3.8 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas Menurut Cabang- Cabang Industri Tahun Dasar 2010...30 Tabel 3.9 Target dan Realisasi Tahun 2015 IKU dari Meningkatnya Produktivitas SDM Industri...33 Tabel 3.10 Capaian IKU dari Meningkatnya Produktivitas SDM Industri...33 Tabel 3.11 Realisasi IKU dari Meningkatnya Produktivitas SDM Industri...33 Tabel 3.12 Target dan Realisasi Tahun 2015 IKU dari Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri...36 viii

Tabel 3.13 Capaian IKU Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri...36 Tabel 3.14 Realisasi IKU Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri...37 Tabel 3.15 Target dan Realisasi Tahun 2015 IKU dari Kuat, Lengkap dan Dalamnya Struktur Industri...40 Tabel 3.16 Capaian IKU dari Kuat, Lengkap dan Dalamnya Struktur Industri...41 Tabel 3.17 Realisasi IKU dari Kuat, Lengkap dan Dalamnya Struktur Industri...41 Tabel 3.18 Target dan Realisasi Tahun 2015 dari Tersebarnya Pembangunan Industri...45 Tabel 3.19 Realisasi IKU dari Tersebarnya Pembangunan Industri...45 Tabel 3.20 Kontribusi sektor Industri Manufaktur di Jawa dan Luar Jawa...46 Tabel 3.21 Rasio Jumlah IKM di Pulau Jawa dan Luar Jawa Tahun 2010-2015...47 Tabel 3.22 Target dan Realisasi Tahun 2015 dari Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri...48 Tabel 3.23 Capaian IKU dari Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri...49 Tabel 3.24 Realisasi IKU dari Meningkatnya Peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB Industri...49 Tabel 3.25 Kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri Tahun 2011-2015...50 Tabel 3.26 Pertumbuhan PDB Berdasar Lapangan Usaha 2012-2015 Tahun Dasar 2010...51 Tabel 3.27 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas Menurut Cabang- Cabang Industri Tahun Dasar 2010...53 Tabel 3.28 Peran Tiap Cabang Industri terhadap PDB Sektor Industri Tahun 2015 Atas Tahun Dasar 2010...57 ix

Tabel 3.29 Perkembangan Ekspor Industri Non Migas Tahun 2013-2015...58 Tabel 3.30 Perkembangan Impor Industri Non Migas Tahun 2012-2015...60 Tabel 3.31 Investasi PMDN Tahun 2012-2015...62 Tabel 3.32 Investasi PMA 2012-2015...63 Tabel 3.33 Capaian Fokus Pengembangan Perwilayahan Industri...67 Tabel 3.34 Capaian Fokus Penumbuhan Populasi Industri...68 Tabel 3.35 Capaian Fokus Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing...75 Tabel 3.36 Perkembangan Jumlah RSNI Tahun 2011-2015...110 Tabel 3.37 Jumlah Perusahaan yang menerima Penghargaan...113 Tabel 3.38 Perkembangan Nilai dan Predikat Kementerian Perindustrian...118 Tabel 3.39 Laporan Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun Anggaran 2015 Menurut Unit Eselon I...121 Tabel 3.40 Perbandingan Pagu dan Realisasi Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2011 2015...122 x

Daftar Gambar Gambar 1.1 Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian...2 Gambar 3.1 Hasil Litbang 2011-2015...35 Gambar 3.2 Perkembangan Jumlah Hasil Penelitian dan Pengembangan yang Siap Diterapkan Tahun 2013 2015...37 Gambar 3.3 Perkembangan Jumlah Hasil penelitian dan pengembangan yang telah diterapkan Tahun 2011 2015...38 Gambar 3.4 Jumlah Perusahaan pemohon dan permohonan yang telah direalisasikan s.d 31 Desember 2015...78 Gambar 3.5 Nilai permohonan dan realisasi program s.d. 31 Desember 2015.78 Gambar 3.6 Perkembangan Lembaga Pengujian Kesesuaian Tahun 2012 2015...111 xi

Bab I Pendahuluan A. TUGAS DAN FUNGSI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, Kementerian Perindustrian berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Perindustrian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang perindustrian dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Perindustrian yang dipimpin oleh Menteri Perindustrian menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perindustrian; 2. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian; 3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Perindustrian; 4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Perindustrian di daerah; dan 5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. B. STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 105/M- IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Kementerian Perindustrian terdiri atas Wakil Menteri Perindustrian, 9 (sembilan) unit eselon I dan 3 (tiga) Staf Ahli Menteri sebagai mana terlihat pada Gambar 1.1. 1

Gambar 1.1. Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian Tugas Pokok masing-masing unit kerja adalah sebagai berikut: 1. Sekretariat Jenderal Mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di Iingkungan Kementerian Perindustrian. Sekretariat Jenderal terdiri dari 5 (lima) biro, yaitu Biro Perencanaan, Biro Kepegawaian, Biro Keuangan, Biro Hukum dan Organisasi, serta Biro Umum. 2. Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang basis industri manufaktur. Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Material Dasar Logam; Direktorat Industri Kimia Dasar; Direktorat Industri Kimia Hilir; dan Direktorat Industri Tekstil dan Aneka. 2

3. Direktorat Jenderal Industri Agro Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang industri agro. Direktorat Jenderal Industri Agro terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan; Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan; dan Direktorat Industri Minuman dan Tembakau. 4. Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang industri unggulan berbasis teknologi tinggi. Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Alat Transportasi Darat; Direktorat Industri Maritim, Kedirgantaraan, dan Alat Pertahanan; Direktorat Industri Elektronika dan Telematika; dan Direktorat Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian. 5. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang industri kecil dan menengah. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah I; Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah II; dan Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah III. 6. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengembangan perwilayahan industri. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri terdiri atas 4 (emp at) unit eselon II, 3

yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah I; Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah II; dan Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III. 7. Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kerja sama industri internasional. Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Kerja Sama Industri Internasional Wilayah I dan Multilateral; Direktorat Kerja Sama Industri Internasional Wilayah II dan Regional; dan Direktorat Ketahanan Industri. 8. Inspektorat Jenderal Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di Iingkungan Kementerian Perindustrian. Inspektorat Jenderal terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Inspektorat Jenderal; Inspektorat I; Inspektorat II; Inspektorat III; dan Inspektorat IV. 9. Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, Dan Mutu Industri Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengkajian serta penyusunan rencana kebijakan makro pengembangan industri jangka menengah dan panjang, kebijakan pengembangan klaster industri prioritas serta iklim dan mutu industri. Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, Dan Mutu Industri terdiri dari 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Badan; Pusat Standardisasi; Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri; Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup; dan Pusat Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual. 4

10. Staf Ahli Menteri Adalah unsur pembantu Menteri di bidang keahlian tertentu, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Staf Ahli Menteri mempunyai tugas memberi telaahan kepada Menteri mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya, yang tidak menjadi bidang tugas Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan dan Inspektorat Jenderal. Staf Ahli Menteri terdiri atas Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri; Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri; dan Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri dan Teknologi. Pada tahun 2015, Kementerian Perindustrian melakukan perubahan nomenklatur eselon I di Direktorat Jenderal (Ditjen), Badan dan Staf Ahli, dimana hal tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 29 tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian yang di tanda tangani oleh Presiden Joko Widodo dan diamanatkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian No.107/M-IND/PER/11/2015. Unit eselon I yang mengalami perubahan nomenklatur yaitu: a) Ditjen BIM menjadi Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri barang galian non logam, serta industri tekstil dan industri aneka. b) Ditjen IUBTT menjadi Ditjen Industri Logam, Mesin, dan Alat Transportasi Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan 5

kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri logam, industri mesin, industri alat transportasi dan maritim, serta industri elektronika dan telematika. c) Ditjen Kerjasama Industri Internasional menjadi Ditjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Direktorat Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang ketahanan industri dan kerja sama internasional di bidang industri. d) Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri menjadi Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Badan Penelitian dan Pengembangan Industri mempunyai tugas menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dibidang perindustrian. e) Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri menjadi Staf Ahli Bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Staf Ahli Bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang peningkatan penggunaan produk dalam negeri. f) Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri dan Teknologi menjadi Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang sumber daya industri. 6

g) Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri Teknologi menjadi Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang penguatan struktur industri. Perubahan nomenklatur di tingkat unit Ditjen, Badan, dan Staf ahli diselaraskan dengan kaidah kelembagaan yang sudah ada, dimana dengan adanya perubahan nomenklatur, akan memudahkan stakeholder industri mengenal lebih baik jenis industri dan pengelompokkannya masing-masing. C. PERAN STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional tersebut tercermin dari dampak kegiatan ekonomi sektor riil bidang industri dalam komponen konsumsi maupun investasi. Dari hal ini sektor industri berperan sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor jasa keteknikan, penyediaan bahan baku, transportasi, distribusi atau perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Pembangunan sektor industri menjadi sangat penting karena kontribusinya terhadap pencapaian sasaran pembangunan ekonomi nasional, terutama dalam pembentukan PDB sangat besar dan berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi ( prime mover) karena kemampuannya dalam peningkatan nilai tambah yang tinggi. Selain itu industri juga dapat membuka peluang untuk menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, yang berarti meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi kemiskinan. Walau telah dicapai berbagai perkembangan yang cukup penting dalam pengembangan industri, namun dirasakan industri belum tumbuh seperti yang diharapkan. Permasalahan Pembangunan Nasional yang sedang dihadapi bangsa Indonesia dan memerlukan upaya penanganan yang terstruktur dan berkelanjutan, di antaranya meliputi: 1. Tingginya angka pengangguran dan kemiskinan; 2. Rendahnya pertumbuhan ekonomi; 7

3. Melambatnya perkembangan ekspor Indonesia; 4. Lemahnya sektor infrastruktur; 5. Tertinggalnya kemampuan nasional di bidang teknologi. Berbagai permasalahan pokok yang sedang dihadapi dalam mengembangkan sektor industri, yaitu: Pertama, ketergantungan yang tinggi terhadap impor baik berupa bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi maupun komponen. Kedua, keterkaitan antara sektor industri dengan ekonomi lainnya relatif masih lemah. Ketiga, struktur industri hanya didominasi oleh beberapa cabang industri yang tahapan proses industrinya pendek. Keempat, lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi. Kelima, lebih dari 60 persen sektor industri terletak di Pulau Jawa. Keenam, masih lemahnya kemampuan kelompok industri kecil dan menengah. Dalam mengatasi permasalahan dalam mengembangkan sektor industri, isu-isu strategis hasil temu nasional di bidang perekonomian sebagai prioritas Kabinet Indonesia Bersatu II adalah: 1. Pembangunan Infrastruktur; 2. Ketahanan Pangan; 3. Ketahanan Energi; 4. Pengembangan UMKM; 5. Revitalisasi Industri dan Jasa; 6. Pembangunan Transportasi. Pembangunan sektor industri sebagai bagian dari pembangunan nasional dituntut mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi maupun sosial politik. Oleh karenanya, dalam penentuan tujuan pembangunan industri di masa depan, baik jangka menengah maupun jangka panjang, bukan hanya ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri, tetapi juga harus mampu mengatasi permasalahan nasional. Dengan memperhatikan masalah nasional dan masalah yang sedang dihadapi oleh sektor industri, serta untuk mendukung 8

keberhasilan prioritas Kabinet Indonesia Bersatu, maka telah ditetapkan proses yang harus dilakukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Perindustrian dan yang dikelompokkan ke dalam: 1) perumusan kebijakan; 2) pelayanan dan fasilitasi; serta 3) pengawasan, pengendalian, dan evaluasi yang secara langsung menunjang pencapaian sasaran-sasaran strategis yang telah ditetapkan, disamping dukungan kapasitas kelembagaan guna mendukung semua proses yang akan dilaksanakan. Pada pembangunan sektor industri, pemerintah berperan sebagai fasilitator yang mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi aktivitas-aktivitas sektor swasta. Intervensi langsung Pemerintah dalam bentuk investasi dan layanan publik hanya dilakukan bila mekanisme pasar tidak dapat berlangsung secara sempurna. Arah kebijakan dalam Rencana Strategis mencakup beberapa hal pokok sebagai berikut: 1. Merevitalisasi sektor industri dan meningkatkan peran sektor industri dalam perekonomian nasional; 2. Membangun struktur industri dalam negeri yang sesuai dengan prioritas nasional dan kompetensi daerah; 3. Meningkatkan kemampuan industri kecil dan menengah agar terkait dan lebih seimbang dengan kemampuan industri skala besar; 4. Mendorong pertumbuhan industri di luar pulau Jawa; Mendorong sinergi kebijakan dari sektor-sektor pembangunan yang lain dalam mendukung pembangunan industri nasional. D. RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Pada dokumen Laporan Kinerja 2015, Kementerian Perindustrian masih mengacu pada dokumen Rencana Strategis 2010-2014. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian No. 114/M-IND/PER/12/2013 dimana indikator kinerja utama dan target untuk tahun 2015 telah ditetapkan. Pengesahan dokumen Rencana Strategis periode tahun 2015-2019 dilakukan pada bulan 9

Maret tahun 2015 dan akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Perkin tahun 2016. Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014 dimaksudkan untuk merencanakan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010), Kebijakan Industri Nasional (Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007), serta disusun antara lain berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra Kementerian Perindustrian periode 2005-2009, analisa terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis baik tataran daerah, nasional, maupun di tataran global, serta perubahan paradigma peningkatan daya saing dan kecenderungan pengembangan industri ke depan. 1. Visi Kementerian Perindustrian Visi Pembangunan Industri Nasional Jangka Panjang (2025) adalah Membawa Indonesia pada tahun 2025 untuk menjadi Negara Industri Tangguh Dunia yang bercirikan: 1). Industri kelas dunia; 2). PDB sektor Industri yang seimbang antara Pulau Jawa dan Luar Jawa; 3). Teknologi menjadi ujung tombak pengembangan produk dan penciptaan pasar. Untuk menuju Visi tersebut, dirumuskan Visi tahun 2020 yakni Tercapainya Negara Industri Maju Baru sesuai dengan Deklarasi Bogor tahun 1995 antar para kepala Negara APEC. Sebagai Negara Industri Maju Baru, Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain: 1). Kemampuan tinggi untuk bersaing dengan Negara industri lainnya; 2). Peranan dan kontribusi sektor industri tinggi bagi perekonomian nasional; 3). Kemampuan seimbang antara Industri Kecil Menengah dengan Industri Besar; 10

4). Struktur industri yang kuat (pohon industri dalam dan lengkap, hulu dan hilir kuat, keterkaitan antar skala usaha industri kuat); 5). Jasa industri yang tangguh. Berdasarkan Visi tahun 2020, kemampuan Industri Nasional diharapkan mendapat pengakuan dunia internasional, dan mampu menjadi basis kekuatan ekonomi modern secara struktural, sekaligus wahana tumbuh-suburnya ekonomi yang berciri kerakyatan. Visi tersebut di atas kemudian dijabarkan dalam visi lima tahun sampai dengan 2014 yakni: Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan 2. Misi Kementerian Perindustrian Dalam rangka mewujudkan visi 2025 di atas, Kementerian Perindustrian sebagai institusi pembina Industri Nasional mengemban misi sebagai berikut: 1). Menjadi wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat; 2). Menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional; 3). Menjadi pengganda kegiatan usaha produktif di sektor riil bagi masyarakat; 4). Menjadi wahana memajukan kemampuan teknologi nasional; 5). Menjadi wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan budaya masyarakat; 6). Menjadi salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan penciptaan rasa aman masyarakat; 7). Menjadi andalan pembangunan industri yang berkelanjutan melalui pengembangan dan pengelolaan sumber bahan baku terbarukan, pengelolaan lingkungan yang baik, serta memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. 11

Sesuai dengan Visi tahun 2014 di atas, misi tersebut dijabarkan dalam misi lima tahun sampai dengan 2014 sebagai berikut: 1). Mendorong peningkatan nilai tambah industri; 2). Mendorong peningkatan penguasaan pasar domestik dan internasional; 3). Mendorong peningkatan industri jasa pendukung; 4). Memfasilitasi penguasaan teknologi industri; 5). Memfasilitasi penguatan struktur industri; 6). Mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa; 7). Mendorong peningkatan peran IKM terhadap PDB. 3. Tujuan Kementerian Perindustrian Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional, oleh sebab itu pembangunan industri harus diarahkan untuk menjadikan industri yang mampu memberikan sumbangan berarti bagi pembangunan ekonomi, sosial dan politik Indonesia. Pembangunan sektor industri, tidak hanya ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri yang disebabkan oleh melemahnya daya saing dan krisis global yang melanda dunia saat ini saja, melainkan juga harus mampu turut mengatasi permasalahan nasional, serta meletakkan dasar-dasar membangun industri andalan masa depan. Secara kuantitatif peran industri ini harus tampak pada kontribusi sektor industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB), baik kontribusi sektor industri secara keseluruhan maupun kontribusi setiap cabang industri. Maka dijabarkan tujuannya adalah kokohnya basis industri manufaktur dan industri andalan masa depan menjadi tulang punggung perekonomian nasional. 4. Sasaran Kementerian Perindustrian Dalam mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan upaya-upaya sistemik yang dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran strategis yang mengakomodasi perspektif pemangku kepentingan ( stakeholder), perspektif pelaksanaan 12

tugas pokok, dan perspektif peningkatan kapasitas kelembagaan. Dari hasil evaluasi kinerja pada periode tahun 2010 2012, terdapat perbaikan terhadap sasaran strategis dan indikator-indikator kinerja utama Kementerian Perindustrian. Sasaran strategis dan indikator kinerja utama yang telah diperbaiki ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 114 Tahun 2013. Sasaran strategis dan indikator kinerja utama tersebut sebagaimana diuraikan berikut ini. 1). Perspektif Pemangku Kepentingan (Stakeholder) (1). Sasaran Strategis I : Tingginya nilai tambah industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Laju pertumbuhan industri non migas; 2. Kontribusi industri pengolahan non migas terhadap PDB nasional. (2). Sasaran Strategis II : Tingginya penguasaan pasar dalam dan luar negeri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional. 2. Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri. (3). Sasaran Strategis III : Meningkatnya produktivitas SDM industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tingkat produktivitas dan kemampuan SDM industri; (4). Sasaran Strategis IV : Tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Jumlah hasil penelitian dan pengembangan yang siap diterapkan; 2. Jumlah hasil penelitian dan pengembangan yang telah diimplementasikan. (5). Sasaran Strategis V : Kuat, lengkap dan dalamnya struktur industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Jumlah investasi di industri hulu dan antara; 13

2. Tingkat kandungan lokal. (6). Sasaran Strategis VI : Tersebarnya pembangunan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Rasio PDB industri luar Jawa terhadap PDB industri Jawa; 2. Perbandingan jumlah IKM di luar Pulau Jawa dan Jawa. (7). Sasaran Strategis VII : Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Meningkatnya kontribusi PDB IKM terhadap PDB industri. 2). Perspektif Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) (1). Sasaran Strategis I: Tersusunnya kebijakan dan iklim usaha dalam mendukung pengembangan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Rekomendasi kebijakan perpajakan dan tarif; 2. Rekomendasi kebijakan nonfiskal dan moneter sektor industri. (2). Sasaran Strategis II: Tersusunnya usulan insentif yang mendukung pengembangan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Rekomendasi usulan insentif; 2. Perusahaan industri yang memperoleh insentif. (3). Sasaran Strategis III: Ditetapkannya rencana strategis dalam pengembangan industri prioritas dan industri daerah, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Jumlah Renstra & Renja; 2. Jumlah peta panduan kompetensi inti industri Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan. (4). Sasaran Strategis IV: Berkembangnya R & D di instansi dan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Kerjasama R&D instansi dengan industri. 14

(5). Sasaran Strategis V: Meningkatnya penerapan, pengembangan dan penggunaan Kekayaan intelektual, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Fasilitasi perlindungan HKI; 2. Persentase pengaduan pelanggaran HKI yang dapat ditangani. (6). Sasaran Strategis VI: Meningkatnya akses pembiayaan dan bahan baku untuk meningkatkan kapasitas produksi, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tingkat utilisasi kapasitas produksi; 2. Perusahaan yang mendapat akses ke sumber pembiayaan; 3. Perusahaan yang mendapat akses ke sumber bahan baku. (7). Sasaran Strategis VII: Meningkatnya promosi industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Perusahaan yang mengikuti seminar/konferensi, pameran, misi dagang/investasi, promosi produk/jasa dan investasi industri; (8). Sasaran Strategis VIII: Meningkatnya kerjasama industri internasional, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Jumlah kesepakatan investasi industri; 2. Jumlah kesepakatan kerjasama industri internasional; 3. Jumlah jejaring kerja internasional. (9). Sasaran Strategis IX: Meningkatnya usulan penerapan SNI, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Rancangan SNI yang diusulkan 2. SNI yang diberlakukan secara wajib; 3. Peningkatan jumlah jenis produk yang sudah bisa diuji di laboratorium; 4. Satker yang terakreditasi untuk memberikan sertifikasi produk. (10). Sasaran Strategis X: Meningkatnya Pengembangan Industri Hijau, dengan Indikator Kinerja Utama: 15

1. Bertambahnya kebijakan yang mendukung pengembangan industri hijau; 2. Meningkatnya industri yang menerapkan industri hijau. (11). Sasaran Strategis XI: Meningkatnya kualitas pelayanan publik, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tingkat kepuasan masyarakat; 2. Nilai indeks integritas dari KPK. (12). Sasaran Strategis XII: Meningkatnya kualitas lembaga pendidikan dan pelatihan serta kewirausahaan, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Sertifikasi profesi guru; 2. Sertifikasi profesi dosen; 3. Sertifikasi asessor; 4. Program studi (prodi) pada unit pendidikan yang terakreditasi A dan B; 5. Terbentuknya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP); 6. Terbentuknya Tempat Uji Kompetensi (TUK); 7. Terbentuknya sistem pendidikan berbasis kompetensi; 8. Jumlah Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di sektor industri. (13). Sasaran Strategis XIII: Meningkatnya budaya pengawasan pada unsur pimpinan dan staf, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Terbangunnya Sistem Pengendalian Intern di unit kerja. (14). Sasaran Strategis XIV: Meningkatnya evaluasi pelaksanaan kebijakan dan efektifitas pencapaian kinerja industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Jumlah rekomendasi perbaikan kebijakan industri. 16

3). Perspektif Peningkatan Kapasitas Kelembagaan (1). Sasaran Strategis I: Berkembangnya kemampuan SDM aparatur yang kompeten, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Standar kompetensi SDM aparatur; 2. SDM aparatur yang kompeten. (2). Sasaran Strategis II: Terbangunnya organisasi yang professional dan probisnis, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Penerapan sistem manajemen mutu. (3). Sasaran Strategis III: Terbangunnya sistem informasi yang terintegrasi dan handal, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tersedianya sistem informasi online; 2. Pengguna yang mengakses. (4). Sasaran Strategis IV: Meningkatnya kualitas perencanaan dan pelaporan, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tingkat kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan dokumen perancanaan; 2. Tingkat ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan 3. Nilai SAKIP Kementerian Perindustrian. (5). Sasaran Strategis V: Meningkatnya sistem tata kelola keuangan dan BMN yang profesional, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tingkat penyerapan anggaran; 2. Tingkat kualitas laporan keuangan (WTP). 5. Arah Kebijakan dan Strategi Dalam rangka mewujudkan pencapaian sasaran-sasaran industri tahun 2010-2014, telah dibangun Peta Strategi Kementerian Perindustrian yang menguraikan peta-jalan yang akan ditempuh untuk mewujudkan visi 2014 17

sebagaimana disebutkan di atas. Peta Strategi Kementerian Perindustrian tersaji pada Gambar 1.2 di bawah ini. Gambar 1.2. Peta Strategi Kementerian Perindustrian 18

Bab II Perencanaan Kinerja A. PERENCANAAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Perencanaan kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2015 ini disusun melalui 2 (dua) tahapan perencanaan, yaitu tahapan penyusunan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2015 dan tahapan penyusunan Perjanjian Kinerja (Perkin) Tahun 2015. Dokumen Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2015 disusun pada tahun anggaran 2014 dan dokumen Penetapan Kinerja (P erkin) Tahun 2015 ditetapkan pada awal tahun anggaran 2015. Perencanaan kinerja yang disusun dalam dokumen Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2015 merupakan perencanaan yang sesuai dengan Peta Strategis Kementerian Perindustrian yang telah dituangkan dalam Rencana Strategis tahun 2010-2014 dan dokumen Peta Strategi serta Indikator Kinerja Utama Kementerian Perindustrian sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 114 Tahun 2013 pada tanggal 27 Desember 2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M- IND/PER/3/2010 tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama Kementerian Perindustrian dan Unit Eselon I Kementerian Perindustrian. Dokumen penetapan Perjanjian Kinerja tahun 2015 disusun berdasarkan hasil evaluasi kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2014 sebagaimana diuraikan dalam dokumen LAKIP Kementerian Perindustrian tahun 2014 dan beberapa penyesuaian dengan ketersediaan anggaran yang disetujui dan tertuang dalam DIPA Kementerian Perindustrian Tahun 2015. Hasil evaluasi dan beberapa penyesuaian ini berdampak pada sasaran strategis, indikator kinerja maupun target yang ditetapkan dalam dokumen Penetapan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2015. Penyesuaian ini didasari dengan pertimbangan ketersediaan data dukung pengukuran indikator kinerja, rasionalitas ketercapaian target sasaran dan indiaktor kinerja serta kesesuaian 19

target dengan ketersediaan sumber daya baik sumber daya manusia, anggaran maupun sarana lain. Sasaran-sasaran strategis yang akan dicapai pada tahun 2015 dan ditetapkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2015 dengan penetapan anggaran sebagaimana dalam DIPA Kementerian Perindustrian Tahun Anggaran 2015 adalah sebagaimana pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Perjanjian Kinerja (Perkin) Perspektif Stakeholders Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Satuan Tingginya nilai tambah industri Tingginya penguasaan pasar dalam dan luar negeri Meningkatnya produktivitas SDM industri Tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi Industri 1. Laju pertumbuhan industri nonmigas 6,00 Persen 2. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional 1. Kontribusi ekspor produk industri terhadap ekspor nasional 2. Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri 20,80 Persen 65 Persen 38 Persen 1. Tingkat produktivitas SDM industri 250.000 Rupiah/ Tenaga kerja 1. Jumlah hasil penelitian dan pengembangan yang siap diterapkan 35 Hasil Litbang 2. Jumlah hasil penelitian dan pengembangan yang telah diimplementasikan 10 Hasil Litbang Kuat, lengkap dan dalamnya struktur industri Tersebarnya pembangunan industri 1. Jumlah investasi di industri hulu dan antara 900 Proyek 2. Tingkat Kandungan Lokal 500 Produk 1. Rasio PDB industri luar Jawa terhadap PDB industri Jawa 2. Perbandingan jumlah IKM di luar Pulau Jawa dan Jawa 27,73 : 72,27 Rasio 32 : 68 Rasio Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB 1. Meningkatnya kontribusi PDB IKM terhadap PDB Industri 35 Persen 20

B. RENCANA ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Perjanjian kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2015 dengan sasaran strategis, indikator kinerja utama dan pentargetan yang telah ditetapkan pada tahun 2015, didukung dengan pembiayaan APBN sebesar Rp. 4.599.409.087.000,00. Anggaran tersebut dirinci berdasarkan program. Secara lengkap anggaran tersebut disajikan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Pagu Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2015 Berdasarkan Program (dalam ribu rupiah) No. Program Pagu 2015 1. 2. Program Pengembangan SDM Industri dan Dukungan Manajemen Kementerian Perindustrian Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perindustrian 1.142.251.616 20.305.283 3. Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Berbasis Agro 354.789.761 4. 5. 6. 7. Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Logam, Kimia, Tekstil dan Aneka Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Alat Transportasi, Mesin, Elektronika dan Alat Pertahanan Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kemenperin 354.575.743 369.035.768 622.945.133 46.179.969 8. Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri 579.139.170 9. Program Penumbuhan dan Pengembangan Perwilayahan Persebaran Industri 1.061.892.000 10. Program Pengamanan Industri dan Kerjasama Internasional 49.860.699 Total 4.600.975.142 21

Bab III A. CAPAIAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Capaian kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2015 merupakan pencapaian kinerja seluruh jajaran Kementerian Perindustrian dalam melakukan berbagai upaya melalui program dan kegiatan guna mencapai target yang telah ditetapkan pada tahun 2015. Capaian kinerja ini bukan hanya menguraikan capaian kinerja sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai kontrak kinerja Menteri Perindustrian dalam dokumen Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2015, namun juga menguraikan capaian kinerja lain, yaitu kinerja makro sektor industri, kinerja program prioritas nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), kinerja program Kementerian Perindustrian, kinerja kelembagaan dan kinerja keuangan. Analisis pencapaian dilengkapi dengan pembandingan capaian dengan tahun sebelumnya serta dengan kinerja lainnya. Namun terdapat beberapa sasaran strategis maupun indikator kinerja utama yang tidak dapat diperbandingkan. Hal ini dikarenakan pada tahun sebelumnya tidak ditetapkan sebagai sasaran strategis atau indikator kinerja utama yang sama, serta dikarenakan ketidaktersediaan data. 1. Kinerja Sasaran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 Kementerian Perindustrian Sebagaimana telah diperjanjikan dalam dokumen Perjanjian Kinerja tahun 2015, kinerja sasaran yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2015 mencakup 7 (tujuh) sasaran strategis dalam perspektif Pemangku Kepentingan ( Stakeholder) yang diukur melalui 12 (dua belas) indikator kinerja utama (IKU). Sebagaimana telah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa pada sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2015 Kementerian Perindustrian masih mengacu pada Renstra 2010-2014. Hal ini dikarenakan dokumen Renstra 2015-2019 tersusun di 22

triwulan III tahun 2015. Data capaian kinerja yang disajikan dalam laporan kinerja tahun 2015 ini dimungkinkan adanya perbedaan penyajian angka capaian dan data kinerja pada tahun-tahun sebelumnya karena memang terjadi pembaharuan data berdasarkan data pembaharuan dari sumber yang berkompeten seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan unit kerja Pusat Data dan Informasi (Pusdatin). a. Nilai Tambah Industri Nilai tambah industri dimaksud adalah nilai tambah dari hasil produksi yang merupakan selisih antara nilai output dengan nilai input. Sasaran strategis ini diukur melalui indikator kinerja utama: 1). Laju pertumbuhan industri dengan target tahun 2015 sebesar 6,00 persen. 2). Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional dengan target pada tahun 2015 sebesar 20,80 persen. Laju pertumbuhan industri, diukur melalui penghitungan pertumbuhan nilai tambah dihitung dengan melihat tingkat pertumbuhan sektor industri non migas sesuai data dari BPS. Bila ditemukan ada nilai tambah yang menggabungkan industri dari direktorat yang berbeda, lakukan kesepakatan untuk membagi nilai tambah tersebut (gunakan sampai 5 digit nilai ISIC). Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional, diukur melalui penghitungan besaran persentase kontribusi industri pengolahan non-migas terhadap PDB Nasional (diperoleh dari nilai ISIC number kepala 3) agregasi dari 3 unit sektoral. Tabel. 3.1. Target dan Realisasi Tahun 2015 IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri Sasaran Strategis IKU 2015 Target Realisasi Capaian Satuan Tingginya Nilai Tambah Industri Laju pertumbuhan industri non-migas Kontribusi industri pengolahan non-migas terhadap PDB nasional 6,0 5,04 84 Persen 20,80 18,18 87,40 Persen 23

Tabel. 3.2. Capaian IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri Sasaran Strategis IKU 2011 2012 2013 2014 2015 Satuan Tingginya Nilai Tambah Industri Laju pertumbuhan industri Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional 111,97 94,81 85,43 82,50 84 Persen 89,44 104,25 98,33 84,81 87,40 Persen Tabel. 3.3. Realisasi IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri Sasaran Strategis IKU 2011 2012 2013 2014 2015 Satuan Tingginya Nilai Tambah Industri Laju pertumbuhan industri Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional 6,74 6,40 6,10 5,61 5,04 Persen 20,92 20,85 20,76 17,87 18,18 Persen Pencapaian target indikator laju pertumbuhan industri dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 terus mengalami penurunan. Capaian pada tahun 2011 sebesar 111,97 persen mengalami penurunan sampai tahun 2014 menjadi 82,50 persen. Namun pada tahun 2015, pencapaian target mengalami peningkatan menjadi sebesar 84 persen. Begitu juga dengan angka realisasi pertumbuhan industri, yang berangsur-angsur turun dari sebesar 6,74 persen pada tahun 2011, menjadi sebesar 6,40 persen pada tahun 2012 dan kembali turun pertumbuhannya hanya sebesar 6,10 persen pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2014 turun lagi hanya tumbuh sebesar 5,61 persen. Pada tahun 2015, realisasi pertumbuhan industri ini juga mengalami penurunan kembali sebesar 5,04 persen. Pada indikator kinerja utama kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional sampai dengan tahun 2015 memiliki kontribusi sebesar 18,18 persen. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kontribusi industri manufaktur 24

terhadap PDB nasional mengalami peningkatan setelah pada tahun lalu hanya mencapai 17,87 persen. Capaian kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional sempat mengalami penurunan pencapaian dari target yang telah ditetapkan dari tahun 2012 sebesar 104,25 persen hingga 2014 mencapai 84,81 persen. Sedangkan pada tahun 2015, capaian indikator ini meningkat yaitu sebesar 87,40 persen. Nilai kontribusi industri pengolahan khususnya industri pengolahan nonmigas yang selalu terbesar dibanding dengan lapangan usaha lain ini menjadi bukti pentingnya peranan sektor industri sebagai penggerak perekonomian nasional. Hal ini sekaligus menjadi pendorong bagi Kementerian Perindustrian untuk selalu fokus dan berkinerja secara maksimal dan terbaik. Tabel. 3.4. Peran Sektor Industri Terhadap PDB Nasional (Persen) (tahun dasar 2010) No Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014* 2015** 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13.51 13.37 13.39 13.34 13,52 2 Pertambangan dan Penggalian 11.81 11.61 10.95 9.87 7,62 3 Industri Pengolahan 21.76 21.45 20.98 21.01 20,84 a. Industri Migas 3.63 3.46 3.26 3.11 2,67 b. Industri Non Migas 18.13 17.99 17.72 17.89 18,18 4 Pengadaan Listrik dan Gas 1.17 1.11 1.04 1.08 1,14 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0.08 0.08 0.08 0.07 0,07 6 Konstruksi 9.09 9.35 9.51 9.86 10,34 7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 13.61 13.21 13.27 13.44 13,29 8 Transportasi dan Pergudangan 3.53 3.63 3.87 4.42 5,02 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.86 2.93 3.04 3.04 2,96 10 Informasi dan Komunikasi 3.60 3.61 3.58 3.50 3,53 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 3.46 3.72 3.87 3.87 4,03 12 Real Estate 2.79 2.76 2.77 2.79 2,86 13 Jasa Perusahaan 1.46 1.48 1.52 1.57 1,65 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3.89 3.95 3.90 3.83 3,91 15 Jasa Pendidikan 2.97 3.14 3.25 3.24 3,37 25