KERAGAAN PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI DARI SEKTOR PERBENIHAN INFORMAL (STUDI KASUS DI JAWA TIMUR)

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) ialah tanaman penghasil beras yang menjadi sumber

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS 2015

ADOPSI PETANI PADI SAWAH TERHADAP VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN ARGAMAKMUR, KABUPATEN BENGKULU UTARA, PROVINSI BENGKULU

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. pokok sebagian besar penduduk di Indonesia. karbohidrat lainnya, antara lain: (1) memiliki sifat produktivitas tinggi, (2) dapat

Pengembangan padi gogo merupakan usaha. Hasil Padi Gogo dari Dua Sumber Benih yang Berbeda. Sri Wahyuni

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Teknik Pengambilan Contoh Benih Kapas dalam Kemasan Plastik Di PT. Nusafarm Intiland corp Asembagus Jawa Timur

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

Kajian Produksi Benih Sumber Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

PENGEMBANGAN PERBENIHAN (UPBS) PADI DI SUMATERA UTARA. Tim UPBS BPTP Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di pulau Jawa, antara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau

Kinerja Lembaga Perbenihan dalam Mendukung Penyediaan Benih Padi Berkualitas di Provinsi Bangka Belitung

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

BAB VI. IDENTITAS KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Benih lada (Piper nigrum L)

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI PENANGKARAN SEBAGAI BENIH SUMBER DI LAMPUNG

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

SNI Standar Nasional Indonesia. Benih kapas. Badan Standardisasi Nasional ICS

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih.

PANEN DAN PENANGANAN BENIH CENGKEH DALAM PRODUKSI BENIH BERMUTU

Meinarti Norma Setiapermas, Widarto, Intan Gilang Cempaka dan Muryanto

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)

Kata kunci : Adopsi, VUB padi, Produktivitas, Jawa Timur

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN KADAR AIR AWAL TERHADAP DAVA SIMPAN BENIH KEDELAI1)

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

PENTINGNYA PENETAPAN BERAT 1000 BUTIR DALAM MENGETAHUI KUALITAS BENIH TANAMAN PERKEBUNAN. Oleh:

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

Buku Panduan ISTA tentang Benih Perdu Tanaman Tropis dan Subtropis Edisi pertama

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PETANI TERHADAP PENYEDIAAN BENIH UPBS BPTP GORONTALO

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BENIH (BA-2203) PENGUJIAN KEMURNIAN BENIH PADI DAN PENETAPAN BOBOT 1000 BENIH PADI

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

BAB III METODE PENELITIAN. Negeri Maulana Malik Ibrahim malang. Pada bulan Desember 2011 sampai

Uji Daya Tumbuh Benih Padi Lewat Masa Simpan

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI

BAB II TINJUAN PUSTAKA

MUTU BENIH JAGUNG DI TINGKAT PETANI DAN PENANGKAR DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENGUJIAN BENIH UNTUK SERTIFIKASI BENIH

PREFERENSI PETANI KABUPATEN BANGKA SELATAN TERHADAP BEBERAPA VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH

Produktivitas Varietas Padi dari Kelas Benih Berbeda

Mutu beras mendapat perhatian penting dalam perakitan

PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

Hasil Padi dari Empat Kelas Benih Yang Berbeda

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Kedelai

VII ANALISIS PENDAPATAN

PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG. Rahmawati, Yamin Sinuseng dan Sania Saenong Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

PENDAHULUAN Latar Belakang

Fauziah Yulia Andriyani dan Kiswanto: Produktivitas dan Komponen Hasil

Andi Ishak dan Dedi Sugandi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian km 6,5 Bengkulu ABSTRACT ABSTRAK

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

LAPORAN KEGIATAN PANEN RAYA PADI GOGO RANCAH DI LOKASI P4MI, DESA KEMIRI, KECAMATAN KUNDURAN, KABUPATEN BLORA Tanggal 13 Maret 2007

METODOLOGI PENELITIAN

PENGUJIAN MUTU BENIH JAGUNG DENGAN BEBERAPA METODE

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI KALIMANTAN SELATAN. Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia

PERSEPSI DAN MINAT ADOPSI PETANI TERHADAP VUB PADI SAWAH IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU

Peranan dan Dominasi Varietas Unggul Baru dalam Peningkatan Produksi Padi di Jawa Barat

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

PENGARUH KOMBINASI KADAR AIR BENIH DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP VIABILITAS DAN SIFAT FISIK BENIH PADI SAWAH KULTIVAR CIHERANG

PENYIAPAN BENIH TANAMAN PADI

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

a. Kebutuhan benih bersertifikat setiap tahun terus meningkat. b. Terbatasnya SDM yang menangani perbenihan.

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang berasal dari biji, contohnya yaitu padi. Dalam Al-Qur'an telah

PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI SEBAGAI PENANGKAR BENIH PADI DAN PALAWIJA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

TERCAPAINYA SWASEMBADA BENIH PADI UNGGUL BERSERITIFIKAT SEBAGAI SALAH SATU PENCIRI KABUPATEN BOGOR TERMAJU DI INDONESIA TAHUN 2015

Analisis Finansial Usaha Tani Penangkaran Benih Kacang Tanah dalam satu periode musim tanam (4bulan) Oleh: Achmad Faizin

Transkripsi:

KERAGAAN PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI DARI SEKTOR PERBENIHAN INFORMAL (STUDI KASUS DI JAWA TIMUR) Sri Wahyuni, Ade Ruskandar dan Tita Rustiati Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Benih yang digunakan oleh petani berasal dari sektor perbenihan informal dan sektor perbenihan informal. Penggunaan benih bersertifikat saat ini mencapai sekitar 62%, sedangkan sisanya berasal dari sektor perbenihan informal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keragaan produksi dan mutu benih dari sektor perbenihan informal telah dilaksanakan pada tahun 2010. Kegiatan diawali dengan enumerasi data sekunder dan wawancara ke petani pengguna benih tidak bersertifikat di tiga kabupaten: Blitar, Malang dan Pasuruan untuk mengetahui varietas yang ditanam, alasn penggunaan benih tidak bersertifikat, teknik bididaya dan penanganan benih serta cara penyimpanan benihnya. Selain itu, dilakukan analisa mutu benih dari sampel-sampel benih yang diperoleh dari petani (sekor perbenihan informal). Sebagian besar petani yang menggunakan benih hasil produksi sendiri menanam benih varietas unggul seperti: Ciherang, IR 64 dan Way Apo Buru. Sebagian besar petani menggunakan benih bersertifikat bila ada bantuan dari pemerintah. Alasan terbesar penggunaan benih produksi sendiri di Blitar dan Malang adalah: varietas sama untuk beberapa musim, sedangkan di Pasuruan petani beranggapan benih mereka sendiri mutunya lebih bagus dibandingkan membeli di pasaran. Sebagian besar petani melakukan roguing 1 kali selama pertanaman, sedangkan sebagian kecil roguing 2 kali selama pertanaman. Sebagian besar responden tidak melakukan pembersihan benih sebelum disimpan (90% responden di Pasuruan, 92% responden di Blitar dan 89% responden di Malang). Bila dibandingkan dengan persyaratan mutu benih sebar, sebagian besar benih yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu benih sebar, kecuali sebanyak 6, 1 dan 1 sampel benih berturut-turut dari Malang, Pasuruan dan Blitar. Benih-benih yang tidak memenuhi syarat tersebut disebakab oleh persentase kadar air atau kotoran benih yang tinggi. Perbaikan dalam pengolahan (pengeringan) dan pembersihan benih sebelum simpan serta cara penyimpanan yang baik perlu dilakukan untuk menjaga mutu benih dari sektor perbenihan informal tetap tinggi sampai saat tanam. Kata kunci: padi, varietas, mutu benih, sektor perbenihan informal PENDAHULUAN Varietas unggul padi merupakan inovasi teknologi utama dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang berperan sangat dominan dalam peningkatan produktivitas padi, dan kontribusinya mencapai 56% dalam peningkatan produksi beras nasional (BB Padi, 2007). Saat ini, petani mendapatkan benih untuk pertanamannya dari dua sumber yaitu: (i) benih yang diperoleh dari pasar atau pedagang dan produsen benih komersial yang disebut sektor perbenihan formal (formal seed sector), dan (ii) benih yang berasal dari hasil panen sendiri (farm- 171

saved seed) atau beli/barter dengan petani lain yang disebut sektor perbenihan informal (Turner, 1996). Sektor perbenihan formal yang menghasilkan benih padi bersertifikat baru dapat memasok sekitar 62% dari total kebutuhan benih, sedangkan kebutuhan benih sisanya (48%) dipenuhi dari sektor perbenihan informal (Direktorat Perbenihan, 2009a). Saat ini, perhatian terhadap sektor perbenihan informal seperti diseminasi varietas unggul dan inovasi teknologi lainnya melalui sektor perbenihan informal masih lemah. Padahal sektor informal merupakan sumber benih untuk pertanaman seluas 48 % dari total areal tanam padi di Indonesia. Penguatan diseminasi varietas unggul padi dan teknologi pendukungnya seperti pengelolaan tanaman terpadu, pengendalian hama dan penyakit terpadu atau cara penyimpanan benih yang baik kepada petani subsisten melalui sektor perbenihan informal diharapkan dapat mempercepat peningkatan adopsi varietas unggul padi. Transfer teknologi produksi padi termasuk pengenalan varietas unggul baru pada sektor perbenihan informal di Kabupaten Blora, Lombok Timur dan Pandeglang telah berhasil mendorong petani dapat menyediakan benih untuk keperluan sendiri dan adopsi varietas unggul baru meningkat (Nugraha dan Wahyuni, 2008, Wahyuni dan Rasam, 2010). Meskipun demikian, pembinaan petani yang memproduksi benih untuk kepentingannya sendiri masih perlu dilakukan terutama dalam proses untuk mendapatkan benih yang bermutu tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi keragaan produksi benih dan kualitas benih yang dihasilkan oleh sektor perbenihan informal di Jawa Timur. METODOLOGI Penelitian diawali dengan survei melalui wawancara ke petani responden di daerah-daerah yang petaninya banyak menggunakan benih hasil produksi sendiri/tidak bersertifikat (benih dari sektor perbenihan informal). Berdasarkan data sekunder dipilih 3 kabupaten sebagai lokasi survei yaitu Pasuruan, Malang dan Blitar. Survei dilakukan dengan cara mendatangi petani responden yang dipilih secara purposif atas dasar petani yang menggunakan benih dari sektor perbenihan informal/tidak bersertifikat/benih produksi sendiri minimal satu kali dalam satu tahun. Pertanyaan kunci yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Pola usaha tani dan luas lahan garapan 2. Alasan petani menggunakan benih tidak bersertifikat / produksi sendiri 3. Varietas yang ditanam 4. Cara produksi benih yang dilakukan oleh petani 5. Cara pengeringan, pembersihan dan penyimpanan benih oleh petani Selain itu, juga diambil sampel benih dari para petani responden (benih hasil produksi petani sendiri) untuk diuji mutunya di Laboratorium Mutu Benih BB Penelitian Tanaman padi. Pengujian mutu benih meliputi: daya berkecambah, kemurnian fisik benih (persentase benih murni dan kotoran), serta kadar air benih. Analisis mutu benih dilakukan mengikuti metode ISTA (2008) dengan modifikasi kertas menggunakan kertas merang dalam pengujian daya berkecambah. Analisis kadar air benih dan kemurnian fisik diulang dua kali, sedangkan analisis 172

daya berkecambah benih diulang empat kali dengan jumlah benih per ulangan 100 butir. Data hasil uji mutu benih diolah sesuai dengan ISTA (2008) dan kemudian dibandingkan dengan standar minimum mutu benih bersertifikat untuk kelas benih sebar (Direktorat Perbenihan, 2009b). Juga diuji vigor benih dengan metode AAT (Accelerated Ageing Test) dengan mengikuti metode AOSA (2009). HASIL DAN PEMBAHASAN Varietas dan pola tanam petani pengguna benih dari sektor perbenihan informal Varietas yang diterapkan oleh petani pengguna benih dari sektor perbenihan informal tampak beragam antar kabupaten. Petani pengguna benih dari sektor perbenihan informal di Pasuruan menanam varietas unggul baru: Ciherang, IR 64 dan Mekongga serta beberapa varietas lainnya. Petani pengguna benih produksi sendiri di Blitar menanam paling banyak Situ Patenggang dan Ciherang, sedangkan petani di Malang menanam IR 64 dan sebagian kecil menanam Ketan Sri Jaya (ketan lokal) (Tabel 1). Penanaman VUB oleh petani yang memproduksi benih sendiri dilakukan setelah mendapatkan bantuan benih (BLBU) yang hasil panenanya untuk benih pada musim tanam berikutnya. Petani responden umumnya memerlukan 25-40 kg benih/ha, sementara bantuan benih dari pemerintah hanya 20 kg/ha. Karena tidak mencukupi dan petani ingin mencoba varietas baru (seperti saat petani mencoba varietas Cibogo atau Situ Patenggang), maka petani lebih tertarik membeli benih pokok dibandingkan benih sebar, dengan alasn: (1) petani trauma dari pengalamannya yang pernah mendapat bantuan benih label biru tapi mutunya sangat jelek, dan (2) anggapan bila menaman benih pokok maka mutu hasil gabahnya setara dengan benih sebar dan petani dapat menggunakannya untuk pertanaman beikutnya. Pola tanam yang diterapkan oleh petani sektor perbenihan informal juga berbeda antar wilayah. Petani pengguna benih sektor perbenihan informal di Pasuruan sebagian besar menerapkan pola tanam padi-palawija-palawija (44,4%) yang diikuti dengan padi-padi-palawija (38,9%). Seperti petani di Pasuruan yang menanam 3 kali dalam satu tahun, petani responden di Blitar paling banyak menerapkan pola tanam padi-padi-palawija (47,4%) dan padipalawija-palawija (31,6%), sedangkan petani di Malang pola tanamnya adalah padi-padi-padi (55,2%) dan padi-padi-palawija (41,4%) (Tabel 2). Alasan penggunaan benih bersertifikat dan benih dari hasil sendiri Alasan ini diketahui dari wawancara dengan 67 responden, terdiri dari 23 responden di Pasuruan, 14 responden di Blitar dan 30 responden di Malang. Alasan petani dalam menggunakan benih hasil produksi sendiri sangat beragam (Tabel 3). Bagi petani di daerah Pasuruan alasan utama penggunaan benih produksi sendiri adalah harga benih mahal (35%), dan mutu benih bersertifikat tidak berbeda dengan produksi sendiri (26%). Sementara bagi petani di Blitar dan Malang, alasan utama menggunakan benih produksi sendiri adalah varietas yang ditanam sama. Beberapa petani membeli benih bersertifikat satu kali, kemudian turunannya digunakan untuk pertanaman musim berikutnya 1, 2 atau 3 173

kali musim tanam tergantung penampilan tanaman masih seragam atau tidak. Jika pertanaman mulai tidak seragam petani membeli benih kembali. Tabel 1. Varietas dari sektor perbenihan informal di kabupaten di Jawa Timur No Varietas Pasuruan Blitar Malang a. Ciherang 63,2 36,8 22,9 b. IR 64 21,1 0,0 65,7 c. Mekongga 5,2 0,0 0,0 d. Situ Patenggang 0,0 42,1 0,0 e. Cisadane 0,0 10,5 0,0 f. Ketan Sri Jaya 0,0 0 11,4 g. Lainnya 10,53 10,5 0 Tabel 2. Pola tanam petani dari sektor perbenihan informal di 3 kabupaten di Jawa Timur No Pola tanam Pasuruan Blitar Malang a. Padi-padi-padi 16,7 5,3 55,2 b. Padi-padi-palawija 38,9 47,4 41,4 c. Padi - palawija-palawija 44,4 31,6 0,0 d. Padi-padi-bera 0,0 0,0 3,4 e. Padi-bera 0,0 15,8 0,0 Tabel 3. Alasan penggunanan benih hasil sendiri/tidak bersertifikat Alasan Persentase petani responden (%) Pasuruan Blitar Malang Varietas sama untuk beberapa musim 21,7 69,2 36,7 Mutu benih tidak berbeda 26,1 7,7 20,0 Hasil gabah tidak berbeda 8,7 7,7 16,6 Harga benih mahal / irit biaya 34,8 7,7 26,7 Mutu benih produksi sendiri lebih bagus 8,7 7,7 - Teknik produksi benih padi di tingkat petani Pengetahuan petani dalam memproduksi benih sebagian besar berasal dari pengalaman sendiri (87% responden di Pasuruan; 44% responden di Blitar dan 75% responden di Malang), sedangkan sebagian petani lainnya mendapatkan pengetahuan dari pelatihan, dari anggota kelmpok tani lainnya, maupun dari orang tua. Dalam memproduksi benih, 100% responden di Pasuruan melakukan seleksi di pertanaman satu kali menjelang panen. Di Blitar 21% responden tidak melakukan seleksi, sisanya 50% melakukan seleksi satu kali menjelang panen, 7% panen dengan cara memilih malai dan 21% melakukan roguing 2 kali setelah berbunga dan menjelang panen. Sebanyak 20% responden di Malang tidak melakukan seleksi, 47% melakukan seleksi satu kali menjelang panen dan sisanya melakukan seleksi 2 kali. Semua responden melakukan pengeringan benih dengan cara penjemuran antara 2-3 hari tergantung intensitas sinar matahari. Namun, sebagian besar responden tidak melakukan pembersihan benih sebelum disimpan (90% responden di Pasuruan, 92% responden di Blitar dan 89% responden di Malang). Semua responden menyimpan benihnya dengan menggunakan karung plastik dengan masa simpan yang bervariasi yakni antara 1-3 bulan. Penyimpanan dalam jangka waktu yang lama hanya dilakukan untuk benih padi gogo. 174

Mutu benih dari sektor perbenihan informal Sampel benih dari sektor perbenihan informal diperoleh dari 3 kabupaten yaitu; Malang, Pasuruan dan Blitar. Sebagian benih yang diproduksi oleh petani di Kabupaten Malang adalah varietas unggul, kecuali ketan lokal Sri Jaya. Sebagian besar benih masih mempunyai daya berkecambah di atas 80%, kecuali sampel benih IR 64 (nomor 5 dan 23), serta Ketan Sri Jaya sampel nomor 27 (Tabe 4). Hal ini terkait erat dengan umur benih, sebagian besar benih merupakan benih yang bermurur sekitar satu bulan, yang rencananya sebagian benih tersebut akan digunakan untuk tanam sekitar dua bulan berikutnya. Sebanyak satu sampel memiliki kadar air di atas 13%, namun sebanyak 23 sampel memiliki persentase kotoran yang melebihi 2% (batas maksimum % kotoran dalam benih), bahkan ada yang mencapai 7%. Persentase kotoran benih yang tinggi terkait dengan cara penanganan benih oleh petani, dimana sebagian petani (89% responden di Malang) tidak menapi benih (benih tidak dibersihkan) sebelum disimpan. Kondisi benih yang masih kotor saat disimpan akan menyebabkan peningkatan laju respirasi benih maupun mikroorganisme yang ada di benih tersebut, mendorong tumbuhnya jamur atau menurunkan viabilitas benih. Pada penelitian terdahulu, penyimpanan di tingkat petani dengan kondisi serupa mengakibatka benih padi terinfeksi oleh 10 jenis cendawan gudang dan cendawan terbawa benih (Wahyuni et al., 1999). Kadar air benih, jenis kemasan yang digunakan dan kondisi ruang simpan mempengaruhi daya simpan benih (Agrawal, 1981). Benih yang diproduksi oleh sektor perbenihan informal di Kabupaten Pasuruan juga varietas unggul seperti Ciherang, IR 64, Towuti, Inpari 1 dan sebagainya. Seperti di Kabupaten Malang, benih yang dihasilkan petani masih memiliki daya berkecambah yang tinggi, kecuali benih IR 64 sampel nomor 15. Sebanyak 5 sampel mempunyai vigor yang rendah (di bawah 80%), sebanyak 9 sampel mempunyai kadar air benih yang tinggi (>13%) dan 18 sampel (95%) mempunyai persentase kotoran yang tinggi (> 2%). Dalam penanganan benih, 90% responden di Kabupaten Pasuruan menyimpan benih dalam kondisi yang masih kotor (tanpa dilakukan penapian lebiih dahulu), yang berakibat pada persentase kotoran benih yang tinggi (Tabel 5). Sebaliknya mutu benih dari sektor perbenihan informal di Kabupaten Blitar saat sampling lebih jelek dibandingkan dengan benih dari Kabupaten Malang maupun Pasuruan. Hanya 4 dari 14 sampel (29%) yang memiliki daya berkecambah >80% dan hanya 3 sampel yang mempunyai vigor yang tinggi (Tabel 6). Hal ini terkait dengan umur benih, dimana benih padi gogo (Situ Patenggang) sudah berumur sekitar 5-6 bulan pada saat sampling. Selain itu, kondisi penyimpanan yang kurang baik yaitu benih disimpan dalam karung plastik, mengakibatkan mutu benih cepat menurun. Kondisi benih saat disimpan yang masih kotor terlihat dari persentase kotoran benih yang tinggi (>2%), kecuali benih Inpari 1 (sampel nomor 4) akan memberi kontribusi terhadap penurunan mutu benih selama penyimpanan. Sebagian besar benih yang dihasilkan oleh petani responden mempunyai kadar kotoran dan kadar air yang tinggi. Kadar air benih yang tinggi akan 175

berpengaruh terhadap mutu benih selama penyimpanan (Delouche, 1973). Selain itu, pada kadar air benih sekitar 14%, jamur masih mungkin tumbuh pada permukaan dan di dalam benih. Semakin rendah kadar air benih, maka daya simpan benih akan semakin panjang. Kaidah yang dianut selama ini adalah bahwa pada kisaran kadar air benih antara 5-14%, penurunan 1% kadar air akan memperpanjang daya simpan 2 kali lipat (Delouche, 1973). Tabel 4. Mutu benih yang dihasilkan oleh sektor perbenihan informal di Kabupaten Malang No. Varietas Mutu Fisiologis (%) Mutu Fisik (%) DB Vigor K Air B. Murni Kotoran 1. Ciherang 91 82 11,48 94,7 5,3 2. Ciherang 94 90 11,58 95,5 4,5 3. IR 64 92 94 11,38 96,0 4,0 4. IR 64 91 85 12,83 96,5 3,5 5. IR 64 67 71 13,06 96,0 4,0 6. IR 64 96 94 12,40 94,4 5,6 7. IR 64 96 93 11,94 93,0 7,0 8. IR 64 94 92 12,80 96,2 3,7 9. IR 64 91 93 12,12 98,0 1,9 10. IR 64 95 81 12,56 97,0 3,0 11. IR 64 94 92 11,66 93,3 6,7 12. IR 64 95 96 11,47 98,5 1,4 13. IR 64 82 84 12,14 92,9 7,0 14. IR 64 92 91 11,73 97,7 2,3 15. IR 64 95 93 12,04 98,7 1,3 16. IR 64 89 83 12,52 94,0 5,9 17. IR 64 94 94 12,62 98,5 1,4 18. IR 64 91 87 11,86 97,7 2,2 19. IR 64 91 90 12,48 92,6 7,4 20. IR 64 94 90 11,71 96,7 3,3 21.. IR 64 94 91 12,01 98,3 1,6 22. IR 64 92 90 11,90 96,3 3,7 23. IR 64 78 65 12,01 99,0 1,0 24. Ketan Sri Jaya 94 93 11,41 97,8 2,2 25. Ketan Sri Jaya 90 91 12,75 97,3 2,6 26. Ketan Sri Jaya 94 91 12,01 95,3 4,7 27. Ketan Sri Jaya 49 27 12,74 95,2 4,7 28. Memberamo 95 94 12,23 96,6 3,4 29. WAB 95 95 11,13 96,8 3,2 Kondisi penyimpanan benih dengan kadar air benih yang tinggi dan benih disimpan dalam kondisi yang masih kotor, menyebabkan peningkatan laju respirasi benih maupun laju perkembangan mikroorganisme di dalam massa benih tersebut, berakibat pada tumbuhnya jamur atau menurunkan viabilitas benih. Hasil penelitian lain menunjukan penyimpanan di tingkat petani dengan kondisi serupa mengakibatka benih padi gogo terinfeksi 10 jenis cendawan gudang dan cendawan terbawa benih (Wahyuni et al., 1999). Kadar air benih, jenis kemasan yang digunakan dan kondisi ruang mempengaruhi daya simpan benih (Agrawal,1981, Wilson, 2005). Hasil penelitian Mulsanti dan Wahyuni (2007) menunjukkan penyimpanan benih dengan kadar air awal <11% yang disimpan dalam karung plastik dapat disimpan sampai 7 bulan, bahkan sampai >9 bulan bila digunakan kantong plastik yang di seal rapat. Berdasarkan hasil survei ini, beberapa perbaikan perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil gabah dan mutu benih yang dihasilkan oleh petani sektor perbenihan informal yaitu: 176

i. Transfer pengetahuan cara seleksi tanaman menyimpang dan campuran varietas lain sehingga kemurnian genetik dari varietas tersebut akan terjaga. ii. Transfer pengetahuan pengeringan benih sampai kadar air sekitar 13%, pembersihan benih sebelum disimpan dan penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk mempetahankan mutu benih selama penyimpanan. Tabel 5. Mutu benih yang dihasilkan oleh sektor perbenihan informal di Kabupaten Pasuruan No. Varietas Mutu Fisiologis (%) Mutu Fisik ( % ) DB Vigor K Air B. Murni Kotoran 1. Ciherang 85 81 13,03 96,4 3,3 2. Ciherang 96 92 13,70 97,4 2,6 3. Ciherang 95 95 12,03 99,3 0,6 4. Ciherang 92 91 12,85 93,5 6,5 5. Ciherang 83 66 12,79 94,2 5,7 6. Ciherang 91 95 14,56 97,0 3,0 7. Ciherang 86 80 12,40 93,7 6,3 8. Ciherang 94 94 12,84 93,4 6,6 9. Ciherang 84 73 12,01 95,5 4,5 10. Ciherang 94 93 11,97 96,6 3,4 11. Ciherang 90 71 13,30 90,4 9,6 12. Ciherang 94 92 14,17 93,2 6,8 13. Inpari 1 94 94 12,10 97,8 2,1 14. Inpari 13 97 97 14,47 93,8 6,2 15. IR 64 72 51 13,70 97,4 2,5 16. IR 64 91 88 11,44 97,3 2,7 17. IR 64 83 76 12,46 94,6 5,4 18. Silugonggo 94 91 13,05 94,1 5,9 19. Towuti 96 94 12,80 96,3 3,6 Tabel 6. Mutu benih yang dihasilkan oleh sektor perbenihan informal di Kabupaten Blitar No. Varietas Mutu Fisiologis (%) Mutu Fisik ( % ) DB Vigor K Air B. Murni Kotoran 1. Cibogo 80 75 12,11 90,5 9,5 2. Ciherang 31 15 11,89 95,2 4,8 3. Inpari 1 94 88 12,37 91,2 8,8 4. Inpari 1 98 97 12,71 98,0 1,8 5. Inpari 1` 74 55 12,81 95,3 4,7 6. Situ Patenggang 59 40 13,58 92,9 7,1 7. Situ Patenggang 79 60 12,77 93,6 6,4 8. Situ Patenggang 67 55 12,27 94,1 5,9 9. Situ Patenggang 55 8 12,56 94,9 5,1 10. Situ Patenggang 93 84 12,43 96,0 4,0 11. Situ Patenggang 71 45 12,43 96,0 4,0 12. Situ Patenggang 36 3 12,27 91,9 8,1 13. Situ Patenggang 70 7 12,19 95,8 4,2 14. Situ Patenggang 77 49 12,00 92,6 7,4 KESIMPULAN Sebagian besar petani yang menggunakan benih hasil produksi sendiri menanam benih varietas unggul seperti: Ciherang, IR 64 dan Way Apo Buru. Sebagian besar petani menggunakan benih bersertifikat bila ada bantuan. Alasan terbesar penggunaan benih produksi sendiri di Blitar dan Malang adalah varietas sama untuk beberapa musim, sedangkan di Pasuruan petani beranggapan benih panenan sendiri mutunya lebih bagus dibandingkan membeli di pasaran Sebagian besar petani melakukan roguing 1 kali selama pertanaman, sedangkan sebagian kecil roguing 2 kali selama pertanaman. Sebagian besar respon- 177

den tidak melakukan pembersihan benih sebelum disimpan (90% responden di Pasuruan, 92% responden di Blitar dan 89% responden di Malang). Bila dibandingkan dengan persyaratan mutu benih sebar, sebagian besar benih yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu benih sebar, kecuali 6, 1 dan 1 sampel benih dari berturut-turut Malang, pasuruan dan Blitar. Perbaikan dalam pengolahan (pengeringan) dan pembersihan benih sebelum simpan serta cara penyimpanan yang baik perlu dilakukan untuk menjaga mutu benih dari sektor perbenihan informal tetap tinggi sampai saat tanam. DAFTAR PUSTAKA Agrawal,R.L.1981. Seed technology. Oxford and IBH Publ. Co. New Delhi. 318 p. BB Penelitian Padi. 2007. Penelitian Padi Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Beras Nasional. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Pertanian. 22 hal. Delouche, J.C., R.K.Matthes, G.M. Dougherty and A.H.Boyd. 1973. Storage of seed in subtropical and tropical regions. Seed Sci. And Technol. 1:663-791 Direktorat Perbenihan. 2009a. Laporan Tahunan Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Tahun 2009. Direktorat Perbenihan. 2009b. Persyaratan dan Tatacara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan. 173 pp. ISTA. 2008. International Rules for Seed Testing Edition 2008. The Germination Test: 5.1 5. 9. International Seed Testing Association, Switzerland Mulsanti, I.W. dan S.Wahyuni. 2007. Pengaruh suhu dan jenis kemasan terhadap daya simpan benih padi dengan kadar amilosa yang berbeda. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Nendukung Hari Pangan Sedunia 2007. Buku I: 206-217. Nugraha, U.S. dan S. Wahyuni. 2008. Model pengembangan benih di wilayah Blora dan Lombok Timur. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dan P4MI. OASA. 2009. www.aosaseed.com/publications.htm#vigor. 2009. Seed vigor testing handbook. Part IV: Seed Vigor Test Procedures. Updated December 2009 Turner, M.R. 1996. Problem of Privatizing the Seed Supply in Self-Pollinated Grain Crops. In H.van Amstel, et al. (Ed.). Integrating Seed Systems for Annual Food Crops. CGPRT No.32: 17-29. Wahyuni, S., U.S.Nugraha dan T.S.Kadir. 1999. Evaluasi teknik pengelolaan dan mutu benih padi gogo di tingkat petani.jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol 8 (1):1-5. Wahyuni, S. dan Rasam. 2010. Penyiapan penangkar padi gogo di tingkat pedesaan. Laporan Tahunan Penelitian Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Wilson Jr., D.O. 2005. The storage of ortodoks seeds. Seed quality: basic mechanisms and agricultural implications. New York: Food Products Press p: 38-43. 178