ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

dokumen-dokumen yang mirip
INDEPENDENSI HAKIM DALAM SISTEM PERADILAN PAJAK DI INDONESIA

Pajak Kontemporer Peradilan Pajak

REPOSISI PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TERHADAP KEBERATAN WAJIB PAJAK 1 Oleh : Jenifer M.

BAB I PENDAHULUAN. pajak bagi APBN dari tahun ke tahun. 1. dari swasta kepada sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat

KEBERLAKUAN NORMATIF KETENTUAN PIDANA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK. Oleh:

KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. Penerimaan Pajak Diperkirakan Rp 604 Triliun, diunduh tanggal 30 Mei 2010.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak,

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun yang. perolehan pajak bagi APBN dari tahun ke tahun.

Peradilan Adminitrasi Pajak

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam negara hukum. Karena dalam perspektif fungsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang didalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Positive. Personality. OLEH-OLEH DARI MEDAN hal. 4. Disiplin Tanpa Batas

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA SEBAGAI SOLUSI SENGKETA PAJAK (ATURAN DAN PELAKSANAANNYA) Oleh : Rizal Muchtasar 1. Intisari

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM WAJIB PAJAK ATAS PUTUSAN BANDING PPh BADAN YANG DIAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI S K R I P S I

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI KOMISI NEGARA DALAM PENYIDIKAN ANAK AGUNG PUTU WIWIK SUGIANTARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

BAB I PENDAHULUAN. (the independent of judiciary). Independensi peradilan mengandung

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN UU NO.14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN UU NO

BAB I PENDAHULUAN. konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur, dalam hal ini negaralah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA: ATURAN DAN PELAKSANAANNYA SEBAGAI SOLUSI SENGKETA PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UPAYA HUKUM KEBERATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma)

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

commit to user BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam konstitusi di. pengganti undang-undang (Perppu). Peraturan Pemerintah Pengganti

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

PEMBUKTIAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI PENGADILAN PAJAK (STUDI KASUS PT TECTONIA GRANDIS)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan hukum juga berfungsi untuk kesejahteraan hidup manusia. perjuangan manusia dalam konteks mencari kebahagiaan hidup.

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

RINGKASAN. Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi. Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Hasil pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. peradilan yang baru ada, melainkan sudah lama ada di Indonesia. Peradilan ini

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN

terhadap penelitian normatif (penelitian yuridis normatif), maka penting sekali

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan dipergunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa sifat pajak adalah paksaan dan harus diatur oleh undang-undang. Pemungutan pajak diwajibkan menggunakan undang-undang, sebab pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah yang tidak ada imbalannya yang secara langsung dapat ditunjuk. Peralihan kekayaan demikian itu dalam kata sehari-hari hanya dapat berupa penggarongan, perampokan, pencopetan (dengan paksa), atau pemberian hadiah dengan sukarela dan ikhlas (tanpa paksaan). 1 Oleh karena itu pemungutan pajak harus berlandaskan pada undang-undang. Dalam pelaksanaan pemungutan pajak untuk melaksanakan ketentuan perpajakan tidak jarang terjadi Wajib Pajak merasa kurang puas atas ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya, ketidakpuasan tersebut mengakibatkan timbulnya sengketa. 1 Rochmat Soemitro, Asas Dan Dasar Perpajakan 1, Refika Aditama, Bandung,1998 h.8. 1

2 Sengketa Pajak menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Pengertian Banding menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku di bidang perpajakan. Sedangkan yang dimaksud Gugatan menurut ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang undangan perpajakan yang berlaku. Untuk menyelesaikan sengketa pajak dibentuklah satu badan peradilan yaitu Pengadilan Pajak. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak disebutkan bahwa badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

3 Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan Rumusan tersebut tampaknya dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa Pengadilan Pajak memang merupakan lembaga yang dapat digunakan sebagai sarana bagi rakyat selaku wajib pajak atau penanggung pajak untuk mendapatkan keadilan di bidang perpajakan. 2 Fungsi pengadilan pajak adalah bukan sekedar penegak hukum pajak semata, tetapi juga sebagai instrumen perlindungan hukum bagi rakyat selaku Wajib Pajak ketika berhadapan dengan pemerintah sebagai penguasa yang berkedudukan sebagai fiskus. 3 Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 24 (1) dan(2) perubahan ketiga Undang-undang Dasar 1945 tidak menjelaskan keberadaan pengadilan pajak di sana hanya menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 2 lembaga pemegang kekuasan kehakiman tertingi, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi beserta 4 lingkungan peradilan di bawahnya, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (TUN). Dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 25 (1) menyatakan bahwa badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Berdasarkan ketentuan di atas kita tidak melihat adanya ketentuan yang mengatur keberadaan pengadilan pajak sebagai badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. 2 Sri Y Pudyatmoko, Pengadilan Dan Penyelesaian Sengketa Di Bidang Pajak, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2009, h. 49. 3 Muhammad Sukri Subki, dan Djumadi, Menyelesaikan Sengketa Melalui Pengadilan Pajak. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007, h. 60-62.

4 Dalam Undang-Undang No 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pasal 9a menyatakan di lingkungan peradilan tata usaha negara dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan undang-undang, dalam penjelasannya yang dimaksud dengan khusus adalah deferensiasi atau spesialisasi di lingkungan peradilan tata usaha negara, misalnya pengadilan pajak. Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 secara tegas juga dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha Negara. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Pasal 5 dan pasal 11 ayat (1) Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak disebutkan bahwa pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak serta pengawasan umum terhadap hakim Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Kementrian Keuangan. Hal ini menunjukkan status dan kedudukan Pengadilan Pajak yang tidak mandiri, sebagai lembaga peradilan yang menjalankan fungsi yudikatif dia juga berada di bawah kekuasaan eksekutif.

5 Kedudukan Pengadilan Pajak yang berada di bawah 2 atap dapat mengakibatkan tidak independennya kekuasaan kehakiman dalam memutus perkara. Pengadilan adalah kekuasaan yudikatif yang seharusnya berada di bawah Mahkamah Agung, baik organisasi, administrasi maupun finansialnya. Sehingga dapat terwujud peradilan yang mandiri karena memiliki kekuasaan sendiri terlepas dari campur tangan pihak lain. Beranjak dari latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan isu hukum dan permasalahan antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimana kedudukan Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan di Indonesia? 2. Apakah dengan kedudukan Pengadilan Pajak yang berada dalam 2 atap (yang satu di Mahkamah Agung, sedang lainnya berada di Kementerian Keuangan) akan mempengaruhi independensi hakim? Isu hukum dan permasalahan terebut merupakan titik anjak penelitian ini. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.1. Menganalisa kedudukan pengadilan pajak dalam sistem peradilan di Indonesia. 1.2. Menganalisa independensi hakim pengadilan pajak terkait dengan kedudukan pengadilan pajak tersebut

6 1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi: 2.1. Memberikan masukan secara umum untuk pengembangan Ilmu Hukum, dan secara khusus dalam bidang Hukum Pajak yang berkaitan dengan Pengadilan Pajak. 2.2. Memberikan masukan kepada pemerintah untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengadilan pajak (Undang - Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ) sehingga dapat membentuk undangundang yang baru yang lebih mencerminkan eksistensi pengadilan pajak dan independensi hakim pengadilan pajak. 1.4. Tinjauan Pustaka 1.4.1. Keberadaan Pengadilan Pajak Dalam Sistem Peradilan di Indonesia Peradilan adalah suatu proses penegakan hukum maupun memberi perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang bersengketa. 4 Peradilan dilaksanakan oleh suatu lembaga khusus yang disebut sebagai lembaga peradilan atau pengadilan. Peradilan pajak adalah suatu proses dalam hukum pajak yang bermaksud memberikan keadilan dalam hal sengketa pajak, baik kepada wajib 4 Muhammad Djafar Saidi, Perlindungan Hukum Wajib pajak dalam penyelesaian Sengketa pajak, Rajawali Pers. Jakarta, 2008, h.32.

7 pajak maupun kepada pemungut pajak (pemerintah), sesuai dengan ketentuan undang-undang/hukum positif. 5 Keberadaan Pengadilan Pajak di atur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak yaitu banding dan gugatan. Konsep dasar pembentukan Pengadilan Pajak yang pada awalnya bernama Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) kemudian diubah menjadi Badan Penyelesaian Sengket Pajak (BPSP) adalah dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang bersengketa di bidang perpajakan, karena dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa pajak melalui BPSP masih terdapat ketidak pastian hukum yang dapat menimbulkan ketidak adilan. 6 Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 24 (2) menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 2 lembaga pemegang kekuasan kehakiman tertingi, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi beserta 4 lingkungan peradilan di bawahnya, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (TUN). Dari UUD 1945 tersebut di atas menggambarkan bahwa dalam sistem peradilan di Indonesia kekuasaan tertinggi yang menyelenggarakan peradilan dipegang oleh kekuasaan kehakiman dan dipimpin oleh Mahkamah Agung. Setelah Amandemen ke-4 UUD 1945, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menggantikan Undang- 5 Rochmat Soemitro, Asas Dan Dasar perpajakan 2, Refika Aditama, Bandung,1998, h.164. 6 Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2007, h. 78-79.

8 Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 dan Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Dari kedua Undang-Undang tersebut kedudukan Pengadilan Pajak secara eksplisit dinyatakan sebagai pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara. Ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan manakala diperlukan suatu peradilan khusus maka hanya dapat dibentuk dengan undang-undang dan berkedudukan di salah satu lingkungan pengadilan. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pengadilan pajak berada di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Di samping itu berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor 004/PUU-11/2004, dalam pertimbangan Pokok Perkara dinyatakan bahwa adanya ketentuan yang menyatakan bahwa pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, bahwa pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung, dan bahwa di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang-undang telah cukup menjadi dasar yang menegaskan Pengadilan Pajak termasuk dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 24 ayat (2) UUD 1945. Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-

9 Undang Nomor 28 Tahun 2007 secara tegas juga dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha Negara. 7 1.4.2. Independensi Hakim Pengadilan Pajak Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, artinya negara yang dijalankan berdasarkan hukum yang berlaku bukan berdasarkan kekuasaan. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 24 UUD 1945 setelah amandemen menyebutkan kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.hal ini berarti kekuasaan kehakiman yang merdeka atau independensi kekuasaan kehakiman, telah diatur secara konstitusional dalam UUD 1945. Dalam rangka mewujudkan prinsip kemandirian dan kemerdekaan tersebut lahirlah UU No.14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 1 UU tersebut menyatakan kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan 7 www.setpp.depkeu.go.id/datafile/.../berita%20pajak%20revisi.doc Diakses tanggal 24 Maret 2012.

10 Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Dalam penjelasannya di sebut Kekuasaan Kehakiman yang merdeka ini mengandung pengertian di dalamnya Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan Negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak extra judiciil, kecuali dalam hal-hal yang diijinkan oleh Undang-undang. Seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi Undang-Undang tersebut mengalami perubahan dari UU No. 14 tahun 1970 berubah menjadi UU No 35 tahun 1999 berubah lagi menjadi UU No 4 tahun 2004 dan perubahan terakhir UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Harapannya dengan disahkannya beberapa UU baru tersebut tidak ada lagi tekanan-tekanan terhadap pelaku kekuasaan kehakiman (hakim) dalam melaksanakan tugasnya untuk memutus suatu perkara. Pada akhirnya dengan sistem seperti itu independensi dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman menjadi lebih terjamin. Menurut Muchsin, pada masa lalu independensi kekuasaan kehakiman dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) hal, yaitu independen normatif dan independen empiris. Dari dua macam ini dalam prakteknya saling berkaitan satu sama lain, sehingga dilapangan muncul beberapa bentuk independensi sebagai berikut: 1. secara normatif independen dan realitanya juga independen. Disini antara ketentuan yang ada dalam perundang-undangan dengan kenyataan yang ada di lapangan kekuasaan kehakiman sama-sama independen. Bentuk ini merupakan bentuk ideal yang seharusnya terjadi pada sebuah negara hukum. 2. Secara normatif tidak independen dan realitanya juga tidak independen. Di Indonesia, model ini pernah terjadi pada tahun 1964 ketika UU No 19 Tahun 1964 disahkan, dimana pada pasal 19 nya disebutkan bahwa presiden dapat turut atau campur tangan dalam masalah pengadilan dan realitanya di

11 lapangan hal itu terjadi. Model ini merupakan terburuk dari model kekuasaan kehakiman karena kekuasaan kehakiman tidak merdeka dan tidak independen. 3. Secara normatif independen, akan tetapi realitanya tidak independen. Di Indonesia, model ini pernah terjadi pada masa orde baru di mana dalam peraturan perundang- undangan secara tegas dinyatakan kekuasaan kehakiman itu merdeka dan independen akan tetapi pada kenyataan di lapangan para hakim dan pelaku kekuasaan kehakiman sering mendapat intervensi dari eksekutif dan ekstra yudisial lainnya. 8 Lebih jauh lagi Jimly Asshiddiqie, mengkonsepsikan independensi kekuasaan kehakiman dalam 3 (tiga) pengertian: 1. Structural independence, yaitu independensi kelembagaan, di sini dapat dilihat dari bagan organisasi yang terpisah dari organisasi lain seperti eksekutif dan yudikatif. 2. Functional independence, yaitu independensi dilihat dari segi jaminan pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan kehakiman dari intervensi ekstra yudisial. 3. Financial independence, yaitu independensi dilihat dari segi kemandiriannya dalam menentukan sendiri anggaran yang dapat menjamin kemandiriannya dalam menjalankan fungsi. 9 Dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 disebutkan Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Hal ini dipertegas di Pasal 18 UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, 8 Muchsin, Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka dan Kebijakan Asasi, STIH IBLAM, Jakarta, 2004, h.10-11. 9 Ibid, h.12.

12 Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pasal 27 ayat (1) UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan Pengadilan Khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, dalam penjelasannya disebutkan yang dimaksud dengan pengadilan khusus antara lain adalah Pengadilan Anak, Pengadilan Niaga, Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengadilan Perikanan yang berada di lingkungan Peradilan Umum, serta Pengadilan Pajak yang berada di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Hal ini dipertegas dalam Pasal 9A UU Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Aas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan Undang-Undang selanjutnya dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengkhususan adalah deferensiasi atau spesialisasi di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, misalnya Pengadilan Pajak. Dari ketentuan tersebut dapat kita lihat bahwa Pengadilan Pajak merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di bawah Mahkamah Agung Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak yaitu banding dan gugatan. Keberadaan Pengadilan Pajak di atur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

13 Dualisme dalam pembinaan Pengadilan pajak dapat kita lihat dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) dan pasal 25 ayat(1) Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Pasal 5 menyatakan: (1) Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung. (2) Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan. Pasal 25 menyatakan : (1) Sekretaris/Wakil Sekretaris/Sekretaris Pengganti, dan pegawai Sekretariat Pengadilan Pajak adalah pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Keuangan. Hal ini menunjukkan status dan kedudukan Pengadilan Pajak yang tidak mandiri, sebagai lembaga peradilan yang menjalankan fungsi yudikatif dia juga berada di bawah kekuasaan eksekutif. Kedudukan Pengadilan Pajak yang berada di bawah 2 atap dapat mengakibatkan tidak independennya kekuasaan kehakiman dalam memutus perkara. 1.5. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, maka metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum yang bertujuan untuk mencari pemecahan atas isu hukum serta permasalahan yang timbul di dalamnya, sehingga hasil yang akan dicapai kemudian adalah memberikan preskripsi

14 mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang diajukan. Peter M Marzuki dalam bukunya Penelitian Hukum, menyatakan bahwa penelitian hukum merupakan proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 10 Lebih lanjut dikatakan dalam melakukan penelitian hukum langkahlangkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasikan fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan; (2) Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan non hukum; (3) Melakukan telaah atas isu yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan; (4) Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum; (5) Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan 11 Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundangundangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), Pendekatan perundang-undangan (statute approach) mutlak diperlukan guna mengkaji lebih lanjut mengenai dasar hukum pembentukan pengadilan pajak dan independensi kekuasaan kehakiman. Oleh Karena itu, maka perlu dilakukan penganalisaan peraturan perundang-undangan melalui pendekatan perundangundangan yang menjadi dasar pembentukan tersebut. Dengan demikian, maka pendekatan perundang-undangan dimaksudkan untuk melakukan kajian dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem peradilan dan idependensi hakim pada hakim pengadilan pajak 10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, h.171. 11 Ibid, h.172.

15 Pendekatan konseptual (conceptual approach), digunakan untuk mengkaji dan menganalisis kerangka pikir atau kerangka konseptual maupun landasan teoritis sesuai dengan tujuan penelitian ini yakni mengkaji dasar normatif pembentukan pengadilan pajak berkaitan dengan sistem peradilan di Indonesia serta mengkaji dasar normatif independensi hakim. Oleh karena itu, maka perlu dikemukakan konsep-konsep dasar mengenai sistem peradilan di Indonesia menurut UUD 1945, serta independensi kekuasaan kehakiman menurut UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Bahan-bahan penelitian berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang dimaksud dalam bentuk Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,dan peraturan pelaksanaan lainnya. Bahan Hukum sekunder meliputi bahan-bahan yang mendukung bahan hukum primer seperti buku-buku teks, artikel dalam berbagai majalah dan jurnal ilmiah bidang hukum, dan sumber lainnya yang mendukung; Bahan hukum primer berupa perundang-undangan dikumpulkan dengan metode inventarisasi dan kategorisasi, Bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan system kartu catatan (card system) baik dengan kartu ikhtisiar (memuat ringkasan tulisan sesuai aslinya, secara garis besar dan pokok gagasan yang memuat pendapat asli penulis); Kartu kutipan (digunakan untuk memuat catatan pokok permasalahan); serta kartu ulasan (berisi analisis dan catatan khusus penulis).

16 Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah dikumpulkan (inventarisasi) kemudian dikelompokkan dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan guna memperoleh gambaran sinkronisasi dari semua bahan hukum. Selanjutnya dilakukan sistimatisasi dan klasifikasi kemudian dikaji serta dibandingkan dengan teori dan prinsip hukum yang dikemukakan oleh para ahli, untuk akhirnya dianalisa secara normatif. 1.6. Sistematika Penulisan BAB I sebagai Bab Pendahuluan, didalamnya diuraikan teknis penyusunan tesis untuk memberikan gambaran secara garis besar mengenai latar belakang dan isi tesis ini. Sub bab di dalamnya meliputi uraian latarbelakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II dibahas mengenai rumusan masalah yang pertama yaitu mengenai pengadilan pajak dalam sitem peradilan di Indonesia. Di Bab II ini akan di bahas tentang peradilan pajak, tugas dan wewenang pengadilan pajak menurut UU No. 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak, serta kedudukan pengadilan pajak dalam sistem peradilan di Indonesia. BAB III dibahas mengenai rumusan masalah yang kedua yaitu independensi hakim pengadilan pajak. Di Bab III ini dibahas mengenai kekuasaan kehakiman, independensi kehakiman, kedudukan hakim pengadilan pajak menurut UU No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan menurut Undang-Undang

17 No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, serta masalah pembinaan dan pengawasan hakim pengadilan pajak. BAB IV, sebagai Bab Penutup, dalam sub-sub babnya disimpulkan pembahasan kedua masalah tesis ini dan sarannya sebagai pemecahan masalah, yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak terkait.