BAB I PENDAHULUAN. peradilan yang baru ada, melainkan sudah lama ada di Indonesia. Peradilan ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. peradilan yang baru ada, melainkan sudah lama ada di Indonesia. Peradilan ini"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut PTUN) bukan sistem peradilan yang baru ada, melainkan sudah lama ada di Indonesia. Peradilan ini ditopang dengan dasar hukum yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut UU PTUN). Lahirnya UU PTUN dikatakan penting artinya bagi bangsa Indonesia, mengingat undangundang ini memberikan landasan pada badan yudikatif untuk menilai tindakan badan eksekutif serta mengandung perlindungan hukum kepada anggota masyarakat. 1 Perjuangan pembentukan undang-undang ini tidaklah mudah dikarenakan pada waktu itu belum ada dasar hukum yang menopang secara menyeluruh PTUN. Usaha-usaha yang dilakukan untuk merancang dan membentuk UU PTUN sudah mulai dibicarakan sejak tahun 1948, yaitu sejak dimulainya Rancangan Undang-Undang (selanjutnya disebut RUU) yang dipersiapkan oleh Prof. Wirjono Prodjodikoro, S.H, yang pada akhirnya pada tahun 1970 melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 (hanya 2 pasal saja yang membahas PTUN yaitu Pasal 66 dan Pasal 67) baru mencantumkan PTUN sebagai salah satu peradilan yang melakukan kekuasaan kehakiman. 2 1 Situmorang, Victor dan Soedibyo, Pokok-Pokok Peradilan Tata Usaha Negara, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1987, h Ibid., h

2 Karena masih belum ada undang-undang yang secara menyeluruh mengatur PTUN, maka melalui pidato Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1978 menyatakan bahwa akan merancang dan membentuk Undang-Undang PTUN. Terbukti pada tahun 1982 RUU tersebut diajukan ke DPR-RI untuk disetujui, dan pada tahun 1986 RUU tersebut disetujui untuk menjadi undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 3 UU PTUN masih terus diperbaharui, sehingga pada tahun 2004 disahkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang di dalamnya berisikan perubahan beberapa pasal. Kemudian pada tahun 2009 UU PTUN kembali diperbaharui dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Kehadiran UU PTUN sangat memberi dampak khususnya bagi masyarakat luas di era globalisasi ini, dalam hal melindungi hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Sehingga dapat menjamin kesejahteraan dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum. 4 Namun, dewasa ini muncul isu hukum mengenai apa yang akan menjadi akibat tidak dilaksanakan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut Putusan Pengadilan TUN). Badan atau Pejabat TUN adalah Badan atau Pejabat (selanjutnya disebut Pejabat TUN) yang melaksanakan urusan 3 Ibid., h Marbun, S.F.,dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Penerbit UII Press, Yogyakarta, 2004, h

3 pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku 5. Dalam Pasal 116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disbut UU PTUN Perubahan Kedua) menjelaskan secara singkat bahwa bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN akan diberi peringatan oleh atasannya bahkan presiden, diumumkan di media massa cetak setempat dan sanksi administratif bahkan pembayaran sejumlah uang paksa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun masih ada beberapa kasus yang akan dibahas oleh penulis di bab berikutnya dimana masih ada Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN. Sebagian besar teori hukum menyatakan baik secara eksplisit maupun implisit bahwa yang membedakan norma hukum dan norma-norma lainnya adalah pada norma hukum dilekatkan suatu paksaan atau sanksi. 6 Seperti yang telah diketahui Hart berpendapat bahwa hukum adalah perintah penguasa yang berupa aturan-aturan yang dibuat secara formal dan dilengkapi dengan sanksi. 7 Sanksi disini bukan hanya sekedar perintah penguasa yang disertai ancaman semata melainkan berupa perintah yang disertai ancaman untuk mengontrol kekuasaan seseorang. 8 Berdasarkan UU PTUN dijelaskan bahwa tujuan PTUN adalah untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemerintahan sehingga dapat pengayoman dan perlindungan kepada 5 Ketentuan Umum, Pasal 1, Angka 2, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 6 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Kencana, Cetakan Ke-5, Jakarta, 2013, h. 67, dikutip dari Lon L. Fuller, The Morality of Law, New Haven: Yale University Pers, 1975, h Ibid., h Ibid., h

4 masyarakat, khususnya dalam hubungan antara Badan atau Pejabat TUN dengan masyarakat. Sesungguhnya tujuan dari PTUN tidaklah hanya sekedar perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, tetapi sekaligus juga hak-hak masyarakat. 9 Dalam tujuan PTUN sendiri mencantumkan untuk menegakkan keadilan yang notabenenya merupakan persamaan kedudukan di depan hukum (Equality Before the Law); 10 kebenaran; ketertiban; dan kepastian hukum. Asas kepastian hukum (menurut Sudikno Mertukusumo) merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. 11 Asas kepastian hukum sangat menentukan, apakah hukum yang diterapkan sesuai atau tidak. Sehingga dapat menjamin kesejahteraan dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum. 12 Untuk lingkungan PTUN berdasarkan UU TUN sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dalam Pasal 47 mengatur tentang kompetensi PTUN dalam sistem peradilan di Indonesia yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. 13 Termasuk juga di dalamnya untuk memaksa Pejabat TUN yang dinyatakan bersalah melalui Putusan Pengadilan TUN untuk melaksanakan isi dari putusan tersebut. 9 Penjelasan Umum Angka Ke-1, Paragraf ke-12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 10 Titik Triwulan dan H. Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Penerbit Kencana, Cetakan Ke-2, Jakarta, 2014, h dikunjungi pada tanggal 23 Pebruari 2015, pukul WIB. 12 Marbun, S.F.,dkk, Op. cit., h Udiyo Basuki, Pedoman Beracara Peradilan Tata Usaha Negara, Penerbit Suka Press, Yogyakarta, 2013, h. 3. 4

5 Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. 14 Putusan hakim memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa yang berisikan akibat hukum sehingga Pejabat Pemerintahan (Pejabat TUN) memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. 15 Putusan pengadilan yang memerlukan pelaksanaan adalah putusan yang berkekuatan hukum tetap dan bersifat menghukum (condemnatoir) yang akan dijelaskan oleh penulis di bab berikutnya. Pelaksanaan tersebut memerlukan bantuan dari pihak yang kalah perkara artinya pihak yang bersangkutan harus sukarela melaksanakan putusan pengadilan. Melaksanakan putusan pengadilan artinya bersedia memenuhi kewajiban untuk berprestasi (melakukan sesuatu, melakukan sebagian atau tidak melakukan) yang dibebankan oleh Pengadilan melalui putusannya. Namun, seperti pertanyaan di atas putusan hakim dalam Pengadilan TUN tidak didukung dengan pernyataan yang jelas dalam UU PTUN mengenai penopang bagi setiap putusan hakim yaitu berupa akibat hukum bagi Pejabat TUN apabila dinyatakan bersalah melalui Putusan Pengadilan TUN namun tidak mengindahkan putusan tersebut dengan tidak melaksanakan putusan tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan (Selanjutnya disebut UU AP) mengatur mengenai Administrasi 14 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1998, h Pasal 7 ayat (2) huruf l, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. 5

6 Pemerintahan termasuk Pejabat Pemerintahan. Definisi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya. 16 Dalam undangundang ini menjelaskan mengenai sanksi administratif bagi Pejabat Pemerintahan. Sanksi administratif ini dibagi dalam golongan yaitu sanksi administratif ringan berupa: teguran lisan, teguran tertulis, serta penundaan kenaikan pangkat, golongan, dan/atau hak-hak jabatan; sanksi administratif sedang berupa: pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugi, pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan, atau pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan; dan sanksi administrasi berat berupa: pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya, serta dipublikasikan di media massa, atau pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa. 17 Setiap sanksi ini disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan Pejabat Pemerintahan. Dalam UU AP telah mencantumkan kaidah yaitu kewajiban-kewajiban bagi Pejabat Pemerintah, salah satunya adalah kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. 18 Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disebut UU ASN) mengatur mengenai Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disebut ASN) yaitu profesi bagi pegawai negeri sipil (selanjutnya disebut PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (selanjutnya 16 Ketentuan Umum, Pasal 1, Angka 3, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan 17 Pasal 81-pasal 83, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. 18 Pasal 7 ayat (2) huruf i, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. 6

7 disebut PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah. ASN memiliki kewajibankewajiban yang harus ditaati, salah satu kewajibannya adalah menaati peraturan perundang-undangan 19 dan juga ASN memilliki kode etik salah satunya yaitu melaksanakan ketentuaan peraturan perundang-undangan mengenai displin pegawai ASN. 20 Dalam UU ASN menjelaskan bahwa PNS mendapatkan sanksi berupa pemberhentian secara tidak hormat dikarenakan melakukan: penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum; menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau lebih dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana. Demikian juga diterapkan pada PPPK. Dari deskripsi mengenai Pejabat TUN, Pejabat Pemerintah dan ASN diatas menunjukkan bahwa masing-masing merupakan aparat Negara yang bekerja dan menjalankan fungsi Pemerintahan. Namun terdapat perbedaan antara Pejabat Pemerintahan dan ASN dengan Pejabat TUN. Dalam hal pengenaan sanksi jika tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan atau putusan pengadilan. Sehingga timbul pemikiran yang menyatakan adanya keistimewaan bagi Pejabat TUN dari pada organ pemerintahan lainnya atau kekurangan pengaturan dalam Negara. 19 Pasal 23 huruf d, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 20 Pasal 6 ayat (2) huruf l, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil 7

8 UU PTUN. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN. Berikut beberapa contoh Putusan PTUN yang tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN diakibatkan karena tidak ada akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan PTUN. a. Putusan PTUN Nomor: 41/G/2008/PTUN-BDG. Yaitu sengketa antara Nugroho dkk yang bertindak untuk dan atas nama Gereja Kristen Indonesia (lanjutnya disebut GKI) Jl. Pengadilan No. 35 Bogor sebagai Penggugat melawan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor sebagai Tergugat. Dengan objek sengketa Surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor No : 503 /208 DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari b. Bupati Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan, H. Syahrir Wahab tidak mematuhi putusan PTUN Makassar Nomor : 58/G.TUN/2010/P.TUN.Mks yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sengketa kepegawaian yang dimenangkan oleh Drs. Muh. Arsad, MM Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, sehingga yang bersangkutan dilapor oleh Ketua PTUN Makassar ke Presiden, Ketua DPR RI, Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan Ketua DPRD Kepulauan Selayar (Koran Tempo Makassar, Senin 28 Januari 2013 PTUN Laporkan Bupati Selayar ke Presiden). 21 Dan masih ada putusan PTUN lainnya yang tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN yang akan dibahas pada bab berikutnya dikunjungi pada tanggal 9 Juli 2015, pada pukul 10.35WIB. 8

9 Oleh karena itu penulis melakukan penelitian mengenai apakah yang akan menjadi akibat hukum bagi Pejabat TUN apabila tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN yang sudah berkekuatan hukum tetap dilihat dari beberapa kasus belakangan ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa Pejabat TUN tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN yang telah berkekuatan hukum tetap dan menghukum? 2. Apakah yang menjadi akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengidentifikasi dan mendeskiripsikan Putusan Pengadilan TUN yang tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam pelaksanaan Putusan Pengadilan TUN oleh Pejabat TUN. 3. Untuk mengetahui akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan PTUN. 9

10 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian dan tujuan yang ingin dicapai maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : Teoritis: Menambah dan pemperluas pemahaman ilmu hukum khususnya Hukum Peradilan Tata Usaha Negara, dalam hal hukum acara PTUN sehingga dapat mengetahui akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN yang sudah berkekuatan hukum tetap. Praktis: Dengan penelitian ini, penulis memberi masukan kepada Pembentuk Undang-Undang (Lembaga Legislatif) bahwa pengaturan mengenai akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN belum diatur secara jelas dan pasti sehingga diharapkan Pembentuk Undang-Undang dapat memberikan kejelasan dalam hal tersebut. Dan akhirnya permasalahan mengenai akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Keputusan Pengadilan TUN yang sudah berkekuatan tetap, dapat terselesaikan. 1.5 Metode Penelitian Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum ini merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistmatika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan 10

11 menganalisanya. 22 Dalam penelitian hukum yang dilakukan adalah knowhow dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan knowhow, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. 23 Soetandyo Wignjosoebroto memperkaya wacana tentang penelitian hukum normatif yaitu sebagai studi tentang hukum sebagai suatu model institusi, studi tentang hukum sebagai proses konflik yang dinamis, studi tentang hukum di tengah-tengah konteks perubahan dan metodemetode dalam kajian sosiologi hukum kontemporer. 24 Dalam penelitian hukum ini, penulis memilih untuk mengidentifikasi isu hukum yang diteliti, melakukan penalaran hukum, menganalisis isu hukum yang diteliti dan kemudian memberikan pemecahan atas isu hukum tersebut dengan melihat hukum sebagai model institusi dan sebagai proses konflik yang dinamis Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach) dan Pendekatan Konseptual (conceptual approach). Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua semua undangundang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 25 Sebagian ilmuan hukum menyebut pendekatan ini dengan sebutan pendekatan yuridis, yaitu penelitian terhadap produk-produk 22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI-Press, Cetakan Ke-3, Jakarta, 1986, h Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Cetakan Ke-9, Jakarta, 2014, h Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Penerbit Bayumedia, Cetakan ke-4, Malang, 2008, h Peter Mahmud Marzuki, Op. cit., h

12 hukum. 26 Dalam penelitian penulis, pendekatan ini dilakukan dengan menelaah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara beserta perubahannya serta undang-undang lain yang berkaitan dengan isu hukum yang dikemukakan penulis. Selain Pendekatan Undang-Undang penulis juga menggunakan Pendekatan Konseptual dalam penelitian penulis. Pendekatan Konseptual (conceptual approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yanng berkembang di dalam ilmu hukum. 27 Pendekatan ini berada pada tiga ranah atau tataran sesuai tingkatan ilmu hukum itu sendiri yaitu tataran ilmu hukum dogmatik konsep hukumnya teknik yuridis, tataran teori hukum konsep hukumnya umum dan tataran filsafat hukum konsep hukumnya konsep dasar. 28 Dalam hal ini penulis mempelajari pandanganpandangan dan doktrin-doktrin yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti penulis, sehingga dari pandangan dan doktrin yang berkaitan tersebut dapat dijadikan landasan bagi penulis dalam membangun argumentasi dan memecahkan isu hukum yang dihadapi Jenis Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan, arsip-arsip dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian penullis yang meliputi: 26 Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2008, h Peter Mahmud Marzuki, Op. cit., h Nasution, Bahder Johan, Loc. cit. 12

13 1. Bahan Hukum Primer Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. 29 Dalam penelitian penulis, bahan hukum primer berupa: a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara; b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan; d. Putusan-putusan PTUN. 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi yang meliputi bukubuku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentarkomentar atas putusan pengadilan. 30 Dalam hal ini penulis menggunakan buku-buku teks yang berkaitan dengan penelitian penulis. 29 Peter Mahmud Marzuki, Op. cit., h Ibid. 13

14 1.6 Sistematika Penulisan Pada bagian ini penulis memaparkan secara singkat tentang materi tiap-tiap bab dalam skripsi ini, dengan tujuan untuk mempermudah penulisan agar lebih objektif, runtut, terarah dan terukur sehingga pembaca dapat jelas mengetahui halhal apa saja yang menjadi ulasan dalam pembahasan skripsi ini. Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut BAB I: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoretis dan kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: KAJIAN TEORITIK Bab ini menguraikan tentang hakekat dantujuan PTUN, asas-asas di dalam PTUN, subjek dan objek sengketa TUN, penyelesaian sengketa melalui PTUN dan jenis Putusan Pengadilan TUN. BAB III: PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang deskripsi Putusan Pengadilan TUN yang tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN, faktor-faktor Pejabat TUN tidak melaksanakan putusan Pengadilan TUN, akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan TUN menurut UU TUN dan analisis penulis. BAB IV: PENUTUP Bab ini merupakan rangkaian akhir dari skripsi ini. berisikan kesimpulan dan saran atas pokok permasalahan yang ada, yaitu akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN. DAFTAR PUSTAKA 14

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Upaya Paksa Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh yaitu : 1) Upaya paksa langsung(directe middelen), yaitu penggugat memperoleh prestasi

Lebih terperinci

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke : RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KEPALA BADAN KEAHLIAN DPR RI ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

Sumber:

Sumber: TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBERHENTIAN DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN/ATAU TINDAK PIDANA LAINNYA Sumber: http://www.gemanusantara.org I. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

URGENSI DIKELUARKANNYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PPPK.

URGENSI DIKELUARKANNYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PPPK. URGENSI DIKELUARKANNYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PPPK http://pemerintah.net/ Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan- RB) dalam waktu dekat akan mengeluarkan Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING)

SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING) SUMBANGAN PEMIKIRAN UNTUK PENYUSUNAN: NASKAH AKADEMIK (ACADEMIC DRAFTING) TATA CARA PELAKSANAAN UANG PAKSA (DWANGSOM) DAN SANKSI ADMINISTRATIF PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA LANDASAN YURIDIS: 1. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN 1 PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN NUR MOH. KASIM JURUSAN ILMU HUKUM ABSTRAK Fitri Lameo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat berlomba lomba untuk mendapatkan kehidupan yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat berlomba lomba untuk mendapatkan kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan infraksturktur dan sumber daya manusia untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, baik materiil maupun spiritual

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang III. METODE PENELITIAN Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 30 A. Pendekatan Masalah

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu penelitian hukum dengan mengkaji bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut : 158 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dibahas, maka dapat ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut : 1. Berdasarkan hukum positif di Indonesia, penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA FINAL HARMONISASI RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUUXIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya UndangUndang Aparatur Sipil Negara I. PEMOHON Rochmadi Sularsono II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting

Lebih terperinci

BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara

BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara BAB III Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara A. Hasil Penelitian 1. Anotasi Problematika Hukum Dalam Eksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha

Lebih terperinci

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil BAB III POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN 1990 1. Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1990 mengatur tentang perubahan atas PP No. 10 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang diharapkan mampu memberikan kedamaian pada masyarakat saat kekuasaan negara seperti eksekutif dan kekuasaan legislatif hanya

Lebih terperinci

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB SATU PENDAHULUAN 1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdata maupun putusan yang bersifat erga omnes seperti putusan Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. perdata maupun putusan yang bersifat erga omnes seperti putusan Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki posisi sentral dalam pengadilan. Jabatan hakim adalah jabatan berkaitan dengan hukum dan keadilan yang harus ditegakkan. 1 Putusan hakim dalam suatu perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Sebagaimana yang diketahui bahwa Ilmu Hukum mengenal dua jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Menurut Peter

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang kalah dalam suatu perkara untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan oleh karena

Lebih terperinci

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN 0 WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen yang seharusnya dimiliki dan diakui oleh pelaku usaha 2. Oleh karena itu, akhirnya naskah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di pengadilan yang mempunyai peran lebih apabila dibandingkan dengan jaksa, pengacara, dan panitera. Pada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran 57 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penggugat mengajukan gugatan ke PTUN karena merasa kepentingannya dirugikan dengan adanya Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Daerah Banten Nomor Kep/132/III/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 64 BAB III METODE PENELITIAN Menurut Peter Mahmud, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu pilar negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945. Salah satu prinsip penting

Lebih terperinci

TATA CARA PENGADUAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG PEJABAT PP 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PNS

TATA CARA PENGADUAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG PEJABAT PP 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PNS TATA CARA PENGADUAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG PEJABAT A. Berdasarkan; 1. UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN 2. PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS Persyaratan : 1. Adanya delik aduan dari masyarakat 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur proses pelaksanaannya, sekaligus melindungi para

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur proses pelaksanaannya, sekaligus melindungi para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem pemilihan umum (Pemilu) 1) atau pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang jujur dan adil. Pilkada yang jujur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya Negara-negara di dunia karena dapat menimbulkan kerugian yang sangat luar biasa. Khusus di Negara

Lebih terperinci

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Administrasi Negara Rombel 05 Semester Genap 2016-2017 Dosen Pengampu : Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salemba Humanika, 2013), h Ali Abdullah M, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Salemba Humanika, 2013), h Ali Abdullah M, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), berbunyi bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum. 1 Dalam Penjelasan UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mencabut gugatan adalah tindakan ini menarik kembali suatu gugatan yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan perkara perdata

Lebih terperinci

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia PERKEMBANGAN RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG TERKAIT DENGAN KARYA JURNALISTIK DALAM RUU KUHP Oleh Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Makalah disampaikan pada

Lebih terperinci

Diatur mengenai Asas, Prinsip, Nilai Dasar, Serta Kode Etik Dan Dan Kode

Diatur mengenai Asas, Prinsip, Nilai Dasar, Serta Kode Etik Dan Dan Kode MATRIKS PERBANDINGAN SUBSTANSI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum menganut sistem hukum Civil Law

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum menganut sistem hukum Civil Law BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara hukum menganut sistem hukum Civil Law (Eropa Continental) yang diwarisi selama ratusan tahun akibat penjajahan Belanda. Salah satu karakteristik

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak Dilaksanakan Oleh

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak Dilaksanakan Oleh BAB III PEMBAHASAN 3.1 Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak Dilaksanakan Oleh Pejabat TUN Ada beberapa putusan Pengadilan TUN yang penulis temukan, dimana putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh Pejabat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di kalangan masyarakat. Konsumen minuman keras tidak hanya orang dewasa melainkan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan negara dengan perantaraan pemerintah harus berdasarkan hukum. 1 Penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH. Oleh : Michael Barama 1

PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH. Oleh : Michael Barama 1 Barama M : Pelaksanaan Pemerintah Daerah... Vol.22/No.5/Januari /2016 Jurnal Hukum Unsrat PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH Oleh : Michael Barama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) merupakan suatu usaha untuk memahami serta menjawab pertanyaan tentang apa tugas hukum pidana dimasyarakat dan bukan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara tegas tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. secara tegas tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas tercantum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Selama ini pengawasan dalam kegiatan keuangan di Indonesia dipegang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Selama ini pengawasan dalam kegiatan keuangan di Indonesia dipegang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama ini pengawasan dalam kegiatan keuangan di Indonesia dipegang oleh dua instansi yang berbeda. Bank Indonesia melakukan pengawasan dalam sektor perbankan dan Badan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA A. Putusan PTUN Tujuan diadakannya suatu proses di pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. 62 Putusan hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaedah hukum yang berbentuk peraturan dibedakan menjadi peraturan atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif ialah yang memberikan kewenangan

Lebih terperinci