BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

II. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IBNU FAJAR IDN SUPARIASA B. DODDY RIYADI JUIN HADI SUYITNO

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB I PENDAHULUAN. kejadian yang penting dalam perkembangan anak (Poureslami, et al., 2015).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. anak itu sendiri. Fungsi gigi sangat diperlukan dalam masa kanak-kanak yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggi Fauzi Mukti, 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

Status Gizi. Keadaan Gizi TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN. Malnutrisi. Kurang Energi Protein (KEP) 1/18/2010 OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

PENILAIAN STATUS GIZI BALITA (ANTROPOMETRI) Saptawati Bardosono

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gigi merupakan organ manusia yang terpenting, tanpa gigi geligi manusia

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

MENGENAL PARAMETER PENILAIAN PERTUMBUHAN FISIK PADA ANAK Oleh: dr. Kartika Ratna Pertiwi, M. Biomed. Sc

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu permasalahan kesehatan gigi yang paling

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI).

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN AJAR GIZI OLAHRAGA STATUS GIZI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

Hubungan Status Gizi Dengan Gigi Berjejal. Pada Murid SMP Sutomo 2 Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asupan makanan pada bayi setelah lahir adalah ASI (Roesli, 2005). WHO

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Masa remaja adalah periode yang signifikan pada. pertumbuhan dan proses maturasi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

Transkripsi:

energi. 4,5 Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan penggunaan zat-zat gizi. Dengan kata lain status gizi merupakan suatu keadaan gizi seseorang atau keadaan tubuh yang diakibatkan karena konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi tersebut. 4,16 Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan berlebih. 4 Status gizi seseorang atau sekelompok orang dapat diukur dan dinilai. Status gizi seseorang dapat dinilai secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung status gizi dapat dinilai melalui antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung, dapat dinilai dari survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. 3-5 2.1.1 Penilaian Status Gizi Secara Langsung 1. Antropometri Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi, antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian antropometri dari sudut pandang gizi telah banyak diungkapkan oleh para ahli, salah satunya Jelliffe menyatakan bahwa antropometri gizi adalah hubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. 3,5,17

Antropometri digunakan untuk menilai dan memprediksi status gizi, performan, kesehatan dan kelangsungan hidup seseorang dan merefleksikan keadaan sosial ekonomi atau kesejahteraan penduduk. 3,5 Antropometri merupakan pengukuran status gizi yang sangat luas digunakan. Keunggulan penggunaan antropometri adalah: a. Kehandalannya dalam menilai dan memprediksi status gizi dan masalah kesehatan serta sosial ekonomi. b. Alatnya mudah digunakan, mudah didapat, mudah dibawa, aman dan relatif tidak mahal. c. Alat ukur yang non-invasive (tidak membuat trauma bagi orang yang diukur). d. Hasilnya mudah disimpulkan, karena mempunyai ambang batas (cut off points) dan baku rujukan yang sudah pasti seperti umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk. e. Tidak perlu membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat. 3,17,18 Disamping keunggulan metode penentuan status gizi secara antropometri, terdapat pula beberapa kelemahan, yaitu: a. Tidak sensitif, tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat, disamping itu juga tidak bisa membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti Zink dan Fe. b. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri. 3,17,18 Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain Umur (U), Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB), Lingkar Lengan Atas (LLA), lingkar kepala, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. 3,17,18

Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan terhadap Umur (BB/U), Tinggi Badan terhadap Umur (TB/U), Berat Badan terhadap Tinggi Badan (BB/TB) dan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). 3,5,17-19 a. Berat Badan terhadap Umur (BB/U) Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Kelebihan BB/U adalah lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum,baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis. Kelemahannya adalah dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema, sering terjadi kesalahan pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan. 5,18 b. Tinggi Badan terhadap Umur (TB/U) Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Beaton dan Bengoa menyatakan bahwa TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi. 5,18 c. Berat Badan terhadap Tinggi Badan (BB/TB) Pada tahun 1966, Jelliffe telah memperkenalkan BB/TB untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi sekarang dan merupakan indeks yang independen terhadap umur. 5,18 Anak yang memiliki berat badan dan tinggi badan normal pada usia remaja, menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangannya seimbang. 16 d. Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The Nation Institute of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah merekomendasikan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja diatas usia 2 tahun. 17,19

Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Cara pengukurannya adalah pertama-tama ukur Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB), selanjutnya dihitung menggunakan rumus 3,17-19 : BMI = berat badan (kg) tinggi badan (m) x tinggi badan (m) BMI mempunyai keunggulan utama yaitu dapat menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yaitu berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Kelemahan yang terjadi adalah dalam menentukan obesitas. Obesitas adalah kelebihan lemak tubuh. Kelebihan lemak badan tidak selalu identik dengan kelebihan lemak. Misalnya pada olahragawan, maka biasanya komposisi lemak tubuhnya relatif rendah dan komposisi ototnya relatif tinggi, sehingga BMI-nya tinggi dan bukan berarti obesitas. 3,5,18 Pengukuran BMI yang dilakukan dalam penelitian ini adalah BMI Anak yaitu Body Mass Index for Age / Indeks Massa Tubuh terhadap Umur (IMT/U). Biasanya BMI tidak meningkat dengan bertambahnya umur seperti yang terjadi pada berat badan dan tinggi badan, tetapi pada bayi peningkatan BMI naik secara tajam karena terjadi peningkatan berat badan secara relatif cepat terhadap panjang badan pada 6 bulan pertama kehidupan. BMI menurun pada bayi setelah 6 bulan dan tetap stabil pada umur 2-5 tahun. 3,5 Cara menentukan BMI for Age adalah dengan menentukan terlebih dahulu nilai BMI anak dengan rumus BMI. 18,19 Setelah nilai BMI diperoleh, bandingkan nilai BMI hasil perhitungan pada diagram BMI for age WHO sesuai dengan jenis kelamin dan umur anak. Penentuan kriteria anak disesuaikan dengan memperhatikan nilai Z score pada diagram WHO. Z score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan. Di Indonesia,

1991. 3,5,18,19 Untuk pengukuran Z score populasi yang distribusinya normal, umumnya penggunaan Z score disepakati pada Semiloka antropometri di Ciloto tahun digunakan pada indikator panjang atau tinggi badan anak. 18 Rumus yang digunakan adalah : Z score = nilai BMI yang diukur nilai referensi median Z score populasi referensi ( SD) Untuk melihat kriteria BMI anak, lihat nilai BMI anak hasil perhitungan pada diagram BMI for age kemudian sesuaikan dengan nilai Z score sesuai dengan jenis kelamin dan umur anak (Gambar 1 dan 2). Penjelasan diagram WHO untuk BMI for age terlihat pada Tabel 1. 20,21

Gambar 1. Diagram BMI for Age untuk anak laki-laki usia 5-19 tahun. 20 Gambar 2. Diagram BMI for Age untuk anak perempuan usia 5-19 tahun. 20

Tabel 1. Kategori Status Gizi Bedasarkan Z score 20,21 Z score Indikator Pertumbuhan TB/U BB/U BB/TB IMT/U Di atas 3 Sangat Tinggi Gizi Lebih Sangat Gemuk (Obes) Sangat Gemuk (Obes) Gemuk Gemuk Di atas 2 (Overweight) (Overweight) Di atas 1 0 (Angka Median) Normal Normal Resiko Gemuk Normal Resiko Gemuk Normal Di bawah -1 Di bawah -2 Di bawah -3 Pendek (Stunded) Sangat Pendek (Severe Stunded) Gizi Kurang Gizi Buruk Kurus (Wasted) Sangat Kurus (Severe Wasted) Kurus (Wasted) Sangat kurus (Severe Wasted) 2. Klinis Pemeriksaan pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, bibir dan mukosa oral. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara cepat. 5,18 3. Biokimia Pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja, dan juga beberapa organ tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan metode ini untuk suatu tanda bahwa mungkin akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. 5,18 4. Biofisik Metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari fungsi jaringan. 5,18

2.1.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung 1. Survei Konsumsi Makanan Metode penentuan status gizi dengan melihat secara tidak langsung pada jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. 5,18 2. Statistik Vital Dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan status gizi. 5,18 3. Faktor Ekologi Menurut Bengoa (cit. Jelliffe), malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi, dan lingkungan budaya. Jadi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang tersedia bergantung pada keadaan lingkungan seperti iklim, tanah, irigasi, dan tingkat ekonomi penduduk. Jumlah anggota keluarga juga berperan dalam pertumbuhan, yaitu pada keluarga kecil pertumbuhan anak lebih baik dibandingkan pada keluarga besar. 5,17,18 Asupan gizi yang adekuat sangat dibutuhkan selama masa tumbuh kembang, sehingga apabila timbul ketidakseimbangan gizi akan mengakibatkan tumbuh kembang yang terhambat khususnya pada pertumbuhan tulang. 2 Pada rongga mulut, dampak dari ketidakseimbangan gizi dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan tulang wajah, penurunan panjang dasar tengkorak, tinggi dan lebar tulang rahang, sehingga gigi yang akan erupsi tidak memiliki ruang yang cukup untuk terletak dalam lengkung yang normal, akibatnya gigi tumbuh pada posisi yang tidak beraturan yang sering disebut gigi berjejal. 7,8

2.2 Gigi Berjejal Salah satu jenis maloklusi yang sering ditemukan pada pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 10,11 Gambar 3. Gigi Berjejal 26 2.2.1 Definisi Gigi Berjejal Gigi berjejal secara umum dinyatakan sebagai ketidaksesuaian ruang lengkung rahang yang dibutuhkan bagi gigi untuk terletak dalam lengkung yang normal. 9,22 Gigi berjejal terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara ukuran gigi dan ukuran lengkung rahang, baik dari kurangnya ruang karena berkurangnya pertumbuhan rahang ataupun peningkatan ukuran gigi. 23,24 2.2.2 Etiologi Gigi Berjejal Baskaradoss dkk., menyatakan etiologi dari maloklusi adalah multifaktorial. Struktur dentofasial terutama disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan seperti kebiasaan buruk dapat menyebabkan maloklusi selama masa pertumbuhan dan perkembangan. 25 Gigi berjejal dapat disebabkan oleh pengurangan ukuran rahang dan ukuran gigi pada masa perkembangan, tetapi itu bukan merupakan faktor utama penyebab gigi berjejal. Faktor genetik seperti ukuran rahang dan gigi yang paling berpengaruh. 26 Karies dan premature loss gigi desidui merupakan faktor predisposisi

bagi anomali oklusi dan ruang pada masa gigi bercampur dan pada masa gigi permanen. 23,25 Bhalajhi menyatakan etiologi gigi berjejal disebabkan oleh lengkung rahang yang kecil disertai dengan ukuran gigi yang besar, adanya gigi berlebih (supernumerary teeth), gigi desidui yang presisten, dan premature loss gigi desidui yang dapat menyebabkan gigi tentangganya bergeser (drifting) ke tempat yang kosong. 23,26 Penelitian lain mengatakan ada tiga kondisi yang mempengaruhi gigi berjejal, yaitu ukuran gigi yang berlebih/ lebih besar dari normal, ukuran rahang yang kecil, dan kombinasi dari keduanya. 25,26,27 Padma dkk., menyatakan gigi molar desidui yang premature loss dapat menyebabkan kekurangan ruang untuk gigi permanen yang akan erupsi dan juga dapat menyebabkan gigi permanennya erupsi menyimpang. 28 Gigi- gigi desidui yang berfungsi untuk mengunyah dan menyediakan tempat bagi gigi geligi permanen yang akan tumbuh menggantikannya, juga berfungsi untuk merangsang pertumbuhan rahang dan hal ini terbukti bahwa anak-anak yang hilang gigi desiduinya secara dini menyebabkan rahangnya kecil. 27 E.Tüfekçi dan Niedzielska menyatakan bahwa impaksi molar ketiga merupakan salah satu faktor penyebab gigi anterior berjejal dan ketidak cukup ruang untuk gigi molar ketiga erupsi, maka gigi tersebut akan memberikan gaya kepada gigi lain dan menyebabkan berjejal. 29 Karies aproksimal pada gigi desidui yang tidak dirawat dapat menyebabkan adanya ruang sehingga terjadi pergeseran gigi tetangganya ke ruang tersebut. Hal ini menyebabkan gigi permanen yang akan erupsi di luar lengkung gigi sehingga menyebabkan berjejal. 23,25 Faktor lingkungan seperti kebiasaan buruk oral juga dapat berdampak pada gigi berjejal seperti mengisap ibu jari menyebabkan protrusi insisivus permanen atas dan retrusi insisivus permanen bawah, juga menghambat perkembangan mandibula. 12,13,23,26 Mengisap botol susu dalam waktu yang lama akan menuntun aktivitas otot-otot yang bersangkutan, sehingga dapat menyebabkan perkembangan rahang bawah akan terhambat. 12,30

Kebiasaan bernafas melalui mulut dapat mengubah ekuilibrium tekanan pada rahang dan gigi serta mempengaruhi pertumbuhan rahang dan posisi gigi. Singh menyatakan dampaknya terutama pada perkembangan transversal maksila yang akan menyebabkan palatum berbentuk V (V shape) dan tinggi, gigi insisivus atas yang protusif, crowding pada rahang atas dan rahang bawah serta pertumbuhan vertikal pada wajah. Pasien biasanya mengalami crossbite posterior. 30,31 Kebiasaan mengisap bibir bawah (Lip Sucking) atau menggigit adalah kebiasaan menahan bibir bawah dibelakang gigi anterior atas dan menekan bibir bagian dalam oleh gigi anterior bawah secara terus-menerus. Germeç dan Singh menyatakan akibat dari kebiasaan mengisap bibir adalah protrusif gigi anterior rahang atas, retrusif gigi anterior rahang bawah, peningkatan overjet, diastema anterior rahang atas, crowding gigi anterior rahang bawah, hiperaktivitas muskulus mentalis, dan pendalaman sulkus mentolabialis. 31,32 2.3 Hubungan Status Gizi dengan Gigi Berjejal Hahn menyatakan ketika tulang rahang mempunyai nutrisi yang cukup selama perkembangan, tulang rahang terbentuk datar meluas dan 32 gigi dapat erupsi tanpa halangan, ketika gizi kurang selama masa perkembangan, lengkung tulang tidak terbentuk datar dan meluas sehingga gigi menjadi berjejal, tumbuh miring, kadang disertai dengan underbites, deepbites. 25,33 Ada beberapa peneliti yang melakukan eksperimen terhadap hewan dalam hal mengobservasi hubungan diet gizi terhadap perkembangan rahang yang dapat menyebabkan gigi berjejal. Pada penelitiannya mengobservasi defisiensi diet protein dan kalori yang dapat mengakibatkan pengurangan pertumbuhan rahang dan ruang yang tersedia untuk gigi hewan tersebut, sehingga menghasilkan peningkatan gigi berjejal pada hewan eksperimental. Hal ini menunjukkan kekurangan asupan gizi dapat mengubah bentuk pertumbuhan dari tulang tengkorak, termasuk tulang wajah dan tulang rongga mulut. 7,9 Thomaz dkk., menemukan adanya hubungan berat badan rendah dengan meningkatnya gigi berjejal. 7 Penelitian yang serupa juga dilakukan Thomaz dkk.,

setahun kemudian yang menemukan prevalensi gigi berjejal paling banyak pada sampel yang mempunyai nilai BMI yang lebih tinggi dari normal. 9

2.4 Kerangka Teori Gigi Berjejal Status Gizi (dental crowding) Penilaian Status Gizi Definisi Secara langsung Antropometri Secara tidak langsung Survei Konsumsi BB/ U TB/ U Etiologi Faktor Herediter makanan Ukuran Gigi Karies (Aproximal) Statistik Vital Ukuran Rahang Premature loss gigi Faktor Gigi berlebih BB/ TB BMI Faktor Lingkungan desidui Ekologi (Supernumerary Teeth) Gigi desidui yang persistensi Klinis Impaksi M3 Biokimia Kebiasaan jelek oral (bernafas Biofisik Hubungan status gizi dengan gigi melalui mulut, berjejal menghisap bibir, menggunakan botol susu)

2.4 Kerangka Konsep Variabel terkendali : Umur 12-14 tahun (Kelas VII-IX SMP) Variabel dependen : -. Status Gizi -. BMI for Age Variabel independen: Gigi Berjejal Variabel perantara : -. Jenis kelamin -. Kebiasaan buruk oral -. Tingkat sosial ekonomi