FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KOTA SURABAYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

1. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI PROVINSI DKI JAKARTA Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Kontribusi Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) TERHADAP PDRB PADA PROVINSI DKI JAKARTA

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode )

WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Dinas Pendapatan dan. Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel dalam penelitian ini adalah 35 kabupaten/kota dijawa tengah tahun 2011-

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah Perbankan Syariah yang ada di

LEMBARAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berbatasan dengan Laut Jawa, Selatan dengan Samudra Indonesia, Timur dengan

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. tertinggi, standar deviasi, varian, modus, dan sebagainya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pada Kota Di Jawa Barat)

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK REKLAME, PAJAK HIBURAN, PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA YOGYAKARTA PERIODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. metode analisis data serta pengujian hipotesis.

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

bawah ini. Untuk lebih membantu penulis dalam melakukan perhitungan yang tercermat dan akurat yang digunakan dengan menggunakan program SPSS versi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. daerah otonomi di Provinsi Sulawesi Utara. Ibu kota Kabupaten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menjadi 5 (lima) wilayah Kota Administrasi dan 1 (satu) Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Textile dan Otomotif yang terdaftar di BEI periode tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. serta besarnya Penerimaan Asli Daerah (PAD) Kota Gorontalo selama periode Data

PENGARUH SEKTOR EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PROVINSI RIAU. Dian Alfira Kasmita

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terlepas dari adanya pembangunan daerah. Saat ini di Indonesia telah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis Pengaruh Pajak Daerah,

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Perusahaan emiten manufaktur sektor (Consumer Goods Industry) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. estimasi yang terbaik, terlebih dahulu data sekunder tersebut harus dilakukan

BAB IV PENGUJIAN. Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat tingkat kevalidan atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Rasio Profitabilitas, Rasio Solvabilitas Dan Rasio Likuiditas Terhadap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. bawah ini. Untuk membantu penulis dalam melakukan perhitungan yang cermat

BAB IV HASIL PENELITIAN

: Niken Kurniawati NPM :

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten

BAB II LANDASAN TEORI. (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN PUSTAKA 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH KABUPATEN BOALEMO (Studi Pada Kantor BadanPengelolaanKeuangandanAset Daerah KabupatenBoalemo)

ZELFIA YULIANA SUTAMI ( ) Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi. Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI KURS USD DAN INFLASI TERHADAP JAKARTA ISLAMIC INDEX DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. saham pada perusahaan food and beverages di BEI periode Pengambilan. Tabel 4.1. Kriteria Sampel Penelitian

Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal

BAB IV HASIL PENELITIAN

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. deskriptif yaitu : N merupakan jumlah data yang akan diolah dalam penelitian

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

Transkripsi:

1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KOTA SURABAYA Puspita Suci Arianto Puspita_suchie@yahoo.com Yazid Yud Padmono Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT Local tax is determined by the local government regulation and its revenue is used for the local development. The local tax consists of province tax and city tax. In order to optimize the local tax revenue, some factors are needed to be considered such as the number of population, inflation and GDP. The number of population is one of the subjected tax since they are using public service provided by the government. Inflation is the average price increases of good and service. The Gross Domestic Products (GDP) is an indicator to find out the economics condition of a particular area. The purpose of this research is to find out (1) the influence of the number of population to the local tax revenue, (2) the influence of inflation to the local tax revenue, and (3) the influence of GDP to the local tax revenue in Surabaya.The research result shows that: (1) The number of population has positive influence to the local tax revenue, (2) Inflation has negative influence to the local tax revenue and (3) GDP has positive influence to the local tax revenue in Surabaya. The determination coefficient test result shows that local tax can be explained by all three factors. Keywords: Local Tax, The number of Population, Inflation, and Gross Domestic Products ABSTRAK Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan yang hasilnya digunakan untuk pembangunan daerah. Pajak daerah terdiri dari pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak daerah tersebut, perlu diperhatikan faktor-faktor seperti jumlah penduduk, Inflasi dan PDRB. Jumlah penduduk yang merupakan subjek pajak yang menggunakan pelayanan publik yang diberikan pemerintah. Inflasi yang merupakan rata-rata kenaikan harga barang dan jasa. Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan indikator untuk mengetahui kondisi perekonomian disuatu daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Pengaruh jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak daerah, (2) Pengaruh inflasi terhadap penerimaan pajak daerah, dan (3) Pengaruh PDRB terhadap penerimaan pajak daerah kota Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah, (2) inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak daerah dan (3) PDRB berpengaruh secara positif terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surabaya. Hasil uji koefisien determinasi juga menunjukkan bahwa Pajak daerah dapat dijelaskan oleh ketiga faktor tersebut. Kata-kata kunci: Pajak Daerah, Jumlah Penduduk, Inflasi, dan Produk Domestik Regional Bruto

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang memberikan hak kepada setiap warganya untuk ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam perumusan dan pengembangan Negara. Pelaksanaan pembangunan harus merata diseluruh Tanah Air dan ini tidak terlepas dari adanya pembangunan daerah yang merupakan bagian yang sangat penting dari pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi daerah khususnya merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi dan apa yang menjadi kebutuhan daerahnya. Menurut undang-undang No. 12 tahun 2008, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah merupakan suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Untuk melaksanakan otonomi daerah, pemerintah harus dapat cepat mengidentifikasi sektor-sektor potensial sebagai motor penggerak pembangunan daerah, terutama melalui upaya pengembangan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya merupakan daerah yang berkembang pesat. Dalam usaha menopang eksistensi otonomi daerah yang maju, sejahtera, mandiri, dan berkeadilan, kota Surabaya dihadapkan pada suatu tantangan untuk mempersiapkan strategi dalam perencanaan pembangunan yang akan diambil. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu tolak ukur pelaksanaan otonomi daerah. Semakin banyak kebutuhan daerah yang dapat dibiayai dengan PAD, maka akan semakin tinggi kualitas otonominya (Pesik,2013). Hal itu membuat pemerintah kota Surabaya melakukan berbagai upaya agar dapat meningkatkan penerimaan PAD dari segala sektor. Badan Pusat Statistik (2012) menyatakan bahwa pendapatan asli daerah Kota Surabaya mencapai lebih dari 2,2 triliyun dimana 81 persen dari nilai tersebut berasal dari pendapatan pajak daerah. Sedangkan komponen PAD terkecil berasal dari pendapatan Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan yaitu hanya sebesar 4 persen dari total PAD. Sebagai penerimaan PAD terbesar, Pajak daerah mempunyai ketertarikan yang erat dengan jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat sehingga pertumbuhan penduduk dan peningkatan perekonomian ikut mendorong penerimaan pajak daerah. Berbagai jenis penerimaan pajak daerah di kota Surabaya disesuaikan dengan Perda Kota Surabaya No.4 tahun 2011 yang merupakan ketetapan yang harus ditaati dalam melakukan pemungutan pajak daerah. Tak bisa dipungkiri, bahwa penerimaan pajak daerah di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah julah penduduk, Inflasi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ketiga faktor tersebut selalu berfluktuasi tiap tahunnya dan dapat digunakan sebagai peramalan penerimaan pajak daerah. Jumlah penduduk yang merupakan subjek pajak adalah syarat untuk melakukan pemungutan pajak, dimana penduduk adalah yang menikmati pelayanan publik yang diberikan pemerintah. Jumlah penduduk Kota Surabaya yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Badan Pusat Statistik (2012) yang menyatakan bahwa jumlah penduduk kota Surabaya diperkirakan lebih dari 2,7 juta jiwa dan kepadatan penduduk mencapai lebih dari 8 ribu jiwa per km 2. Angka ini membuat Kota Surabaya merupakan kota dengan jumlah penduduk tertinggi dibandingkan wilayah lain di Jawa Timur. Perkembangan jumlah penduduk tersebut merupakan pertambahan alami melalui kelahiran, maupun pertambahan penduduk akibat arus migrasi. Ketika jumlah penduduk naik, maka akan semakin banyak permintaakan akan barang publik sehingga pemerintah akan terus mengoptimalkan untuk memberikan barang-barang

3 publik tersebut tetapi dengan jasa timbal balik dari masyarakat yang berupa pungutan pajak yang bersifat memaksa. Sebagai indikator perekonomian yang terkait dengan kondisi pasar, nilai inflasi berfluktuasi dengan pengaruh dari berbagai faktor seperti konsumsi masyarakat, kondisi banyaknya barang yang beredar, dan sebagainya. Inflasi di Kota Surabaya bukanlah yang tertinggi di Jawa Timur maupun yang terendah. Inflasi merupakan rata-rata kenaikan harga barang dan jasa secara umum terus menerus dalam persen. Dengan meningkatnya inflasi maka akan menaikan tarif pajak pada barang atau jasa yang bersangkutan. Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) merupakan indikator duntuk melihat pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, dengan meningkatnya PDRB maka akan secara langsung berakibat pada kenaikan sektor-sektor pembentuk PDRB yang artinya ketika sektor-sektor itu naik, maka akan ada kenaikan terhadap penerimaan pajak daerah. Meningkatnya pertumbuhan PDRB Kota Surabaya yang terus mengalami kenaikan memberikan tanda bahwa kota Surabaya merupakan kota yang sedang berkembang. Penelitian sebelumnya telah banyak mengangkat tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah. Prawironegoro (2011) mengatakan bahwa jumlah wajib pajak, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah. tetapi jumlah inflasi tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini mengiindikasikan bahwa meskipun barang dan jasa naik, tidak berpengaruh akan kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak. Hariyuda (2009) mengatakan bahwa pajak daerah harus diidentifikasi potensi sektor yang mempengaruhinya yang diharapkan dapat mengoptimalkan sumbangsih sektor ini untuk pembiayaan pembangunan didaerah, dalam perspektif otonomi daerah yang memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menggali sumber daya yang dimilikinya untuk meningkatkan pembangunan bagi daerah daerah yang digunakan pemerintah untuk membiayai pembangunan daerahnya. Berdasarkan latar belakang diatas,masalah yang akan dirumuskan adalah Apakah jumlah penduduk, Inflasi dan PDRB berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah? Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah yaitu jumlah penduduk, laju inflasi dan tingkat PDRB berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah di kota Surabaya. TINJAUAN TEORITIS Sumber-Sumber Pendapatan Daerah Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Tiap-tiap daerah di Indonesia mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Adapun yang menjadi sumber-sumber pendapatan daerah menurut SAP No 71 tahun 2010 adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber -sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Dana Perimbangan, yaitu sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana alokasi Khusus. 3. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain, hibah, Dana Darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4 Pendapatan Asli daerah Definisi pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumbersumber pendapatan asli daerah. Adapun Sumber-Sumber pendapatan asli daerah menurut UU No.12 tahun 2008 yaitu: 1. Hasil pajak daerah Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. 2. Hasil retribusi daerah Pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah. 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu. Pajak Daerah 1. Pengertian pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah (Siahaan:2009). 2. Jenis dan tarif pajak daerah Jenis pajak daerah kabupaten/kota yang diatur menurut Peraturan daerah Kota Surabaya Nomor 4 tahun 2011 adalah : a. Pajak Hotel Pajak hotel adalah pajak atas semua pelayanan hotel. Tarif pajak hotel adalah sebesar 10% dan rumah kos sebesar 5%. b. Pajak Restoran Pajak Restoran adalah pajak atas semua pelayanan restoran. Tarif pajak restoran adalah sebesar 10% c. Pajak Hiburan Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Tarif pajak hiburan yaitu: 1) tontonan film sebesar 10% 2) pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana sebesar 20% 3) kontes kecantikan sebesar 35% 4) kontes binaraga dan sejenisnya sebesar 10% 5) pameran sebesar 10% 6) diskotik, karaoke, klab malam dan sejenisnya sebesar 50% 7) sirkus, akrobat dan sulap sebesar 10% 8) permainan bilyar, golf dan boling sebesar 35%

5 9) pacuan kuda dan kendaraan bermotor sebesar 20% 10) permainan ketangkasan sebesar 10%. 11) panti pijat, refleksi dan mandi uap/spa sebesar 50%; 12) pusat kebugaran (fitnes center) sebesar 10% dan 13) pertandingan olah raga sebesar 15%. d. Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Tarif pajak reklame sebesar 25%. e. Pajak Penerangan Jalan Pajak penerangan jalan adalah pajak atas setiap penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain. Tarif pajak ditetapkan sebagai berikut: 1) Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari sumber lain : a) Golongan industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam sebesar 3 %; b) Selain golongan industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam yakni untuk golongan rumah tangga sebesar 8 % dan golongan selain rumah tangga sebesar 5%. 2) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri sebesar 1,5% (satu koma lima persen). f. Pajak Parkir Pajak parkir adalah pajak atas setiap penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Tarif pajak parkir yaitu: 1) tarif sewa parkir tetap dan parkir khusus dikenakan pajak parkir sebesar 20% (dua puluh persen) dari pembayaran; 2) tarif sewa Parkir progresif dikenakan pajak parkir sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pembayaran; 3) tarif sewa Parkir Vallet atau parkir yang memberikan pelayanan sejenis dikenakan pajak parkir sebesar 30% (tiga puluh persen) dari pembayaran; 4) Penyelenggara tempat parkir yang tidak memungut sewa parkir dikenakan pajak parkir sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah pembayaran yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat Parkir. g. Pajak Air Tanah Pajak Air Tanah adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Tarif pajak Air tanah adalah sebesar 20%. h. Pajak Sarang Burung Walet Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas setiap kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Tarif pajak burung walet adalah sebesar 10%. Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) 1. Definisi Menurut Badan Pusat Statistik (2012:24) definisi Produk Domestik Regional Bruto adalah sebagai berikut: a. Ditinjau dari segi produksi, merupakan jumlah nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu (satu tahun). b. Ditinjau dari segi pendapatan, merupakan jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu.

6 c. Apabila ditinjau dari segi pengeluaran, merupakan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap perubahan stok dan ekspor netto. 2. Metode pendekatan Pengukuran besaran PDRB dapat dihitung dengan menggunakan empat metode yang dipakai yaitu : a. Pendekatan dari segi produksi (production approach) Pendekatan dengan cara ini dilakukan untuk mendapat nilai tambah bruto (gross value added) atau disingkat menjadi NTB, dengan cara mengurangkan nilai output dengan biaya antara (intermediete consumption). Perhitungan dengan pendekatan produksi ini biasanya digunakan untuk sektor pertanian, industri, gas, air minum, pertambangan dan sebagainya. b. Pendekatan dari segi pendapatan (income approach) Pendekatan dengan cara ini dapat dilakukan dengan secara langsung menjumlahkan pendapatan, yaitu jumlah balas jasa faktor produksi berupa upah/gaji, bunga neto, sewa tanah dan keuntungan, sehingga diperoleh Produk Domestik Regional Neto atas dasar biaya faktor. c. Pendekatan dari segi pengeluaran (expenditure approach) Pendekatan dengan cara ini digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang digunakan oleh berbagai golongan masyarakat. Barang dan jasa yang diproduksi oleh unit-unit produksi akan digunakan untuk keperluan konsumsi, pembentukan modal (investasi) dan ekspor. Dalam perhitungan tersebut digunakan rumus sebagai berikut: PDRB = C + I + G + (X-M) Dimana : C = pengeluaran konsumsi rumah tangga. I = pembentukan Modal tetap G = pengeluaran Konsumsi pemerintah X = Nilai Ekspor. M = nilai Impor. d. Metode alokasi (allocation approach) Kadang-kadang data yang tersedia tidak memungkinkan menggunakan ketiga metode di atas, sehingga terpaksa menggunakan metode alokasi ini. Metode alokasi ini merupakan metode tidak langsung, sedang yang lain merupakan metode langsung. Dengan menggunakan metode langsung akan dapat menghasilkan angka-angka yang bisa menggambarkan karakteristik yang lebih mendekati kenyataan dibandingkan angka-angka yang diperoleh secara tidak langsung. 3. Struktur Pembentuk PDRB PDRB disajikan dalam 3 bentuk yaitu : a. PDRB Menurut lapangan usaha. Penyajian dalam bentuk ini dapat memberikan gambaran tentang peranan masingmasing sektor dalam memberikan andilnya pada PDRB. Karena itu unit-unit produksi dikelompokkan kedalam sektor-sektor sebagai berikut: 1) Pertanian. 2) Pertambangan dan Penggalian. 3) Industri dan Pengolahan. 4) Listrik, Gas dan Air bersih. 5) Konstruksi. 6) Perdagangan, Hotel dan Restoran. 7) Pengangkutan dan Komunikasi. 8) Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

7 9) Jasa-jasa. b. PDRB menurut faktor-faktor produksi. Penyajian dalam bentuk ini memberikan gambaran tentang peranan masingmasing faktor produksi dalam memberikan andil pada PDRB. Karena itu disajikan balas jasa yang diterima oleh masing-masing faktor pproduksi yaitu dalam bentuk upah/gaji, sewa tanah dan keuntungan. c. PDRB menurut jenis penggunaan. Komponen PDRB menurut jenis penggunaan yaitu: 1) Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2) Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit 3) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah. 4) Pembentukan Modal Tetap Bruto 5) Perubahan Inventori. 6) Transaksi Eksternal. 4. Penyajian Atas Dasar Harga Konstan Salah satu kegunaan dari Produk Domestik Regional Bruto ialah untuk melihat perkembangan riil produk domestik dari tahun ke tahun. Karena adanya inflasi, maka daya beli uang akan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berkaitan dengan itu apakah kenaikan PDRB benar-benar naik atau tidak, maka faktor inflasi ini terlebih dahulu harus dieliminir. Setelah PDRB yang riil yang besarnya hanya di pengaruhi oleh jumlah produksinya saja. Untuk merubah angka atas dasar harga berlaku menjadi angka konstan, ada 3 metode dasar yang digunakan yaitu : a. Revaluasi, diperoleh dengan menilai produksi pada tahun yang bersangkutan dengan memakai harga pada tahun dasar. b. Ekstrapolasi, diperoleh dengan mengekstrapolasi nilai tambah tahun dasar dengan menggunakan indeks kuantum dari barang-barang yang bersangkutan yang diproduksi. c. Deflasi, diperoleh dengan mendeflate nilai tambah atas dasar harga yang berlaku dengan indeks harga dari barang-barang yang bersangkutan. Inflasi Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruhmemengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%-30% setahun; berat antara 30%-100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung pada tinggi atau rendahnya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

8 Pengembangan Hipotesis Pengaruh jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak daerah. Jumlah penduduk merupakan pasar yang potensial bagi hasil produksi dan jasa. Rahdina (2008), menguji jumlah penduduk terhadap penerimaan pajak daerah. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Berdasarkan penelitian tersebut dapat ditarik hipotesis yaitu: H1 : Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah. Pengaruh laju inflasi terhadap penerimaan pajak daerah. Dalam penelitian prawironegoro (2011) mengatakan bahwa laju inflasi tidak berpengaruh secara signifikan jika dihitung menggunakan t-hitung terhadap penerimaan pajak daerah. Sehingga hipotesis untuk menguji pengaruh laju inflasi terhadap penerimaan pajak daerah yaitu: H2 : Laju inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak daerah. Pengaruh PDRB terhadap penerimaan pajak daerah. Dengan meningkatnya PDRB akan semakin tinggi pula ekonomi daerah tersebut dan bisa membayar pajak dengan tertib juga memungkinkan daerah untuk menarik pajak yang lebih tinggi dari sebelumnya. Hariyuda (2009) menyimpulkan bahwa PDRB berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Sehingga dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : H3 : PDRB berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah. Model Penelitian Model penelitian untuk penelitian ini adalah: Faktor-Faktor yang mempengaruhi Jumlah Penduduk Inflasi PDRB Penerimaan Pajak Daerah Kota Surabaya Gambar 1 Model Penelitian Metode Penelitian Jenis Penelitian dan Gambaran dari Objek Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan 1 variabel Dependen yakni pajak daerah dan 3 variabel Independen yakni jumlah penduduk, Laju Inflasi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Adapun sebagai objek penelitian ini adalah Kota Surabaya dan tempat penelitian adalah Badan Pusat Statistik yang merupakan organisasi sektor publik atau lembaga/instansi pemerintah yang berlokasi di Jl. Kendangsari Industri 43-44. Teknik Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah realisasi penerimaan pajak daerah, jumlah penduduk, laju Inflas dan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan kota Surabaya dari tahun 2003-2012.

9 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yakni metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang berupa sumber tertulis buku, direktori, dan data-data lain yang berkaitan dengan penelitian. Dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu Data Realisasi penerimaan pajak daerah, jumlah penduduk, Laju Inflasi, PDRB atas dasar harga konstan kota Surabaya selama tahun 2003-2012 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu satu variabel terikat (dependen), dua variabel bebas (independen). Dalam penelitian ini definisi operasional variabel yakni: a. Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pajak Daerah yang merupakan salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli daerah (PAD). Ketika pemerintah menginginkan peningkatan penerimaan pajak daerah, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya harus pula diupayakan peningkatan penerimaannya. Variabel Pajak Daerah diukur menggunakan jutaan rupiah. Karena data yang tersedia menggunakan data tahunan maka data dibagi menjadi data triwulanan menggunakan rumus yang telah dikembangkan oleh Insukindro (dalam Hariyuda, 2009:47) yaitu: PDkt = ¼PDt [1-(k-2,5)(1-B)¼] Dimana: PDkt = data triwulanan ke k tahun t PDt= data tahun t B= Operasi kelambanan (Backward lag operation) Kemudian dari rumus diatas dapat dijabarkan untuk memecah data menjadi triwulanan adalah: PD t1 = ¼ {PDt (PDt PD t-1 )} PD t2 = ¼ {PDt (PDt PD t-1 )} PD t3 = ¼ {PDt + (PDt PD t-1 )} PD t4 = ¼ {PDt + (PDt PD t-1 )} Dimana : PDt = Pajak Daerah periode / tahun t PDt-1 = Pajak Daerah periode / tahun t 1 PDt1 = Pajak Daerah triwulan pertama tahun t PDt2 = Pajak Daerah triwulan kedua tahun t PDt3 = Pajak Daerah triwulan ketiga tahun t PDt4 = Pajak Daerah triwulan keempat tahun t b. Variabel Independen a. Jumlah penduduk Penduduk dianggap sebagai pemacu pembangunan. Banyaknya jumlah penduduk akan memacu kegiatan produksi, konsumsi dari penduduk inilah yang akan menimbulkan permintaan agregat. Variabel jumlah penduduk diukur dengan satuan jiwa per tahun dan data yang tersedia menggunakan data tahunan, maka data menjadi triwulanan dengan rumus: JP t1 = ¼ {JPt (JPt JP t-1 )} JP t2 = ¼ {JPt (JPt JP t-1 )}

10 JP t3 = ¼ {JPt + (JPt JP t-1 )} JP t4 = ¼ {JPt + (JPt JP t-1 )} Dimana : JPt = Jumlah Penduduk periode / tahun t JPt-1 = Jumlah Penduduk periode / tahun t 1 JPt1 = Jumlah Penduduk triwulan pertama tahun t JPt2 = Jumlah Penduduk triwulan kedua tahun t JPt3 = Jumlah Penduduk triwulan ketiga tahun t JPt4 = Jumlah Penduduk triwulan keempat tahun t b. Laju inflasi Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruhmemengaruhi dan diukur dalam satuan persen. Data yang tersedia menggunakan data bulanan maka data akan diambil data pertumbuhan inflasi triwulanan dengan rumus: Ptr = P = Perkembangan Inflasi per Triwulan I b1 = Inflasi bulan 1 I b2 = Inflasi bulan 2 I b3 = Inflasi bulan 3 c. Produk Domestik Regional Bruto Jumlah nilai tambah yang diperoleh karena penerimaan dari berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan usahanya di suatu daerah tertentu tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksi. nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai dasar, dimana dalam perhitungan ini digunakan tahun 2000 dan dihitung menurut harga konstan. Variabel PDRB diukur dengan satuan jutaan rupiah per tahun dan data yang tersedia menggunakan data tahunan, maka data dibagi menjadi data triwulanan yaitu: PDRB t1 = ¼ {PDRBt (PDRBt PDRB t-1 )} PDRB t2 = ¼ {PDRBt (PDRBt PDRB t-1 )} PDRB t3 = ¼ {PDRBt + (PDRBt PDRB t-1 )} PDRB t4 = ¼ {PDRBt + (PDRBt PDRB t-1 )} Dimana : PDRBt = PDRB periode / tahun t PDRBt-1 = PPDRB periode / tahun t 1 PDRBt1 = PDRB triwulan pertama tahun t PDRBt2 = PDRB triwulan kedua tahun t PDRBt3 = PDRB triwulan ketiga tahun t PDRBt4 = PDRB triwulan keempat tahun t Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari suatu variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable) maka penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda (Multiple Linier Regression Method) dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode ini diyakini mempunyai sifat-sifat yang ideal dan dapat diunggulkan, yaitu secara teknis sangat kuat, mudah dalam perhitungan dan penarikan interpretasinya (Gujarati, 2012). Persamaan Regresi dinyatakan sebagai berikut :

11 PD= α - b1p - b2li +b3pdrb+ e Dimana: PD= Penerimaan pajak daerah (dalam ribuan rupiah) α = Intercept persamaan Regresi P= Jumlah penduduk (orang) LI= Laju inflasi (persen) PDRB= Produk Domestik Regional Bruto (dalam jutaan rupiah) b = koefisien regresi untuk masing-masing variabel Independen e = koefisien eror Uji Goodness of fit Analisis dilakukan melalui pendekatan analisis kuantitatif yaitu dengan model regresi dengan metode kuadarat terkecil biasa (OLS). Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan pada penelitian ini. a. Koefisien determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Koefisien determinasi ini digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam memprediksi variabel dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik pula kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen (Santoso, 2012). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai adjusted R Square yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. b. Uji Statistik t Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2006). Uji statistik t ini digunakan untuk memperoleh keyakinan tentang kebaikan dari model regresi dalam memprediksi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Dari hasil uji normal probably plot dan uji Kolmogorov Smirnov menunjukkan jika data tidak berdistribusi normal. Namun setelah melalui proses Transformasi data, variabel pajak daerah, Jumlah penduduk, Inflasi dan PDRB berdistribusi normal dikarenakan nilai Asymp sig 2-tailed menunjukkan angka diatas 0,05. Uji Multikolineritas Nilai tolerance semua variabel bebas lebih besar dari 0,10, demikian pula harga koefisien VIF hitung pada Collinearity Statistic lebih kecil dari 10. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel independen (tidak terjadi multikolinieritas).

12 Uji Autokorelasi Adapun kriteria yang digunakan untuk menyatakan ada tidaknya autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson, yaitu jika pengujian diperoleh nilai Durbin-Watson di antara -2 sampai 2, maka dindikasikan tidak ada autokorelasi. Berdasarkan tabel Model Summary tampak bahwa nilai statistik Durbin-Watson = 0,772 (terletak di antara -2 dan 2). Jadi dapat disimpulkan data tersebut tidak mengandung/bebas dari unsur autokorelasi. Uji Heterokesdatisitas Uji heterokesdatisitas dilakukan dengan melihat pola grafik scatterplot dan uji gletser. Hasil dari uji glestser menunjukkan bahwa signifikansi dari ketika variabel independen lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengiindikasikan adanya heterokesdatisitas. Uji Hipotesis Persamaan regresi digunakan untuk menjawab hipotesis 1,2 dan 3 serta untuk mengetahui apakah variabel bebas berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah: Model Tabel 1 Hasil Analisis Regresi Berganda Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients T Sig. Collinearity Statistics 1 B Std. Error Beta Tolerance VIF (Constant) 21,930,227 96,545,000 Jumlah Penduduk 1,153E-005,000,170 3,036,004,981 1,020 Inflasi_1 -,101,105 -,054 -,960,343,976 1,025 PDRB 1,748E-007,000,907 16,279,000,985 1,015 a. Dependent Variable: Pajak_Daerah Berdasarkan hasil dari pengolahan data di tabel Coefficients diatas, maka dapat dibuat model regresi linier berganda dengan persamaan sebagai berikut: Y = 21,930 + 1,153E-005 X1-0,101 X2 + 1,748E-007 Nilai masing-masing koefisien regresi variabel independen dari model regresi linier berganda tersebut memberikan gambaran bahwa variabel jumlah penduduk dan PDRB berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak daerah, yang artinya ketika jumlah penduduk dan PDRB naik, maka penerimaan pajak daerah juga akan naik. sedangkan inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan pajak daerah. Artinya ketika inflasi ini naik secara terus menerus maka pajak daerah akan mengalami penurunan dalam hal penerimaannya. Uji Goodness Of Fit Koefisien Determinasi Tabel 2 Hasil pengukuran koefisien determinasi Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1,943 a,890,881,25193,772 a. Predictors: (Constant), PDRB, Jumlah Penduduk, Inflasi_1 b. Dependent Variable: Pajak_Daerah Besarnya Adjusted R Square berdasarkan hasil analisis diatas diperoleh sebesar 0,881 atau 88,1%, artinya Pajak Daerah dapat dijelaskan oleh 12actor12e Jumlah Penduduk, Inflasi

13 dan PDRB. Sedangkan sisanya yaitu 11,9% dijelaskan oleh 13actor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Uji t Pengujian dilakukan untuk menjawab hipotesis 1,2, dan 3. Pada tabel 3 disajikan hasil dari uji t Tabel 3 Uji t-hitung Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics 1 B Std. Error Beta Tolerance VIF (Constant) 21,930,227 96,545,000 Jumlah Penduduk 1,153E-005,000,170 3,036,004,981 1,020 Inflasi_1 -,101,105 -,054 -,960,343,976 1,025 PDRB 1,748E-007,000,907 16,279,000,985 1,015 a. Dependent Variable: Pajak_Daerah Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat secara lengkap sebagai berikut: 1) Variabel jumlah penduduk berpengaruh signifikan, dikarenakan nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05. Menurut penelitian Hariyuda (2009) jumlah penduduk mempunyai elastisitas positif dengan penerimaan pajak daerah. karena syarat untuk memungut pajak diantaranya adalah harus adanya subjek pajak. Dengan naiknya jumlah penduduk, maka akan semakin banyak penduduk yang menikmati jasa pelayanan yang diberikan pemerintah yang bersumber dari pajak daerah. Dan juga semakin banyak pemerintah harus mengeluarkan barang-barang publik karena semakin banyak permintaan akan barang publik akibat peningkatan jumlah penduduk. Sebagai subjek pajak, maka penduduk akan mengeluarkan sebagian penghasilannya untuk membayar pungutan pajak dan akan semakin banyak pajak daerah yang diterima oleh pemerintah kota Surabaya. Hal ini akan membuat pemerintah melakukan pengoptimalan akan penerimaan pajak daerah dengan meningkatkan tarif pajak yang berlaku. 2) Variabel Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah dikarenakan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa hipotesis 2 diterima. Prawironegoro (2011) mengatakan bahwa Ketika harga barang naik atau turun secara terus menerus, pengeluaran masyarakat akan bertambah dikarenakan kondisi perekonomian yang berakibat buruk. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi tidak berpengaruh secara signifikan yang artinya ketika inflasi itu naik secara terus menerus, masyarakat akan tetap membayar pajak daerah dikarenakan pajak dapat bersifat memaksa, meskipun pendapatan mereka berkurang akibat kkenaikan harga barang dan jasa sehingga ketika inflasi ini naik atau turun tidak berakibat pada penerimaan pajak daerah kota Surabaya. 3) Variabel PDRB mepunyai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga dapat dirumuskan bahwa variabel PDRB berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. hal ini berarti bahwa PDRB yang merupakan indikator untuk mengukur tingkat perekonomian di suatu daerah juga berperan dalam penerimaan pajak daerah, Sektorsektor pembentuk PDRB juga telah dikenakan pajak yang sesuai dengan tarif yang telah

14 di tetapkan. Dengan kata lain, sektor-sektor tersebut dapat meningkatkan penerimaan pajak daerah. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurrohman (2010) yang mengatakan bahwa PDRB berpengaruh positiif dan signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Teori mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat PDRB berarti bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. dan bila pertumbuhan ekonomi meningkat maka semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakat dan akan semakin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk membayar pajak daerah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel pertumbuhan penduduk, Inflasi dan PDRB terhadap penerimaan Pajak Daerah Kota Surabaya pada tahun 2003-2012 dengan model Regresi Linier Berganda. Berdasarkan uraian dari pembahasan dan analisis dalam penelitian ini, diperoleh simpulan antara lain : 1. variabel Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pajak Daerah. ini terkait dengan jumlah penduduk sebagai subjek pajak akan mengeluarkan penghasilannya untuk membayar pungutan pajak atas jasa timbal balik terhadap pelayanan yang diberrikan pemerintah. 2. variabel Inflasi tidak berpengaruh signifikan dan juga berpengaruh negatif terhadap Pajak Daerah. ketika harga barang naik atau turun, tidak mengurangi kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak. 3. variabel PDRB mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Pajak Daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika sektor-sektor pembentuk PDRB naik, maka penerimaan pajak daerah pun akan naik. Saran Berdasarkan hasil analisa data diatas dan kesimpulan yang telah dibuat, maka saran-saran yang dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Kota Surabaya diharapkan perlu menambah jenis obyek Pajak Daerah sehingga dapat meningkatkan penerimaan untuk pos Pajak Daerah Kota Surabaya. Namun upaya untuk meningkatkan Pajak Daerah perlu dilakukan dengan bijaksana, agar tidak semakin membebani masyarakat. 2. PDRB sebagai salah satu faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah seharusnya dapat ditingkatkan atau dipertahankan. Dengan meningkatnya PDRB maka semakin tinggi pula tingkat ekonomi daerah tersebut sehingga kesejahteraan rakyat akan meningkat sehingga rakyat akan lebih tertib untuk membayar pajak. 3. Secara umum, hasil uraian di bab-bab sebelumnya masih kurang, diharapkan peneliti selanjutnya dapat menambah variabel-variabel yang diduga berpotensi berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah sehingga dapat diupayakan penerimaan pajak daerah yang terus naik dengan menggunakan metode dan analisa data yang lebih baik. Keterbatasan Keterbatasan utama dalam penelitian ini yaitu (1) belum tergambarnya efisiensi pengelolaan pajak daerah yang dilakukan pemerintah kota Surabaya, (2) keterbatasan variabel independen yang hanya berisi jumlah penduduk, inflasi dan PDRB, diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk menambah variabel lain yang diduga ikut mempengaruhi penerimaan pajak daerah. sehingga diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pemerintah (3) jumlah sampel yang terbatas, kepada penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas sampel penelitian menjadi beberapa

15 kota di provinsi sehingga dapat diketahui tingkat efisiensi penerimaan pajak daerah antar kota di Jawa Timur. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kota Surabaya 2007-2011. Surabaya. Ghozali. I. 2006. Statistik Non Parametric. Edisi 4. Badan Penerbitan Universitas Dipenogoro. Semarang. Gujarati, Damodar. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika. Buku 2. Edisi Kelima. Salemba Empat. Jakarta. Hariyuda, R. 2009. Analisis pengaruh pertumbuhan penduduk, Pertumbuhan usaha, Pertumbuhan PDRB dan Tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak Daerah (studi kasus di kota kediri). Skripsi. Program Sarjana Universitas Brawijaya. Malang. Nurrohman, A. 2010. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah di kota surakarta (tahun 1994-2007). Skripsi. Program Sarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 tahun 2010 tentang jenis pajak daerah yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Peraturan Daerah kota Surabaya Nomor 4 tahun 2011 tentang pajak daerah. Pesik, V. P. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak reklame. Jurnal EMBA 1 (3): 804-812. Prawironegoro, A.W. 2011.Determinan Penerimaan Pajak Daerah di Kota Surabaya. Skripsi. Program Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia. Surabaya. Rahdina, D.P. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di kota Depok Pada Era Otonomi Daerah. Skripsi. Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.. Undang-undang Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sabatini, R. dan E.Y. Purwanti. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Hotel di kota Semarang. Diponegoro Journal of Economics 2(1) : 1-7. Santoso. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Elex Media Komputindo. Jakarta. Siahaan,M. 2009. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. Standart Akuntansi Pemerintahan. 2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010. Fokusmedia. Bandung.