BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORI. element. At perhaps the most fundamental level, the termindicates that one or

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru atau berbeda, belum ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu SD, SMP, SMA/SMK serta Perguruan Tinggi. Siswa SMP merupakan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy)

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

Reality Therapy. William Glasser

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB II LANDASAN TEORI

EFIKASI DIRI MAHASISWA YANG BEKERJA PADA SAAT PENYUSUNAN SKRIPSI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai

KONSEP KOGNISI SOSIAL - BANDURA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Hurlock (1999), masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia enam

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja,

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans

DEFINISI MOTIVASI. Proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan usaha seorang. Komponen Motivasi : Intensitas, arah dan ketekunan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang cukup, bahkan bercita-cita untuk lebih dari cukup untuk memenuhi semua

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hasil penelitian yang memenuhi syarat-syarat ilmiah dan digunakan sebagai

NO. Hal yang diungkap Daftar Pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. porestasi yang dimaksudkan kali ini akan mengarah pada prestasi kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu (curiosity) siswa, proses uji coba (trial and error), analisa konsep

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak

BAB 1 PENDAHULUAN. Mahasiswa pada umumnya diakhir perkuliahan akan diwajibkan untuk mengerjakan

PENINGKATAN SELF EFFICACY PESERTA DIDIK MELALUI KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK KOGNITIF. Oleh: Andi Riswandi Buana Putra, M.

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

PENGARUH PELATIHAN BERFIKIR POSITIF TERHADAP TINGKAT EFIKASI DIRI MAHASISWA. Suryani STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan

Teori dan Teknik Konseling. Nanang Erma Gunawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

TEORI KEPRIBADIAN MATANG

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SS S TS STS SS S TS STS

BAB I PENDAHULUAN. semua kebutuhan dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun yang. menginginkan hidup berkekurangan. Oleh karena itu, setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

EFIKASI DIRI DAN METAKOGNISI SISWA KELAS X SMA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL GEOMETRI. Kata kunci: Efikasi, metakognisi dan penyelesaian masalah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya, dan prestasi akhir itulah yang dikenal dengan performance atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy adalah keyakinan diri individu tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan individu peroleh dari kerja kerasnya yang mempengaruhi cara individu berperilaku (Bandura, 1997). Dalam teori sosial kognitif, Bandura (1986) menyatakan bahwa Self efficacy membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha individu untuk maju, kegigihan dan ketekunan yang individu tunjukkan dalam menghadapi kesulitan dan derajat kecemasan atau ketenangan yang individu alami saat mempertahankan tugas-tugas kehidupannya. Dalam Bandura (1997) menambahkan bahwa Self efficacy merupakan keyakinan individu bahwa ia dapat menguasai situasi dan memperoleh hasil yang positif. Self efficacy sebagai keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan. Bahwa keyakinan atas efikasi seseorang adalah landasan dari manusia. Manusia yang yakin bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah kejadian di lingkungannya, akan lebih mungkin untuk bertindak dan lebih mungkin untuk menjadi sukses daripada manusia yang mempunyai tingkat self efficacy yang rendah. (Bandura, 1997). 8

Self efficacy yang tinggi dan rendah berkombinasi dengan lingkungan yang responsif untuk menghasilkan empat variabel prediktif yaitu: (a) Ketika efikasi diri yang tinggi dan lingkungan responsif, hasil yang bisa diperkirakan adalah kesuksesan. (b) Saat efikasi diri rendah berkombinasi dengan lingkungan yang responsif, manusia mungkin akan merasa depresi karena mengamati bahwa orang lain dapat berhasil melakukan suatu tugas yang terlalu sulit untuknya. (c) Saat seseorang dengan efikasi diri yang tinggi menemui situasi lingkungan yang tidak responsif, individu dapat meningkatkan usahanya untuk mengubah lingkungan. Individu dapat melakukan protes-protes, kegiatan aktivis sosial, atau bahkan kekuatan untuk memulai perubahan; namun saat semua usaha tersebut gagal,individu akan menyerah malakukan hal tersebut dan mencari lingkungan baru yang lebih responsif. (d) Terakhir, saat efikasi diri rendah dikombinasikan dengan lingkungan yang tidak responsif, individu akan merasa apatis, segan, dan tidak berdaya (Bandura, 1997). 2.1.2 Sumber Self Efficacy Efikasi diri dapat diperoleh, dipelajari, dan dikembangkan dari empat sumber informasi yaitu a) Enactive attainment and performance accomplishment (pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi), b) Vicarious experience (pengalaman orang lain), c) Verbal persuasion (persuasi verbal), d) Physiological state and emotional arousal (keadaan fisiologis dan psikologis). Di mana pada dasarnya keempat hal tersebut adalah stimulasi atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau pembangkit positif (positive arousal) untuk berusaha 9

menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi.hal ini mengacu pada konsep pemahaman bahwa pembangkitan positif dapat meningkatkan perasaan atas efikasi diri (Bandura, dalam Lazarus et.al., 1980). Adapun sumber-sumber efikasi diri tersebut, yaitu: Pertama, Enactive attainment and performance accomplishment (pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi) yaitu sumber harapan efikasi diri yang penting, karena berdasar pengalaman individu secara langsung. Siswa yang pernah memperoleh suatu prestasi, akan terdorong meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap efikasi dirinya, pengalaman keberhasilan siswa ini meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi kegagalan. Kedua, Vicarious experience (pengalaman orang lain) yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini efikasi diri siswa dapat meningkat, terutama jika siswa merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang dijadikan subjek belajarnya. Siswa mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Peningkatan efikasi diri siswa ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan efikasi diri ini akan menjadi efektif jika subjek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara siswa dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model. Ketiga, Verbal persuasion (persuasi verbal) yaitu siswa mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa siswa dapat mengatasi masalah-masalah yang 10

akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan siswa untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan.akan tetapi efikasi diri yang tumbuh dengan sumber-sumber efikasi diri ini biasanya tidak bertahan lama, apalagi jika kemudian siswa mengalami peristiwa traumatis yang tidak menyenangkan. Keempat, Physiological state and emotional arousal (keadaan fisiologis dan psikologis).situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi efikasi diri. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari. Empat hal tersebut dapat menjadi sumber bagi tumbuh dan berkembangnya efikasi diri individu. Dengan kata lain, efikasi diri dapat diupayakan untuk ditingkatkan dengan manipulasi melalui empat sumber yang diuraikan di depan. 2.1.3 Aspek Self Efficacy Menurut Bandura (1997) aspek self efficacy adalah sebagai berikut : 1. Outcome expectancy Harapan terhadap kemungkinan hasil dari suatu perilaku, yaitu suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat tertentu yg bersifat khusus. 11

2. Efficacy expectancy Harapan akan dapat membentuk perilaku secara tepat. Suatu keyakinan bahwa seseorang akan berhasil dalam bertindak sesuai dengan hasil yang diharapkan. Aspek ini menunjukkan bahwa harapan orang berkaitan dengan kesanggupan melakukan suatu perilaku yang dikehendaki. Efficacy expectancy tergantung pada situasi beberapa informasi berupa persepsi dan hasil suatu tindakan yg didapatkan melalui/menjalani kehidupan, modelling, peristiwa verbal dan keadaan emosi yg mengancam. 3. Outcome Value Nilai yg mempunyai makna dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku dilakukan dan orang harus mempunyai Outcome value yg tinggi untuk mendukung efficacy expectancy dan outcome expectancy yg dimiliki. 2.1.4 Tingkat self efficacy Secara garis besar, self efficacy terbagi atas self efficacy tinggi dan self efficacy rendah. Dalam mengerjakan suatu tugas, individu yang memiliki self efficacy yang tinggi akan memilih terlibat secara langsung, sementara individu yang memiliki self efficacy yang rendah cenderung menghindari tugas tersebut. Individu yang memiliki self efficacy tinggi cenderung mengerjakan suatu tugas tertentu, sekalipun tugas-tugas tersebut merupakan tugas yang menantang. Individu tidak memandang tugas sebagai suatu ancaman yang harus mereka hindari. Selain itu individu mengembangkan minat intrinsik dan keminatan yang mendalam terhadap suatu aktivitas, mengembangkan tujuan dan berkomitmen 12

dalam mencapai tujuan tersebut. Individu juga meningkatkan usaha individu dalam mencegah kegagalan yang mungkin timbul. Individu yang gagal dalam melaksanakan sesuatu, biasanya cepat mendapatkan kembali self efficacynya setelah mengalami kegagalan tersebut (Bandura, 1997). Individu yang memiliki self efficacy tinggi menganggap kegagalan sebagai akibat dari kurangnya usaha yang keras, pengetahuan, dan keterampilan. Individu yang ragu akan kemampuan mereka (self efficacy yang rendah) akan menjauhi tugas-tugas yang sulit karena tugas tersebut dipandang sebagai ancaman bagi dirinya. Individu seperti ini memiliki aspirasi yang rendah serta komitmen yang rendah dalam mencapai tujuan yang mereka pilih atau mereka tetapkan. Ketika menghadapi tugas-tugas yang sulit, mereka sibuk memikirkan kekurangankekurangan diri mereka, hambatan yang individu hadapi, dan semua hasil yang dapat merugikan dirinya. Individu yang memiliki self efficacy yang rendah tidak berpikir tentang bagaimana cara yang baik dalam menghadapi tugas-tugas yang menantang. Saat menghadapi tugas yang menantang, individu mengurangi usahausaha individu dan cepat menyerah. Individu juga lamban dalam membenahi ataupun mendapatkan kembali self efficacynya mereka ketika menghadapi kegagalan (Bandura, 1997). Bandura (1997) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi self efficacy pada diri individu antara lain : 1. Budaya Budaya mempengaruhi self efficacy melalui nilai (values), kepercayaan (beliefs), dan proses pengaturan diri (self regulatory process) yang berfunggi 13

sebagai sumber penilaian self efficacy dan juga sebagai konsekuensi dari keyakinan akan self efficacy. 2. Gender Perbedaan gender juga berpengaruh terhadap self efficacy. Hal ini dapat dilihat dari penelitian Bandura (1997) yang menyatakan bahwa wanita lebih efikasinya yang tinggi dalam mengelola perannya daripada pria. Wanita memiliki peran selain sebagai ibu rumah tangga, juga sebagai wanita karier akan memiliki self efficacy yang tinggi dibandingkan dengan pria yang hanya bekerja. 3. Sifat dari tugas yang dihadapi Derajat kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi oleh individu akan mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap kemampuan dirinya sendiri. Semakin kompleks suatu tugas yang dihadapi oleh individu maka akan semakin rendah individu tersebut menilai kemampuannya. Sebaliknya, jika individu dihadapkan pada tugas yang mudah dan sederhana maka akan semakin tinggi individu tersebut menilai kemampuannya. 4. Insentif eksternal Faktor lain yang dapat mempengaruhi self efficacy individu adalah insentif yang diperolehnya. Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan self efficacy adalah competent contongens incentive, yaitu insentif yang diberikan oleh orang lain yang merefleksikan keberhasilan seseorang. 5. Status atau peran individu dalam lingkungan Individu yang memiliki status yang lebih tinggi akan memperoleh derajat kontrol yang lebih besar sehingga self efficacy yang dimilikinya juga tinggi. 14

Sedangkan individu yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih rendah akan memiliki kontrol yang lebih kecil sehingga self efficacy yang dimilikinya juga rendah. 6. Informasi tentang kemampuan diri Individu yang memiliki self efficacy tinggi, ia memperoleh informasi positif mengenai dirinya, sementara individu yang memiliki self efficacy yang rendah, bahwa individu memperoleh informasi negatif mengenai dirinya. 2.2 Konseling Kelompok Realita 2.2.1 pengertian konseling kelompok realita Konseling realitas adalah sebuah pendekatan/model konseling dan psikoterapi yang sangat berfokus dan interaktif, dan merupakan salah satu yang telah diterapkan dengan sukses dalam berbagai macam lingkup. Karena fokusnya pada problem kehidupan saat ini yang dirasakan klien dan penggunaan tehnik mengajukan pengajuan pertanyaan oleh konseling realitas, konseling realitas sangat efektif dalam jangka pendek, meskipun tidak terbatas pada itu saja (Corey, 2009). Konseling realitas didasarkan pada Teori Pilihan -nya Psikiater William Glasser yang bertumpu pada prinsip bahwa semua motivasi dan perilaku individu adalah dalam rangka memuaskan salah satu atau lebih (lima) kebutuhan universal manusia, dan bahwa individu bertanggung jawab atas perilaku yang individu lakukan atau pilih. Satu ide intinya adalah bahwa terlepas dari apa yang telah terjadi pada kita, apa yang mungkin telah kita kerjakan, atau bagaimana kebutuhan individu telah dilanggar di masa lalu, kita bisa mengevaluasi kembali realitas terkini kita dan memilih perilaku yang akan membantu kita memuaskan kebutuhan kita secara efektif di masa kini dan di masa depan (Corey, 2009). Berulang kali ditemukan adalah bahwa ketika seseorang belajar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara lebih efektif di masa kini, segala dampak atau pengaruh dari kejadian-kejadian di masa lalu mulai memudar dan orang 15

tersebut dapat berpindah dari kekuatan yang satu ke kekuatan yang lain. Untuk menjadi bahagia dan efektif, kita harus hidup dan berencana di masa kini (Corey, 2009). 2.2.2 Tujuan-tujuan Konseling Tujuan utama konseling realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Kematangan ini menyiratkan bahwa orang-orang mampu bertanggungjawab atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka serta mengembangkan rencana-rencana yang bertanggungjawab dan realistis guna mencapai tujuan-tujuan individu. Konseling realitas membantu individu dalam menentukan dan memperjelas tujuan-tujuan individu. Selanjutnya, membantu individu dalam menjelaskan cara-cara individu menhambat kemajuan ke arah tujuan-tujuan yang ditentukan oleh mereka sendiri. Konselor membantu klien menemukan alternatif-alternatif dalam mencapai tujuan-tujuan, tetapi klien sendiri yang menetapkan tujuan-tujuan terapi. 2.2.3 Peran dan fungsi Pemimpin Kelompok Tugas utama praktisi kelompok realitas adalah untuk terlibat dengan anggota kelompok dan kemudian untuk membantu mereka menghadapi kenyataan. Tugas ini membutuhkan pemimpin untuk melakukan beberapa fungsi di antaranya: a. Memberikan model untuk perilaku yang bertanggung jawab dan model kehidupan yang berdasarkan identitas keberhasilan 16

b. Membangun dengan masing-masing anggota hubungan terapeutik berdasarkan perawatan dan menghormati satu yang mendorong dan demans perilaku yang bertanggung jawab c. Secara aktif mempromosikan diskusi anggota perilaku saat ini dan aktif mengecewakan alasan untuk perilaku yang tidak bertanggung jawab d. Memperkenalkan dan mendorong proses off evaluasi diri dari perilaku saat ini e. Mengajar anggota untuk merumuskan dan melaksanakan rencana untuk mengubah perilaku mereka f. Membangun struktur dan batas sesi g. Bersikap terbuka untuk menantang dan mengeksplorasi nilai-nilai mereka sendiri dengan kelompok h. Mendorong anggota untuk terlibat dengan satu sama lain, untuk berbagi pengalaman umum, dan untuk membantu satu kesepakatan lain dengan masalah secara bertanggung jawab i. Membantu anggota dalam menetapkan batas praktis untuk durasi dan lingkup terapi mereka j. Mengajar anggota bagaimana menerapkan ke kehidupan sehari-hari apa yang telah mereka pelajari dalam kelompok pemimpin kelompok terapi realitas mengambil peran verbal aktif dan direktif dalam kelompok. Dalam 17

menjalankan fungsi mereka, mereka fokus pada kekuatan dan potensi para anggota bukan pada kegagalan mereka. Realitas terapis klien identitas kegagalan dasar. Oleh karena itu, mereka menantang anggota untuk melihat potensi yang tidak terpakai dan menemukan cara untuk bekerja ke arah menciptakan identitas keberhasilan. 2.2.4 Prosedur Konseling Kelompok Realita Glasser (dalam Corey, 1984) telah mengembangkan delapan prinsip atau konsep yang membentuk konseling realita. Tahap keterlibatan pribadi dengan klien 1) Langkah pertama konseling realita adalah menjadi bersahabat dengan klien. Menciptakan hubungan yang akan menjadi dasar dari hubungan terapeutik. Di tahap keterlibatan pemimpin harus memiliki kualitas pribadi tertentu, termasuk kehangatan, pengertian, penerimaan, perhatian, menghormati klien, keterbukaan dan keinginan untuk ditantang oleh lainnya. 2) Tahap perubahan perilaku Perubahan perilaku lebih mudah untuk mempengaruhi bahwa perubahan sikap dan nilai yang lebih besar dalam proses konseling. Untuk alasan bahwa konseli yang mengungkapkan perasaan depresi dan ketidakberdayaan tidak akan ditanya tentang alasan untuk perasaannya atau didorong untuk menjelajahinya. Sebaliknya konseling realita akan mendorong untuk mengidentifikasi perilaku yang menyebabkan atau mendukung perasaan-perasaan. Tujuannya adalah untuk membantu konseli memahami tanggung jawab terhadap perasaan konseli sendiri, 18

sebagai cara untuk mendorong konseli melihat apa yang sesungguhnya konseli lakukan ntuk berkontribusi pada perasaan mereka. 3) Evaluasi perilaku Setelah anggota kelompok dapat mengidentifikan dan bertanggungjawab atas perilakunya saat ini, konseling realita menuntun individu untuk mengevaluasi perlaku yang berdasarkan apa yang baik bagi individu dan untuk lainnya. Pada akhinya perilaku individu mengarah ke identitas keberhasilan atau identitas kegagalan. Glasser (1975) mencatat bahwa bukan fungsi konseling realita untuk bertindak sebagai moralis memutuskan apa yang konseli harus melakukan atau memaksakan nilai-nilai. Memang konseling realita diperintahkan dari menawarkan saran atau bahkan mengarahkan konseli untuk berubah. Konselor tidak membuat penilaian-nilai bagi konseli, untuk ini akan membebaskan dari tanggung jawab untuk perlakuan konseli tetapi konselor memandu konseli untuk evaluasi perilakunya sendiri. Dengan demikian upaya utama konseling berfokus pada membantu konseli untuk membantu dampak dari tingkah lakunya untuk menerima konsekuensinya 4) Rencana dan tindakan Setelah konseli telah membuat pertimbangan nilai pada perilakunya dan memutuskan untuk mempengaruhi perubahan nilai pada perilakunya dan memutuskan untuk mempengaruhi perubahan positif dalam perilaku. Konselor dibebankan dengan tugas membantu konseli alam mengembangkan rencana untuk perubahan perilaku. 19

5) Komitmen Biasanya orang-orang dengan identitas kegagalan mengalami kesulitan membuat dan menjaga komitmen penting, karena sebagaian dari kegagalan mereka terkait dengan komitmen. Merumuskan bahkan rencana yang paling masuk akal dan praktis adalah buang-buang waktu jika konseli tidak memiliki kemauan untuk menerapkannya. Glasser dan Zunin (1975) menunjukkan bahwa rencana secara tertulis dalam bentuk kontrak-kontrak yang akan membantu anggota kelompok dalam memegang sendiri tanggung jawab lainnya untuk melakukan rencana. 6) Penolakan untuk menerima kesalahan Tidak ada jumlah yang cermat dan komitmen teliti dapat menjamin bahwa anggota kelompok akan mengikuti rencana mereka. Kegagalan tersebut dapat dan memang terjadi bahkan anggota akan mengikuti rencana mereka. Tetapi Glasser memperingatkan konseling dari bahaya memanfaatkan karena gagal untuk tetap dengan komitmen atau dengan mengajukan pertanyaan sia-sia tentang mengapa rencana tersebut gagal. 7) Tidak ada hukuman Konseling realita beranggap bahwa hukuman bukanlah alat yang berguna untuk mempengaruhi perilaku. Glasser (1975) menyatakan bahwa hukuman tidak efisien dalam mengubah perilaku tetapi juga memperkuat identitas kegagalan konseli dan merusak hubungan terapeutik. Oleh karena itu dari pada menggunakan hukuman, konselor menantang konseling untuk melihat dan menerima konsekuensi wajar dari tindakan konseli. 20

8) Penolakan untuk penyerahan Langkah terakhir konseling realita adalah jangan pernah menyerah dengan identitas kegagalan. Oleh karena itu tidak peduli apa yang dikatakan atau dilakukan itu adalah konseling untuk membantu konseli untuk tidak menyerah. 2.3 Meningkatkan Self Efficacy melalui Konseling Kelompok Realita Konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan konseling yang dapat membantu individu mengarahkan dirinya untuk melaksanakan tugas perkembangan dan mengatasi masalah yang muncul dalam dirinya. Salah satu permasalahan yang dialami oleh siswa adalah mengenai prestasinya yang rendah. Prestasi belajar yang rendah dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah rendahnya self efficacy. Self Efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa diri mempunyai kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan (Alwisol, 2005: 360). Siswa yang memiliki self efficacy rendah merasa dirinya tidak mampu dalam mendapatkan hasil yang optimal. Penyampaian guru yang kurang menyenangkan juga mempengaruhi menurunnya self efficacy siswa dalam belajarnya. Siswa yang memiliki self efficacy yang rendah akan menunjukkan sifat sebagai berikut: pasif dalam pelajaran, memilih tidak memperhatikan guru, menghindari tugas yang sulit, tidak percaya diri dalam mengerjakan tugas, menyalahkan kegagalan atas kemampuan yang dimiliki. Salah satu pendekatan/model konseling yang diasumsikan akan efektif untuk meningkatkan self efficacy yang rendah adalah melalui konseling kelompok 21

realita. kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan bahwa kita berguna bagi diri sendiri maupun bagi orang lain (Corey, 2009: 264). Keberhasilan individu dalam melaksanakan tugasnya akan memberikan identitas berhasil pada dirinya dan kegagalan menyebabkan individu mengembangkan identitas gagalnya. Melalui konseling realita ini, individu akan dapat menilai bahwa individu tersebut dapat menggunakan kemampuan individu tersebut dalam menyelesaikan suatu tugas. Self efficacy yang tinggi akan memberikan dampak pada pemilihan perilaku. Konseling kelompok realita akan membantu siswa dalam memenuhi kebutuhannya, bagi individu sendiri maupun orang lain. Individu akan mendapatkan hasil yang lebih apabila individu memiliki self efficacy yang tinggi. Dengan konseling kelompok realita, maka individu akan dapat menyusun rencana yang lebih realistis dalam meningkatkan self efficacy dan akan meningkatkan prestasi belajarnya. 2.4 Hasil Penelitian yang Relevan Berikut mengenai penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi landasan bagi penelitian ini : 1. Afisah (2012) dengan judul Meningkatkan Efikasi Diri terhadap pelajaran Bahasa Inggris melalui Konseling Realita pada Siswa SMP Negeri 2 Ungaran. 22

2. Ayu Widiyanti (2013) dengan judul Keefektifan Teknik Self Instruction untuk Meningkatkan Self Efficacy dalam Belajar Siswa Kelas VII di SMP Negeri 3 Malang. 3. Meningkatkan Self Efficacy Belajar Siswa yang Memiliki Prestasi Belajar Rendah Melalui Konseling Kelompok di SMA Negeri 11 Medan. 2.5 Kerangka Berpikir Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Post-Test Pre-Test Kelompok Eksperimen Treatment Hasil Dibandingkan Kelompok Kontrol Tanpa Treatment Hasil 2.6 Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ada peningkatan yang signifikan dalam self efficacy pada siswa kelas IX A SMP Muhammadiyah 5 Wonosegoro. 23