BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

Subjek Pajak PPh Pasal 23

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (2002:1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PAJAK PENGHASILAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perpajakan Bagi Koperasi

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

2.1 Definisi Pajak. Landasan Teori. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka. Menurut Rochmat Soemitro yang di kutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

PPh pasal 23 dan Contoh Soalnya (1)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma-Cuma).

BAB II LANDASAN TEORI

Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Penghasilan Lainnya Bulan... Tahun... Biaya (Rp) Jumlah Bruto (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6)

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II LANDASAN TEORI

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

A. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


OBJEK PADA PAJAK PENGHASILAN. .Pengertian Penghasilan.

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib

Objek PPh. Penghasilan. Tambahan kemampuan ekonomis, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT

BAB II BAHAN RUJUKAN

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas penghasilan yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak. 2) Subjek Pajak Penghasilan Subjek Pajak Penghasilan diatur pada Pasal 2 Ayat 1 Undang- Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.: a) Orang Pribadi yang dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. b) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, atau ahli waris. c) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, 5

persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. d) Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. 3) Objek Pajak Penghasilan Yang menjadi objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang termasuk didalamnya yaitu: a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang; b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 6

c) Laba usaha; d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : (1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada peseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. (2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya. (3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun. (4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak pihak yang bersangkutan dan (5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam 7

pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pengembalian sisa hasil usaha koperasi; h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah; l) Keuntungan selisih kurs mata uang asing; m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n) Premi asuransi; o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q) Penghasilan dari usaha berbasis syariah; 8

r) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s) Surplus Bank Indonesia. 2.1.2 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) Ketentuan dalam pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. 2.1.3 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) Pemotong PPh Pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan penghasilan, yang terdiri atas: a) Badan pemerintah; b) Subjek Pajak badan dalam negeri; c) Penyelenggaraan kegiatan; d) Bentuk usaha tetap (BUT); e) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; 9

f) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang telah mendapat penunjukkan dari Direktur Jendral Pajak untuk memotong pajak PPh Pasal 23, yang meliputi: (1) Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas. (2) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan. 2.1.4 Yang Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. 2.1.5 Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah: a) Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; c) Royalti; 10

d) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; e) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan; dan f) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. 2.1.6 Pengecualian Obyek Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah: a) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank; b) Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi; c) Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: (1) Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan (2) Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima deviden, kepemilikan 11

saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal modal yang disetor; d) Deviden yang diterima oleh orang pribadi e) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; f) Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya; g) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 2.1.7 Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) Besarnya PPh pasal 23 yang dipotong adalah: a) Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: (1) Deviden; (2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; (3) Royalti; dan (4) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan pasal 21; b) Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, atas: 12

(1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan; dan (2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Jasa lain terdiri dari: a) Jasa penilai (appraisal); b) Jasa aktuaris; c) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestesi laporan keuangan; d) Jasa perancang (design); e) Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT); f) Jasa penunjang di bidang penambangan migas; g) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; h) Jasa penunjang di bidang perebangan dan Bandar udara; i) Jasa penambangan hutan; j) Jasa pengolahan limbah; k) Jasa penyedia tenaga kerja (outsourching services): l) Jasa perantara dan/atau keagenan: 13

m) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI, dan KPEI; n) Jasa costudian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; o) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara; p) Jasa mixing film; q) Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; r) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; s) Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; t) Jasa maklon; u) Jasa penyelidikan dan keamanan; v) Jasa penyelenggara kegiatan atau evet organizer; w) Jasa pengekapan; 14

x) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; y) Jasa pembasmian hama; z) Jasa kebersihan atau cleaning service aa) Jasa catering atau tata boga Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen). Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak, antara lain, dengan cara menunjukan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak. 2.1.7 Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Deviden Atas penghasilan berupa deviden akan dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto. PPh pasal 23 = 15% x Bruto Contoh 1: PT. Solusindo membayarkan deviden kepada CV Perkasa pada bulan Maret 2009 sebesar Rp. 200.000.000,00. PPh Pasal 23 dipotong PT. Solusindo adalah: 15% x Rp. 200.000.000,00 = Rp. 30.000.000,00 15