BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA. dan bergerak dalam bidang industri dan distribusi tali kipas (v-belt & fan belt) untuk

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

S-485/PJ.33/2005 PERMASALAHAN PEMERIKSAAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PP 3/1994, PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN; ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH; ATAU TANAH DAN BANGUNAN

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42761/PP/M.XVI/15/2013. : Pajak Penghasilan Badan. Tahun Pajak : 2007

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 04/PJ.

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 27/PJ/2010 TENTANG

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga?

NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan Pph Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK. 03/2012 TENTANG

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

FAKTUR PAJAK STANDAR

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG

PER - 52/PJ/2009 PENUNJUKAN PEMOTONG, TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASI

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN NOMOR SE-62/PJ/2013 TENTANG

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan)

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

RENCANA PROGRAM & KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) (4) Kemampuan Akhir yang diharapkan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER /PJ.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Perlakuan Pajak Penghasilan dalam Transaksi Jasa Lelang oleh Balai Lelang Swasta Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa transaksi pelelangan pada dasarnya adalah transaksi penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui media elektronik dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat. Transaksi pelelangan adalah transaksi yang memberikan penghasilan bagi penjual/ pemilik barang dan penghasilan tersebut dikenakan pajak. Dalam pelaksanaan lelang, Balai Lelang bertindak sebagai perantara atau penengah antara pihak penjual dan pembeli. Balai Lelang berkewajiban untuk menyelenggarakan lelang hingga terjualnya barang yang dilelang. Sebagai perantara, Balai Lelang menenerima uang hasil penjualan lelang dari Pembeli dan menyetorkannya ke Penjual. Yang dimaksud dengan pedagang perantara adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu misalnya komisioner. Balai Lelang yang merupakan subjek pajak dalam negeri sehingga atas penghasilan yang diterimanya atau diperoleh dalam Tahun Pajak dikenakan pajak. Menurut Mardiasmo (2003) objek pajak penghasilan adalah penghasilan. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.

Jenis barang yang ditawarkan dalam transaksi pelelangan tidak ada batasannya sepanjang barang yang ditawarkan tersebut tidak menyalahi ketentuan yang berlaku. Secara umum jenis barang yang dijual melalui lelang dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu jenis barang tak bergerak atau barang tetap dan jenis barang bergerak. 1) Barang tak bergerak Saat ini kebijakan perpajakan yang menyangkut pengenaan Pajak Penghasilan pada transaksi lelang barang tak bergerak/tetap ialah transaksi peralihan hak atas tanah dan atau bangunan. Sebagai dasar hukum pengenaannya adalah : a. Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 yang diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, yang mengatakan bahwa sebagai Objek Pajak Penghasilan antara lain: Atas Penghasilan bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. b. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 yang telah diubah dan ditambah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dalam Pasal 1 ayat 1 mengatakan Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau bagian dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan sesuai dengan peraturan lelang, wajib membayar Pajak Penghasilan : a. 5% (lima persen) dari harga pokok menurut Risalah Lelang bagi Wajib Pajak badan selaku Penjual (walaupun kurang dari Rp 60.000.000,00) b. 5% (lima persen) dari harga pokok menurut Risalah Lelang bagi Wajib Pajak orang Pribadi selaku Penjual (dengan harga Rp 60.000.000,00 ke atas).

Wajib Pajak membayar pajak (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan) tidak berdasarkan pada adanya ketetapan pajak, dengan demikian berarti pemenuhan kewajiban Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) berdasarkan sistem self assesment, yaitu Wajib Pajak menghitung dan menyetor BPHTB yang terutang ke kas negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan merupakan PPh Final. Menurut Pejabat Direktorat Jenderal Pajak, di dalam mekanisme withholding tax system, saat ini ditengarai ada ketidakadilan yang sedang terjadi khususnya buat WP yang menurut ketentuan dan peraturan perpajakan dikenai pajak (terutama PPh) yang bersifat final. Sebab dengan penetapan final ini WP yang bersangkutan tidak dapat mengklaim pajak yang telah mereka bayar, berbeda dengan pengenaan pajak tidak final dimana WP dapat mengklaim pajak yang telah mereka bayar apabila terjadi lebih bayar dan meminta kembali kelebihan pajak tersebut. Berdasarkan keterangan di atas, adanya unsur ketidakadilan dalam pengenaan Pajak Penghasilan pada transaksi lelang barang tak bergerak/tetap yaitu atas transaksi peralihan hak atas tanah dan atau bangunan, selain itu PPh final juga bertentangan dengan prinsip bahwa pajak seharusnya dipungut berdasarkan Undang-undang bukan dengan peraturan. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban membayar pajaknya maka disinilan peranan Balai Lelang Swasta memperhatikan/mengawasi kelengkapan dokumen pelunasan pajak penghasilan tersebut (foto kopi Surat Setoran Pajak dan menunjukkan aslinya) sebelum menandatangani Risalah Lelang. Hal ini terdapat dalam Pasal 2 ayat 1 yang mengatakan Pribadi/badan yang menerima penghasilan wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi, Kantor Pos dan Giro sebelum

akte perjanjian Risalah Lelang ditandatangani pejabat yang berwenang. Sedangkan yang dimaksud pejabat yang berwenang adalah notaris, PPAT (Pejabat Pembuat Akte Tanah), Camat, Pejabat Lelang atau Pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Barang bergerak Gunadi dalam buku Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan 1 antara lain menyatakan bahwa: Dilihat dari mengalirnya (inflow) tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi : penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tidak gerak seperti bunga, deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak/ dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tambahan kemampuan ekonomis dapat juga terjadi pada penjualan harta yang tidak/ dipergunakan untuk usaha dan harta itu sendiri dapat dikelompokkan ke dalam harta gerak maupun harta tak gerak. Jadi barang yang dijual jenis barang bergerak seperti mobil atau lukisan, penjual/ pemilik barang tidak perlu repot-repot melakukan pembayaran Pajak Penghasilan atau Balai Lelang tidak perlu melakukan pemotongan Pajak Penghasilan. Walaupun sesuai undang-undang Pajak Penghasilan, pemilik barang tersebut tetap harus melaporkannya ke dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), namun dalam kaitannya dengan transaksi pelelangan, pemilik barang atas jenis Barang bergerak tidak segera membayar Pajak Penghasilan demikian pula Balai Lelang juga tidak melakukan pemotongan Pajak Penghasilan. Seperti halnya dengan penjualan biasa (tanpa melalui lelang), jadi kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya tergantung pada pihak penjual dan pembeli. Pada prinsipnya pribadi atau badan yang menerima penghasilan, wajib membayar sendiri pajak penghasilan yang terhutang ke kas negara melalui Bank 1 Gunadi, Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan, Jakarta : Salemba Empat, 2002.

Persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum akte perjanjian/risalah Lelang ditandatangani. Akan tetapi dalam hal penjualan, tukar-menukar, penyerahan hak tersebut dilakukan kepada pemerintah di mana pembayarannya dilakukan oleh pejabat atau bendaharawan, maka pejabat/bendaharawan tersebut wajib memungut pajak penghasilannya dan kemudian menyetorkan pajak penghasilan yang telah dipungut ke kas negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran dan bukan atas nama bendaharawan atau pejabat pemungut, sebelum melakukan pembayaran kepada pribadi atau badan yang berhak menerimanya. Ditinjau dari aspek perpajakan, transaksi jasa dalam negeri dikenai PPh Pasal 23, asalkan jasa tersebut termasuk dalam positive list yang ada dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ./2007 Tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Neto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat (1) huruf Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. Imbalan jasa yang diperoleh Balai Lelang termasuk dalam positive list yang atas pembayarannya dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 4,5% (empat setengah persen). Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetor oleh Pemotong Pajak selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak dan diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Berdasarkan pada Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan Pemotong dan Penyetor PPh Pasal 23 atas transaksi lelang adalah Wajib Pajak Badan yang

membayarkan uang/membebankan atas jasa lelang atau Orang Pribadi yang menggunakan pembukuan atau ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak misalnya Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris. Analisa Perlakuan Pajak Penghasilan atas Barang tidak bergerak harga lelang yang terjadi dibawah jauh dari Nilai Jual Objek Pajak maka untuk memperkuat terbentuknya nilai jual melalui lelang harus diperkuat dengan adanya akta notaris sebelum dilakukan penandatanganan pada Risalah Lelang dan untuk Barang Bergerak perlakuan pajaknya sama dengan yang terjadi melalui penjualan biasa dimana perlu kesadaran dari Wajib Pajak untuk patuh membayar pajak sebagaimana mestinya. Selain Balai Lelang Swasta dituntut untuk patuh terhadap ketentuan perpajakan, namun Balai Lelang Swasta juga mempunyai peranan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban membayar pajak pajak penghasilan yaitu dengan cara mengawasi kelengkapan dokumen pelunasan pajak penghasilan tersebut (foto kopi Surat Setoran Pajak dan menunjukkan aslinya) sebelum menandatangani Risalah Lelang. B. Analisis Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Transaksi Jasa Lelang oleh Balai Lelang Swasta Berdasarkan Pasal 11 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak yang terutang dalam Masa Pajak pada saat Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), atau pada saat impor Barang Kena Pajak, dalam hal pembayaran diterima sebelum pembayaran BKP atau JKP, maka pajak yang terutang dalam Masa Pajak terjadi pada saat pembayaran. Sedangkan berdasarkan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 yang berlaku sejak 1 Januari 1995, telah ditetapkan jenis-jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Dalam Pasal 16D UU PPN, menyebutkan PPN dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak

untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. Dengan ketentuan tersebut maka apabila barang bekas yang merupakan aktiva perusahaan yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, maka atas penyerahan barang bekas tersebut melalui Balai Lelang Swasta terutang PPN, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. Sebagai pemberi jasa, Balai Lelang Swasta melakukan kegiatan dalam proses lelang mulai dari pra-lelang, saat lelang hingga pasca lelang yang ditandai dengan diumumkannya pemenang lelang, sedangkan penerima jasa adalah penjual barang. Jasa lelang yang dilakukan Balai Lelang swasta terutang PPN dengan tarif 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yaitu penggantian yang diterimanya. Tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh Pemungut PPN, diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Saat terutang : Saat terutang atas penyerahan jasa lelang yang dilakukan oleh Balai Lelang swasta adalah pada saat penyerahan jasa lelang atau pada saat pembayaran atas jasa tersebut dalam hal pembayaran dilakukan lebih dahulu dari penyerahan jasa lelang. Penyetoran : Pajak Pertambahan Nilai harus disetor oleh Pemungut Pajak selambat-lambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan. Pelaporan : Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Jasa yang diserahkan oleh Balai lelang swasta merupakan Jasa Kena Pajak yang berupa fee, maka Balai Lelang swasta wajib melaporkan kegiatan usahanya kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Balai Lelang berkedudukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, dan selanjutnya setelah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak wajib memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku (memungut, menyetor dan melaporkan PPN terutang).

Balai Lelang swasta memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa pelelangan untuk penjualan barang yang telah ditetapkan dan diumumkan pemenangnya, maka Balai Lelang harus membuat Faktur Pajak untuk pemungutan PPN atas jasa pelelangan kepada pemilik barang/ penjual. Dalam mekanisme PPN ada kecenderungan timbulnya faktur pajak tidak dilaporkan sebagaimana mestinya oleh Pemungut PPN/ Penjual sehingga akan merugikan pihak pembeli. Misalnya: Pemungut PPN memiliki identitas yang fiktif, yaitu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan Kode Seri Faktur Pajak tidak dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetapi dibuat sendiri. Dengan identitas palsu tersebut Pengusaha Kena Pajak fiktif menerbitkan menerbitkan Faktur Pajak dengan alamat dan penanda tangan Faktur Pajak yang palsu juga, sehingga pada saat Petugas Pajak melakukan pemeriksaan kepada Pengusaha Kena Pajak lainnya (Pembeli) yang menggunakan Faktur Pajak tersebut untuk dikreditkan/restitusi, akan sulit ditemukan. Sebagai Pengusaha Kena Pajak fiktif secara otomatis tidak memasukkan SPT Masa PPN. Menurut Direktur Balai Lelang Swasta Online, adanya peranan BLS dalam meningkatkan kepatuhan perpajakan (tax compliance) yaitu dengan memperhatikan/mengawasi kelengkapan dokumen pelunasan pajak penghasilan dari penjual yaitu BPHTB (foto kopi Surat Setoran Pajak dan menunjukkan aslinya) sebelum menandatangani Risalah Lelang. Dari sisi PPN, BLS mengawasi dan mengurangi resiko terjadinya Tax evasion serta untuk meningkatkan kepatuhan, yaitu dengan mengawasi penerbitan Faktur Pajak yang diberikan penjual kepada pembeli dengan cara : Pada saat sebelum dilaksanakan lelang (pra-lelang), Balai Lelang Swasta melengkapi dokumen mengenai identitas penjual (KTP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). Balai Lelang harus mengecek kejelasan alamat PKP/ sesuai dengan pengukuhan, kegiatan PKP ada atau sesuai dengan pengukuhan, WP melakukan kegiatan sebagai PKP sesudah dikukuhkan sebagai PKP.

Pada saat pasca lelang, Balai Lelang Swasta melakukan pemeriksaan fisik Faktur Pajak apakah sudah diisi dengan benar dan lengkap sesuai dengan ketentuan Faktur Pajak Standar.