RUANG FISKAL DALAM APBN

dokumen-dokumen yang mirip
Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

Catatan : Kebijakan Transfer ke Daerah Dalam rangka RAPBNP Tahun 2011 Kebijakan belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011

PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

APAKAH SUBSIDI BBM BEBAN BERAT BAGI APBN?

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)

ANALISIS PERMASALAHAN BELANJA PEGAWAI DALAM APBN. Grafik 1. Perkembangan Belanja Pegawai dalam APBN

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Ratarata % Dalam milyar rupiah. Jenis Pendapatan

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

KEBIJAKAN KONVERSI PENYALURAN DBH DAN/ ATAU DAU DALAM BENTUK NON TUNAI

BELANJA FUNGSI KESEHATAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

TARGET PENYERAPAN TENAGA KERJA DALAM UNDANG-UNDANG APBN

HUBUNGAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016

APBN 2013: Mendorong Peningkatan Kualitas Belanja

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM RAPBN 2014

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia

Ujian Akhir Semester Semester Genap 2016/2017 PEREKONOMIAN INDONESIA Waktu Pengerjaan: 180 Menit 24 Mei 2017 TUTUP BUKU

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PENYERAPAN ANGGARAN DALAM APBN

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Tabel 2. Persentase Sumber Pendapatan Daerah

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

Konsolidasi Fiskal dan Komitmen Indonesia pada G20 1

Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga Tahun 2010

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN. Kebijakan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah

pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG

KATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

Perekonomian Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI. Effektifitas Penyaluran Belanja Bantuan Sosial. I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA Catatan atas Laporan Keuangan Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2014 dan 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

VII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RINGKASAN APBN TAHUN 2017

UPAYA-UPAYA UNTUK MENJAGA EFEKTIVITAS DANA BANTUAN SOSIAL

ANGGARAN PENDIDIKAN DAN PERMASALAHNNYA

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. diyakini oleh banyak pihak telah menimbulkan banyak masalah, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan sedikit bantuan dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

21 Universitas Indonesia

OBLIGASI PEMERINTAH (GOVERNMENT BOND) VS OBLIGASI DAERAH (MUNICIPAL BOND)

Transkripsi:

RUANG FISKAL DALAM APBN Ruang fiskal secara umum merupakan ketersediaan ruang dalam anggaran yang memampukan Pemerintah menyediakan dana untuk tujuan tertentu tanpa menciptakan permasalahan dalam kesinambungan posisi keuangan Pemerintah. Dalam konteks APBN, ruang fiskal adalah total pengeluaran dikurangi dengan belanja non diskresioner/terikat seperti belanja pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan pengeluaran yang dialokasikan untuk daerah. 1. Pendahuluan -Catatan Atas Laporan Keuangan, LKPP TA 2010- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen kebijakan fiskal pemerintah untuk mengarahkan perekonomian nasional. Melalui kebijakan-kebijakan yang tercermin dari komposisi belanjanya, APBN diharapkan mampu melakukan ekspansi yang dapat menstimulus kegiatan ekonomi yang lebih produktif sehingga membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Kemampuan APBN melakukan ekspansi bergantung pada seberapa besar ruang fiskal yang dimilikinya, atau dengan kata lain, ruang fiskal merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengukur fleksibilitas yang dimiliki pemerintah dalam mengalokasikan APBN bagi kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan nasional. Lebih lanjut, ruang fiskal akan mempengaruhi kesinambungan fiskal di masa-masa mendatang. Hal ini menjadi suatu yang logis karena kesinambungan fiskal bergantung pada kemampuan pemerintah untuk memobilisasi penerimaan, pembiayaan defisit maupun penajaman dan efisiensi belanja, yang berarti upaya memupuk ruang fiskal. 2. Simulasi Perhitungan Ruang Fiskal Dalam Lima Tahun Terakhir Dalam enam tahun terakhir (tahun 2007-2012), tampak bahwa secara nominal besarnya ruang fiskal yang ada terus mengalami peningkatan. Namun secara rasio terhadap belanja negara, besarnya ruang fiskal tersebut cenderung tidak mengalami pergerakan yang cukup signifikan, terkecuali pada tahun 2008 yang sempat mencapai 32% (Tabel 1). Simulasi perhitungan diatas didapatkan dengan mengurangi total pengeluaran dengan belanja non diskresioner (terikat) seperti belanja pegawai, pembayaran bunga utang, subsidi dan transfer ke daerah 1. Namun hasil perhitungan ini, menunjukkan bahwa secara rasio ruang fiskal yang ada lebih besar dari yang disampaikan pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2012, dan secara nominal menunjukkan hasil yang sama dari yang disampaikan pemerintah dalam LKPP tahun 2010 (diuraikan di bagian selanjutnya). 1 Metode perhitungan ini seperti disampaikan dalam Nota Keuangan RAPBN T.A 2012 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 37

Tabel 1. simulasi perhitungan ruang fiskal (2007-2012) Tahun Belanja mengikat Belanja tidak mengikat Nilai (Rp Milyar) % Nilai (Rp Milyar) % 2007 535,673.10 71.20% 216,700.10 28.80% 2008 745,164.00 75.31% 244,329.80 32.79% 2009 710,725.40 71.01% 290,118.50 28.99% 2010 814,185.10 72.30% 311,961.40 27.70% 2011 947,938.20 71.77% 372,813.10 28.23% 2012 1,012,008.20 71.34% 406,489.50 28.65% Cat : simulasi perhitungan diatas belum memasukkan kewajiban kontinjensi Pemerintah Pusat Sumber : NK APBN-P, diolah Grafik 1. Persentase ruang fiskal Indonesia (2007-2012) 120.00% 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% 28.80% 71.20% Sumber : NK APBN-P, diolah 32.79% 75.31% 28.99% 71.01% 27.70% 72.30% 28.23% 71.77% 28.65% 71.34% 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Belanja mengikat Belanja tidak mengikat Besarnya pengeluaran yang sudah ditetapkan oleh undang-undang (mandatory spending) dan adanya kewajiban kontijensi akan menambah berat ruang fiskal yang dimiliki oleh pemerintah 2. Semakin sempit ruang fiskal yang dimiliki pemerintah, maka berarti ruang pemerintah untuk memberikan stimulus perekonomian melalui fiskal menjadi semakin lemah. Berikut beberapa belanja Negara yang telah ditetapkan dalam undang-undang. 2 Wiloejo Wirjo Wirjono (Ekonom The Indonesia Economic Intellegence) dalam tulisannnya yang berjudul mengantisipasi Risiko Fiskal menyebutkan bahwa anggaran pendidikan, kesehatan, belanja publik lainnya dan kewajiban kontinjen akan mengurangi ruang fiskal yang dimiliki pemerintah. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 38

a. Dana pendidikan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan besarnya pengalokasian dana pendidikan minimal sebesar 20% dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam pengalokasiannya, anggaran pendidikan tersebut terbagi ke dalam belanja Kementerian/ lembaga, transfer ke daerah dan melalui pengeluaran pembiayaan. b. Anggaran kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan pengalokasian minimal sebesar 5% dari APBN diluar gaji. Namun ketentuan ini belum dapat terlaksana sepenuhnya. Dalam beberapa tahun terakhir, anggaran kesehatan baru teralokasi sebesar 2-3% dari APBN. c. Transfer ke daerah Dana Alokasi Umum Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah mengamanatkan jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. Dana otonomi khusus UU Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana telah direvisi dengan UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undangundang, menyebutkan adanya penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan 1 ; UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan bahwa dana otonomi khusus merupakan salah satu pendapatan daerah. Dana Otonomi Khusus tersebut berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1% (satu persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional. 3. Ruang Fiskal Indonesia dalam Nota Keuangan RAPBN T.A 2012 Dalam Nota Keuangan RAPBN T.A 2012, Pemerintah menyampaikan besarnya ruang fiskal Indonesia yang dapat digunakan untuk mendukung alokasi tambahan belanja prioritas. Ruang fiskal Pemerintah dari tahun 2006 hingga 2011 terus mengalami peningkatan. Ruang fiskal sedikit meningkat dari 23,0% di tahun 2006 menjadi 23,8% di tahun 2011, atau rata-rata kenaikan tiap tahun sebesar 2,5% terhadap total belanja negara. Berikut persentase ruang fiskal Indonesia terhadap belanja negara tahun 2006-2011. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 39

Grafik 2. Persentase ruang fiskal Indonesia (2006-2011) 4. Ruang Fiskal Indonesia dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat T.A 2010 Dalam Laporan keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2010, Pemerintah menyampaikan bahwa secara nominal ruang fiskal selama kurun waktu 2006-2010 mengalami peningkatan, berturut-turut adalah pada tahun 2006 anggaran belanja tidak terikat sebesar Rp209,14 triliun, selanjutnya pada tahun 2007 meningkat menjadi sebesar Rp216,71 triliun, dan pada tahun 2008 menjadi Rp244,34 triliun, pada tahun 2009 sebesar Rp290,11 triliun, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar Rp311,97 triliun. Angka ini mengindikasikan bahwa tren ruang fiskal yang dimiliki Pemerintah dari tahun 2006-2010 semakin meningkat. Sejalan dengan meningkatnya ruang fiskal fleksibilitas yang dimiliki Pemerintah dalam mengalokasikan anggaran belanja pada kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan nasional juga semakin meningkat. Apabila dilihat dari rasio ruang fiskal terhadap PDB, sepanjang periode 2006-2010 cenderung menurun. Penurunan terjadi pada tahun 2006-2008 dari posisi 6,27 persen menjadi 4,93 persen di tahun 2008, kemudian meningkat menjadi 5,17 persen di tahun 2009 yang untuk selanjutnya mengalami penurunan menjadi sebesar 4,86 persen di tahun 2010. Mencermati hal tersebut Pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas belanja negara (quality of spending). Diharapkan melalui kualitas belanja negara yang memadai, maka instrumen fiskal menjadi efektif yang pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan penurunan tingkat kemiskinan. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 40

Tabel 2. Ruang Fiskal terhadap PDB Sumber : Kementerian Keuangan dan BPS dalam LKPP TA 2010-0- Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 41