II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEORI KONSUMSI. Minggu 8

Fungsi Konsumsi Keynes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEORI KONSUMSI 1. Faktor Ekonomi

KONSUMSI DAN TABUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumber Daya Alam dan Energi dalam pembangunan. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI MASYARAKAT DI. PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ( studi kasus kota Semarang, Solo, Purwokerto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI ROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI PROVINSI ACEH

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan jasa meliputi barang-barang tidak kasat mata, seperti potong. rambut, layanan kesehatan, dan pendidikan (Mankiw, 2012).

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. yang menemukan faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga yang

ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI. Adi Bhakti ABSTRACT

KONSUMSI DI PROVINSI ACEH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau

Jurnal Ekonomi Volume 18, Nomor 1 Maret 2010 PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI DAERAH RIAU. Nursiah Chalid

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran

IV. FUNGSI PENDAPATAN (Penerapan Fungsi Linear dalam Teori Ekonomi Makro)

KONSUMSI DAN INVESTASI. Oleh : AGUS ARWANI, SE, M.Ag.

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009

Analisis Kecenderungan Mengkonsumsi Marjinal dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Masyarakat Jawa Timur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung yang terdiri dari 14 kabupaten/kota

BAB II TEORI KONSUMSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Rokok. Menurut penelitian Firdaus dan Suryaningsih (2011) mengenai konsumsi

BAB II URAIAN TEORITIS. Pertumbuhan ekonomi mempunyai arti sedikit berbeda dengan. diikuti oleh perubahan dalam aspek lain dalam perekonomian seperti

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Konsumsi atau dalam bahasa Inggrisnya Consumption memiliki arti

FUNGSI KONSUMSI, TABUNGAN, PENDAPATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. nominal ini tidak mampu meningkatkan daya beli masyarakat secara signifikan

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

III. KERANGKA TEORITIS

ANALISIS DETERMINAN KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA TESIS. Oleh KHAIRANI SIREGAR /EP

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk

ANALISIS KONSUMSI RUMAH TANGGA PETANI PADI DAN PALAWIJA DI KABUPATEN DEMAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. demografi, dan sosial terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga.

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini maka dicantumkan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA KONSUMSI RUMAH TANGGA DENGAN PDRB PERKAPITA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN NASKAH PUBLIKASI

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

Andri Wijanarko,SE,ME

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Dussenbery mengungkapkan bahwa bukan pendapatan mutlak

TEORI KONSUMSI DAN TEORI INVESTASI. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

KONSUMSI DAN INVESTASI. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Teori dlm ekonomi: 1. Teori klasik Keinginan masyarakat untuk menabung dan keinginan pengusaha untuk meminjam dana modal untuk investasi ditentukan

1. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali menaikkan harga cukai untuk

ANALISIS MARGINAL PROPENSITY TO CONSUME SUMATERA UTARA

Kebutuhan manusia relatif tidak terbatas. Sumber daya tersedia secara terbatas. Masing-masing sumber daya mempunyai beberapa alternatif penggunaan.

MODEL PENDEKATAN TEORI KONSUMSI DALAM MEMBUAT PROYEKSI POTENSI DANA PIHAK KETIGA (DPK) PADA BANK UMUM DI KOTA SURABAYA

BABI PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh

ekonomi Kelas X TEORI PERILAKU PRODUSEN DAN KONSUMEN KTSP & K-13 A. POLA PERILAKU KONSUMEN a. Konsep Dasar Konsumsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. antara permintaan dan harga. Teori ini lebih dikenal dengan hukum permintaan,

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi barang-barang hasil industri pabrik, sedangkan di pedesaan hasil

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI RUMAHTANGGA DI INDONESIA (PERIODE TAHUN ) OLEH M U R O H M A N H

BAB I PENDAHULUAN. kata bahasa Inggris Consumption, berarti pembelanjaan yang dilakukan

POLA KONSUMSI MAHASISWA INDEKOS DI UNIVERSITAS LAMPUNG (STUDI KASUS : MAHASISWA S1 REGULER FEB UNILA) (Skripsi) Oleh: JULIAN

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk

Teori Konsumsi & Investasi

Pengantar Ekonomi Mikro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perpajakan Rachmat Soemitro dan R. Santoso Brotodihardjo.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

teori distribusi neoklasik

BAB I PENDAHULUAN. Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana

PENGARUH PENDAPATAN NASIONAL, INFLASI DAN SUKU BUNGA DEPOSITO TERHADAP KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA TESIS

Jumlah total komoditas yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut. jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut.

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen

ANALISIS KONSUMSI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memiliki dan menggunakan barang dan jasa tersebut. Pengeluaran

BAB IV TEORI KONSUMSI

3 KERANGKA PEMIKIRAN

KONTRAK PERKULIAHAN. PENGANTAR EKONOMI KELUARGA (IKK 232) 3 (3-0) Mayor IKK FEBRUARI - AGUSTUS 2013

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Inggris (consumption), berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

PERILAKU KONSUMEN. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen ada dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal

Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

Transkripsi:

18 II. TINJAUAN PUSTAKA Kebiasaan merokok merupakan kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat yang mengadakan suatu kenduri merasa tidak lengkap jika tidak ada sajian rokok. Sehingga merokok menjadi satu kebiasaan yang dianggap sebagai bagian dari kehidupan normal. Masyarakat Indonesia sebagian beranggapan bahwa rokok merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi. Kebiasaan merokok merupakan kebiasaan yang sangat sulit dihilangkan dan jarang orang mau mengakui bahwa merokok adalah kebiasaan buruk. Kontroversi mengenai rokok atau produk tembakau dan larangan merokok dewasa ini tengah menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan. Pada bagian ini, akan membahas mengenai faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi rokok, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu yang terkait dengan konsumsi rokok baik di Indonesia maupun di negara lain. 2.1. Tinjauan Empiris Beberapa studi yang pernah dilakukan berkaitan dengan konsumsi rokok baik di Indonesia ataupun di negara lain adalah sebagai berikut:

Judul Pengarang Tahun Kesimpulan Poverty and Tobacco Joy de Beyer, Chris Lovelace and Ayda Yorekli 2001 Kekhawatiran tentang bahaya penggunaan tembakau yang penyebabnya biasanya berfokus pada risiko penyakit serius dan kematian usia muda yang dihadapi oleh perokok dan keluarga. Sekitar 4 juta kematian disebabkan oleh tembakau setiap tahun, dengan angka mencapai 10 juta per tahun berdasarkan tren saat penggunaan tembakau saat ini. Proporsi beban yang ditanggung oleh orang-orang yang tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah adalah meningkat pesat dari 50 persen sampai 70 persen. Selain terdapat hubungan jangka pendek antara kemiskinan dan tembakau, juga terdapat hubungan jangka panjang. Di Negara yang berpenghasilan rendah, sangat sedikit orang yang mendapat jaminan kesehatan atau tunjangan kemiskinan/pengangguran. Penyakitan dan kematian, dan konsekuensi kehilangan pemberi nafkah dapat menyebabkan sebuah keluarga hidup dibawah garis kemiskinan. Banyak rumah tangga miskin yang hanya punya sedikit atau bahkan tidak memiliki aset, kemampuan untuk bekerja karena pendidikan yang rendah menyebabkan jika terjadi gangguan kesehatan atau kematian akan masuk ke lingkaran kemiskinan.

20 Judul Pengarang Tahun Kesimpulan Cigarette Smoking in Indonesia Budi Hidayat dan Hasbullah Thabrany 2010 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permintaan rokok melalui model kecanduan/adiktif miopi dan menggunakan model ini untuk memperkirakan elastisitas harga permintaan rokok di Indonesia. Analisis sensitivitas dilakukan dengan memeriksa model adiktif rasional. Melakukan studi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi besarnya konsumsi rokok individu dengan menggunakan model sample selection. Studi ini menganalisis data individu berskala nasional yang diperoleh dari IFLS 1997. Hasil studi menemukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi besarnya jumlah konsumsi rokok berbeda dengan faktor yang memengaruhi partisipasi rokok. Harga rokok dan pendapatan memiliki hubungan yang signifikan dengan besarnya jumlah konsumsi rokok, dimana harga rokok berpengaruh negatif dan pendapatan berpengaruh positif. Variabel sosial demografi yang secara signifikan memengaruhi jumlah konsumsi rokok adalah umur, pendidikan, jenis kelamin dan status perkawinan.

21 Judul Pengarang Tahun Kesimpulan Model yang digunakan dimana: C it : Konsumsi rokok i : Individu Pc dan : Harga rokok dan Alkohol Pa x : Vektor eksogenus variabel yg menyebabkan konsumsi rokok, termasuk disposable income, umur, status pekerjaan, dan keberadaan anak usia 14 tahun kebawah. v i : Efek tetap individu mengendalikan preferensi waktu dan utilitas kekayaan marginal. d t : Dummy time, mengantisipasi perubahan kesejahteraan makro. Ɛ it : Error term.

22 Judul Pengarang Tahun Kesimpulan Cigarette Consumption, Taxation, and Household Income Sri Moertiningsih Adioetomo, Triasih Djutaharta 2005 Pada model regresi harga rokok, diasumsikan bahwa ada beberapa variabel bebas, seperti pendapatan kapita rumah tangga, cukai, daerah (perkotaan atau pedesaan), nama pulau tempat tinggal, pendidikan, dan jenis pekerjaan kepala rumah tangga, memengaruhi harga rokok yang rumah tangga mampu atau bersedia membayar. Konsumsi rokok di Indonesia terus mengalami kenaikan, dan juga di banyak negara berkembang lainnya, hal ini menyebabkan kenaikan jumlah penyakit dan kematian usia muda. Pajak cukai yang lebih tinggi telah terbukti efektif di banyak negara dalam mengurangi konsumsi rokok dan meningkatkan pendapatan pemerintah. Penelitian ini menguji pengaruh harga lebih tinggi/pajak pada keputusan untuk merokok, jumlah rokok yang dikonsumsi oleh perokok diberbagai kelompok pendapatan di Indonesia, dan pendapatan pemerintah. Menggunakan Survei Sosial dan Ekonomi 1999 (SUSENAS) data rumah tangga, dengan rumah tangga sebagai unit analisis. Ada setidaknya satu perokok di 57 persen dari seluruh rumah tangga. Sebagian besar rumah tangga merokok rokok kretek dengan filter (64 persen), atau tanpa filter (31 persen). Rata-rata konsumsi rokok rumah tangga per bulan adalah 18 bungkus rokok berisi 16 batang rokok. Konsumsi rokok per kapita lebih tinggi daripada konsumsi dilevel rumah tangga berpenghasilan tinggi yakni 7,83 bungkus per bulan, sedangkan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah yaitu 4 bungkus. Rata-rata, rumah tangga menghabiskan 6,22 persen dari total pendapatan mereka pada rokok dan kretek, rumah tangga

23 Judul Pengarang Tahun Kesimpulan berpendapatan rendah menghabiskan persentase tertinggi. Studi ini menunjukkan bahwa harga bukan merupakan faktor signifikan dalam keputusan rumah tangga untuk merokok atau tidak, tetapi memiliki efek yang signifikan pada jumlah rokok yang dihisap: masing-masing 10 persen. Kenaikan harga akan mengurangi konsumsi rokok total sebesar 6 persen. Pengurangan akan lebih tinggi yaitu hampir 7 persen diantara rumah tangga berpendapatan rendah, dan rendah sekitar 3 persen diantara rumah tangga berpenghasilan tinggi. Peningkatan konsumsi rokok terjadi ketika pendapatan naik: peningkatan 10 persen di pendapatan rumah tangga akan meningkatkan konsumsi sebesar 6,5 persen, dengan efek yang sangat kuat di antara rumah tangga berpenghasilan rendah yaitu sekitar 9 persen kenaikan, tapi sedikit efek/perubahan di antara rumah tangga berpenghasilan tinggi yaitu meningkat kurang dari 1 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan pajak 10 persen yang menaikkan harga rokok sebesar 4,9 persen akan mengurangi konsumsi sebesar 3 persen, dan meningkatkan pendapatan pajak sebesar 6,7 persen, ceteris paribus, termasuk dengan asumsi tidak ada perpindahan yang signifikan antara produk rokok dengan berbagai harga dan tingkat pajak. Meskipun penurunan total konsumsi, pangsa total pengeluaran rumah tangga untuk rokok akan meningkat sedikit dari 4,6 persen menjadi 4,6 persen. Pajak pendapatan akan naik 6,7 persen. Sebuah kenaikan pajak 50 persen akan menaikkan pendapatan pajak tembakau 27,5 persen.

24 Kemiskinan dan Tingginya Konsumsi Rokok: Faktor Penyebab Sulitnya Implementasi Green Economic Di Pulau Jawa Judul Pengarang Tahun Kesimpulan Muhammad Firdaus dan Tri Suryaningsih 2010 Menggunakan model konsumsi = + + + + dimana: C rki : Konsumsi rokok rumah tangga miskin sebulan (Rupiah) Yd : Pendapatan rumah tangga miskin sebulan (Rupiah) DWS : Jumlah anggota rumah tangga dewasa NRK : Konsumsi non rokok rumah tangga miskin sebulan (Rupiah) β 0 : Konstanta β 1, β 2, dan β 3 : Parameter ε : error-term i : rumah tangga ke 1, 2, 3...n Menggunakan regresi berganda dan metode estimasi OLS, untuk mengetahui fungsi konsumsi rokok pada rumah tangga miskin di Pulau Jawa. Dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa variabel pendapatan, jumlah anggota rumah tangga dewasa dan konsumsi non rokok memengaruhi tingkat konsumsi rokok di Pulau Jawa. Dari hasil pengolahan di dapat bahwa semua variabel signifikan. Anggota rumah tangga dewasa pada rumah tangga sangat memengaruhi konsumsi rokok pada rumah tangga miskin. Setiap ada penambahan satu anggota rumah tangga dewasa maka konsumsi rokok akan naik sebesar Rp 3.057,00. Konsumsi non rokok juga sangat signifikan dalam memengaruhi konsumsi rokok.

25 Judul Pengarang Tahun Kesimpulan Smoking, Standard Of Living, And Poverty In China Hu, Z Mao, Y Liu, J de Beyer dan M Ong. Hubungan konsumsi rokok dan konsumsi non rokok sangat tinggi, Apabila konsumsi rokok naik sebesar Rp 1000,00 maka konsumsi rokok akan turun sebesar Rp 722,00. Pendapatan rumah tangga miskin juga siginifikan dimana setiap jika pendapatan naik sebesar Rp 1000,00 maka konsumsi rokok akan naik sebesar Rp 678,00. 2005 Menggunakan model E j = b 0 + b 1 SM + b 2 In + b 3 Age + b 4 Ed + b 5 HS + b 6 UR + b 7 UR * I n +U i dimana Ej : Kapita total pengeluaran rumah tangga dikurangi perpengeluaran rokok, pengeluaran makanan per kapita, Pengeluaran perumahan per kapita, belanja pakaian per kapita, pengeluaran pendidikan per kapita. SM : Perokok - jumlah rokok yang dikonsumsi In : Pendapatan rumah tangga per kapita Age : Umur kepala rumah tangga (tahun) Ed : Tahun pendidikan kepala rumah tangga HS : Ukuran Rumah Tangga (jumlah individu) UR : lokasi Perkotaan (=1) dibandingkan pedesaan (=0) U i : Error term Untuk menganalisis perbedaan perilaku merokok dan pengeluaran merokok dikalangan rumah tangga berpenghasilan rendah dan tinggi di China dan dampak merokok pada standar hidup masyarakat berpenghasilan rendah di China.

26 Judul Pengarang Tahun Kesimpulan Variabel yang digunakan adalah pengeluaran makanan, pengeluaran perumahan, belanja pakaian, dan belanja pendidikan. Hasil survei menunjukkan bahwa rumah tangga berpenghasilan rendah membeli rokok jauh lebih rendah dari dari rumah tangga berpenghasilan tinggi di Cina. Rumah tangga berpenghasilan rendah juga merokok kurang dari rumah tangga berpenghasilan tinggi, terutama di rumah tangga pedesaan. Namun, mengingat pendapatan yang relatif rendah, rumah tangga di bawah tingkat kemiskinan dialokasikan persentase yang lebih tinggi dari pendapatan mereka untuk rokok daripada rumah tangga tidak miskin. Cigarette Smoking And Poverty In China Yuanli Liu, Keqin Rao, Teh-wei Hu, Qi Sun, Zhenzhong Mao. 2006 Model yang digunakan Log (Y+5) = b1 * CS + b2 * FS + XB + e di mana Y adalah pengeluaran medis tahunan, yang mungkin nol (maka kita membuat bergantung variabel angka positif dengan menambahkan 5 dalam model log-linear); CS dan FS yang variabel dummy sama dengan 1 jika orang tersebut adalah saat ini atau mantan perokok; dan X adalah vektor demografi dan kovariat individu (umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, minuman, dan asuransi) dengan koefisien vektor B; dan e adalah error term penelitian ini diperkirakan dampak kemiskinan dua yang berhubungan dengan merokok biaya: pengeluaran medis yang berlebihan disebabkan merokok dan belanja langsung pada rokok.

27 Judul Pengarang Tahun Kesimpulan Itu pengeluaran medis yang berlebihan disebabkan merokok diperkirakan menggunakan model regresi pengeluaran medis dengan status merokok (perokok saat ini, mantan perokok, tidak pernah perokok) sebagai bagian dari variabel penjelas, mengendalikan demografi dan sosial ekonomi karakteristik masyarakat. Dampak kemiskinan diukur dengan perubahan kemiskinan. Penelitian ini menemukan bahwa pengeluaran medis yang berlebihan disebabkan merokok dapat menyebabkan tingkat kemiskinan meningkat 1,5 persen untuk penduduk perkotaan dan 0,7 persen untuk penduduk pedesaan. Untuk berkekuatan lebih besar, angka kemiskinan di daerah perkotaan dan pedesaan meningkat 6,4 persen dan 1,9 persen, masing-masing, karena pengeluaran rumah tangga langsung pada rokok. Gabungan, pengeluaran medis yang berlebihan disebabkan merokok dan konsumsi pengeluaran rokok diperkirakan bertanggung jawab untuk memiskinkan 30,5 juta penduduk perkotaan dan 23,7 juta penduduk pedesaan di Cina. Di Negara Cina efek kemiskinan disebabkan oleh pengeluaran medis yang berhubungan dengan merokok dan belanja rokok yang dialami oleh sebagian besar rumah tangga yang berpendapatan terendah.

28 Judul Pengarang Tahun Kesimpulan Socioeconomic Status And Tobacco Expenditure Among Australian Households: Result From The 1998 1999 Household Expenditure Survei M. Siahpush 2003 Untuk menyelidiki hubungan antara status sosial ekonomi (SES) dan pengeluaran tembakau pada rumah tangga di Australia. Status sosial ekonomi yang rendah dikaitkan dengan tinggi pelaporan pengeluaran konsumsi tembakau. Diantara rumah tangga yang merokok, orang-orang dari ekonomi bawah menghabiskan lebih dari dana mereka untuk konsumsi tembakau. Kepala rumah tangga berpendidikan rendah 34 persen lebih banyak konsumsi tembakau dibandingkan kepala rumah tangga yang berpendidikan tinggi. Penelitian ini menggunakan metode regresi logistik untuk melihat hubungan antara status sosial ekonomi dan pengeluaran tembakau di Australia. Untuk mengestimasi efek pengeluaran tembakau digunakan metode OLS. Hasil studi menyimpulkan bahwa status sosial ekonomi yang rendah mempunyai pengeluaran untuk tembakau yang lebih tinggi jika dibandingkan antara rumah tangga perokok dan rumah tangga bukan perokok, rumah tangga yang mempunyai status sosial ekonomi terendah menghabiskan lebih banyak dananya untuk tembakau.

29 2.2. Tinjauan Teoritis 2.2.1. Teori Engel Teori Engel menyatakan bahwa saat pendapatan meningkat, proporsi pendapatan yang dihabiskan untuk membeli makanan berkurang, bahkan jika pengeluaran aktual untuk makanan meningkat. Dalam kata lain, elastisitas pendapatan makanan selalu di antara 0 dan 1. Hukum ini dinamakan Ernst Engel (1821 1896). Hukum Engel menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran konsumen untuk produk makanan (dalam persen) meningkat lebih kecil daripada peningkatan pendapatan. Salah satu penerapan hukum Engel adalah untuk melihat standar hidup suatu negara. Apabila koefisien Engel meningkat, maka negara ini lebih miskin, dan jika koefisiennya lebih kecil maka negara tersebut punya standar hidup yang tinggi. Dalam penelitian ini, negara dapat diidentikkan dengan rumah tangga. Pendapatan (I) I 3 I 2 I 1 X 1 X 2 X 3 Konsumsi (X) Gambar 5. Kurva Engel Hukum Engel merupakan penemuan empiris yang begitu konsisten sehingga para ekonom menyarankan agar share pengeluaran untuk makanan

30 digunakan sebagai indikator ketahanan pangan. Menurut Deaton dan Muellbauer (1980), pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total dapat dijadikan indikator tidak langsung terhadap kesejahteraan. Hubungan antara pengeluaran total dengan kebutuhan pokok (misalnya makanan) terlihat dalam Kurva En gel pada Gambar 5. Kurva Engel yang diturunkan dari kurva kepuasan yang sama dari individu menunjukkan bahwa pada kebutuhan pokok, pangsa pengeluaran untuk barang tersebut akan menurun sementara pendapatan meningkat. Meningkatnya kesejahteraan akan meningkatkan daya beli dan menurunnya pangsa pengeluaran pangan yang akan meningkatkan ketahanan pangan. Dalam teori kesejahteraan, kurva indeferen individu dapat diangkat menjadi kurva indeferen masyarakat, sehingga jika kesejahteraan individu meningkat maka kesejahteraan masyarakat (lokal, regional dan nasional) juga akan meningkat. 2.2.2. Teori Konsumsi Dilihat dari arti ekonomi, konsumsi merupakan tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan nilai guna ekonomi suatu benda. Sedangkan menurut Draham Bannoch dalam bukunya economics memberikan pengertian tentang konsumsi yaitu merupakan pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (dalam satu tahun) pengeluaran. Konsumsi berasal dari bahasa Inggris yaitu Consumption. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau

31 konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004). Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposabel) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan: C = a + by... (2.1) Di mana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0, b adalah kecondongan konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan nasional. 2.2.2.1. Teori Konsumsi John Maynard Keynes Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi casual. Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengonsumsi marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal untuk memengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengonsumsi rata-rata ( average prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah

32 kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin. Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting. Berdasarkan tiga dugaan ini, fungsi konsumsi Keynes sering ditulis sebagai berikut: C = a + by a > 0, 0 < b < 1... (2.2) Keterangan: C = konsumsi Y = pendapatan disposibel a = konstanta b = kecenderungan mengonsumsi marginal (Mankiw, 2003) Secara grafis, fungsi konsumsi Keynes digambarkan sebagai berikut: C (Konsumsi) Y = C C = a + by a 0 Y (Pendapatan) Gambar 6. Fungsi Konsumsi Keynes

33 Secara singkat di bawah ini beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes (Soediyono Reksoprayitno, 2000): 1. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan. 2. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa pendapatan nasional yang menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan nasional yang terjadi atau current national income. 3. Pendapatan absolut disebutkan bahwa fungsi konsumsi Keynes variabel pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut, yang dapat dilawankan dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen dan sebagainya. 4. Bentuk fungsi konsumsi menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk garis lurus. Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk lengkung. 2.2.2.2. Teori Konsumsi Milton Friedman Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh Milton Friedman. Menurut teori ini perilaku konsumen seseorang, ingin memperoleh kepuasan yang maksimum dengan mengonsumsi barang sesuai dengan anggarannya. Kepuasan maksimum akan tercapai saat kemiringan kurva indiferent slope indifferent curve sama dengan budget line. Gambar 7 menunjukkan gambar indifferent curve dan budget line. Dalam teori perilaku konsumen, indifferent curve menggambarkan dua barang yang dikonsumsi, namun di sini ditukar dengan konsumsi pada periode pertama dan konsumsi pada periode kedua.

34 Consumption of First period C 1 A Budget Line Y 2 / ( t J 3 D E H J J 2 J 1 Y 1 C 1 C 2 O F G Y 2 Y 1 ( t + i ) B C 2 Consumption of Second period Gambar 7. Fungsi Konsumsi Milton Friedman Budget line diumpamakan sebagai garis pendapatan. Ada tiga faktor yang memengaruhinya, yaitu pendapatan pada periode pertama, pendapatan pada periode kedua dan tingkat bunga. OA = OB = Jumlah total pendapatan untuk periode satu dan periode kedua OD = Pendapatan periode pertama AD = Pendapatan periode kedua yang didiscount (menggunakan metode present value) OF = Pendapatan periode kedua

35 FB = Pendapatan periode pertama yang ditambah bunga (i) Pada saat pendapatan periode pertama Y 1, konsumen mengonsumsi barang pada periode satu sebesar C 1. Sisanya DE disimpan. Pada periode kedua, ketika pendapatan hanya mencapai Y 2, agar kepuasan maksimum, ia akan mengonsumsi sebesar C 2. Pada saat itu C 2 > Y 2, ini dapat terjadi karena konsumen menggunakan saving pada periode pertama (disebut dissaving) sebesar FG FG = DE + bunga. Jadi sekarang konsumen mencapai kepuasan yang maksimum selama dua periode. Pertama ia mengonsumsi sebesar C 1 dan pada periode kedua mengonsumsi sebesar C 2. Dengan kata lain, hipotesis Friedman ini menjelaskan bahwa konsumsi pada saat ini tidak tergantung pada pendapatan saat ini tetapi lebih pada Expected Normal Income (rata-rata pendapatan normal) yang disebut sebagai permanent income. Fungsi konsumsinya adalah sebagai berikut: C = f (YP,i) YP = permanent income i = real interest rate Jadi apabila pendapatan konsumen itu tidak stabil, seperti pada gambar diatas, maka selalu terjadi proses saving dan dissaving. Dalam jangka panjang, real interest rate dianggap stabil, sehingga fungsi konsumen menjadi persentase dari permanent income. C L = k YP dimana: C L = long run consumption k = konstanta, 0 < k < 1

36 Friedman melakukan penelitian dengan menggunakan data time series Tahun 1897-1949 dan data cross section. Hasil penelitiannya dengan menggunakan data time series Friedman menemukan bahwa pada saat resesi (1921,1931-1935, 1938) rasio antara saving dan disposable income rendah, dan rasio antara konsumsi dan disposable income rendah pada saat ekonomi tumbuh. Berdasarkan data cross section, keluarga yang memiliki pendapatan tinggi akan menabung dalam jumlah besar, baik itu dari segi nominalnya, maupun dari segi proporsinya terhadap pendapatan disposable dibandingkan dengan keluarga yang memiliki penghasilan rendah. Ketika kelompok kaya ini mendapatkan penghasilan transitory (windfall), penghasilan ini tidak digunakan untuk meningkatkan konsumsi, tetapi lebih kepada peningkatan tabungan. 2.2.2.3. Teori Konsumsi Franco Modigliani Pendekatan ini dikemukakan oleh Franco Modigliani bahwa pendapatan relatif lebih rendah pada usia muda dan usia lanjut. Dengan pola konsumsi manusia seperti huruf C, maka akan terjadi dissaving (mengurangi tabungan) ketika usia muda dan usia lanjut. Sedangkan pada usia produksi, terjadi peningkatan saving. Namun mereka berpendapat bahwa dalam jangka panjang rata-rata tabungan (expected saving) E(S) = 0.

37 C, Y d Y d Saving C Dissaving Dissaving Time Gambar 8. Fungsi Konsumsi Franco Modigliani Konsumsi seseorang dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu pendapatan saat ini, kekayaan yang terakumulasi (akibat tabungan masa lalu) dan harapan penghasilan di masa depan. Jika pendapatan pada masa yang akan datang semakin tinggi (usia muda ke usia produktif) maka orang itu akan meningkatkan konsumsinya dan akan mengurangi konsumsinya pada saat penghasilannya mulai menurun (usia produktif ke usia lanjut). Hal sama terjadi pada orang yang memiliki kekayaan yang banyak (akumulasi tabungan, warisan, dan lain-lain), akan mengonsumsi lebih banyak dibandingkan orang yang tidak memiliki kekayaan, sehingga terlihat pada saat usia lanjut konsumsi masih tetap tinggi, karena adanya akumulasi kekayaan yang dikumpulkan saat masih produktif (konsumsi > saving) 2.2.2.4. Teori Konsumsi James Duesenberry James Duesenberry mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah

38 dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya tabungan. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan betambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan tabungan akan bertambah besar dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang telah kita capai tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain pihak bertambahnya tabungan tidak begitu cepat. Dalam teorinya, Duesenberry menggunakan dua asumsi yaitu: 1. Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya. 2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversibel artinya pola pengeluaran seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan. Bentuk fungsi konsumsi masyarakat menurut Duesenberry akibat dari adanya pendapatan relatif adalah sebagai berikut: C / Y t = f [Y / Y* ]...(2.3) di mana: Y t = pendapatan pada tahun t Y* = pendapatan tertinggi yang pernah dicapai pada masa lalu

39 Bentuk fungsi tersebut dapat dijelaskan dengan kurva seperti pada Gambar 9 berikut: C C L C 2 P C 3 A B C 1 E 0 Y 1 Y 0 Y 2 Y Gambar 9. Fungsi Konsumsi Duesenberry C L menunjukkan besarnya pengeluaran konsumsi jangka panjang. Apabila pendapatan sebesar 0Y 0, maka besarnya pengeluaran konsumsi yang terjadi adalah BY 0, apabila pendapatan mengalami penurunan dari 0Y 0 menjadi 0Y 1, maka pengeluaran konsumsi tidak akan turun ke titik E pada kurva pengeluaran jangka panjang (C) namun ke titik A pada kurva pengeluaran konsumsi jangka pendek C 1. Dalam hal ini pada saat terjadinya penurunan pendapatan, pengeluaran konsumsi rumah tangga tidak turun drastis melainkan bergerak turun secara perlahan. Dari pengamatan yang dilakukan Duesenberry mengenai pendapatan relatif secara memungkinkan terjadi suatu kondisi yang demikian, apabila seseorang pendapatannya mengalami kenaikan maka dalam jangka pendek tidak akan langsung menaikkan pengeluaran konsumsi secara proporsional dengan kenaikan pendapatan, akan tetapi kenaikan pengeluaran konsumsinya lambat

40 karena seseorang lebih memilih untuk menambah jumlah tabungan ( saving), dan sebaliknya bila pendapatan turun seseorang tidak mudah terjebak dengan kondisi konsumsi dengan biaya tinggi (high consumption). 2.2.2.5. Teori Konsumsi Irving Fisher Ekonom Irving Fisher mengembangkan model yang digunakan para ekonom untuk menganalisis bagaimana konsumen yang berpandangan ke depan dan rasional membuat pilihan antar waktu yaitu, pilihan yang meliputi periode waktu yang berbeda. Model Fisher menghilangkan hambatan-hambatan yang dihadapi konsumen, preferensi yang mereka miliki dan bagaimana hambatan-hambatan serta preferensi ini bersama-sama menentukan pilihan mereka terhadap konsumsi dan tabungan. Dengan kata lain konsumen menghadapi batasan atas beberapa banyak yang mereka bisa belanjakan, yang disebut batal atau kendala anggaran (budget constraint). Ketika mereka memutuskan berapa banyak akan mengonsumsi hari ini versus berapa banyak akan menabung untuk masa depan, mereka menghadapi batasan anggaran antar waktu ( intertemporal budget constaint), yang mengukur sumber daya total yang tersedia untuk konsumsi hari ini, dan di masa depan (Mankiw, 2003).