BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang strip center mall Strip center mall



dokumen-dokumen yang mirip
Distribusi Spasial Pusat Perbelanjaan Modern Di Surabaya Pusat TUGAS AKHIR RP Anang Rubyanto Asnar ( )

POLA SPATIAL PERSEBARAN PUSAT PERBELANJAAN MODERN DI SURABAYA BERDASARKAN PROBABILITAS KUNJUNGAN

Bab I PENDAHULUAN. satu atau beberapa department store besar sebagai daya tarik retail-retail kecil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut adalah perkembangan mall yang ada di Surabaya berdasarkan kanalsatu.com: Tabel 1.1 Perkembangan Mall di Surabaya

BAD V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pengelompokkan Kecamatan berdasarkan nilai skor faktor dinilai cukup

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN UMUM INDUSTRI KOTA SURABAYA DAN TINJAUAN KEPUSTAKAAN PENCEMARAN ATMOSFER

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012

SHOPPING MALL DI JAKARTA BARAT

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengertian & Sistem Sirkulasi

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Perkembangan dalam bidang perekonomian semakin meningkat, di

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek. 1.2 Tujuan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sepertifashion, jewellery, food and beverage, entertainment maka ketertarikan. sesuai kebutuhan (needs) pasar

PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PENGARUH TATA RUANG TERHADAP TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN DI MALIOBORO MALL, GALERIA MALL DAN AMBARRUKMO PLAZA, YOGYAKARTA 2014

LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR KEBONDALEM PURWOKERTO SEBAGAI KAWASAN WISATA BELANJA

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan dari suatu perekonomian secara nasional banyak ditentukan

PERAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA (Studi Kasus Di Kecamatan Tambaksari Surabaya)

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan perekonomian suatu negara ditandai dengan semakin pesatnya. perkembangan industri, perusahaan dagang dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian kota Binjai dilihat dari struktur PDRB riil kota Binjai yang menunjukkan karakteristik sebagai berikut : 2

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

,076,137, ,977,912,386 1,416,054,050,351 1,010,861,076, ,424,923,013 1,526,285,999, ,231,948,775 7.

TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS BINA PENGELOLAAN SEKOLAH PADA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III TINJAUAN TEMA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PUSAT PERBELANJAAN DENGAN KONSEP MAL DI KOTA KUDUS

Penentuan Kegiatan Untuk Lahan Bekas Lapangan Tenis Jalan Embong Sawo

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. berlalunya kerusuhan yang pernah terjadi pada sekitar tahun merupakan fenomena tersendiri. Pusat perbelanjaan yang dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. dari bisnis retail tradisional menuju bisnis retail modern. Perkembangan bisnis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

2009/ / /2012 (1) (2) (3) (4) 01. Sekolah/ Schools. 02. Kelas/ Classes

Redistribusi Lokasi Minimarket di Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting, antara lain sebagai sarana pemindahan barang dan jasa.

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B

2015 PASAR FESTIVAL ASTANA ANYAR

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. bioskop, fashion, food court, tempat bermain anak, ruang pameran, fitness, meeting

BAB I PENDAHULUAN. apapun, baik itu skala usaha yang besar, maupun skala usaha yang kecil.

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : /104/ /2014 TENTANG

Kenaikan jumlah lansia: 1990 ke tahun 2000 = 34,5% 2000 ke tahun 2010 = 32,8%

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlahan menjadi lebih baik dan stabil

Ruang Jenis & Status/ Sekolah/ Belajar/ Kelas/ Guru/ Murid/ Levels and Status Schools Classrooms Class Teachers Pupils (1) (2) (3) (4) (5) (6)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kawasan pesisir merupakan prioritas utama sebagai pusat pengembangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Jenis Industri/Type of Industries Sub-District

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini

CIREBON SHOPPING MALL PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar belakang

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Perancangan. Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membangun

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Perubahan disebabkan oleh berkembangnya berbagai kegiatan

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

KANTOR SEWA DAN APARTEMEN DI JAKARTA SELATAN Penekanan Desain Arsitektur Post-Modern

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. menawarkan produknya kepada konsumen. Pasar ini terdiri dari sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

PENGARUH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN TERHADAP EMISI CO 2 DI KOTA SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Persentase guru SD adalah perbandingan antara jumlah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pusat perbelanjaan modern adalah fenomena yang dapat ditemui baik di kota kecil maupun kota besar di Indonesia, keberadaan dari pusat perbelanjaan memiliki dampak tertentu terhadap perkembangan suatu kota (Hariyono,2002). Pusat perbelanjaan sendiri memiliki arti sekelompok pengusaha eceran (retailer) dan kegiatan komersil lainnya yang direncanakan, dikembangkan, dimiliki, dan dioperasikan dalam satu unit bisnis (ICSC,1999). Menurut International Council of Shopping Center (ICSC) bentuk pusat perbelanjaan secara umum dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu : strip center dan mall. Strip center adalah pusat perbelanjaan berbentuk outlet yang berjejer dan bersatu sebagai gabungan dari kegiatan perdagangan eceran, bagian depan toko umumnya dilengkapi dengan kanopi. Sedangkan mall adalah bangunan tertutup dengan pengatur suhu, memiliki koridor dengan posisi toko yang saling berhadapan, umumnya bentuk mall ini dibangun dalam standar pusat perbelanjaan tipe regional center atau super regional center. Berbeda dengan strip center yang cenderung bersifat terbuka (outdoor), mall adalah pusat perbelanjaan yang sifatnya tertutup (indoor). Pusat perbelanjaan yang berkembang di Indonesia umumnya menggunakan konsep mall yang bersifat tertutup, mengutamakan kenyamanan pedagang dan pengunjung serta berwujud bangunan berskala besar. Pusat perbelanjaan modern memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan masyarakat kota, pusat perbelanjaan modern telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat kota, saat ini pusat perbelanjaan modern tidak hanya berfungsi sebagai pasar tempat bertemunya penjual dan pembeli, namun telah menjadi ruang publik tempat masyarakat melakukan interaksi sosial, melakukan pertemuan, bahkan menjadi tempat rekreasi bagi keluarga (Ishnanto, 2010). 1

2 Bagi sebagian pihak, pembangunan pusat perbelanjaan modern dianggap memberikan dampak positif bagi kota, terutama jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, sebut saja penyerapan tenaga kerja dan sumbangan pajak, selain itu, keberadaan pusat perbelanjaan modern juga dianggap berkontribusi pada perkembangan kota (Ishnanto, 2010). namun, keberadaan pusat perbelanjaan modern juga memiliki beberapa dampak negatif bagi kota, contohnya kemacetan lalu lintas, hal ini disebabkan oleh sifat dari pusat perbelanjaan sebagai konsentrasi massa dan lokasi berdirinya yang dekat dengan jalan raya, apalagi jika jarak antar pusat perbelanjaan berdekatan, tentu saja kemacetan lalu lintas akan menjadi semakin parah. Selain menimbulkan kemacetan lalulintas, keberadaan pusat perbelanjaan modern juga kerap kali memberikan masalah bagi lingkungan terkait dengan konversi daerah resapan air dan Ruang Terbuka Hijau menjadi kegiatan perdagangan dan jasa (www.vivanews.com/, 05 Maret 2011). Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta mulai dipadati dengan pusat perbelanjaan modern, saat ini Surabaya telah memiliki 20 unit pusat perbelanjaan modern, namun, pembangunan pusat perbelanjaan modern di Surabaya saat ini tidak mengindikasikan pertumbuhan perekonomian kota Surabaya dan peningkatan daya beli masyarakat, maraknya pembangunan pusat perbelanjaan modern di Surabaya belakangan ini terjadi karena kelatahan dari investor yang berinvestasi pada pembangunan pusat perbelanjaan modern (www.surabayapost.co.id/ Sabtu, 21 Mei 2011). Berdirinya 20 unit pusat perbelanjaan modern di Surabaya yang tidak diikuti oleh pertumbuhan konsumen potensial mengakibatkan kejenuhan pasar, hal ini diindikasikan dengan menurunnya tingkat okupansi penyewa (tenant) pada beberapa pusat perbelanjaan di Surabaya (www.kabarbisnis.com/ Senin 11 Mei 2009). hal ini lah yang membuat persaingan dalam menarik konsumen antar pusat perbelanjaan di Surabaya menjadi sangat ketat, akibatnya pengusaha membangun pusat perbelanjaan baru berdekatan (kurang dari satu kilometer) dengan pusat perbelanjaan yang telah berdiri sebelumnya, tujuannya adalah menarik pengunjung dari pusat perbelanjaan lama tersebut. padahal menurut shopping

center development handbook jarak minimal antar pusat perbelanjaan adalah dua setengah kilometer. Pemerintah kota Surabaya sendiri tidak memiliki peraturan yang rinci terkait pembangunan pusat perbelanjaan modern, mendasarkan pada PERDA kota Surabaya No.01 Tahun 2010, pembangunan pusat perbelanjaan modern harus mengacu pada rencana tata ruang kota, namun masih terdapat beberapa pusat perbelanjaan modern yang lokasinya tidak mematuhi peraturan tata ruang yang berlaku, dia antaranya World Trade Center, BG Junction, Pusat Grosir Surabaya dan ITC Mega Grosir. Bertambahnya jumlah pusat perbelanjaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan penduduk kota Surabaya, statisnya luas lahan di kota Surabaya dan ditambah dengan tidak adanya peraturan zonasi yang jelas dari pemerintah kota Surabaya dalam mengatur pembangunan pusat perbelanjaan saat ini, menyebabkan pembangunan pusat perbelanjaan menjadi tidak terarah, padahal jika dilihat dari skala pelayanannya pusat perbelanjaan tidak dapat dibangun pada sembarang lokasi. Faktor utama penentu kesuksesan aktifitas retail seperti pusat perbelanjaan adalah lokasi (Jones dan Simmons, 1993). Secara garis besar ada dua pemikiran yang menjadi acuan dalam penentuan lokasi kegiatan retail semacam pusat perbelanjaan, pemikiran pertama menganggap lokasi yang tepat untuk kegiatan retail adalah pada daerah pusat kota/cbd, sedangkan pemikiran kedua menganggap bahwa perkembangan kegiatan retail berkembang pada pola desentralisasi wilayah. (Setyawarman, 2009). Menurut data APPBI (Asosiasi Pengusaha Pusat Perbelanjaan Indonesia), kota Surabaya memiliki 20 unit pusat perbelanjaan, delapan unit di antaranya berada di Surabaya pusat. Penelitian ini berusaha untuk menemukan distribusi spasial pusat perbelanjaan modern di Surabaya dengan memfokuskan penelitian pada wilayah Surabaya pusat. Surabaya pusat dipilih sebagai fokus penelitian karena merupakan daerah CBD dan menjadi konsentrasi pembangunan pusat perbelanjaan modern. 3

4 1.2 Rumusan Permasalahan Pesatnya pertumbuhan jumlah pusat perbelanjaan di Surabaya mulai menunjukkan kejenuhan, hal ini diindikasikan dengan jumlah pusat perbelanjaan modern yang mengalami oversupply, Terbatasnya lahan, tidak adanya peraturan yang mengatur pembangunan pusat perbelanjaan modern yang jelas dan persaingan usaha membuat pembangunan pusat perbelanjaan cenderung tidak terkendali dan tidak sesuai dengan rencana tata ruang kota dan menimbulkan beberapa permasalahan seperti : kemacetan lalulintas, konversi ruang terbuka hijau dan persaingan tidak sehat antar pusat perbelanjaan terutama dengan membangun pusat perbelanjaan baru yang lokasinya dekat dengan pusat perbelanjaan lama. Saat ini kota Surabaya telah memiliki 20 unit pusat perbelanjaan dan delapan unit di antaranya berada di wilayah Surabaya pusat. Berdasarkan permasalahan tersebut maka timbul pertanyaan penelitian : Di mana sajakah lokasi yang sesuai untuk pembangunan pusat perbelanjaan modern di Surabaya Pusat? 1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menemukan distribusi spasial pusat perbelanjaan di wilayah Surabaya pusat. Untuk mencapai tujuan itu dibuatlah beberapa sasaran penelitian yaitu : 1. Mengidentifikasi faktor faktor yang menentukan distribusi spasial pusat perbelanjaan modern berdasarkan teori. 2. Identifikasi bobot faktor faktor yang menentukan distribusi spasial pusat perbelanjaan modern di Surabaya pusat 3. Menemukan distribusi spasial pusat perbelanjaan modern di Surabaya pusat. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian 1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Batasan ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah wilayah Surabaya pusat yang terdiri dari 20 Kelurahan di dalam

dalam empat kecamatan yaitu kecamatan Genteng, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Tegalsari dan Kecamatan Simokerto. Dengan batas administrasi penelitian sebagai berikut : Sebelah utara : Kec. Krembangan, Pabean Cantikan Semampir, Tambaksari, Kenjeran, Bulak. Sebelah Timur : Kec.Mulyorejo, Gubeng Sebelah Selatan : Kec.Wonokromo Sebelah Barat : Kec.Sawahan, Asemrowo Berdasarkan data dari APPBI Jawa Timur dan DISPERINDAG Kota Surabaya, Pusat perbelanjaan modern yang secara administrasi terletak di wilayah Surabaya pusat adalah : 1. Grand City 2. Surabaya Mall 3. World Trade Center 4. Tnjungan Plaza I - IV 5. Tunjungan City 6. ITC Mega Grosir 7. BG Junction 8. Pusat Grosir Surabaya 1.4.2. Ruang Lingkup Pembahasan Ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini mencakup pusat perbelanjaan modern berskala besar, hal hal yang berhubungan dengan kajian kebutuhan pusat perbelanjaan dan distribusi spasial pusat perbelanjaan modern di kota Surabaya dengan lokus di Surabaya pusat berdasarkan pada kriteria dalam literatur dengan mengasumsikan pusat perbelanjaan yang menjadi objek studi bersifat homogen dan konsumen berpikir logis dalam memilih pusat perbelanjaan. 1.4.3. Ruang Lingkup Substansi Ruang lingkup substansi penelitian ini, terkait dengan beberapa konsep yaitu teori lokasi klasik karya Walter Christaler, teori lokasi pusat perbelanjaan pada pusat kota, prinsip distribusi spasial pusat perbelanjaan di Surabaya pusat. 5

6 1.5 Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang ingin diberikan oelh penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis : 1.5.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari studi ini adalah memberi masukan dalam menentukan zonasi pusat perbelanjaan, dalam hal ini untuk membatasi lokasi pembangunan pusat perbelanjaan di Surabaya pusat. 1.5.2 Manfaat Praktis Memberikan masukan pada Pemerintah Kota Surabaya dalam menentukan Distribusi spasial Pusat Perbelanjaan Modern di Surabaya pusat berdasarkan pada teori dan peraturan pemerintah yang terkait. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Berisi latar belakang dilakukan studi, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan dan sasaran, ruang lingkup wilayah studi dan substansi pembahasan, manfaat yang ingin dicapai serta sistematika pembahasan. Bab II Kajian Pustaka Berisi tentang hasil studi literatur dari beberapa referensi yang berkaitan dengan pembahasan studi. Kajian pustaka menguraikan tentang pengertian pusat perbelanjaan modern, klasifikasinya dan teori lokasi pusat perbelanjaan modern. Bab III Metode penelitian Membahas tentang pendekatan dan jenis penelitian, metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis, dan tahapan penelitian.

Bab IV Hasil dan Pembahasan Menjelaskan kondisi eksisting wilayah studi secara umum berdasarkan materi pembahasan, serta pembahasan analisis untuk mencapai tujuan penelitian Bab V Kesimpulan dan Saran Pada bagian penutup ini berisi kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan diperoleh dari semua pembahasan dalam studi untuk menjawab tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan rekomendasi diberikan secara praktis di lapangan atau teoritis yang berupa usulan studi lanjutan kepada pihak yang dituju 7

8 Fenomena Pusat Perbelanjaan modern di kota Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Pusat perbelanjaan Modern menjadi gaya hidup masyarakat kota Latar Belakang Minat tinggi investasi pembangunann pusat perbelanjaan modern Belum ada pedoman yang jelas dalam mengatur pembangunan pusat perbelanjaan di Surabaya terbatasnya lahan dan persaingan usaha membuat pusat perbelanjaan tumbuh tidak terkendali Rumusan Masalah Penelitian Optimalisasi distribusi spasial pusat perbelanjaan di Surabaya pusat Tujuan penelitian Mengidentifkasi faktor penentu distribusi spasial pusat perbelanjaanern modern Identfikiasi bobot faktor penentu distribusi spasial pusat perbelanjaan modern Proses Analisa Distribusi spasial pusat perbelanjaan modern di Surabaya pusat Temuan Studi Sumber : Penulis, 2012

9

10 Halaman ini sengaja dikosongkan