KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN SISTEM PEMBERIAN PAKAN SECARA MEMILIH DENGAN BEBAS



dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH CARA PEMBERIAN PAKAN DAN AMPAS SAGU TERFERMENTASI TERHADAP KINERJA AYAM PEDAGING

Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum yang Mengandung Lumpur Sawit Fermentasi pada Berbagai Lama Penyimpanan

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

PEMBERIAN PAKAN TERBATAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERFORMA AYAM PETELUR TIPE MEDIUM PADA FASE PRODUKSI KEDUA

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

Dulatip Natawihardja Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO DL-METIONIN DAN L-LISIN KADALUARSA DALAM PAKAN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 2. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu ABSTRAK

PEMANFAATAN LUMPUR SAWIT UNTUK RANSUM UNGGAS: 3. PENGGUNAAN PRODUK FERMENTASI LUMPUR SAWIT SEBELUM DAN SETELAH DIKERINGKAN DALAM RANSUM AYAM PEDAGING

Pengaruh Penambahan Lisin dalam Ransum terhadap Berat Hidup, Karkas dan Potongan Karkas Ayam Kampung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN X KAMPUNG BETINA HASIL SELEKSI GENERASI KEDUA (G2)

Ade Trisna*), Nuraini**)

Animal Agriculture Journal 3(2): , Juli 2014 On Line at :

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

PERTUMBUHAN AYAM BURAS PERIODE GROWER MELALUI PEMBERIAN TEPUNG BIJI BUAH MERAH (Pandanus conoideus LAMK) SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF

PENGARUH KANDUNGAN DEDAK PADI DAN LEVEL ENERGI PAKAN TERHADAP PENAMPILAN AYAM KAMPUNG SINGLE COMB

VI. TEKNIK FORMULASI RANSUM

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Ibnu Katsir Ammllah, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Surniati, MSc.

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

PENGARUH PAKAN BEBAS PILIH PADA MASA GROWER- DEVELOPER TERHADAP KINERJA PERTELURAN DINI AYAM WARENG-TANGERANG

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

EVALUASI NILAI GIZI DARI HOMINI SEBAGAI PAKAN AYAM

Performa Produksi Telur Turunan Pertama (F1) Persilangan Ayam Arab dan Ayam Kampung yang Diberi Ransum dengan Level Protein Berbeda

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

BUNGKIL INTI SAWIT DAN PRODUK FERMENTASINYA SEBAGAI PAKAN AYAM PEDAGING

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER

PENGARUH PENAMBAHAN PROBIOTIK HERBAL PADA RANSUM TERHADAP PERFORMENT ITIK PEDAGING

PENGARUH PEMBERIAN TINGKAT PROTEIN RANSUM PADA FASE GROWER TERHADAP PERTUMBUHAN PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

T. Widjastuti dan R. Kartasudjana Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung ABSTRAK. ); 85% ad libitum (R 4

PENGARUH PEMBERIAN BUI PHASEOLUS LUNATUS DALAM RANSUM TERHADAP KONSUMSI PAKAN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN AY AM KAMPUNG

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

Lampiran 1. Skema Penelitian

PENGARUH PEMBERIAN KULLIT KOPI TERFERMENTASI DENGAN ARAS BERBEDA DALAM RANSUM TERHADAP PENAMPILAN TERNAK BABI

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit...Rafinzyah Umay Adha

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM SITRAT DALAM RANSUM SEBAGAI ACIDIFIER TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN BOBOT BADAN AKHIR PADA ITIK JANTAN LOKAL

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

SUBSITUSI DEDAK DENGAN POD KAKAO YANG DIFERMENTASI DENGAN Aspergillus niger TERHADAP PERFORMANS BROILER UMUR 6 MINGGU

Respon Kinerja Perteluran Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) terhadap Perlakuan Protein Ransum pada Masa Pertumbuhan

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

PENAMBAHAN LYSIN DAN METHIONIN PADA DEDAK UNTUK PAKAN ENTOK YANG SEDANG TUMBUH

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

PEMANFAATAN AMPAS SAGU FERMENTASI DAN NON FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) UMUR 12 MINGGU

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH PENGALENGAN IKAN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BROILER. Arnold Baye*, F. N. Sompie**, Betty Bagau**, Mursye Regar**

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

PEMANFAATAN LUMPUR SAWIT UNTUK RANSUM UNGGAS: 2. LUMPUR SAWIT KERING DAN PRODUK FERMENTASI SEBAGAI BAHAN PAKAN ITIK JANTAN YANG SEDANG TUMBUH

DALAM RANSUM SIKRIPSI. Oleh: UNIVERSI Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PENGGANTIAN SEBAGIAN PAKAN KOMERSIAL AYAM BROILER DENGAN BAHAN PAKAN LAIN TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM KAMPUNG DAN PENDAPATAN PETERNAK

MODEL KURVA PERTUMBUHAN ITIK TEGAL JANTAN SAMPAI UMUR DELAPAN MINGGU

Tepung Ampas Tahu Dalam Ransum, Performa Ayam Sentul... Dede Yusuf Kadasyah

PENGARUH KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN CAMPURAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN ONGGOK TERFERMENTASI OLEH

Pengaruh Pemberian Pakan dengan Sumber Protein Berbeda terhadap Persentase Potongan Karkas dan Massa Protein Daging Ayam Lokal Persilangan

Performan Ayam Pedaging yang Diberi Probiotik dan Prebiotik dalam Ransum (Performances of Broilers That Given Probiotics and Prebiotics in the Ration)

PENGARUH TINGKAT PROTEIN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN ENTOK LOKAL (Muscovy Duck) PADA PERIODE PERTUMBUHAN. W. Tanwiriah, D.Garnida dan I.Y.

Nilai Kecernaan Protein Ransum yang Mengandung Bungkil Biji Jarak (Ricinus communis, Linn) Terfermentasi pada Ayam Broiler (Tjitjah Aisjah)

PERFORMAN PRODUKSI AYAM PEDAGING YANGDITAMBAH DENGAN TEPUNG BUAH KURMA (Phoenix dactylifera) DALAM RANSUM KOMERSIAL

PENGGUNAAN PAKAN BERBASIS UBI KAYU SEBAGAI PENGGANTI JAGUNGTERHADAP KARKAS AYAM BROILER

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

Yosi Fenita, Irma Badarina, Basyarudin Zain, dan Teguh Rafian

PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO

EFEK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

SUBTITUSI TEPUNG IKAN KOMERSIAL DENGAN LIMBAH TEPUNG UDANG DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS ITIK PEKING UMUR 1 HARI - 8 MINGGU

Respons Ayam Kampung terhadap Penambahan Kalsium Asal Siput (Lymnae Sp) dan Kerang (Corbiculla molktiana) pada Kondisi Ransum Miskin Fosfor

SKRIPSI. PERFORMAN AYAM ARAB YANG DIBERI EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban) PADA UMUR 8-13 MINGGU. Oleh: Ardianto

ISBN: Seminar Nasional Peternakan-Unsyiah 2014

Transkripsi:

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN SISTEM PEMBERIAN PAKAN SECARA MEMILIH DENGAN BEBAS I P. KOMPIANG, SUPRIYATI, M.H. TOGATOROP, dan S.N. JARMANI Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan redaksi 16 Maret 2001) ABSTRACT KOMPIANG, I.P., SUPRIYATI, M.H. TOGATOROP, and S.N. JARMANI. 2001. Performance of native chicken given free choice feed. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(2):94-99. An experiment was conducted to study the effect of free choice feeding on the performance of native chicken and to determine its protein and energy requirements for growth. Eight hundreds and seventy 2-weeks old native chicken were used, and divided into three treatment groups, with 5 replicates: (I) Complete feed (II) Choice feed A (two levels of protein, similar in energy content) and (III) Choice feed B (energy and protein sources). Feed and water were given ad libitum during the 10 weeks trial. Feed intake (protein and energy) and body weight were recorded biweekly. Body weight gain (BWG) of treatment I was 852 + 33 grams/head, similar to treatment II, 858 + 28 grams/head, and both significantly (P<0.05) better than treatment III (800 + 42 grams/head). Energy consumption and its energy efficiency ratio (EER) value were similar for all treatments, 9226 + 149; 9203 + 739, and 8706 + 383 kcal/head and 10.84 + 0.34, 10.75 + 1.03, and 10.89 + 0.27 kcal/gram for treatment I, II and III, respectively. There was a significant (P<0.05) difference between treatment on protein intake, 556 + 8, 506 + 15, and 454 + 25 grams/head for treatment I, II, and III, respectively. Protein energy ratio (PER) value of treatment III (0.57 ± 0.02) was similar to treatment II (0.57 ± 0.02) and both were significantly better (P<0.05) than treatment I (0.65 ± 0.02). It was concluded that the native chicken, given a correct choice of feed, has an ability to determine its energy and protein requirements. During the growth periods, 2-12 weeks old, the bird require feed with 16% protein and 2900 kcal metabolized energy/kg. Key word: Native chicken, feeding system, free choice ABSTRAK KOMPIANG, I.P., SUPRIYATI, M.H. TOGATOROP, dan S.N. JARMANI. 2001. Kinerja ayam kampung dengan pemberian pakan secara memilih dengan bebas. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(2):94-99. Satu penelitian telah dilakukan untuk menentukan pengaruh cara pemberian pakan terhadap kinerja ayam kampung dan penentuan kebutuhannya akan energi dan protein untuk pertumbuhan. Delapan ratus tujuh puluh ekor ayam Kampung umur 2 minggu digunakan dalam penelitian ini, yang dibagi dalam tiga kelompok perlakuan (I) Pakan lengkap, (II) Pakan pilihan A (dua jenis dengan kandungan protein yang berbeda dan energi yang sama) dan (III) Pakan pilihan B (sumber protein dan energi). Setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Penelitian dilakukan selama 10 minggu. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Bobot badan ayam dan konsumsi energi dan protein dicatat setiap dua minggu. Pertambahan bobot badan perlakuan I, 852 + 33 gram/ekor, tidak berbeda dengan perlakuan II, 858 + 28 gram/ekor dan keduanya secara nyata (P<0,05) lebih baik dari perlakuan III (800 + 42 gram/ekor). Konsumsi energi dan nilai rasio efisiensi energi (EER) tidak ada perbedaan di antara semua perlakuan, masing masing 9226 + 149, 9203 + 739, dan 8706 + 383 kkal/ekor dan 10,84 + 0,34; 10,75 + 1,03; dan 10,89 + 0,27 kkal/gram untuk perlakuan I, II, dan III. Sementara itu, konsumsi protein secara nyata (P<0,05) ada perbedaan di antara perlakuan, masing masing 556 + 8, 506 + 15, dan 454 + 25 gram/ekor/10 minggu untuk perlakuan I, II, dan III. Rasio efisiensi protein (PER) dari perlakuan III 0,57 + 0,02 tidak berbeda nyata dengan perlakuan II, 0,59 + 0,03 dan keduanya secara nyata (P<0,05) lebih efisien dari pada perlakuan I, 0,65 + 0,02. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa bila diberi kesempatan yang benar ayam Kampung di samping mampu menentukan kebutuhannya akan energi, juga mampu menentukan kebutuhannya akan protein. Pengkajian lebih rinci dari perlakuan II menunjukkan bahwa kandungan protein dalam pakan yang diperlukan untuk pertumbuhan ayam Kampung dari 2-12 minggu adalah 16% dengan kandungan energi termetabolis sebesar 2900 kkal/kg. Kata kunci: Ayam Kampung, sistem pemberian pakan, cara memilih bebas PENDAHULUAN Ayam telah diketahui dapat menyesuaikan konsumsi energi, sesuai dengan kebutuhannya. Sementara itu, untuk menentukan konsumsi akan protein yang sesuai dengan kebutuhannya, laporan yang ada bervariasi. Ada yang melaporkan ayam mempunyai kemampuan untuk menentukan kebutuhan proteinnya, sedangkan ada juga yang melaporkan tidak adanya kemampuan tersebut (COWAN dan MICHIE, 1978; SUMMERS dan LESSON, 94

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 6 No. 2 Th. 2001 1979; SINURAT dan BALNAVE, 1986; MASTIKA dan CUMMING, 1987; MURPHY dan KING, 1989; KOMPIANG dan SUPRIYATI, 2001). Laporan mengenai kebutuhan ayam Kampung akan protein dan energi sudah banyak dipublikasikan, namun nilainya sangat bervariasi. Variasi tersebut kemungkinan menggambarkan besarnya variasi dari ayam Kampung yang ada atau kemungkinan perbedaan komposisi pakan, baik dilihat dari bahan bakunya, imbangan asam asam amino, dan energinya dari pakan percobaan yang digunakan. Bila ayam Kampung mempunyai kemungkinan dapat menentukan kebutuhan akan protein di samping kebutuhannya akan energi seperti halnya dengan ayam pedaging (KOMPIANG dan SUPRIYATI, 2001) maka dengan memberikan kesempatan untuk memilih pakan dengan kandungan protein dan atau energi yang berbeda akan dapat dihitung kebutuhan ayam Kampung akan protein dan atau energi sesuai dengan laju atau fase pertumbuhannya. MATERI DAN METODE Delapan ratus tujuh puluh ekor ayam Kampung umur 2 minggu, digunakan dalam penelitian ini, yang dibagi dalam tiga kelompok perlakuan, yaitu (I) Pakan lengkap seperti biasa, yang terdiri dari pakan starter (2-4 minggu), grower (4-8 minggu), dan finisher (8-12 minggu). (II) Pakan pilihan A, dua jenis pakan dengan kandungan energi yang sama tetapi kandungan protein yang berbeda namun dengan imbangan asam amino terhadap kandungan protein yang sama dan (III) Pakan pilihan B, dimana pakan dibagi sebagai sumber protein dan energi. Komposisi ransum percobaan disajikan pada Tabel 1. Percobaan dilakukan dua kali, karena kesukaran untuk memperoleh anak ayam Kampung umur sehari dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang sama. Pada percobaan pertama setiap perlakuan menggunakan 140 ekor ayam yang dibagi menjadi dua kelompok (70 ekor/kelompok) sebagai ulangan. Sementara itu, pada percobaan kedua pada setiap perlakuan digunakan 150 ekor ayam yang dibagi menjadi 3 kelompok (50 ekor ayam/kelompok) sebagai ulangan. Ayam dipelihara dengan sistem liter selama 10 minggu penelitian. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Pada pakan pilihan, kedua jenis pakan diberikan bersamaan pada tempat yang terpisah. Bobot badan ayam, konsumsi energi, dan protein, per kelompok/ulangan, dicatat setiap dua minggu. Untuk pakan pilihan konsumsi kedua jenis pakan dijumlahkan terlebih dahulu untuk perhitungan selanjutnya. Konsumsi energi dihitung dengan mengalikan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan kandungan energinya dan konsumsi protein dihitung dengan mengalikan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan kandungan proteinnya. Rasio efisiensi energi (EER) dihitung dengan membagi jumlah energi (kkal) yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan (g) dan rasio efisiensi protein (PER) dihitung dengan membagi jumlah protein yang dikonsumsi (g) dengan pertambahan bobot badan (g). Pada data yang diperoleh, dilakukan analisis sidik ragam (CAMBELL, 1967) untuk menentukan pengaruh perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja ayam selama percobaan disarikan pada Tabel 2. Selama 10 minggu percobaan pertambahan bobot badan perlakuan I (kontrol) sebesar 852 + 33 gram/ekor, tidak berbeda dengan perlakuan II (pakan pilihan dengan energi sama) dimana pertambahan bobot badannya sebesar 858 + 28 gram/ekor dan keduanya secara nyata (P<0,05) lebih baik dari perlakuan III (pakan pilihan antara sumber energi dan protein) dimana pertambahan bobot badannya sebesar 800 + 42 gram/ekor. Konsumsi energi selama 10 minggu percobaan tidak ada perbedaan nyata (P>0,05) di antara semua perlakuan, masing masing 9226 + 149, 9203 + 739, dan 8706 + 383 kkal/ekor untuk perlakuan I, II, dan III. Begitu pula halnya dengan energi efisiensi ratio (EER, kkal energi yang diperlukan untuk peningkatan bobot badan, kkal/gram) masing-masing 10,84 + 0,34; 10,75 + 1,03; dan 10,89 + 0,27 kkal/gram untuk perlakuan I, II, dan III. Sementara itu, total konsumsi protein secara nyata (P<0,05) ada perbedaan di antara semua perlakuan, dimana konsumsi paling rendah pada perlakuan III sebanyak 454 + 25 gram/ekor/10 minggu, diikuti perlakuan II sebanyak 506 + 15 gram/ekor/10 minggu dan yang paling tinggi adalah pada perlakuan I, dimana konsumsinya sebesar 556 + 8 gram/ekor/10 minggu. Ratio efisiensi protein (PER, gram protein yang diperlukan untuk setiap gram kenaikan bobot badan) dari perlakuan III sebesar 0,57 + 0,02 tidak berbeda nyata dengan perlakuan II dimana nilainya sebesar 0,59 + 0,03 dan keduanya secara nyata (P<0,05) lebih efisien dari pada perlakuan I yang mempunyai nilai PER sebesar 0,65+ 0,02. Dengan tidak adanya perbedaan EER di antara semua perlakuan, menunjukkan bahwa untuk setiap unit pertambahan bobot badan memerlukan energi yang sama, terlepas dari cara pemberian pakan. Dengan kata lain observasi ini menunjukkan bahwa ayam Kampung mampu menentukan konsumsi energinya sesuai dengan laju pertumbuhannya, seperti halnya unggas lainnya (KOMPIANG dan SUPRIYATI, 2001). Hal ini kiranya merupakan salah satu sebab mengapa konsumsi protein dari ayam yang memperoleh perlakuan III lebih rendah dari perlakuan lainnya. Sewaktu ayam tersebut memilih pakan sumber energi dan protein, maka yang pertamatama akan dipenuhi adalah kebutuhannya akan energi. Dalam melakukan hal ini, karena rendahnya kandungan 95

I.P. KOMPYANG et al.: Kinerja Ayam Kampung dengan Sistem Pemberian Pakan energi dari pakan sumber protein, maka mereka akan mengkonsumsinya lebih sedikit dibandingkan pakan sumber energi, sehingga sebagai akibatnya konsumsi proteinnya lebih rendah. Konsumsi protein dari perlakuan III ini kiranya masih di bawah kebutuhannya untuk laju pertumbuhan yang optimal, dimana terlihat dari pertambahan bobot badannya yang lebih rendah dari perlakuan lainnya, walaupun PER-nya lebih baik dari perlakuan I. Tabel 1. Komposisi ransum percobaan (%) Bahan pakan Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III Starter Grower Finisher Protein tinggi Protein rendah Sumber Protein Sumber Energi Tepung ikan 10,00 8,00 7,00 10,00 6,00 32,36 0,00 Bungkil kedele 19,40 16,96 13,93 25,11 10,79 65,73 0,00 Jagung 55,88 57,94 61,41 54,33 65,88 0,00 79,68 Dedak padi 12,81 14,91 15,00 8,64 15,00 0,00 18,43 Batu fosfat 1,47 1,73 2,19 1,41 2.35 1,47 1,47 Garam (NaCl) 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Vitamin premix 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 Probiotik 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 Lisin 0,02 0,04 0,05 0,04 0,06 0,02 0,00 Metionin 0,00 0,00 0,00 0,05 0,00 0,00 0,00 Kandungan Gizi Protein, % (Analisis) 21,00 18,99 16,99 23,06 15,02 45,94 9,12 Lisin/Protein (Perhitungan) 0,058 0,058 0,057 0,057 0,057 0,064 0,042 Metionin/Protein (Perhitungan) 0,021 0,021 0,021 0,021 0,022 0,020 0,023 Energi metabolis, kkal/kg (Perhitungan) 2800 2900 2900 2903 2901 2388 3040 Keterangan: Perlakuan I: Pakan lengkap (starter, grower, dan finisher). Perlakuan II: Pakan pilihan A (dua jenis pakan dengan kandungan energi yang sama tetapi kandungan protein berbeda). Pakan III: Pakan pilihan B (pakan yang dibagi sebagai sumber protein dan energi) Tabel 2. Kinerja ayam percobaan Parameter Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III SEM Bobot awal (g/ekor) 79,2 79,2 78,4 1,5 Bobot akhir (g/ekor) 931,4 a 937,2 a 878,8 b 18,2 Pertambahan bobot (g/ekor) 852,2 a 858,0 a 800,4 b 17,6 Konsumsi pakan (g/ekor/10 minggu) 3.181,6 b 3.424,6 a 2.970,6 c 70,7 Rasio konversi pakan 3,74 a 4,00 b 3,71 a 0,07 Konsumsi energi (kkal/ekor/10 minggu) 9.226 9.203 8.707 244 Rasio efisiensi energi (EER) 10,84 10,75 10,89 0,32 Konsumsi protein (g/ekor/10 minggu) 556,1 b 506,4 a 454,1 c 8,8 Rasio efisiensi protein (PER) 0,65 a 0,59 b 0,57 b 0,01 Keterangan: Perlakuan I: Pakan lengkap (starter, grower, dan finisher). Perlakuan II: Pakan pilihan A (dua jenis pakan dengan kandungan energi yang sama tetapi kandungan protein berbeda). Pakan III: Pakan pilihan B (pakan yang dibagi sebagai sumber protein dan energi) Huruf yang berbeda pada nilai dalam satu baris menunjukkan beda nyata (P<0,05) SEM = standar error of mean EER = konsumsi energi (kkal)/pertambahan bobot badan (gram) PER = konsumsi protein (gram)/pertambahan bobot badan (gram) 96

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 6 No. 2 Th. 2001 Pada perlakuan II, yaitu pakan pilihan dimana yang berbeda hanya pada kandungan proteinnya saja, sedangkan kandungan nutrien lainnya serupa, sehingga ayam tidak mempunyai kesempatan untuk menyeimbangkan konsumsi dari kedua pakan yang diberikan untuk kebutuhan energinya seperti perlakuan III, namun mempunyai kesempatan untuk menyeimbangkan kebutuhannya akan protein. Konsumsi total proteinnya secara nyata lebih tinggi dari perlakuan III dan disertai dengan pertambahan bobot badan yang lebih baik walaupun dengan PER yang tidak berbeda. Dengan kata lain jumlah konsumsi protein pada perlakuan II lebih mencukupi kebutuhannya daripada perlakuan III, untuk dapat lebih mengekspresikan kinerja ayam tersebut. Bila dibandingkan dengan perlakuan I, ternyata total konsumsi proteinnya lebih rendah, namun pertambahan bobot badannya tidak berbeda dan dengan demikian nilai PER perlakuan II-pun lebih baik dari perlakuan I. Hal ini memberikan indikasi bahwa total konsumsi protein pada perlakuan I melebihi dari kebutuhannya. Pada perlakuan I ayam tidak mempunyai kesempatan untuk memilih pakan karena hanya diberikan satu jenis pakan saja. Seperti diuraikan di atas, ayam pada perlakuan I akan mengkonsumsi pakan, pertama-tama untuk memenuhi kebutuhannya akan energi. Sementara itu, jumlah protein yang terkonsumsi mengikuti jumlah pakan yang dimakan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Dalam hal ini kelihatannya protein yang terkonsumsi melebihi kebutuhan dimana terindikasi dari lebih buruknya PER-nya dibandingkan dengan perlakuan II. Dengan perkataan lain ransum dengan imbangan protein/energi ratio 21%/2800 kkal/kg, 19%/ 2900 kkal/kg, dan 17%/2900 kkal/kg masing-masing untuk pakan starter, grower, dan finisher, ternyata total konsumsi protein kiranya melebihi kebutuhan, yang diindikasikan dengan PER yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan II. Dari data yang diperoleh pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa ayam Kampung, seperti unggas lainnya, ternyata dalam mengkonsumsi pakan pertamatama dibatasi untuk memenuhi kebutuhannya akan energi. Ayam Kampung juga mempunyai kemampuan untuk menentukan kebutuhannya akan protein, bila kondisi memungkinkan. Selain kandungan energi dan protein, imbangan asam amino, kadar vitamin maupun mineral juga mempunyai pengaruh terhadap konsumsi pakan (HUGES dan DEWAR, 1971; HUGES, 1979; KULTU dan FORBES, 1983; MURPHY dan KING, 1989; KIRCHGESSNER et al., 1990). Dengan demikian, dalam menyusun ransum untuk pakan pilihan harus memperhatikan berbagai faktor. Dilihat dari pertambahan bobot badan, EER, dan PER perlakuan II memberikan kinerja yang paling baik, maka datanya (Tabel 3) kiranya dapat digunakan untuk perhitungan yang lebih rinci dalam menentukan kebutuhan protein dan energi dari ayam Kampung. Laju pertambahan bobot badan per dua minggu (Gambar 1) meningkat dengan tajam dari 2 minggu pertama sampai 2 minggu ketiga, sedangkan pertambahan bobot badan pada 2 minggu keempat hampir sama dengan 2 minggu sebelumnya dan pertambahan bobot pada 2 minggu terakhir lebih rendah dari sebelumnya. Laju pertumbuhan dengan bentuk sigmoid, seperti lazimnya pertumbuhan ternak muda. Laju pertumbuhan sudah mulai melambat pada 2 minggu terakhir, dengan demikian pemeliharaan ayam Kampung untuk produksi daging sebaiknya hanya sampai umur 10 minggu. Tabel 3. Kinerja ayam percobaan dengan perlakuan II Parameter Umur (minggu) 2 4 6 8 10 12 Bobot badan (g) 79,2 (3,82) 181,08 (11,18) 336,87 (17,86) 551,32 (28,76) 769,57 (34,90) 937,20 (30,27) Pertambahan bobot badan (g/2 minggu) 101,92 (8,57) 155,79 (89,2) 214,45 (16,44) 218,24 (8,53) 167,63 (33,98) Konsumsi pakan (g/2 minggu) 270 (17) 504 (30) 831 (25) 846 (134) 973 (45) Konsumsi protein (g) 39,30 (2,55) 75,22 (6,66) 118,02 (6,33) 125,46 (20,99) 148,40 (9,48) Rasio efisiensi protein (PER) 0,388 (0,038) 0,484 (0,054) 0,555 (0,063) 0,576 (0.098) 0,917 (0.157) Konsumsi energi (kkal/kg) 703 (63) 1348 (91) 2149 (182) 2484 (381) 2719 (77) Rasio efisiensi energi (EER) 6,898 (0,246) 8,689 (0,887) 10,029 (0,509) 10,462 (2.341) 16,991 (3.867) Rasio protein/energi 0,056 (0,005) 0,056 (0,004) 0,055 (0,06) 0,056 (0,004) 0,055 (0,003) Keterangan: angka dalam ( ) adalah simpang baku (standard deviasi) 97

I.P. KOMPYANG et al.: Kinerja Ayam Kampung dengan Sistem Pemberian Pakan bertambah tuanya ayam tersebut (Gambar 3), yang mana juga berarti efisiensi penggunaan protein menurun dengan bertambah tuanya ayam tersebut. Namun kenaikan PER pada 2 minggu terakhir, seperti halnya dengan nilai EER meningkat dengan sangat tajam. Dengan demikian, dilihat dari segi efisiensi penggunaan protein, pemeliharaan ayam Kampung untuk tujuan daging sebaiknya hanya sampai umur 10 minggu saja. Gambar 1. Pertambahan bobot badan (g/2 minggu/ ekor) dari ayam yang memperoleh perlakuan II Perkembangan nilai EER selama pertumbuhan (Gambar 2) terjadi peningkatan. Hal ini menunjukkan, untuk peningkatan bobot badan yang sama diperlukan energi yang lebih tinggi untuk ayam yang lebih tua. Kenaikan nilai EER pada 2 minggu terakhir, meningkat dengan sangat tajam, yang mana berarti setelah ayam berumur 10 minggu, kebutuhan akan energi untuk kenaikan per unit bobot badannya, memerlukan energi yang jauh lebih tinggi dari umur sebelumnya. Dengan demikian, dilihat dari segi efisiensi penggunaan energi, pemeliharaan ayam Kampung untuk tujuan daging sebaiknya hanya sampai umur 10 minggu saja. Gambar 3. Nilai rasio efisiensi protein (PER) per 2 mingguan dari ayam yang memperoleh perlakuan II Nilai rasio protein/energi selama pertumbuhan (Tabel 3) hampir tidak mengalami perubahan, yakni sebesar 0,056. Hal ini berbeda dengan ayam pedaging dimana semakin tua ayam tersebut, ratio protein/energi semakin rendah. Dengan perkataan lain, dengan kandungan energi yang sama dalam ransum selama pemeliharaan, maka kandungan protein juga sebaiknya dibuat sama. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa kandungan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan ayam Kampung dari 2-12 minggu adalah 16% dengan kandungan energi termetabolis sebesar 2900 kkal/kg. Bila dilihat dari efisiensi penggunaan pakan, sebaiknya pemeliharaan ayam Kampung tidak melebihi umur 10 minggu dengan perolehan bobot badan sekitar 770 + 35 gram. KESIMPULAN DAN SARAN Gambar 2. Nilai rasio efisiensi energi (EER), periode 2 mingguan dari ayam yang memperoleh perlakuan II Seperti halnya dengan perkembangan nilai EER selama pertumbuhan, nilai PER juga meningkat dengan Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut (1) Ayam Kampung mempunyai kemampuan untuk menentukan kebutuhannya akan protein dan energi sesuai dengan masa pertumbuhannya, (2) Kebutuhan akan protein dan energi untuk kenaikan satu unit bobot badan meningkat, dengan meningkatnya umur ayam, (3) Rasio protein/energi dari pakan yang dikonsumsi selama periode percobaan tidak berubah, 98

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 6 No. 2 Th. 2001 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kandungan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan ayam Kampung dari 2-12 minggu adalah 16% dengan kandungan energi termetabolis sebesar 2900 kkal/kg, dan (4) Ayam Kampung paling efisien dipelihara sampai umur 10 minggu, sedangkan setelah umur tersebut (12 minggu) pemeliharaan ayam Kampung tidak efisien lagi. Dari penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut: Perlu dilakukan penelitian uji multi lokasi, dengan berbagai jenis agroklimat, untuk melakukan konfirmasi bahwa ayam Kampung mempunyai kemampuan untuk mengkonsumsi energi dan protein sesuai dengan kebutuhannya, mengingat kebutuhan akan energi dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan kebutuhan akan protein tidak dipengaruhi oleh lingkungan. DAFTAR PUSTAKA CAMBELL, R.C. 1967. Statistic for Biologist. Cambridge. The University Press. COWAN, P.J. and W. MICHIE. 1978. Environmental temperature and broiler performance: The use of diets containing increasing amount of protein. British Poultry Sci. 19:601-605. HUGES. B.O. 1979. Appetites for specific nutrients. In: Food Intake Regulation in Poultry. (Eds. K.N. Boorman and B.M. Freeman), British Poultry Sience Ltd. Edinburgh. pp. 141-169. HUGES. B.O. and W.A. DEWAR. 1971. A specific appetite for zinc in zinc-depleted domestic fowls. British Poultry Sci. 12:255-258. KIRCHGESSNER, R., U. STEINRUCK, and R.X. ROTH. 1990. Selective zinc intake in broilers. J. Anim. Physiology Anim. Nut. 64: 50-260. KOMPIANG, I.P. dan SUPRIYATI. 2001. Pengaruh cara pemberian pakan dan ampas sagu terfermentasi terhadap kinerja ayam pedaging. J. Ilmu Ternak Vet. 6(1):14-20. KULTU, H.R. and J.M. FORBES. 1983. Self selection of ascorbic acid in coloured foods by heat-stressed broiler chicks. Physiology Behaviour 53:103-144. MASTIKA, M. and R.B. CUMMING. 1987. Effect of previous experience and environmental variations on the performance and pattern of feed intake of choice fed and complete fed broiler. Recent Advance in Animal Nutrition in Australia 1987 (Ed. D.J. Farrell) University of New England, Armidale, NSW. pp. 260-282. MURPHY, M.E. and J.R. KING. 1989. Sparrows discriminate between diets differing in valine or lysine concentrations. Physiology Behaviour 45:423-430. SINURAT, A.P. and D. BALNAVE. 1986. Free choice feeding of broiler at high temperature. British Poultry Sci. 29:557-584. SUMMERS, J.D. and S. LESSON. 1979. Diet presentation and feeding. In: Food Intake Regulation in Poultry (Eds. K.N. Boorman and B.M. Freeman) British Poultry Science Ltd. Edinburgh. pp. 445-469. 99

I.P. KOMPYANG et al.: Kinerja Ayam Kampung dengan Sistem Pemberian Pakan 250 200 PBB (Gram) 150 100 50 0 Periode (2 mingguan) Gambar 1. Pertambahan 1 bobot 2 badan (g/2 minggu 3 /ekor) 4 dari ayam yang 5 memperoleh perlakuan II 18 16 14 12 EER (kkal/g) 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 Periode (2 mingguan) Gambar 2. Nilai rasio efisiensi energi (EER), periode 2 mingguan dari ayam yang memperoleh perlakuan II 100

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 6 No. 2 Th. 2001 10 0,9 0,8 0,7 PER (g/g) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Periode (2 mingguan) 5 1 2 3 4 Gambar 3. Nilai rasio efisiensi protein (PER) per 2 mingguan dari ayam yang memperoleh perlakuan II 101