PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SEMAI NYAWAI (Ficus variegata Blume) ASAL PULAU LOMBOK



dokumen-dokumen yang mirip
Kata-kata kunci: Ficus variegata Blume, variasi genetik, famili

STUDI AWAL PERBANYAKAN VEGETATIF NYAWAI (Ficus variegata) DENGAN METODE STEK

Evaluasi pertumbuhan tanaman uji keturunan eboni (Diospyros rumphii) umur satu tahun di persemaian

Tri Pamungkas Yudohartono

KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK MAHONI (Swietenia macrophylla) DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH KLON DAN WAKTU OKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERSENTASE HIDUP OKULASI JATI (Tectona grandis )

Diterima 19 Juni 2014; revisi terakhir 14 Agustus 2015; disetujui 21 Agustus 2015

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

EVALUASI PERTUMBUHAN AWAL KEBUN BENIH SEMAI UJI UMUR 4 BULAN DI CIKAMPEK JAWA BARAT

BAB 1. PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan para. pemangku kepentingan bahwa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK)

UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN

VARIASI PERTUMBUHAN DAN PARAMETER GENETIK PADA TIGA PLOT UJI KETURUNAN NYAWAI

UJI KETURUNAN PULAI DARAT (Alstonia angustiloba Miq.) UNTUK MENDUKUNG PENYEDIAAN SUMBER BENIH UNGGUL

Oleh/By : Deddy Dwi Nur Cahyono dan Rayan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa ABSTRACT

Pertumbuhan Bibit Cempaka (Magnolia elegans (Blume.) H.Keng) pada Tempat Sapih Politub dan Polibag 1

Oleh/By : Deddy Dwi Nur Cahyono dan Rayan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa ABSTRACT

Variasi genetik pertumbuhan tanaman uji keturunan nyatoh (Palaquium obtusifolium) umur 1,5 tahun di hutan penelitian Batuangus, Sulawesi Utara

PERTUMBUHAN LIMA PROVENAN PULAI GADING (Alstonia scholaris) UMUR 6 BULAN DI SUMBER KLAMPOK, BALI

Liliek Haryjanto ABSTRACT

PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH. (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil)

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN SEMAI BINUANG ASAL PROVENAN PASAMAN SUMATERA BARAT [G

Taksiran Genetik Pertumbuhan Uji Keturunan Nyatoh. (Palaquium obtusifolium Burck) Umur 6 Bulan di Bitung, Sulawesi Utara1

USAHA KEBUN KAYU DENGAN JENIS POHON CEPAT TUMBUH

VARIASI SIFAT PERTUMBUHAN ULIN (Eusideroxylon zwageri T. et B.) PADA UJI KETURUNAN DI BONDOWOSO

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

Sugeng Pudjiono Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

PEDOMAN PENGUNDUHAN BENIH PADA PANEN RAYA DIPTEROKARPA 2010

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai dengan Mei 2012 di areal

PENINGKATAN KUALITAS JATI PADA PERTANAMAN UJI KETURUNAN DI PERUM PERHUTANI KPH NGAWI DAN KPH CEPU

Ari Fiani ABSTRACT. Keywords: Pulai Population, growth variation, plant height, stem diametre ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HHBK

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan

PEMBANGUNAN KEBUN BENIH SEMAI SENGON (Falcataria moluccana) Establihsment of Sengon (Falcataria moluccana) Seedling Seed Orchard

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 1 : (2005)

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67%

SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L)

Vivi Yuskianti dan Arif Setiawan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliian Tanaman Hutan

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

PERTUMBUHAN TIGA PROVENANS MAHONI ASAL KOSTARIKA. Growth of Three Provenances of Mahogany from Costarica

EVALUASI UJI PROVENAN MERBAU

UJI PROVENANSI EBONI (Diospyros celebica Bakh) FASE ANAKAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah sengon (Falcataria moluccana). Jenis ini dipilih karena memiliki beberapa

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA SAPIH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT MAHONI ( Swietenia macrophylla King)

PENGARUH UKURAN BENIH ASAL KALIMANTAN BARAT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT Shorea leprosula DI PERSEMAIAN

Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Tanjung (Mimusops elengi L.)

TEKNIK AKLIMATISASI TANAMAN HASIL KULTUR JARINGAN Acclimatization Technique for Tissue Culture Plants I. PENDAHULUAN

PENGARUH MEDIA DAN NAUNGAN TERHADAP MUTU BIBIT SUREN ( Toona sureni MERR.) The Effect of Media and Shading on the Seedling s Quality of Suren

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah

Variasi Genetik pada Pertumbuhan Tanaman Konservasi Sumberdaya Genetik Cendana (Santalum album Linn.) Populasi Pulau Timor Bagian Timur

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB I. PENDAHULUAN. daerah tropis sebagai hutan tanaman. Di Indonesia saat ini spesies ini

Jl. Agro No. 1, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 3 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

PERTUMBUHAN TANAMAN UJI KETURUNAN JATI PADA UMUR 7 TAHUN DI GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

EVALUASI PLOT KONSERVASI EX SITU JABON DARI POPULASI LOMBOK BARAT DI GUNUNG KIDUL SAMPAI UMUR 18 BULAN

Tanggal diterima: 6 Juni 2016, Tanggal direvisi: 27 Juni 2016, Disetujui terbit: 17 November 2016 ABSTRACT

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

Pemanfaatan Arang Sekam untuk Memperbaiki Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) pada Media Subsoil

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

TEKNIK PENENTUAN POHON INDUK BENIH DAN KEGIATAN KOLEKSI BENIH

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN

WINGS CUTTING INFLUENCE ON MAHONI (Swietenia macrophylla King) SEEDS GERMINATION AT BKPH CIANJUR KPH CIANJUR)

IDENTIFIKASI SEMAI HIBRID ACACIA (A. mangium x A. auriculiformis) MENGGUNAKAN PENANDA MORFOLOGI TAKSONOMI DAUN

Diro Eko Pramono I. PENDAHULUAN

TEKNIK PEMBUATAN BIBIT JABON PUTIH (Anthocepalus cadamba) SEBAGAI MATERI PEMBANGUNAN KEBUN BENIH SEMAI UJI KETURUNAN GENERASI PERTAMA (F-1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA

PENGARUH UKURAN BENIH TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH DAN PERTUMBUHAN BIBIT GMELINA ( Gmelina arborea Linn)

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

BAB I PENDAHULUAN. permintaan kertas dunia, yaitu rata-rata sebesar 2,17% per tahun (Junaedi dkk., 2011).

PENENTUAN CARA PERLAKUAN PENDAHULUAN BENIH SAGA POHON ( Adenanthera sp.) Determinatiom of Seeds Pre-treatment Method of Saga Pohon (Adenanthera sp.

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada April sampai dengan Juni 2012 di Perum Polda 2

DI HUTAN RAKYAT DESA PUNGGELAN, KECAMATAN PUNGGELAN, BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN KEBUN PANGKAS HIBRID ACACIA (A. mangium x A. auriculiformis) Sri Sunarti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki

Dedi Setiadi * dan Mudji Susanto Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Arus materi Arus informasi

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

TREND PERTUMBUHAN DAN KERAGAMAN GENETIK PADA PLOT UJI KETURUNAN Araucaria cunninghamii DI BONDOWOSO, JAWA TIMUR. Dedi Setiadi

KESESUAIAN TEMPAT TUMBUH BEBERAPA JENIS TANAMAN HUTAN PADA LAHAN BERGAMBUT TERBUKA DI KEBUN PERCOBAAN LUBUK SAKAT, RIAU

Tanggal diterima: 14 Februari 2017, Tanggal direvisi: 22 Februari 2017, Disetujui terbit: 26 Mei 2017 ABSTRACT ABSTRAK

Transkripsi:

Pendugaan Parameter Genetik Semai Nyawai... Liliek Haryjanto & Prastyono PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SEMAI NYAWAI (Ficus variegata Blume) ASAL PULAU LOMBOK (Estimation of Genetic Parameters of Ficus variegata Blume Seedlings from Lombok Island) Liliek Haryjanto dan Prastyono Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Indonesia Kode Pos 55582; Tlp. (0274) 895954, 896080; Fax. (0274) 896080; Email: liek_ht@yahoo.com, prastprast@yahoo.com Diterima 26 Juni 2013; revisi terakhir 7 April 2014; disetujui 28 April 2014 ABSTRAK Pendugaan parameter genetik untuk sifat tinggi dan diameter nyawai (Ficus variegata Blume) dilakukan terhadap semai yang ditanam di persemaian Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta pada umur 8 bulan. Penelitian ini menggunakan bibit dari beberapa pohon induk (famili) asal Pulau Lombok. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Berblok (Randomized Complete Block Design) dengan 17 famili sebagai perlakuan, setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan dan tiap ulangan terdiri atas 10 bibit. Analisis varians menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antar famili untuk sifat tinggi dan diameter. Nilai heritabilitas famili untuk karakter tinggi adalah sebesar 0,98 dan diameter sebesar 0,91 sedangkan korelasi genetik antara sifat tinggi dan diameter adalah sebesar 0,7. Informasi ini sangat penting untuk pemuliaan genetik jenis nyawai di masa mendatang. Kata kunci : Ficus variegata Blume, parameter genetik, diameter, tinggi ABSTRACT Genetic parameters were estimated for height and diameter characteristic of Ficus variegata Blume seedlings planted in the nursery of The Centre for Forest Biotechnology and Tree Improvement, Yogyakarta at 8 months of age. The trial involved seedlings from several mother trees (family) originated from Lombok Island. The trial was arranged in a Randomized Complete Block Design (RCBD) which comprised of 17 families as treatment, 3 replications and each replication comprised 10 seedlings. Analysis of varians showed that height and diameter were significantly different between families. Family heritabilities for height and diameter characteristic were 0.98 and 0.91 respectively, while genetic correlation between the two characteristics were 0.7. This information is very important for future genetic improvement of the species. Keywords : Ficus variegata Blume, genetic parameter, diameter, height I. PENDAHULUAN Pembangunan hutan tanaman merupakan kebijakan Kementerian Kehutanan untuk memenuhi kebutuhan kayu seiring dengan menurunnya potensi hutan alam. Kementerian Kehutanan menargetkan rehabilitasi hutan dan lahan seluas 500.000 ha/tahun, namun saat ini baru 300.000 ha/tahun (Fathoni et al., 2012). Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan bibit sehingga harus diupayakan untuk memenuhi kesenjangan tersebut. Produktivitas (riap) tegakan yang tinggi, kualitas kayu yang baik, kelestarian hutan dan produksi yang berkesinambungan merupakan sasaran utama dalam pembangunan hutan tanaman tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, benih unggul yang dihasilkan dari program pemuliaan pohon merupakan salah satu faktor penting di dalam pembangunan hutan tanaman. 37

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 3 No.1, April 2014: 37-45 Nyawai (Ficus variegata Blume) merupakan jenis alternatif dan akan menjadi tanaman masa depan dengan daur yang pendek, karena pada tahun ke sepuluh, nyawai sudah dapat dimanfaatkan (Menteri Kehutanan, 2008). Nyawai merupakan salah satu jenis dari marga Moraceae yang penyebarannya meliputi seluruh Asia Tenggara, India, Jepang, Cina, Taiwan, Australia, Kepulauan Pasifik (Zhekun and Gilbert, 2003). Nyawai termasuk jenis pioner yang membutuhkan cahaya (intolerant) dan memiliki pertumbuhan cepat (fast growing). Pohonnya dapat mencapai tinggi sampai 25 meter dan mulai berbuah setelah umur 3 tahun. Buah pohon ini tumbuh bergerombol pada batang atau cabang. Buah muda berwarna hijau, kemudian menjadi kuning dan setelah matang berwarna merah. Tipe buah termasuk buah periuk (Schiconium) dan berbentuk bulat sebesar kelereng. Menurut Hendromono dan Komsatun (2008) dan Effendi (2012), biji nyawai tidak bisa disimpan lama atau hanya bisa disimpan sekitar enam bulan dengan viabilitas yang masih baik. Oleh karena itu biji nyawai termasuk dalam kelompok biji semi rekalsitran, yaitu biji akan cepat rusak atau viabilitas menurun apabila diturunkan kadar airnya, dan tidak tahan disimpan pada suhu dan kelembaban rendah. Pertumbuhan nyawai di Hutan Penelitian Cikampek, Jawa Barat pada umur dua tahun menunjukan persen hidup mencapai 95% dengan rata-rata diameternya 7,22cm, rata-rata tingginya 6,90m dan rata-rata luas tajuknya 12,90m 2 (Effendi, 2012). Kayu nyawai dapat digunakan untuk kayu pertukangan dan pembuatan kayu lapis (plywood), bahkan digunakan untuk face veneer karena memiliki corak kayu yang baik, dimana kayunya berwarna cerah, yaitu kuning keputihan. Pembuatan vinir nyawai tanpa perlakuan diperoleh hasil yang baik dengan sudut kupas 91 o 30' untuk tebal vinir 1,5 mm. Berat jenis kayu nyawai 0,27 (0,20-0,43), kelas kuat V, kelas awet V-III. Jenis ini digolongkan dalam kelas keterawetan I yaitu mudah dilakukan pengawetan, memiliki nilai kalor 4.225 cal/gram (Sumarni et al., 2009). Upaya pemuliaan jenis nyawai belum banyak dilakukan. Untuk menyusun program pemuliaan pohon, agar diperoleh hasil yang maksimal diperlukan populasi dasar yang memiliki variasi genetik yang tinggi terutama pada karakter yang memiliki nilai ekonomis. Untuk mengetahui variasi genetik dapat dilakukan dengan studi marka genetik maupun sifat-sifat kuantitatif (White et al., 2007). Pendugaan parameter genetik seperti variasi genetik, nilai heritabilitas, korelasi genetik antar sifat merupakan informasi dasar dalam upaya perbaikan suatu karakter tanaman melalui seleksi atau program pemuliaan. Penampilan fenotipik suatu karakter tanaman merupakan resultante dari faktor genetik, lingkungan, dan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan (Zobel and Talbert 1984). Dalam program pemuliaan pohon, optimalisasi atau maksimalisasi perolehan genetik akan sifat-sifat tertentu akan dapat dicapai manakala ada cukup peluang untuk melakukan seleksi gen untuk sifat-sifat yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter genetik meliputi (1) variasi genetik yang dicerminkan oleh variasi fenotipik, (2) heritabilitas dan (3) korelasi genetik untuk karakter tinggi dan diameter semai nyawai dari 17 pohon induk asal Pulau Lombok. II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di persemaian Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta pada ketinggian tempat 382 m dpl. Pembuatan persemaian dimulai pada bulan Februari 2012 dan pengamatan dilakukan pada umur 8 bulan. B. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan adalah bibit nyawai yang berasal dari 17 pohon induk asal P. Lombok, seperti disajikankan pada Tabel 1. Bahan lain yang digunakan adalah arang sekam, top soil, kompos, polybag ukuran 20 x 12 cm. Peralatan yang digunakan yaitu saringan, bak tabur, kaliper, mistar dan tally sheet, alat penyiram, alat tulis dan alat hitung. 38

Pendugaan Parameter Genetik Semai Nyawai... Liliek Haryjanto & Prastyono Tabel 1. Data pohon induk yang digunakan dalam penelitian Table 1. Data of mother trees included in the research Pohon Induk Mother tree Ketinggian tempat (m dpl) Altitude (m asl) Koordinat Coordinate 1 362 8 o 31 48,9 LS 116 o 14 28,6 BT 2 358 8 o 31 47,0 LS 116 o 14 25,4 BT 3 431 8 o 32 15,4 LS 116 o 32 19,4 BT 4 418 8 o 32 18,1 LS 116 o 32 17,1 BT 5 425 8 o 32 18,8 LS 116 o 32 19,5 BT 6 417 8 o 32 18,1 LS 116 o 32 21,3 BT 7 413 8 o 32 19,9 LS 116 o 32 21,7 BT 8 494 8 o 30 50,6 LS 116 o 33 46,5 BT 9 487 8 o 30 43,2 LS 116 o 33 52,2 BT 10 699 8 o 29 25,8 LS 116 o 32 41,0 BT 11 913 8 o 27 56,7 LS 116 o 32 05,5 BT 12 968 8 o 27 44,6 LS 116 o 32 01,4 BT 13 993 8 o 27 44,7 LS 116 o 32 01,3 BT 14 1100 8 o 27 25,1 LS 116 o 31 55,9 BT 15 769 8 o 31 53,4 LS 116 o 23 53,5 BT 16 506 8 o 22 48,2 LS 116 o 14 01,6 BT 17 500 8 o 22 44,1 LS 116 o 14 01,8 BT Keterangan : Tt = Tinggi total Tbc = Tinggi bebas cabang Diameter diukur pada 1,3 m di atas permukaan tanah Asosiasi Association Tinggi (m) Height (m) Tt Total Tbc Bole Diameter (cm) Diameter (cm) Callophyllum inophyllum, Toona sureni, Aglaia sp., Ficus benjamina 25 8 40 Sama dengan pohon induk No 1 24 7 45 Arthocarpus elastica, Callophyllum inophyllum, Alstonia scholaris, Toona sureni, Ficus benyamina 35 15 80 Sama dengan pohon induk No 3 33 16 65 Sama dengan pohon induk No 3 34 16 60 Sama dengan pohon induk No 3 30 13 55 Sama dengan pohon induk No 3 28 11 50 Sama dengan pohon induk No 3 38 22 50 Sama dengan pohon induk No 3 36 17 55 Arthocarpus elastica, Ficus benyamina, Laportea stimulan, Azadirachta indica, Pterospermum javanicum 18 10 40 Sama dengan pohon induk No 10 16 10 30 Sama dengan pohon induk No 10 20 13 32 Sama dengan pohon induk No 10 23 15 35 Sama dengan pohon induk No 10 25 13 36 Anthocephalus cadamba, Ficus benyamina, Schleichera oleosa 30 17 38 Anthocephalus cadamba, Ficus 35 20 40 benyamina, Schleichera oleosa, Azadirachta indica, Acacia leucophloea, Swietenia mahagoni Sama dengan pohon induk No 16 29 16 43 Remarks : Tt = Total height Tbc = Bole length Diameter was measured at 1.3 m above ground level (dbh) C. Metode Pengujian 1. Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Berblok (Randomized Complete Block Design) dengan 17 famili asal P. Lombok sebagai perlakuan, setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan, tiap ulangan terdiri atas 10 bibit sehingga jumlah bibit yang digunakan sebanyak 510 bibit. Pengeblokan dilakukan untuk meminimalkan ketidakseragaman lingkungan karena adanya efek sinar matahari pada pertumbuhan semai di persemaian. 39

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 3 No.1, April 2014: 37-45 2. Tahapan penelitian a. Ekstraksi benih Buah nyawai yang telah masak dibelah menjadi dua. Biji yang ada dalam daging buah dikerok menggunakan spatula dan dimasukkan ke dalam air. Biji disaring dan kemudian ditaruh di atas kertas untuk pengeringan. Pengeringan cukup dengan diangin-anginkan dan tidak dijemur di bawah sinar matahari secara langsung. b. Perkecambahan Media tabur yang digunakan adalah arang sekam padi yang telah disaring/diayak dan disemprot dengan fungisida agar terbebas dari jamur pengganggu. Benih yang ditabur disesuaikan antara identitas pohon induk dengan label pada bak tabur. Selanjutnya bak tabur ditutup dengan plastik untuk menjaga temperatur dan kelembaban agar kondusif untuk perkecambahan. Penyiraman dilakukan setiap hari. c. Penyapihan Penyapihan dilakukan di dalam rumah kaca. Media sapih yang dipergunakan adalah campuran top soil dan kompos dengan perbandingan 1:1. Penyapihan bibit dilakukan saat bibit memiliki 4 daun. Penyapihan dilakukan secara berurutan sesuai dengan nomor pohon induk. Penyapihan dilakukan dengan menggunakan pinset karena ukuran kecambahnya kecil. Bibit disungkup selama kurang lebih 2 bulan setelah penyapihan. d. Pemeliharaan Setelah sungkup dibuka, bibit dipindahkan ke tempat terbuka dengan menggunakan paranet itensitas 60 persen. Pemeliharaan berupa penyiraman yang dilakukan 2 hari sekali yaitu pagi hari agar media tetap lembab. Selain itu juga dilakukan pembersihan gulma. 3. Karakter yang diamati Karakter yang diamati yaitu tinggi dan diameter semai. Tinggi diukur dari pangkal batang sampai pucuk dan diameter diukur pada pangkal batang setinggi 20 cm dari permukaan tanah di polybag. D. Analisis data Data hasil pengukuran dianalisis menggunakan analisis varians dengan sintesa uji F untuk memperoleh informasi pengaruh famili terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter semai. Model analisis varians yang digunakan sebagai berikut: Keterangan: Y ij = µ + B i+f j+fb ij + ε ij Yij, µ, Bi, Fj, Fbij dan εi berturut-turut adalah pengamatan pada blok ke-i, famili ke-j, rerata umum, efek blok ke-i, efek famili ke-j, efek interaksi pada famili ke-i dan blok ke-j serta random eror pada pengamatan ke-ij (diasumsikan terdistribusi normal dengan rerata 0 dan varians σ 2 ). Apabila terdapat variasi yang nyata antar famili terhadap karakter yang diamati, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan s Multiple Range Test-DMRT) untuk mengetahui perbedaan dan ranking antar famili yang diuji. Untuk mengetahui pengaruh faktor genetik terhadap fenotipe diestimasi besar nilai heritabilitas menggunakan formula (Zobel and Talbert 1984): σ 2 f h 2 f = σ 2 e/nb + σ 2 fb/n + σ 2 f Keterangan: h 2 f = heritabilitas famili; σ 2 f = komponen varians famili; σ 2 fb = komponen varians interaksi famili dan blok; σ 2 e = komponen varians error; B = jumlah blok; N = jumlah bibit per plot. Perhitungan estimasi komponen varians diperoleh dengan menggunakan analisis model efek random (random effect model). Untuk mengetahui korelasi genetik antar karakter digunakan formula (Zobel and Talbert 1984): rg = σ f(xy) σ 2 f(x).σ 2 f(y) Keterangan: rg = korelasi genetik σf(xy) = komponen kovarians untuk karakter x dan y σ 2 f(x) = komponen varians famili untuk karakter x σ 2 f(y) = komponen varians famili untuk karakter y III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap karakter tinggi dan diameter semai nyawai disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2. 40

Pendugaan Parameter Genetik Semai Nyawai... Liliek Haryjanto & Prastyono Gambar 1. Rata-rata tinggi semai nyawai umur 8 bulan dari 17 famili. Figure 1. Mean of seedling s height of the 17 families of nyawai at 8 months old. Gambar 2. Rata-rata diameter semai nyawai umur 8 bulan dari 17 famili. Figure 2. Mean of seedling s diameter of the 17 families of nyawai at 8 months old. Rata-rata tinggi semai berada pada kisaran 38,48 cm (famili 10) - 61,39 cm (famili 6), dengan rata-rata tinggi seluruh populasi 51,58 cm, rata-rata diameter semai pada kisaran 4,2 mm (famili 8) - 5,9 mm (famili 6), dengan ratarata diameter seluruh populasi 4,8 mm. Hasil analisis varians menunjukkan efek famili berpengaruh sangat nyata terhadap variasi karakter tinggi dan diameter. Besarnya komponen varians famili (σ 2 f) mempunyai sumbangan terbesar (68,48%) dari total variasi untuk karakter tinggi, sedangkan komponen varians galat (individu dalam plot) menyumbang terbesar kedua yaitu 28,65% (Tabel 2). Untuk karakter diameter, komponen varians galat menyumbang terbesar (47,53%) dari total variasi, sedangkan komponen varians famili menyumbang terbesar kedua yaitu 36,97%. Hal ini menunjukkan sebaran variasi genetik untuk sifat tinggi dan diameter terdistribusi antar famili cukup besar. Adanya variasi genetik yang tinggi untuk sifat tinggi dan diameter pada tingkat semai juga ditemukan pada jenis binuang (Octomeles sumatrana Mig) (Yudhohartono dan Fambayun, 2012) dan jabon (Anthocephalus cadamba Mig) (Yudhohartono dan Herdiyanti, 2013; Yudhohartono, 2013). 41

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 3 No.1, April 2014: 37-45 Tabel 2. Analisis varians dan estimasi komponen varians untuk karakteristik tinggi dan diameter semai nyawai pada umur 8 bulan Table 2. Analysis of variance and variance component estimation of height and diameter traits of the nyawai seedlings at 8 months old Sumber variasi (Source of variance) Db (df) Rerata Kuadrat (Mean square) Tinggi (Height) Komponen varians (Variance component) Rerata Kuadrat (Mean square) Diameter (Diameter) Komponen varians (Variance component) Blok 2 71,12* 0,13 (0,24%) 0,07ns 0 (0%) Famili 16 1066.75** 37,79 (68,48%) 6,07** 0,18 (36,97%) Blok*Famili 32 29.02** 1,45 (2,62%) 0,93** 0,08 (15,49%) Galat 417 15,81 15,81 (28,65%) 0,24 0,24 (47,53%) Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf uji 5% ** = berbeda nyata pada taraf uji 1% ns = tidak beda nyata Remarks : * = Significant differences at P<0.05, ** = Significant differences at P<0.01 ns = No significant differences Varians galat atau varians individu semai di dalam plot cukup besar nilainya, artinya variasi di antara semai di dalam plot sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari besarnya standar deviasi sebagaimana disajikan pada Gambar 1 dan 2. Variasi di dalam plot disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain adanya variasi genetik diantara individu semai di dalam satu famili dan faktor di luar kendali penelitian. Variasi genetik diantara individu semai di dalam satu famili sangat dimungkinkan, karena famili yang diuji merupakan famili half-sib dari hutan alam, sehingga perkawinan secara terbuka menyebabkan satu induk pohon dibuahi oleh banyak induk jantan. Dalam penyerbukan terbuka, biji yang dikoleksi secara individual seedlot, merupakan hasil dari perkawinan yang tak terkendali, sehingga diasumsikan semai yang diperoleh dalam satu pohon induk mempunyai induk betina (ibu) yang sama dan polen dari induk jantan yang berbeda (Williams and Matheson, 1994). Besarnya varian galat atau varians individu di dalam plot terhadap pertumbuhan ini juga terjadi pada tanaman kayu putih umur 23 bulan (Susanto, 2008), Eucalyptus pellita umur 12 bulan dan Acacia mangium umur 4 sampai dengan 36 bulan (Leksono, 2008). Untuk melihat perbedaan dan ranking antar famili untuk karakter tinggi dan diameter semai dilakukan pengujian lebih lanjut berdasarkan uji jarak berganda Duncan s (DMRT) yang hasilnya disajikan pada Tabel 3. Karakter tinggi dan diameter cenderung berhubungan dengan ketinggian tempat (altitude). Famili no 6, 4, 7 berada pada ketinggian tempat 413-418 m dpl memiliki karakter tinggi dan diameter lebih baik dibandingkan famili yang asal pohon induknya dari ketinggian tempat di atas 900 m dpl seperti famili no 11, 12, 13, 14. Hal ini sesuai dengan pendapat Zobel and Talbert (1984) bahwa adanya perbedaan kondisi tempat tumbuh setiap pohon induk dalam provenan akan mempengaruhi sifat genetiknya. Tabel 3. Hasil Uji DMRT terhadap sifat tinggi dan diameter semai nyawai dari 17 famili pada umur 8 bulan Table 3. Result of DMRT for height and diameter traits of the 17 families of nyawai seedlings Famili (Family) Tinggi (cm) (Height (cm) Diameter (mm) (Diameter (mm) Rerata (Mean) Famili (Family) Rerata (Mean) 6 61,39a 6 5,9a 4 59,70a 7 5,6b 7 56,88b 4 5,2c 8 56,08bc 12 5,1c 12 55,77bc 15 5,1cd 42

Pendugaan Parameter Genetik Semai Nyawai... Liliek Haryjanto & Prastyono Tabel 3. Lanjutan Table 3. Continued Tinggi (cm) (Height (cm) Diameter (mm) (Diameter (mm) 9 55,33bc 13 4,9cde 15 55,07bc 2 4,8def 3 53,75cd 9 4,8def 2 53,73cd 11 4,7ef 13 52,20d 14 4,7ef 1 51,92d 5 4,6fg 17 49,31e 1 4,5fgh 5 48,78e 3 4,5fgh 14 45,68e 16 4,3ghi 16 44,95f 10 4,3hi 11 42,57g 17 4,2i 10 38,48h 8 4,2i Rerata (Mean) 51,68 4,8 Keterangan : Nilai rata-rata yang dihubungkan dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% Remarks : The mean followed by the same letters is not significantly different at (=0.05) Variasi genetik antar famili selain disebabkan oleh perbedaan lingkungan tempat tumbuh pohon induk kemungkinan juga dipengaruhi oleh pola penyebaran biji (seed dispersal) nyawai dan sistem penyerbukannya. Menurut Azizah (2011), penyebaran biji nyawai sangat luas karena dibawa oleh burung rangkong gading (Rhinoplax vigil). Buah nyawai merupakan makanan utama burung rangkong. Biji-biji tersebut tersebar, jatuh, atau keluar bersama kotoran (faeces) dan kemudian tumbuh. Proses penyerbukan silang antar pohon nyawai diduga berjalan baik sehingga variasi genetik antar individu tinggi. Penyebaran benih yang luas menghasilkan individu-individu pohon yang berdekatan bukan merupakan kerabat dekat sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya kawin kerabat (inbreeding) (Finkeldey, 2005). Pollinator nyawai adalah ordo Hymenoptera yang terdiri dari tawon, lebah, dan semut, termasuk kelas insect atau serangga (Basset et al., 2012). Dengan banyaknya jenis pollinator menyebabkan terjadinya penyerbukan yang lebih efisien. Dengan demikian materi genetik yang diambil bukan merupakan hasil kawin kerabat. Heritabilitas merupakan parameter yang dapat menggambarkan kuat (rigiditas) dan lemahnya (plastisitas) suatu karakter di bawah pengendalian faktor genetik. Besarnya nilai heritabilitas penting diketahui untuk menentukan seleksi pada program pemuliaan pohon, terutama mempengaruhi perolehan genetik dalam menentukan strategi pemuliaan untuk memperoleh hasil yang besar (Zobel and Talbert, 1984). Nilai taksiran heritabilitas famili untuk karakter tinggi sebesar 0,98 dan karakter diameter sebesar 0,91. Nilai heritabilitas famili ini termasuk kategori tinggi. Menurut Leksono (1994), nilai heritabilitas >0,69 dikelompokkan dalam kategori tinggi. Tingginya nilai heritabilitas yang ditemukan kemungkinan karena perhitungan dilakukan masih pada tingkat semai dimana lingkungan masih relatif seragam. Tabel 2 menunjukkan komponen varians blok untuk karakter tinggi menyumbangkan proporsi kecil (0,24%), bahkan 0% untuk karakter diameter. Tingginya nilai heritabilitas ini menunjukkan kuatnya pengaruh genetik terhadap karakter tinggi dan diameter. Nilai taksiran heritabilitas famili yang tinggi menunjukkan peningkatan genetik akan maksimal dengan melakukan seleksi famili. Makin tinggi nilai heritabilitas makin sederhana proses seleksi dan makin tinggi pula responnya terhadap seleksi (Akhtar et al., 2007). Korelasi genetik adalah derajat hubungan antara dua sifat yang disebabkan oleh faktor genetik (Gapare et al., 2009). Korelasi genetik antar karakter berguna untuk program pemuliaan pohon, terutama untuk mengembangkan dua karakter berdasarkan seleksi atas satu karakter secara tidak langsung, dengan harapan akan memperbaiki karakter yang lainnya (Zobel and Talbert, 1984). Koefisien korelasi genetik hasil perhitungan antara sifat tinggi dan diameter sebesar 0,70. Korelasi yang positif dan tinggi ini menunjukkan bahwa perbaikan satu karakter akan diikuti dengan perbaikan karakter yang lainnya. Korelasi genetik antara sifat tinggi dan diameter 43

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 3 No.1, April 2014: 37-45 pada tanaman kehutanan pada umumnya nilainya positif dan tinggi. Uji keturunan sengon (Falcataria moluccana) pada umur 8 bulan di Kediri menunjukkan korelasi genetik antar kedua sifat tersebut sebesar 0,89 (Ismail dan Hadiyan, 2008), sengon umur 12 bulan di Cikampek sebesar 0,90 (Hadiyan, 2010), Araucaria cunninghamii umur 18 bulan di Bondowoso sebesar 0,80 (Setiadi, 2010). Penelitian ini dilakukan pada tanaman saat masih tingkat semai. Heritabilitas sifat tertentu dapat mengalami perubahan seiring dengan umur tanaman (Zobel and Talbert, 1984). Heritabilitas akan cenderung berkurang saat tanaman di lapangan karena faktor lingkungan yang lebih besar mempengaruhi fenotipenya. Namun demikian informasi awal ketiga parameter genetik semai asal P. Lombok ini dapat menjadi petunjuk upaya perbaikan karakter tanaman yaitu tinggi dan diameter melalui upaya pemuliaan pohon. Populasi nyawai asal P. Lombok ini dapat menjadi salah satu populasi dasar untuk pemuliaan pohon. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) variasi genetik antar famili sangat signifikan untuk karakter tinggi dan diameter, (2) nilai heritabilitas famili untuk karakter tinggi sebesar 0,98 dan diameter sebesar 0,91 (3) korelasi genetik antara sifat tinggi dan diameter sebesar 0,7. B. Saran Penelitian ini dilakukan pada tahap awal pertumbuhan tanaman yaitu pada tingkat semai. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, maka diperlukan pengamatan lanjutan secara periodik sampai umur setengah daur. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih diberikan kepada Arif Setiawan, teknisi Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta yang telah membantu dalam kegiatan ekstraksi benih, pengecambahan, penyapihan dan pengukuran di persemaian. DAFTAR PUSTAKA Akhtar, M.S., Y. Oki, T. Adachi and H.R. Khan. (2007). Analyses of Genetic Parameters (variability, heritability, genetic adavanced, relationship of yield and yield contributing characters) for Some Plant Traits Among Brassica Cultivars Under Phosphorus Starved Environmental Cues. Journal of the Faculty of Environmental Science and Technology, 12(12), 91-98. Azizah, N. (2011). Spesies Kunci Hutan Tropis. dalam: Biodiversitas Indonesia, 1 (02), 41-44. Basset, Y., V. Novotny and S. Miller. (2012). Introduction to Tropical Insect Herbivores. http://ecoport.org/ep?searchtype=slideshowvi ewslide&slideshowid=91&slideid=2116. Diakses pada tanggal 27 Februari 2012. Finkeldey, R. (2005). Pengantar Genetika Hutan Tropis. Terjemahan E. Djamhuri, I.Z. Siregar, U.J. Siregar dan A.W. Kertadikara. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Effendi, R. (2012). Kajian Keberhasilan Pertumbuhan Tanaman Nyawai (Ficus Variegata Blume) di KHDTK Cikampek, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 9(2), 95-104. Fathoni, T., A. Wardhana dan B. Leksono. (2012). Kebijakan Badan Litbang Kehutanan Dalam Pembangunan Sumber Benih dan Status Pemuliaan Tanaman Hutan Saat Ini. Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Sumber Benih. Peran Sumber Benih Unggul Dalam Mendukung Keberhasilan Penanaman Satu Milyar Pohon. BBPBPTH Yogyakarta. 30 Juni 2011. Gapare, W.J., B.S. Baltunis, M. Ivkovic, H.X. Wu. (2009). Genetic Correlations Among Juvenile Wood Quality and Growth Traits and Implications for Selection Strategy in Pinus radiata D. Don. Annals of Forest Science, 66, 606p0-660p9. Hadiyan, Y. (2010). Pertumbuhan dan Parameter Genetik Uji Keturunan Sengon (Falcataria moluccana) di Cikampek Jawa Barat. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 4(2), 101-108. Hendromono dan Komsatun. (2008). Nyawai (Ficus variegata Blume dan Ficus sycomoroides Miq.) Jenis yang Berprospek Baik Untuk Dikembangkan di Hutan Tanaman. Mitra Hutan Tanaman, 3(3), 122-130. Ismail, B. dan Y. Hadiyan. (2008). Evaluasi Awal Uji Keturunan Sengon (Falcataria moluccana) Umur 8 Bulan di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 2(3), 1-7. Leksono, B. (1994). Variasi Genetik Produksi Getah Pinus merkusii Jungh et. de Vriese. (Thesis). Program Studi Ilmu Kehutanan. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan). Leksono, B. (2008). Study on Breeding Strategy of Eucalyptus pellita. (Disertasi). The University of Tokyo, Tokyo. Menteri Kehutanan, (2008). Sambutan Menteri Kehutanan pada Acara Penanaman Serentak Seratus Juta Pohon dalam Rangka Peringatan 44

Pendugaan Parameter Genetik Semai Nyawai... Liliek Haryjanto & Prastyono Seratus Tahun Kebangkitan Nasional di Seluruh Indonesia Tanggal 28 November 2008. http://www.dephut.go.id/ index.php?q=id/node/4951. Diakses pada tanggal 20 Maret 2011. Setiadi, D. (2010). Keragaman Genetik Uji Provenan dan Uji Keturunan Araucaria cunninghamii Pada Umur 18 Bulan di Bondowoso, Jawa timur. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 4(1), 1-8. Sumarni, G., M.Muslich., N. Hadjib, Krisdianto, D. Malik, S.Suprapti, E.Basri, G.Pari, M.I. Iskandar dan R.M. Siagian. (2009). Sifat dan Kegunaan Kayu: 15 Jenis Andalan Setempat Jawa Barat. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Susanto, M. (2008). Analisis Komponen Varian Uji Keturunan Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi di Paliyan, Gunungkidul. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 5(Suplemen No.1), 199-207. Yudhohartono, T.P. dan R.A. Fambayun. (2012). Karakteristik Pertumbuhan Semai Binuang Asal Provenan Pasaman Sumatera Barat. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 6(3), 143-156. Yudhohartono, T.P.dan P.R. Herdiyanti. (2013). Variasi Karakteristik Pertumbuhan Bibit Jabon Dari Dua Populasi Provenan Berbeda. Jurnal Pemuliaan Hutan Tanaman, 10(1), 7-16. Yudhohartono, T.P. (2013). Karakteristik Pertumbuhan Jabon Dari Provenan Sumbawa Pada Tingkat Semai Dan Setelah Penanaman. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 7(2), 85-96. White, T.L., W.T. Adams, and D.B. Neale. 2007. Forest Genetics. UK: CABI Publishing. Williams, E.R. and A.C. Matheson. (1994). Experimental Design and Analysis for Use in Tree Improvement. Melbourne: Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) Catalogu ing-in-publication Entry. Zhekun, Z and M.G. Gilbert. (2003). Moraceae. Flora of China, 5, 21-73. Zobel, B and J. Talbert. (1984). Applied Forest Tree Improvement. New York: John Willey and Sons. 45

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 3 No.1, April 2014: 37-45 46