ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ( Analisis Semiotik ) SKRIPSI



dokumen-dokumen yang mirip
IMPLIKATUR PASAMBAHAN DALAM BATAGAK GALA DI KANAGARIAN PAUH V SKRIPSI

CERITA RAKYAT DI KECAMATAN 3 NAGARI KABUPATEN PASAMAN ANALISIS STRUKTURAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kehadiran seorang pemimpin sangatlah dibutuhkan, karena ia berperan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan.

BAB VI PENUTUP. Penelitian tentang sastra lisan yang dilakukan selama ini, cenderung

DAFTAR PUSTAKA. A.A Navis, Alam Terkembang Jadi guru :Adat dan Kebudayaan Minangkabau, ( Jakarta PT. Pustaka Grafitipers, 1986).

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. oleh penghulu-penghulu suku yang memiliki kewenangan yang sama derajatnya

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau

PENYULUHAN DAN PELATIHAN PERLENGKAPAN PROSESI ADAT PERKAWINAN KANAGARIAN NAN XX KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai-nilai budaya

BAB II LANDASAN TEORI. Bagian ini menjelaskan mengenai teori kepemimpinan dan gaya

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI KENEGERIAN KARI KECAMATAN KUANTAN TENGAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

DAFTAR PUSTAKA. Bloomfield, Leonard Language. New York: Henry Holt and Company

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Seperti yang diamanatkan oleh. masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pendahuluan. Adapun dalam pendahuluan ini berisi tentang latar belakang,

SILABUS MATAKULIAH SASTRA NUSANTARA IN 109 DRS. MEMEN DURACHMAN, M.HUM. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

GELAR DATUAK. Amrizal. Pengantar

MERUMUSKAN METODE PENGKAJIAN TRADISI LISAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STRUKTUR DAN NILAI BUDAYA MINANGKABAU DALAM NASKAH PASAMBAHAN BATAGAK PANGULU

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Selatan, Sumatera Barat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

SILABUS MATAKULIAH KAJIAN SASTRA LISAN IN 426 DRS. MEMEN DURACHMAN, M.HUM. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan.

BAB I PENDAHULUAN. Permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenangsenang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

NILAI-NILAI BUDAYA MINANGKABAU DALAM TEKS PIDATO BATAGAK GALA PENGHULU KARYA H. IDRUS HAKIMY DATUAK RAJO PENGHULU

TRADISI MAMBAYIA KAUA DAN PASAMBAHANNYA DI NAGARI PULASAN KEC.TANJUANG GADANG KAB. SIJUNJUNG: (DESKRIPSI, TRANSKRIPSI, DAN TERJEMAHAN) Akil Suardi 1

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa tradisi berkenaan dengan penghormatan terhadap seorang

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

PERUBAHAN SOSIAL DALAM NOVEL NEGERI PEREMPUAN KARYA WISRAN HADI (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA) SKRIPSI

BAB IV MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI Media Utama Buku Ukiran Tradisional Minangkabau

NYANYIAN DALAM TRADISI MAANTA ANAK DARO DI KELURAHAN UJUANG BATUANG PARIAMAN TENGAH ANALISIS STRUKTURAL. Yunita Nopianti. Abstrak

BAB I. Mitos adalah kepercayaan yang terdapat di dalam masyarakat. Menurut Hari Susanto

BAB I PENDAHULUAN. lebih teratur dan mempunyai prinsip-prinsip yang kuat. Mengingat tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Katalog Profil Daerah Kota Padang (2012: 8) keadaan topografi wilayah

Andi Purwanto. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA

JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT MINANGKABAU

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

BAB I PENDAHULUAN. tata krama yaitu jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando, akad nikah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dan berkembang dalam ingatan masyarakat pendukungnya dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebudayaan antik (antiquarian) Inggris memperkenalkan istilah folklor ke dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

ANALISIS NILAI EDUKATIF DALAM LEGENDA BATU BERDAUN KECAMATAN SINGKEP KABUPATEN LINGGA

BAB II KAJIAN TEORI. Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata

STRUKTUR DAN FUNGSI PIDATO ADAT DALAM TRADISI BATAGAK GALA DI NAGARI LUNDAR KECAMATAN PANTI TIMUR KABUPATEN PASAMAN JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Seminar Nasional dan Launching ADOBSI 463

BAB IV. Media yang digunakan dalam promosi lomba mendongen ini antara lain adalah media utama, media pendukung dan media gimmick.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain

BAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

Transkripsi:

ASAL USUL DAN MAKNA NAMA GELAR DATUAK DI NAGARI NAN TUJUAH KECAMATAN PALUPUH KABUPATEN AGAM ( Analisis Semiotik ) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Pada Jurusan Sastra Daerah Diajukan oleh AMRIZAL Bp : 04 186 002 Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas Andalas Padang Juli 2011

Abstrak Penelitian ini berjudul, Asal-usul Dan Makna Nama Gelar Datuak Di Nagari Nan Tujuah Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam. Penelitian ini merupakan suatu upaya untuk mengkaji makna yang terkandung dalam gelar datuak yang berstatus sebagai penghulu di Nagari Nan Tujuah Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam, berdasarkan kepada pepatah adat yang berbunyi ketek diagiah banamo, gadang dibari bagala. Artinya ketika orang tua memberi sebuah nama kepada anaknya pasti ada makna dan harapan tertentu, begitu juga ketika dia sudah dewasa dan diberi gelar oleh mamaknya, maka gelar tersebut pasti mempunyai makna dan harapan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seperti apakah dan bagaimanakah makna yang terdapat dalam nama gelar datuak tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara dan dianalisis dengan menggunakan teori semiotik yang dikemukakan oleh Michael Riffaterre, yang mengkaji makna dari sebuah teks. Akan tetapi, tidak terbatas hanya kepada teks sastra, melainkan semua fenomena yang terjadi bisa dijadikan teks, seperti fenomena budaya, fenomena sosial. Sementara itu, gelar datuak bisa dikategorikan kepada sebuah fenomena budaya dan layak untuk dikaji dengan menggunakan teori semiotik. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, gelar datuak yang ada di Minangkabau khususnya yang ada di Nagari Nan Tujuah berangkat dari sebuah ide dan harapan yang baik, dan gelar tersebut dapat dimaknai lebih dalam, maka diharapkan kepada orang yang memakai gelar tersebut dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan oleh kaumnya. Key word : Gelar Datuak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelar Datuak adalah gelar yang diberikan kepada pemimpin sebuah suku atau korong di wilayah populasi etnis melayu atau Minangkabau. Gelar datuak disebut juga gelar sako di Minangkabau. Selain gelar datuak ada gelar yang diberikan kepada laki-laki di Minangkabau pada hari pernikahannya dan semenjak itu dianjurkan sekali bagi siapa pun untuk memanggil laki-laki tersebut dengan gelarnya bukan lagi dengan memanggil nama kecilnya sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang sudah dewasa. Bagi masyarakat Minangkabau, pangulu merupakan sebutan kepada ninik mamak pemangku adat yang bergelar datuak. Akan tetapi mengangkat kebesaran adat tidak dikatakan mengangkat datuak, melainkan mengangkat penghulu. Istilah penghulu berasal dari kata hulu, artinya kepala. Yang dimaksud kepala di sini adalah pimpinan, dengan demikian seorang penghulu sama artinya dengan pemimpin Navis (1984;132) mengemukakan bahwa di dalam adat Minangkabau terdapat mamangan yang berbunyi ketek diagiah banamo, gadang diagiah bagala (kecil diberi bernama dan apabila dewasa diberi gelar). Secara harfiah mamangan ini barmakna bahwa setiap laki-laki Minang yang sudah dewasa akan mendapatkan gelar dari mamaknya.namun gelar yang akan penulis teliti disini adalah gelar datuak yang dipakai oleh orang yang berstatus penghulu. Menurut Navis (1984;134) istilah datuk dapat didefenisikan dalam arti yang berlainan, secara etimologi datuk berasal dari bahasa sanskerta dari da atau ra dan to. Da artinya mulia, to artinya orang. Jadi dato artinya orang yang mulia. Menurut

kamus bahasa Indonesia ada beberapa pengertian tentang datuk, yaitu : 1) Bapak dari orang tua kita, kakek, aki, 2) Orang yang tertua dalam keluarga, 3) Jin atau hantu penunggu ( suatu tempat), 4) berhala, 5) Orang yang berilmu, 6) Harimau atau binatang yang buas, 7) Gelar kehormatan bagi orang yang dituakan ( berpangkat tinggi seperti tumenggung ), 8) Penghulu adat. Penelitian yang dimaksud disini adalah penelitian terhadap gelar-gelar datuk atau ninik mamak yang berstatus panghulu adat atau pemimpin didalam kaumnya. Sebagai pemimpin, seorang panghulu (datuak) bertanggung jawab dan berkewajiban memelihara anggota kaum, suku dan nagari. Penghulu (datuak) bertanggung jawab terhadap permasalahan yang terdapat dalam masyarakat, dan hal ini merupakan kewajiban penghulu kusuik manyalasai, karuah mampajaniah ( kusut menyelesaikan, keruh menjernihkan). Mansoer (dalam diktat LKAAM 2002;207) mengatakan seorang panghulu adalah orang yang mempunyai hak-hak istimewa yang melekat pada gelar pusaka yang dipakainya sebagai panghulu. Yang diturunkan kepada kemenakan saparuik, sekaum atau sepersukuan. Menurut Nasroen ( dalam diktat LKAAM, 2002;208) penghulu (datuak) itu digadangkan mangkonyo gadang (dibesarkan makanya besar) sebagaimana dikatakan Tumbuahnyo di tanam, tingginyo dianjuang, gadangnyo diamba (tumbuhnya ditanam, tingginya disanjung, besarnya disegani) maksudnya jabatan penghulu ( datuak ) itu diperoleh oleh seseorang karena diangkat oleh anggota kaumnya sendiri.. Sejalan dengan hal di atas Herwandi (2004;2) berpendapat bahwa Penghulu bagi orang Minang lebih akrab dengan istilah pangulu adalah pimpinan tradisional

Minangkabau. Kepada pangulu diberi gala datuak, gala datuak diwariskan menurut garis keturunan ibu, yang di dalam adat Minangkabau disebut juga gala sako, yaitu gala yang hanya bisa disandangkan kepada orang yang patut dalam suku. Gala datuak tidak bisa diberikan kepada orang di luar suku dan tidak bisa menjadi gala kehormatan. Sangsako yang bisa dihadiahkan kepada orang di luar suku. Tetapi ada juga beberapa daerah seperti Padang Pariaman dan kota Padang yang mewariskan gelar berdasarkan garis bapak ( patrilineal ) misalnya gelar Marah ( dari Aceh Meurah ), Sutan ( dari kata sulthan ), Sidi ( dari kata sayyidi ) dan Bagindo (baginda). Gelar Datuak tergantung pada masing-masing suku yang ada di Minangkabau, ada gelar yang utama seperti yang terdapat dalam tambo seperti gelar Datuak Perpatih Nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan. Lebih jauh lagi ( Herwandi, 2004;3) menegaskan bahwa gala datuak dianggap sakral oleh orang Minangkabau. Penghulu dan kesakralan gelar datuak sangat terkait dengan tradisi adat salingka nagari. Untuk melihat keterkaitan itu harus melihat ritual-ritual dalam proses pengangkatan panghulu. Upacara malewakan gala datuak akan melibatkan upacara magis di tempat yang mewakili simbol kesukuan dan kenagarian. Gelar datuak yang terdapat di Minangkabau merupakan warisan dari mamak ke kemenakan dan sudah pasti seorang mamak mendapat gelar itu dari mamaknya pula. Di Nagari Nan Tujuah gelar datuak tersebut tidak boleh asal diberikan saja kepada seseorang kemenakan akan tetapi harus menurut kesepakatan anggota kaum dan itu harus dimusyawarahkan terlebih dahulu, setelah didapat kata mufakat bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat ( bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat ) maka barulah seseorang itu ditunjuk untuk menjadi seorang datuak.

Gelar-gelar datuak atau yang semacamnya yang terdapat di dalam masyarakat Minangkabau bisa dikategorikan sebagai bagian dari folklore khususnya folklore lisan. Secara etimologi Folklor berasal dari kata Folk dan Lore, menurut Dundes ( dalam Danandjaya, 1989;53) folk adalah kelompok orang yang memiliki ciri-ciri fisik, sosial dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok lainnya. Menurut Hutomo (1991;7) Folklor disebarkan secara lisan dari mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi. Oleh sifatnya yang tradisional maka folklore itu disebarkan dalm bentuk yang relative tetap, atau dalam bentuk baku di dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Sementara itu Brunvand (dalam Endraswara, 2009;48) menggolongkan Folklor kedalam tiga golongan yaitu : (1) folklore lisan, yaitu folklore yang banyak di teliti orang. Bentuk folklore lisan dari yang sederhana yaitu ujaran rakyat (folk speech), yang bisa dirinci dalam bentuk julukan, dialek, ungkapan, dan kalimat tradisional, pertanyaan rakyat, mite, legenda, nyanyian rakayat dan sebagainya. (2)folklore adat kebiasaan, yang mencakup jenis folklore lisan dan non lisan. Misalkan kepercayaan rakyat, adat istiadat, pesta dan permainan rakyat. (3) folklore material, seni kriya, arsitektur, busana, makanan, dan lain-lain. Berdasarkan klasifikasinya ( Endraswara 2009;49) folklore dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) folklore esoterik artinya, sesuatu yang memiliki sifat yang hanya dapat dimengerti oleh sebagian orang saja. (2) folklore eksoterik adalah sesuatu yang dapat dimengerti oleh umum, tidak terbatas oleh kolektif tertentu. Sementara itu gelar datuak termasuk kedalam folklore esoterik karena hanya orangorang tertentu dan memenuhi syarat yang bisa menyandang gelar datuak. Pemberian gelar datuak yang terdapat di Nagari Nan Tujuah Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam menarik untuk diteliti karena : pertama, belum ada

ditemukan hasil penelitian yang menulis tentang asal usul gelar datuak khususnya di Nagari Nan Tujuah. Kedua, karena adanya unsur sakral atau magis dalam gelar, ini tercermin dari sumpah ketika akan diadakannya penobatan seseorang menjadi penghulu sehingga dia baru pantas memakai gelar datuak. Ketiga, munculnya kekhawatiran akan terputusnya pengetahuan generasi mendatang tentang asal usul dan makna gelar datuak khususnya yang terdapat di Nagari Nan Tujuah. Selain daripada itu gelar-gelar datuak juga mengandung makna yang dalam, diantara makna tersebut secara umum ada yang berbentuk do a dan keinginan, dan ada juga yang berupa harapan supaya dalam kehidupannya orang yang memakai gelar tersebut sesuai dengan harapan yang terdapat dalam gelar. Karena di dalam cerita asal usul nama gelar datuak itu terdapat teks yang dapat dimaknai, maka penulis akan meneliti dan menganalisis gelar datuak yang terdapat di Nagari Nan Tujuah Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam dengan menggunakan teori semiotik. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah cerita asal usul nama gelar datuak di Nagari Nan Tujuah Kecamatan Palupuh Kabupaten agam 2. Bagaimanakah makna gelar datuak di Nagari Nan Tujuah Kecamatan Palupuh Kabupaten Agam 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan : 1. Menjelaskan cerita asal usul gelar datuak di Nagari Nan Tujuah Kecamatan

Palupuh Kabupaten Agam. 2. Menjelaskan makna gelar datuak di Nagari Nan Tujuah Kecamatan Palupuh Kabupatan Agam.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di atas dapat disimpulkan bahwa gelar datuak yang ada di Minangkabau secara umum berangkat dari konsep yang ideal dengan harapan yang baik-baik dan mempunyai makna yang sangat dalam, dan juga mengandung harapan terhadap orang yang menyandang gelar tersebut. Akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan dan peneitian yang penulis lakukan, terjadi penyimpangan dari apa yang diharapkan. Sebagian dari datuak tersebut tidak lagi menjalankan tugas dan fungsinya sesuai apa yang diharapkan oleh kaumnya. Hal ini terjadi karena sebagian datuak sudah banyak yang pergi merantau dan meninggalkan kaumnya tanpa ada kejelasan yang pasti. Gelar datuak dipakai pada awal gelar warisannya, gelar datuak terdiri dari satu kata, dua kata dan tiga kata. Gelar datuak yang memakai kata tunggal atau terdiri dari satu kata merupakan gelar penghulu andiko dari suku yang mula-mula membangun nagari tempat kediamannya. Gelar datuak yang terdiri dari dua kata masih merupakan gelar penghulu andiko pada suatu nagari yang tumbuh kemudian dan mempunyai hubungan dengan nagari asalnya. Namun di Nagari Nan Tujuah yang umumnya menganut kelarasan Bodi Chaniago yang tidak mengenal istilah penghulu andiko artinya semua penghulu mempunyai kedudukan yang sama, duduak samo randah, tagak samo tinggi, ( duduk sama rendah, tegak sama tinggi ). Semua gelar penghulu di Minangkabau menggunakan bahasa Minangkabau, namun dalam pemberian gelar adakalanya juga menggunakan bahasa lain seperti

bahasa Sanskerta, hal ini dimaksudkan untuk lebih pendalaman makna. 5.2 Saran Penelitian yang menjadikan gelar-gelar penghulu sebagai objeknya ini perlu dilanjutkan, karena dapat ditinjau dan diteliti dari sudut kajian ilmu lain. Hal ini akan sangat membantu untuk membuat data-data tentang gelar-gelar penghulu di Minangkabau. Penulis merasa bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu diharapkan kritikan dan saran dari pembaca supaya penulis dapat melakukan penelitian lebih lanjut. Diharapkan kepada lembaga-lembaga adapt yang ada di Minangkabau seperti LKAAM dan KAN untuk dapat merangkul semua penghulu yang ada supaya menjalankan tugas dan kewajibannya sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA Berger, Arthur Asa.2005. Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer ; Suatu Pengantar Semiotika (diterjemahkan oleh M. Dwi Marianto, Sunarto). Yogyakarta. Tiara Wacana Danandjaja, James. 1989. Folklor Indonesia ; Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain. Jakarta : Grafiti Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yokyakarta : Gadjah Mada University Press Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor ; Konsep, Teori dan Aplikasi. Yokyakarta : MedPress Hutomo, Suripan Sadi.1991. Mutiara Yang Terlupakan ; Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya : HISKI Herwandi. 2004. Menghadiahkan Gala atau Manjua Gala ( Makalah ). Padang : Fakultas Sastra Universitas Andalas Hidayat, Rahayu Suriati. 2004. Semiotik dan Bidang Ilmu ( dalam Semiotika Budaya. Penyunting Christomy dan Untung Yuwono). Depok. Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia. LKAAM. 2002. Materi Pelatihan Pembekalan Kepemimpinan Pemangku Adat Se- Kabupaten Agam. ( Diktat ) Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Akasara. Moleong, Lexi J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif ; edisi revisi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya Navis. A.A. 1984. Alam Takambang Jadi Guru ; Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta : Grafiti Press Noverita, Diah. 2002. Gelar-Gelar Penghulu di Minangkabau ; Suatu Tinjauan Semantik. ( Laporan Penelitian ) Padang : Fakultas Sastra Universitas Andalas Santosa, Puji. 1993. Ancangan Semiotika Dan Pengkajian Susastra. Bandung. Angkasa Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Teeuw, A. 1984. Sastra Dan Ilmu Sastra. Jakarta. Pustaka Jaya

Yusriwal. 2005. Kieh Pasambahan Manjapuik Marapulai di Minangkabau (Kajian Estetika dan Semiotik). Padang: Pusat pengkajian Islam dan Minangkabau (PPIM). Zoest, Aart van. 1993. Semiotika ; Tentang Tanda, Cara Kerjanya Dan Apa Yang Kita Lakukan Dengannya (diterjemahkan oleh Ani Soekowati). Jakarta. Yayasan Sumber Agung