RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN



dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau ( RTH )di permukiman Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK SEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BANJARMASIN

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

Kajian Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pada Area Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

STUDI PENENTUAN FUNGSI SABUK HIJAU KOTA DALAM MASALAH PEMBANGUNAN LINGKUNGAN PERKOTAAN DI SURAKARTA. Eny Krisnawati. Abstrak

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

MAKALAH BIOLOGI KONSERVASI PENINJAUAN SITU LEBAKWANGI SEBAGAI KAWASAN PERLINDUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Sistem Penyelenggaraan Penataan Ruang

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

Batu menuju KOTA IDEAL

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

RUANG TERBUKA HIJAU DI KECAMATAN KEMILING KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016 (JURNAL) Oleh FADELIA DAMAYANTI

EVALUASI KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOMPLEKS PERUMAHAN BUMI PERMATA SUDIANG KOTA MAKASSAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Pertemuan I ARSITEKTUR LANSEKAP (TR 438)

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

Vol. III No Mei Oleh Agus Yadi ABSTRAK

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

19 Oktober Ema Umilia

Transkripsi:

Makalah Lokakarya PENGEMBANGAN SISTEM RTH DI PERKOTAAN Dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan/LPL-301105 1

Makalah Lokakarya PENGEMBANGAN SISTEM RTH DI PERKOTAAN Dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB A. DASAR PEMIKIRAN (1) Kota mempunyai luas yang tertentu dan terbatas Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan juga menyita lahanlahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Kedua hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Di lain pihak, kemajuan alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem utilitas, sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah jumlah bahan pencemar dan telah menimbulkan berbagai ketidak nyamanan di lingkungan perkotaan. Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan RTH sebagai suatu teknik bioengineering dan bentukan biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan. (2) Tata ruang kota penting dalam usaha untuk efisiensi sumberdaya kota dan juga efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya lainnya. Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai berbagai pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan kotanya. (3) RTH perkotaan mempunyai manfaat kehidupan yang tinggi Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaannya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kean kehidupan perkotaan tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan/LPL-301105 2

membangun dan mengembangkannya. Karakter ekologis, kondisi dan keinginan warga kota, serta arah dan tujuan pembangunan dan perkembangan kota merupakan determinan utama dalam menentukan besaran RTH fungsional ini. (4) Keberadaan RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional dan berada dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan. (5) Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan rancangannya. B. KONSEP RTH (1) Definisi dan Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat dan/atau tidak yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman, berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear), berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah. Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah), dan (b) RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat. (2) dan RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan/LPL-301105 3

RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan dan manfaat tidak (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati. (3) Pola dan Struktur onal Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen pembentuknya. Pola RTH terdiri dari (a) RTH struktural, dan (b) RTH non struktural. RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris. RTH tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non ekologis dengan struktur RTH yang berhierarkhi. Contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial sistem pertamanan kota (urban park system) yang dimulai dari taman perumahan, taman lingkungan, taman kecamatan, taman kota, taman regional, dst). RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris. RTH tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan dengan struktur RTH alami yang tidak berhierarki. Contohnya adalah struktur RTH yang dibentuk oleh konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti RTH kawasan lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH sempadan sungai, RTH sempadan danau, RTH pesisir. Untuk suatu wilayah perkotaan, maka pola RTH kota tersebut dapat dibangun dengan mengintegrasikan dua pola RTH ini berdasarkan bobot tertinggi pada kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah, kota pegunungan, kota pantai, kota pulau, dll) sehingga dihasilkan suatu pola RTH struktural. Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan/LPL-301105 4

(4) Elemen Pengisi RTH RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda. Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menseleksi jenis-jenis yang akan ditanam. Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan: (a) Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota (b) Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar) (c) Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme) (d) Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang (e) Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural (f) Dapat menghasilkan O 2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota (g) Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat (h) Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal (i) Keanekaragaman hayati Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional. (5) Teknis Perencanaan Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu (a) Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan ditentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu: 1) Kapasitas atau daya dukung alami wilayah 2) Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pelayanan lainnya) 3) Arah dan tujuan pembangunan kota RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan/LPL-301105 5

RTH privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota. (b) Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH (c) Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi) (d) Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota. C. ISSUE RTH Tiga issues utama dari ketersediaan dan kelestarian RTH adalah (1) Dampak negatif dari suboptimalisasi RTH dimana RTH kota tersebut tidak memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas (RTH tidak tersedia, RTH tidak fungsional, fragmentasi lahan yang menurunkan kapasitas lahan dan selanjutnya menurunkan kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan) terjadi terutama dalam bentuk/kejadian: Menurunkan kenyamanan kota: penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah (pencemaran meningkat, ketersediaan air tanah menurun, suhu kota meningkat, dll) Menurunkan keamanan kota Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya kesehatan masyarakat secara fisik dn psikis) (2) Lemahnya lembaga pengelola RTH Belum terdapatnya aturan hukum dan perundangan yang tepat Belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan RTH Belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola RTH Belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas (3) Lemahnya peran stake holders Lemahnya persepsi masyarakat Lemahnya pengertian masyarakat dan pemerintah (4) Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH Belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota untuk RTH fungsional D. ACTION PLAN Pembangunan dan pengelolaan RTH wilayah perkotaan harus menjadi substansi yang terakomodasi secara hierarkial dalam perundangan dan peraturan serta Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan/LPL-301105 6

pedoman di tingkat nasional dan daerah/kota. Untuk tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, permasalahan RTH menjadi bagian organik dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan subwilayah yang diperkuat oleh peraturan daerah. Dalam pelaksanaannya, pembangunan dan pengelolaan RTH juga mengikut sertakan masyarakat untuk meningkatkan apresiasi dan kepedulian mereka terhadap, terutama, kualitas lingkungan alami perkotaan, yang cenderung menurun. Beberapa action plan yang dapat dilaksanakan, a.l.: (1) Issues : Suboptimalisasi RTH Action plan yang disarankan: (a) Penyusunan kebutuhan luas minimal/ideal RTH sesuai tipologi kota (b) Penyusunan indikator dan tolak ukur keberhasilan RTH suatu kota (c) Rekomendasi penggunaan jenis-jenis tanaman dan vegetasi endemik serta jenis-jenis unggulan daerah untuk penciri wilayah dan untuk meningkatkan keaneka ragaman hayati secara nasional (2) Issues : Lemahnya kelembagaan pengelola RTH Action plan yang disarankan: (a) Revisi dan penyusunan payung hukum dan perundangan (UU, PP, dll) (b) Revisi dan penyusunan RDTR, RTRTH, UDGL, dll (c) Penyusunan Pedoman Umum : Pembangunan RTH, Pengelolaan RTH (d) Penyusunan mekanisme insentif dan disinsentif (e) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat (3) Issues : Lemahnya peran stake holders Action plan yang disarankan: (a) Pencanangan Gerakan Bangun, Pelihara, dan Kelola RTH (contoh Gerakan Sejuta Pohon, Hijau royo-royo, Satu pohon satu jiwa, Rumah dan Pohonku, Sekolah Hijau, Koridor Hijau dan Sehat, dll) (b) Penyuluhan dan pendidikan melalui berbagai media (c) Penegasan model kerjasama antar stake holders (d) Perlombaan antar kota, antar wilayah, antar subwilayah untuk meningkatkan apresiasi, partisipasi, dan responsibility terhadap ketersediaan tanaman dan terhadap kualitas lingkungan kota yang sehat dan indah (4) Issues : Keterbatasan lahan perkotaan untuk peruntukan RTH Action plan yang disarankan: (a) Peningkatan fungsi lahan terbuka kota menjadi RTH (b) Peningkatan luas RTH privat (c) Pilot project RTH fungsional untuk lahan-lahan sempit, lahan-lahan marjinal, dan lahan-lahan yang diabaikan Kampus Bogor Darmaga, 30 November 2005 Tim Departemen ARL Faperta IPB Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan/LPL-301105 7

Tabel issues Issues Action Plan 1. Suboptimalisasi RTH a. Penyusunan kebutuhan luas minimal/ideal RTH sesuai tipologi kota b. Penyusunan indikator dan tolak ukur keberhasilan RTH suatu kota c. Rekomendasi penggunaan jenis-jenis tanaman dan vegetasi endemik serta jenis-jenis tanaman unggulan untuk penciri wilayah dan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati secara nasional 2. Lemahnya kelembagaan pengelola a. Revisi dan penyusunan payung hukum dan perundangan (UU, PP, dll) RTH b. Revisi dan penyusunan RDTR, RTRTH, UDGL, dll c. Penyusunan Pedoman Umum : Pembangunan RTH, Pengelolaan RTH d. Penyusunan mekanisme insentif dan disinsentif e. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat 3. Lemahnya peran stake holders a. Pencanangan Gerakan Bangun & Kelola RTH : Satu pohon, satu jiwa b. Penyuluhan dan pendidikan melalui berbagai media c. Penegasan model kerjasama antara stake holders d. Perlombaan antar kota, antar wilayah, antar subwilayah untuk meningkatkan apresiasi dan partisipasi 4. Keterbatasan lahan perkotaan untuk a. Peningkatan fungsi lahan terbuka kota menjadi RTH peruntukan RTH b. Peningkatan luas RTH privat c. Pilot project RTH fungsional untuk lahan-lahan sempit dan marjinal Bentuk RTH Ekologi Perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan (contoh air bersih) Membangun jejaring habitat hidupan liar (contoh untuk burung) Mereduksi pengaruh urban heat island Kawasan lindung pantai, sempadan sungai, Darah tangkapan air, sempadan danau, dsb Kawasan lindung Taman kota, hutan kota Sosial Dsb Rekreasi Pendidikan lingkungan Hutan kota, areal rekreasi alam Hutan kota, areal rekreasi alam Tabel fungsi Langsung Tolak ukur Tidak Tolak ukur 1. Ekologis 1. Menurunkan tingkat pencemaran udara 2. Meningkatkan kandungan air tanah a. Kadar pencemaran (CO, Pb, debu, dll) 1. Konservasi keanekaragaman hayati 2. Menurunnya a. Keberadaannya b. Jumlah penderita ISPA c.. 3.... b. Jumlah dan kualitas air tanah c.. penyakit ISPA masyarakat 3.. 2. Sosial 1. Menurunkan tingkat stres masyarakat 2. Konservasi situs alami sejarah a. Jumlah penderita penyakit kejiwaan 1. Menurunkan konflik sosial 2. Meeningkatkan keamanan kota a. Jumlah konflik sosial b. Jumlah kejadian kriminal Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan/LPL-301105 8

3. b. Keberadaan c.. 3. Ekonomi 1. Meningkatkan a. Pendapatan pendapatan masyarakat masyarakat b. Jumlah 2. Meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan wisatawan 3.... c.... 4. 1. Meningkatkan a. Kerapian dan Arsitektural kerapian dan kebersihan kota keteraturan kota 2. Meningkatkan b. Lebih nyaman kenyamanan kota (suhu, dll) 3. Meningkatkan c. Lebih indah keindahan kota 4.... 3. Meningkatkan produktivitas masyarakat 4. 1. Efek ganda peningkatan jumlah wisatawan 1. Menurunkan konflik sosial 2. Meningkatkan keamanan kota 3. Meningkatkan produktivitas masyarakat 4.... c. Output/jam a. Pertumbuhan ekonomi a. Jumlah konflik sosial b. Jumlah kejadian kriminal c. Output/jam Tabel issues Issues Action Plan 1. Suboptimalisasi RTH d. Penyusunan kebutuhan luas minimal/ideal RTH sesuai tipologi kota e. Penyusunan indikator dan tolak ukur keberhasilan RTH suatu kota f. Rekomendasi penggunaan jenis-jenis vegetasi endemik sesuai dengan fungsi yang diinginkan 2. Lemahnya kelembagaan pengelola f. Revisi dan penyusunan payung hukum dan perundangan (UU, PP, dll) RTH g. Revisi dan penyusunan RDTR, RTRTH, UDGL, dll h. Penyusunan Pedoman Umum : Pembangunan RTH, Pengelolaan RTH i. Penyusunan mekanisme insentif dan disinsentif j. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat 3. Lemahnya peran stake holders e. Pencanangan Gerakan Bangun RTH: Satu pohon, satu jiwa f. Penyuluhan dan pendidikan melalui berbagai media g. Perlombaan antar kota, antar wilayah, antar subwilayah untuk meningkatkan apresiasi dan partisipasi h. RTH contoh untuk tiap fungsi dan subwilayah 4. Keterbatasan lahan perkotaan untuk d. Peningkatan fungsi lahan terbuka kota menjadi RTH peruntukan RTH e. Peningkatan luas RTH privat Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan/LPL-301105 9

Wilayah perkotaan Ruang terbangun Ruang terbuka Ruang terbuka hijau (RTH) Ruang terbuka non hijau intrinsik ekstrinsik ekologis arsitektural ekonomi sosial tak tak tak tak Bentuk RTH ekologis/ alami Bentuk RTH Bentuk RTH Bentuk RTH RTH berbentuk areal: Hutan (hutan kota, hutan lindung, hutan rekreasi), taman, lapangan olah raga, kebun raya, kebun pembibitan, kawasan fungsional (perdagangan, industri, permukiman, pertanian), kawasan khusus (Hankam, perlindungan tata air, plasma nutfah, dll) RTH berbentuk jalur: RTH Koridor sungai, RTH sempadan danau, RTH sempadan pantai, RTH tepi jalur jalan, RTH tepi jalur kereta, RTH sabuk hijau Daya dukung ekologis Keselarasan, kesesuaian, keindahan ekonomi Daya dukung sosial Struktur RTH ekologis/ alami Struktur RTH Struktur RTH Struktur RTH RTH publik RTH privat RTH publik RTH privat RTH publik RTH privat RTH publik RTH privat Model pembangunan dan pengelolaan RTH kota Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan/LPL-301105 10

RTH Wilayah Perkotaan Persyaratan Ideal RTH Perkotaan Issues & Permasalahan RTH Perkotaan Luas minimal Lokasi Struktur & Pola Seleksi tanaman Subopt RTH Lembaga Stake holders Lahan terbatas Syarat Syarat Syarat Syarat Masalah Mslh Mslh Mslh RTH Ideal wilayah Perkotaan Action plan Act plan Act plan Act plan Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan/LPL-301105 11