KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penyusunan Rencana Manajemen Perubahan Kementerian Kehutanan untuk menuju pemerintahan yang baik dapat kami selesaikan. Rencana Manajemen Perubahan Kementerian Kehutanan ini disusun mengacu kepada Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan dan berpedoman kepada Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan. Penyusunan rencana manajemen perubahan ini bertujuan untuk memberikan arah pelaksanaan setiap rangkaian proses reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan agar dapat mencapai kinerja yang diharapkan, mengelola struktur, proses, sumberdaya manusia, pola pikir, dan budaya kerja dalam rangka mencapai sasaran reformasi birokrasi, serta sebagai panduan bagi seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Kehutanan dalam mengelola perubahan yang terjadi akibat dari reformasi birokrasi. Kami menyadari bahwa Rencana Manajemen Perubahan ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu kami menghargai semua masukan untuk menyempurnakannya di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga rencana manajemen perubahan ini dapat bermanfaat sebagai upaya percepatan reformasi birokrasi pada Kementerian Kehutanan. Jakarta, Juli 2012 i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR i ii iv v BAB I. RENCANA MANAJEMEN PERUBAHAN I. PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... B. Maksud dan Tujuan... C. Ruang Lingkup. II. RENCANA MANAJEMEN PERUBAHAN... A. Pemetaan Stakeholders... B. Identifikasi Tingkat Resistensi... C. Mengenali Besarnya Perubahan... C.1. Kompleksitas Perubahan... C.2. Kemampuan Memprediksi Solusi Perubahan... C.3. Kemampuan Kementerian Kehutanan Melakukan Perubahan.. C.4. Urgensi Perubahan Yang dilakukan D. Kesiapan Perubahan Organisasi... E. Pengembangan Strategi Perubahan. F. Pengembangan Strategi Komunikasi.. F.1. Strategi Komunikasi... F.2. Pendekatan Dalam Manajemen Perubahan G. Perumusan Struktur Baru.. H. Pengembangan Strategi Pelatihan 1 1 2 2 5 5 13 16 16 42 44 44 45 46 47 48 50 53 54 BAB II. PENGELOLAAN PERUBAHAN I. PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... B. Maksud dan Tujuan... C. Ruang Lingkup. 56 56 58 58 ii
II. FOKUS PERUBAHAN.. 59 III. MENGINTEGRASIKAN ROADMAP DENGAN STRATEGI PERUBAHAN DAN STRATEGI KOMUNIKASI. 62 IV. MENGELOLA RESISTENSI.. 73 BAB III. TAHAPAN PENGUATAN PENGUATAN HASIL PERUBAHAN 75 iii
DAFTAR TABEL BAB I. RENCANA MANAJEMEN PERUBAHAN 1. Identifikasi Pemangku Kepentingan di Lingkungan Kementerian Kehutanan... 6 2. Pengaruh Pemangku Kepentingan Terhadap Perubahan... 9 3. Tingkat Resistensi Pemangku Kepentingan Terhadap Program Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian Kehutanan.... 13 4. Kompleksitas Perubahan di Lingkungan Kementerian Kehutanan... 16 5. Kemampuan Memprediksi Solusi Perubahan... 42 6. Strategi Perubahan Yang Dikembangkan Kementerian Kehutanan... 46 7. Strategi Komunikasi Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan... 51 8. Strategi Pelatihan Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan 54 BAB II. PENGELOLAAN PERUBAHAN 1. Area Perubahan, Sasaran, Kriteria, dan Indikator 8 Area Perubahan 59 2. Integrasi Area Perubahan mind set dan culture set dengan strategi perubahan dan strategi komunikasi 63 3. Integrasi Area Organisasi dan Tata Laksana dengan Strategi Perubahan dan Strategi Komunikasi... 65 4. Integrasi Area Peraturan Perundang-undangan dengan Strategi Perubahan dan Strategi Komunikasi 67 5. Integrasi Area Pelayanan Publik dengan Strategi Perubahan dan Strategi Komunikasi. 70 6. Taktik Mengatasi Resistensi Dalam Melakukan Perubahan 73 BAB III. TAHAPAN PENGUATAN 1. Langkah-langkah Penguatan Hasil Perubahan. 76 iv
DAFTAR GAMBAR 1. Ruang Lingkup Manajemen Perubahan Berdasarkan Tahapannya... 3 2. Pendekatan Dalam Rangka Pengelolaan Perubahan... 51 v
RENCANA MANAJEMEN PERUBAHAN
BAB I. RENCANA MANAJEMEN PERUBAHAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian Kehutanan mulai dilakukan semenjak awal tahun 2000, namun secara sistematik dan terencana baru dilaksanakan mulai tahun 2011. Rencana kegiatan Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan periode 2011 sampai dengan 2025 terdistribusi kedalam empat tahapan kegiatan, yaitu : 1. Tahapan percepatan (quick wins) dari September 2011 September 2012 meliputi : (a) penataan sistem informasi pemberian izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam; (b) penataan sistem informasi izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman; (c) penataan sistem informasi izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar PNBP penggunaan kawasan hutan, dan; (d) penataan sistem informasi pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan. 2. Tahapan jangka pendek (short term) dari September 2011 September 2013 meliputi : (a) percepatan proses sertifikasi mutu sumber benih dan bibit tanaman hutan; (b) percepatan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan; (c) percepatan penetapan areal kerja hutan desa; (d) penyederhanaan izin usaha industri primer hasil hutan; (e) penyempurnaan pencadangan areal hutan tanaman rakyat; (f) penataan izin usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam di hutan lindung; (g) penataan izin usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alamdi KSA dan KPA; (h) penataan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air di KSA dan KPA; (i) pengaturan sistem peminjaman jenis satwa liar dilindungi ke luar negeri untuk kepentingan konservasi (conservation loan); (j) penyederhanaan sistem peragaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi; (k) penyempurnaan pengaturan lembaga konservasi, dan; (l) penyederhanaan sistem pertukaran jenis tumbuhan atau satwa dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri. 3. Tahapan jangka menengah (medium term) dari September 2011 September 2014 meliputi : (a) penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan kemasyarakatan; (b) penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan desa; (c) penataan izin usaha pemanfaatan jasa dan lingkungan geotermal di KSA dan KPA; (d) percepatan perizinan pengambilan atau penangkapan serta peredaran tumbuhan dan satwa liar; (e) penyusunan mekanisme tata cara perizinan perolehan TSL dilindungi dan atau termasuk Appendix I CITES yang bersumber dari lembaga konservasi, dan; (f) penyempurnaan sistem penilaian kinerja pegawai. 4. Tahapan jangka panjang (long term) dari September 2011 September 2025 meliputi kegiatan-kegiatan yang berkaitan peningkatan kualitas pelaksanaan reformasi birokrasi yang dilaksanakan pada ketiga tahapan sebelumnya, dan melakukan perluasan kegiatan reformasi birokrasi ke seluruh organ di lingkungan Kementerian Kehutanan. 1
Pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan yang tahapannya sebagaimana tertuang dalam road map, sudah barang tentu akan menimbulkan konsekuensi terjadinya perubahan. Perubahan yang diharapkan adalah perubahan secara sistematis dan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi, serta pola pikir dan budaya kerja individu dalam organisasi, agar menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran reformasi birokrasi. Perubahan yang diamanatkan Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanansangat kompleks dan mendasar. Pada saat ini lebih dari 59 jenis perizinan yang diberikan oleh Kementerian Kehutanan, sehingga perbaikan birokrasi melalui peningkatan kualitas pelayanan publik akan menimbulkan perubahan organisasi yang cukup signifikan. Perubahan organisasi tersebut meliputi perubahan struktur, proses, mekanisme kerja, pola pikir, budaya kerja baik individu maupun organisasi di lingkungan Kementerian Kehutanan. Perubahan berpeluang menimbulkan resistensi pada individu maupun kelompok dalam organisasi. Proses perubahan tidak selalu mendapat respon positif karena selalu terdapat beberapa orang yang menyukai dan juga yang tidak menyukai perubahan. Beberapa penyebab respon negatif terhadap perubahan antara lain rasa takut berkurang/hilangnya kekuasaan, kehilangan keterampilan, kegagalan kerja, ketidakmampuan menghadapi masalah baru, dan bahkan kehilangan pekerjaan. Untuk keperluan tersebut disusun program manajemen perubahan untuk mengelola sumberdaya dalam rangka mencapai sasaran reformasi birokrasi. Sumber daya meliputi struktur, proses, sumberdaya manusia, pola pikir, dan budaya kerja. Perubahan dalam reformasi birokrasi berpeluang menimbulkan resistensi dari individu didalam organisasi. Untuk mengurangi resistensi tersebut diperlukan transparansi dalam proses, terdapat komunikasi, dan adanya keterlibatan semua pihak. Pelaksanaan program manajemen perubahan disusun dengan berpedoman kepada Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2011. B. Maksud dan Tujuan Maksud rencana manajemen perubahan adalah untuk mengarahkan agar setiap rangkaian proses reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan mencapai kinerja yang diharapkan. Tujuan rencana manajemen perubahan adalah sebagai panduan bagi seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Kehutanan dalam mengelola perubahan yang terjadi akibat dari reformasi birokrasi. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup manajemen perubahan berdasarkan tahapan kegiatannya, adalah sebagai berikut : 1. Rencana Manajemen Perubahan 2. Pengelolaan Perubahan 2
3. Penguatan Hasil Perubahan Secara garis besar Ruang Lingkup kegiatan Manajemen Perubahan digambarkan sebagai berikut : Tahap - 1 Tahap - 2 Tahap - 3 MERUMUSKAN RENCANA MANAJEMEN PERUBAHAN MENGELOLA / MELAKSANAKA N PERUBAHAN MEMPERKUAT HASIL PERUBAHAN 1. Melakukan asesmen kesiapan organisasi utk berubah 2. Merumuskan strategi manajemen perubahan 3. Merumuskan strategi komunikasi 4. Memperkuat manajemen perubahan 5. Menyusun ukuran keberhasilan 1. Mengintegrasikan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi dengan program reformasi birokrasi lainnya 2. Mengimplementasika n rencana manajemen perubahan 3. Membuat rencana pelatihan dan mengimplementasika n 4. Mengelola resistensi 5. Mengukur tingkat keberhasilan 1. Membuat rencana pelatihan dan 1. Mengumpulkan umpan balik dan menganalisanya 2. Melaksanakan tindakan perbaikan 3. Memberikan penghargaan atas keberhasilan 4. Mengukur tingkat keberhasilandaka n perbaikan 5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan 6 Mengukur tingkat Gambar 1. Ruang Lingkup Manajemen Perubahan Berdasarkan Tahapannya Fokus pengelolaan perubahan adalah 8 (delapan) area perubahan, yaitu : 1. Organisasidiarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas dan fungsi, dan terhindarkannya duplikasi tugas dan fungsi, sehingga dapat mendorong percepatan reformasi birokrasi. Indikator kinerja kegiatan adalah tersedianya peta tugas dan fungsi unit kerja yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing), dan terbentuknya unit organisasi yang menangani pelayanan perizinan secara on line. 2. Tata Laksana diarahkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan negara melalui standarisasi proses penyelenggaraan negara. Indikator kinerja dari kegiatan ini adalah tersedianya dokumen Standard Operating Procedure penyelenggaraan tugas dan fungsi yang disahkan, serta tersedianya e-government untuk kegiatan pengelolaan peraturan perundang-undangan. 3. Penataan peraturan perundang-undangan, diarahkan untuk mewujudkan terimplementasinya peraturan perundang-undangan yang harmonis dan sinkron satu sama lain, serta pelaksanaannya yang efektif dan efisien. 3
Indikator kinerja pencapaiannya diukur dari 3 (tiga) unsur, yaitu : (1) teridentifikasinya semua peraturan perundang-undangan; (2) teridentifikasinya peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis; (3) teridentifikasinya peraturan perundang-undangan yang dapat diimplementasikan. 4. Sumberdaya Manusia Aparatur diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur. Indikator kinerja dari kegiatan ini adalah : (1) Terbangunnya sistem rekrutmen yang terbuka, transparan, akuntabel dan berbasis kompetensi; (2) Tersedianya uraian dan peringkat jabatan; (3) Tersedianya dokumen standar kompetensi jabatan; (4) Tersedianya peta profil kompetensi individu; (5) Tersedianya data pegawai yang mutakhir dan akurat. 5. Pengawasan diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif serta taat pada peraturan dan berjalannya pengelolaan keuangan negara yang andal dan terpercaya. 6. Akuntabilitas diarahkan agar sistem akuntabilitas kinerja organisasi dapat berjalan secara efektif. Indikator kinerja dari kegiatan ini adalah : (1) peningkatan kualitas laporan akuntabilitas kinerja; (2) terbangunnya sistem yang mampu mendorong tercapainya kinerja organisasi yang terukur; (3) Tersusunnya Indikator Kinerja Utama (IKU). 7. Pelayanan Publik diarahkan agar pelayanan publik dapat terselenggara dengan lebih baik, lebih cepat, lebih aman, dan lebih terjangkau. Indikator kinerja kegiatan ini adalah : (1) terimplementasinya penggunaan standar pelayanan publik; (2) terimplementasinya penggunaan SPM; (3) peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. 8. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan diarahkan untuk menjamin kualitas terbaik dari pelaksanaan reformasi birokrasi (quality assurance). Indikator Kinerja kegiatan ini adalah : (1) Tersedianya laporan monitoring tahunan; (2) tersedianya laporan evaluasi tahunan; (3) tersedianya laporan lima tahunan. 4
II. RENCANA MANAJEMEN PERUBAHAN Manajemen Perubahan atau change management merupakan pengelolaan sumber daya dalam rangka mencapai tujuan organisasi dengan kinerja yang lebih baik. Perubahan merupakan pergeseran organisasi dari keadaan sekarang menuju keadaan yang diinginkan. Dalam organisasi, perubahan tersebut meliputi struktur, proses, orang, pola pikir dan budaya kerja. Reformasi birokrasi merupakan tuntutan yang mau tidak mau harus dilaksanakan oleh seluruh organ di lingkungan Kementerian Kehutanan untuk menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yang prosesnya dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Untuk mencapai hasil yang maksimal, seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Kehutanan wajib melakukan perubahan di unit organisasi masing-masing. Tahapan perumusan rencana manajemen perubahan adalah sebagai berikut : 1. Melakukan asesmen terhadap para pemangku kepentingan, khususnya tingkat partisipasi dan keterlibatan mereka terhadap perubahan 2. Melakukan asesmen terhadap organisasi yang mencakup kesiapan organisasi untuk berubah, peran, struktur, tugas, dan fungsi organisasi untuk mendukung perubahan 3. Melakukan asesmen terhadap kemampuan dan kompetensi pegawai untuk mengelola perubahan 4. Mendesain rencana manajemen perubahan, komunikasi dan pelatihan 5. Merumusan manfaat yang akan diperoleh para pemangku kepentingan terhadap perubahan yang akan dilakukan. A. Pemetaan Stakeholders Secara keseluruhan bahwa pemangku kepentingan di lingkungan Kementerian Kehutanan terdiri atas unsur-unsur pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi, asosiasi pengusaha di bidang kehutanan, lembaga swadaya masyarakat (civil society organization), petani/pengusaha hutan, serta masyarakat. Pemangku kepentingan memiliki kekuatan, posisi penting, dan pengaruh terhadap isu yang berkaitan dengan perubahan. Oleh karena itu, di dalam reformasi birokrasi yang mengusung sejumlah perubahan yang signifikan, sangat penting bagi Kementerian Kehutanan. Pemangku kepentingan di lingkungan Kementerian terdiri atas : 1. Pemangku kepentingan utama adalah pihak yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. 2. Pemangku kepentingan pendukung adalah pihak yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian dan keprihatinan sehingga mereka turut 5
bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan pemerintah. 3. Pemangku kepentingan kunci adalah pihak yang memiliki kewenangan secara resmi dalam hal pengambilan keputusan. Pemangku kepentingan kunci yang dimaksud adalah pengambil keputusan di Kementerian Kehutanan. Proses identifikasi dilakukan melakukan inventarisasi pemangku kepentingan (stakeholders), yang saat ini tercatat sejumlah 35 pemangku kepentingan yang terkait dengan program reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan. Selanjutnya dilakukan analisis dengan pertanyaan sebagai berikut : a. Siapa yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan b. Siapa yang mengendalikan perubahan c. Siapa yang menjadi pendorong perubahan di masa lalu d. Siapa yang memperoleh manfaat langsung dari perubahan e. Siapa yang tidak akan mendapat manfaat dari perubahan f. Siapa yang mengendalikan sumberdaya dalam perubahan g. Siapa yang mempengaruhi pemangku kepentingan lainnya h. Siapa yang membantu suksesnya perubahan Hasil identifikasi terhadap pemangku kepentingan di lingkungan Kementerian Kehutanan, adalah tertuang dalam Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Identifikasi Pemangku Kepentingan di Lingkungan Kementerian Kehutanan No. Pemangku Kepentingan Kaitan Kepentingan Langsung Tidak Langsung Kewenangan Dalam Pengambilan Keputusan Resmi Tidak Resmi (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Lembaga Sosial Masyarakat 2. Perguruan Tinggi (Akademisi) 3. Lembaga Donor 4. Masyarakat Sekitar Hutan 5. Penyuluh Kehutanan Swadaya 6. Dewan Kehutanan Nasional 6
No. Pemangku Kepentingan Kaitan Kepentingan Kewenangan Dalam Pengambilan Keputusan Tidak Langsung Resmi Tidak Resmi Langsung (1) (2) (3) (4) (5) (6) 7. Masyarakat Perhutanan Indonesia 8. Asosiasi Panel Kayu Indonesia 9. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia 10. Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia 11. Asosiasi Industri Formalin dan Thermosetting Adhesive 12. Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia 13. Asosiasi Pengawet Kayu Indonesia 14. Himpunan Perusahaan Konsultan Indonesia 15. Himpunan Asosiasi Pengusaha Flora Fauna Indonesia 16. Asosiasi Pulp and Kertas Indonesia 17. Asosiasi Kontraktor Pelaksana Kegiatan Kehutanan Indonesia 18. Petani Hutan Kemasyarakatan 19. Petani Hutan Tanaman Rakyat 20. Penangkar/Pengada Benih/bibit Tanaman Hutan 7
No. Pemangku Kepentingan Kaitan Kepentingan Langsung Tidak Langsung Kewenangan Dalam Pengambilan Keputusan Resmi Tidak Resmi (1) (2) (3) (4) (5) (6) 21. Petani Hutan Desa 22. Pelaku Usaha Jasa Lingkungan Hutan 23. Asosiasi Pengusaha Tambang 24. Asosiasi Pengusaha Perkebunan 25. Pengada Barang dan Jasa 26. Konsultan 27. Dinas Kehutanan Provinsi 28. Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota 29. Menteri Kehutanan 30. Pejabat Eselon I 31. Pejabat Eselon II 32. Pejabat Eselon III 33. Pejabat Eselon IV 34. Pejabat kunci 35. Pejabat non struktual Berdasarkan hasil identifikasi ternyata terdapat sekitar 35 pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perubahan di lingkungan Kementerian Kehutanan. Analisis pemangku kepentingan berdasarkan kewenangan terhadap program reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan, tercantum dalam Tabel 2 dibawah ini. Secara keseluruhan bahwa pemangku kepentingan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan terbagi atas : (a) 4 pemangku kepentingan yang bersifat pendukung; (b) 24 pemangku kepentingan bersifat utama; (c) 7 pemangku kepentingan kunci. 8
Tabel 2. Pengaruh Pemangku Kepentingan Terhadap Perubahan No. Pemangku Kepentingan Mengambil keputusan Kendali perubahan Pendorong perubahan Pengaruh Perubahan Penerima manfaat langsung Penerima manfaat tak langsung Mengontrol sumberdaya perubahan Mempengaruhi stakeholders lainnya Membantu suksesnya perubahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) A. Pendukung 1. Lembaga Swadaya Masyarakat 2. Akademisi 3. Lembaga Donor B. Utama 4. Pengusaha pemanfaatan hutan 5. Pengusaha industri hasil hutan 6. Pengusaha tambang 7. Pengusaha perkebunan 8. Pengada benih/bibit tanaman hutan 9. Pengusaha jasa wisata 9
No. Pemangku Kepentingan Pengaruh Perubahan Penerima Penerima Mengontrol Mempengaruhi Membantu Mengambil Kendali Pendorong manfaat manfaat sumberdaya stakeholders suksesnya keputusan perubahan perubahan tak langsung perubahan lainnya perubahan langsung (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) alam 10. Pengusaha flora fauna 11. Pemanfaat hutan kemasyarakatan 12 Pengelola hutan desa 13. 14. 15. 16. 17. 18. Pelaku usaha hutan tanaman rakyat Masyarakat Perhutanan Indonesia Asosiasi Panel Kayu Indonesia Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia Asosiasi Industri Formalin dan Thermosetting Adhesive 10
No. Pemangku Kepentingan Pengaruh Perubahan Penerima Penerima Mengontrol Mempengaruhi Membantu Mengambil Kendali Pendorong manfaat manfaat sumberdaya stakeholders suksesnya keputusan perubahan perubahan tak langsung perubahan lainnya perubahan langsung (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 19. 20. 21. 22. 23. 24. Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia Asosiasi Pengawet Kayu Indonesia Himpunan Perusahaan Konsultan Indonesia Himpunan Asosiasi Pengusaha Flora Fauna Indonesia Asosiasi Pulp and Kertas Indonesia Asosiasi Kontraktor Pelaksana Kegiatan Kehutanan Indonesia 25. Pemerintah provinsi 26. 27. Pemerintah kabupaten/kota Pengada barang dan jasa 11
No. Pemangku Kepentingan Mengambil keputusan Kendali perubahan Pendorong perubahan Pengaruh Perubahan Penerima manfaat langsung Penerima manfaat tak langsung Mengontrol sumberdaya perubahan Mempengaruhi stakeholders lainnya Membantu suksesnya perubahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) C. Kunci 28. Menteri 29. Pejabat Eselon I 30. Pejabat Eselon II 31. Pejabat Eselon III 32. Kepala UPT 33. Eselon IV 34. Staf Kunci 35. Karyawan 12
B. Identifikasi Tingkat Resistensi Berdasarkan hasil identifikasi terdapat 35 pemangku kepentingan yang berkaitan dengan perubahan di lingkungan Kementerian Kehutanan. Selanjutnya terhadap pemangku kepentingan tersebut dianalisis berdasarkan sifat dan pelakunya. Sifat penolakan, secara umum dikelompokkan sebagai berikut : 1. Penolakan secara aktif atau terbuka. Sifat penolakan seperti ini biasanya orang akan menyatakan secara terbuka mengenai keberatan atau ketidaksetujuannya terhadap perubahan. 2. Penolakan secara pasif. Sifat penolakannya dalam bentuk gejala-gejala (symptom) seperti sering tidak hadir dalam rapat, tidak berpartisipasi, tidak memenuhi komitmen, dan produktivitas menurun. Penolakan terhadap perubahan berdasarkan pelakunya dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Individual. Pejabat struktural maupun pejabat non struktural yang terkait secara langsung dengan perubahan dan yang berkaitan dengan perubahan sistem pemberian perizinan. 2. Kolektif. Penolakan yang dilakukan secara bersama (kolektif). Berdasarkan hasil analisis terhadap sifat penolakannya terhadap perubahan, selanjutnya pemangku kepentingan tersebut dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kelompok, yaitu : 1. Champion, yaitu pemangku kepentingan yang sangat mendukung perubahan dan tingkat resistensinya sangat rendah. 2. Floating Voter, yaitu pemangku kepentingan yang mendukung perubahan dan tingkat resistensinya sama tingginya, tidak konsisten. 3. Blocker, yaitu pemangku kepentingan yang tidak mendukung perubahan dan berpotensi mengganggu terhadap perubahan yang sedang dilakukan. Tabel 3. Tingkat Resistensi Pemangku Kepentingan Terhadap Program Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian Kehutanan. No. Pemangku Kepentingan Resistensi Berdasarkan Sifatnya Resistensinya Berdasarkan Pelakunya Aktif Pasif Individual Kolektif (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Lembaga Sosial Masyarakat 2. Perguruan Tinggi (Akademisi) 3. Lembaga Donor 13
No. Pemangku Kepentingan Resistensi Berdasarkan Resistensinya Berdasarkan Sifatnya Pelakunya Aktif Pasif Individual Kolektif (1) (2) 4. Masyarakat Sekitar Hutan 5. Penyuluh Kehutanan Swadaya 6. Dewan Kehutanan Nasional 7. Masyarakat Perhutanan Indonesia 8. Asosiasi Panel Kayu Indonesia 9. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia 10. Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia 11. Asosiasi Industri Formalin dan Thermosetting Adhesive 12. Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia 13. Asosiasi Pengawet Kayu Indonesia 14. Himpunan Perusahaan Konsultan Indonesia 15. Himpunan Asosiasi Pengusaha Flora Fauna Indonesia 16. Asosiasi Pulp and Kertas Indonesia 17. Asosiasi Kontraktor Pelaksana Kegiatan Kehutanan Indonesia (3) (4) (5) (6) 14
No. Pemangku Kepentingan Resistensi Berdasarkan Resistensinya Berdasarkan Sifatnya Pelakunya Aktif Pasif Individual Kolektif (1) (2) 18. Petani Hutan Kemasyarakatan 19. Petani Hutan Tanaman Rakyat 20. Penangkar/Pengada Benih/bibit Tanaman Hutan (3) (4) (5) (6) 21. Petani Hutan Desa 22. Pelaku Usaha Jasa Lingkungan Hutan 23. Asosiasi Pengusaha Tambang 24. Asosiasi Pengusaha Perkebunan 25. Pengada Barang dan Jasa 26. Konsultan 27. Dinas Kehutanan Provinsi 28. Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota 29. Menteri 30. Pejabat Eselon I 31. Pejabat Eselon II 32. Pejabat Eselon III 33. Pejabat Eselon IV 34. Pejabat kunci 35. Pejabat non struktual Berdasarkan hasil identifikasi terdapat sekitar 35 pemangku kepentingan yang dikelompokkan sebagai 2 Champion, 33 pemangku kepentingan yang sifatnya Floating Voter, dan tidak ada pemangku kepentingan yang sifatnya Blocker. 15
C. Mengenali Besarnya Perubahan Besaran perubahan sebagai akibat reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan perlu diketahui. Oleh karenanya perlu diukur besarannya dengan kriteria sebagai berikut : 1. Kompleksitas perubahan yang akan dilakukan, dengan parameter: Jumlah unit organisasi yang terlibat Jumlah pegawai yang terkena dampak termasuk level organisasi yang terkena Besaran resiko yang harus dikelola 2. Kemudahan memprediksi solusi dari perubahan, dengan parameter: Kejelasan dan konsistensi pemahaman kondisi birokrasi yang diinginkan Peran pihak luar terhadap perubahan Tingkat resistensi terhadap perubahan 3. Kemampuan Kementerian Kehutanan melaksanakan perubahan: Dukungan pimpinan Kompetensi dan kemampuan pimpinan untuk mengelola perubahan Pengalaman sukses mengelola perubahan 4. Urgensi perubahan yang dilakukan Batas waktu melakukan perubahan Waktu yang diharapkan untuk memperoleh manfaat perubahan Untuk mengetahui besaran perubahan dilakukan dengan metode studi literatur atau focus group discussion. C.1. Kompleksitas Perubahan Perubahan sebagai akibat reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan ternyata tinggi kompleksitasnya, hal ini terlihat dari jumlah unit organisasi yang terlibat sebagai berikut : Tabel 4. Kompleksitas Perubahan di Lingkungan Kementerian Kehutanan Organisasi dan Personil yang Terkena Perubahan No. Jenis Perubahan A. QUICK WINS 1. Penataan sistem informasi perizinan pemanfaatan hasil hutan hutan alam Jumlah Unit Organisasi Nama Organisasi 36 1. Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan (BUK) 2. Sekretariat DITJEN BUK 3. Bagian Keuangan dan Umum, SETDITJEN BUK 4. Subbagian Tata Usaha, SETDITJEN BUK Jumlah Personil 84 16
No. Jenis Perubahan Organisasi dan Personil yang Terkena Perubahan Jumlah Unit Organisasi Nama Organisasi 5. Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik, SETDITJEN BUK 6. Subbagian Pertimbangan dan Bantuan Hukum, SETDITJEN BUK 7. Direktorat Bina Usaha Hutan Alam (BUHA) 8. Sub Direktorat Penyiapan Pemanfaatan Hutan Alam, Dit. BUHA 9. Subbagian Tata Usaha, Dit. BUHA 10. Seksi Penyiapan Wilayah I, Dit BUHA 11. Seksi Penyiapan Wilayah II, Dit BUHA 12. Direktorat Planologi 13. Sekretariat Planologi 14. Bagian Keuangan dan Umum, SETDITJEN Planologi 15. Subbagian Tata Usaha, SETDITJEN Planologi 16. Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik, SETDITJEN Planologi 17. Subbagian Pertimbangan dan Bantuan Hukum, SETDITJEN Planologi 18. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan 19. Subbagian Tata Usaha 20. Sub Direktorat Penyiapan Areal Pemanfaatan Hutan Wilayah I 21. Seksi Penyiapan Areal pemanfaatan Hutan Alam Wilayah I 22. Sub Direktorat Penyiapan Areal Pemanfaatan Hutan Wilayah II 23. Seksi Penyiapan Areal pemanfaatan Hutan Alam Wilayah II Jumlah Personil 17
No. Jenis Perubahan 2. Penataan sistem informasi perizinan pemanfaatan hasil hutan tanaman Organisasi dan Personil yang Terkena Perubahan Jumlah Unit Organisasi Nama Organisasi 24. Sekretariat Jenderal 25. Biro Hukum dan Organisasi 26. Bagian Penelaahan Hukum 27. Subbagian Penelaahan Hukum I 28. Bagian Peraturan Perundang-Undangan 29. Subbagian Peraturan Perundang-undangan I 30. Kepala Subbagian Tata Usaha 31. Biro Umum 32. Bagian Tata Usaha Kementerian 33. Subbagian Persuratan 34. Bagian Tata Usaha Pimpinan 35. Subbagian Tata Usaha Menteri 36. Subbagian Tata Usaha SEKJEN 36 1. Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan (BUK) 2. Sekretariat DITJEN BUK 3. Bagian Keuangan dan Umum, SETDITJEN BUK 4. Subbagian Tata Usaha, SETDITJEN BUK 5. Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik, SETDITJEN BUK 6. Subbagian Pertimbangan dan Bantuan Hukum, SETDITJEN BUK 7. Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman (BUHT) 8. Sub Direktorat Hutan Tanaman Industri, Dit. BUHT 9. Subbagian Tata Usaha, Dit. BUHT 10. Seksi Hutan Tanaman Industri Wilayah I, Dit BUHT 11. Seksi Hutan Tanaman Industri Wilayah I, Dit Jumlah Personil 88 18
No. Jenis Perubahan Organisasi dan Personil yang Terkena Perubahan Jumlah Unit Organisasi Nama Organisasi BUHT 12. Direktorat Planologi 13. Sekretariat Planologi 14. Bagian Keuangan dan Umum, SETDITJEN Planologi 15. Subbagian Tata Usaha, SETDITJEN Planologi 16. Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik, SETDITJEN Planologi 17. Subbagian Pertimbangan dan Bantuan Hukum, SETDITJEN Planologi 18. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan 19. Subbagian Tata Usaha 20. Sub Direktorat Penyiapan Areal Pemanfaatan Hutan Wilayah I 21. Seksi Penyiapan Areal pemanfaatan Hutan Tanaman Wilayah I 22. Sub Direktorat Penyiapan Areal Pemanfaatan Hutan Wilayah II 23. Seksi Penyiapan Areal pemanfaatan Hutan Tanaman Wilayah II 24. Sekretariat Jenderal 25. Biro Hukum dan Organisasi 26. Bagian Penelaahan Hukum 27. Subbagian Penelaahan Hukum I 28. Bagian Peraturan Perundang-Undangan 29. Subbagian Peraturan Perundang-undangan I 30. Kepala Subbagian Tata Usaha 31. Biro Umum 32. Bagian Tata Usaha Kementerian 33. Subbagian Persuratan 34. Bagian Tata Usaha Jumlah Personil 19