BAB X INVESTASI SDM MELALUI PENDIDIKAN



dokumen-dokumen yang mirip
HAND OUT : MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN KODE MATA KULIAH : AP 408 : PEMBIAYAAN DALAM PENDIDIKAN

Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mengukur Efisiensi Oleh : TUTI SUARTINI/

KRITERIA EKONOMI PENDIDIKAN M.D.NIRON

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perekonomian suatu negara, semakin kuat sector industri modern

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki kerjasama ekonomi negara-negara Asia Tenggara melalui kawasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

menguasai tehnologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Unutk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Hart (1973) setelah melakukan penelitian terhadap penduduk di

PELUANG DAN TANTANGAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DALAM ERA OTONOMI DAERAH DAN PENERAPAN MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

* Ilmu yg mempelajari kegiatan (tingkah laku) manusia dlm hidupnya bermasyarakat, khususnya yg berhubungan dg usahanya memenuhi kebutuhan.

Analisis Hubungan Pembiayaan Pendidikan Sekolah Dasar dengan Mutu Proses dan Hasil Belajar

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia yang berkualitas merupakan ujung tombak kemajuan suatu

ASPEK EKONOMI PENDIDIKAN DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

Pendidikan Ekonomi (B) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta

III. KERANGKA TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global,

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

PENDAHULUAN. Setiap negara di dunia ini sudah lama menjadikan pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan melindungi kondisi ekonomi dari para pekerja berupah rendah (Gramlich,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan pendudukyang

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Materi Minggu 4. Teori Perdagangan Internasional (Teori Modern)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MAKALAH EKONOMIKA PEMBANGUNAN 1 MODAL MANUSIA: PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan ekonomi di antaranya adalah untuk. meningkatkan pertumbuhan ekonomi, disamping dua tujuan lainnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

BAB IX EFEKTIVITAS, EFISIENSI, RELEVANSI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi persaingan antar negara di dunia melalui industrialisasi dan

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK. Mada Sutapa *) Abstract

DESAIN STUDI KELAYAKAN. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB I. PENDAHULUAN. Pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu tujuan utama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BADAN HUKUM PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI PENDIDIKAN. Oleh: Mimin Maryati

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

BAB I PENDAHULUAN. miliar giga byte informasi baru di produksi pada tahun 2002 dan 92% dari

Tugas Ekonomi Internasional Teori Perdagangan Internasional Klasik

BAB I PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Menurut Sukirno (2000), pertumbuhan ekonomi

TEORI-TEORI KLASIK PEMBANGUNAN EKONOMI

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal

KOMITMEN MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN KEAKSARAAN

B A B. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar

Mata kuliah Perencanaan Pengajaran Ekonomi. Oleh: Kiromim Baroroh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis a. Frederich List ( ) 1) Masa berburu dan mengembara 2) Masa beternak dan bertani

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Konsep Dasar Kebijakan Pendidikan

TEKNIK ANALISIS PADA PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI JAWA BARAT DALAM PERIODE PELITA III DENGAN MENGEMBANGKAN FUNGSI PRODUKSI COBB DOUGLAS

SEKOLAH ISLAM UNGGULAN DI SEMARANG

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini, sebaiknya pemerintah mengaplikasikan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada pengembangan kualitas 48

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan

BAB V KEMISKINAN DAN PENDIDIKAN

C. TEORI PERUSAHAAN D. PENGUKURAN LABA - Pengukuran Profitabilitas Perusahaan - Perbedaan Profitabilitas Dari Berbagai Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INVESTASI PENDIDIKAN (Suatu Fungsi untuk Pendidikan yang Bermutu)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. ADB (Asian Development Bank) dan ILO (International Labour. Organization) dalam laporan publikasi ASEAN Community 2015: Managing

Transkripsi:

BAB X INVESTASI SDM MELALUI PENDIDIKAN Pidato Theodore W. Schultz tahun 1960 berjudul Investment in Human Capital di hadapan The American Economic Assosiation merupakan peletak dasar teori human capital. Makna substansial yang terkandung dalam isi pidato itu adalah bahwa proses perolehan pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi merupakan suatu investasi. Pada 1966 Bawman memperkenalkan suatu konsepsi revolusi investasi manusia dalam pemikiran ekonomi. Gagasan-gagasan tersebut di atas pada waktu itu sangat mempengaruhi pola pikir pemerintah, para perencana, lembaga-lembaga internasional, juga pada pendidik di seantero dunia dalam merencanakan dan mengembangkan sumber daya manusia. Akibatnya terjadi ekskalasi permintaan pendidikan di negara-negara berkembang yang ditandai oleh masalisasi pendidikan yang hingga saat ini masih merupakan salah satu trade mark pendidikan di sebagian besar negara-negara berkembang. (Singh,1986). Pemaknaan pendidikan pada hampiran masalisasi di atas masih berada pada upaya menikmati kesempatan memperoleh pendidikan dan belum sampai pada upaya serius menikmati layanan pendidikan yang berkualitas. Pada pilahan inilah negaranegara berkembang termasuk Indonesia terjebak pada kebanggaan semu, lantaran angka partisipasi kasar terutama tingkat sekolah dasar telah mencapai 100%. Itu berarti equality of access telah berada pada aras optimal. Namun equality of survival belum berada pada tingkat penikmatan yang sama karena angka drop out pada jenjang sekolah dasar masih cenderung tinggi. 109

Fenomena ini akan makin galat (erroneous) akibat equality of output masih berupa keinginan subyektif dan belum sampai pada kenyataan. Merujuk pola pikir yang demikian dibutuhkan suatu telaah secara menyeluruh, termasuk telaah ekonomi. Dalam tautan makna yang demikian, Cohn (Wardiman dan Suryadi,1995 ) memformulasikan takrif ekonomi Pendidikan sebagai berikut: suatu studi tentang bagaimana manusia baik secara perorangan maupun kelompok membuat keputusan dalam rangka mendayagunakan sumber-sumber daya yang terbatas agar dapat menghasilkan berbagai bentuk latihan, pengembangan ilmu pengetahuan, ketrampilan, buah pemikiran, sikap dan nilai, khususnya melalui pendidikan formal serta bagaimana mendistribusikannya secara merata dan adil di antara berbagai kelompok masyarakat. Pada awalnya Beeby (1981) mempertahankan, bahwa ekonomi pendidikan hanya mempercakapkan aspek-aspek di luar sistem pendidikan, seperti dampak pendidikan terhadap ekonomi dan pasar kerja. Kualitas pendidikan hanya diukur dengan model kemampuhasilan (produktivitas). Aspek-aspek di dalam proses pendidikan itu sendiri dianggap bukan garapan para ekonom. Dalam perkembangan selanjutnya (sesuai takrif di atas) para ekonom mulai memperluas wawasannya dengan membahas sistem pendidikan secara komprehensif sesuai kerangka pemikiran education as an industry yang meliputi input, proses, output dan outcome pendidikan. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh tumbuh dan berkembangnya perspektif investasi sumber daya manusia sejak zaman doktrin klasik, neo klasik hingga zaman human capital modern. Pandangan yang mengatakan manusia sebagai cost of production approach sejak 110

masa Ernst Engel (1883) dan Theodore Wittstein (1867) berubah, ke arah manusia sebagai sumber inspirasi yang mampu melipatgandakan produksi di luar perhitungan biaya produksi. Teori human capital modern merupakan suatu aliran pemikiran yang menganggap bahwa manusia merupakan suatu bentuk kapital sebagaimana bentuk kapital lainnya seperti; tehnologi, uang, tanah dan mesin yang sangat menentukan terhadap tingkat kemampuhasilan nasional. Melalui investasi diri seseorang dapat memperluas alternatif untuk memilih profesi, pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang lain untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Perspektif lain yang tidak semata-mata tercurah pada sisi teknis pendidikan adalah teori credentialism atau screening hypothesis. Teori ini kurang menaruh perhatian pada proses berlangsungnya pendidikan. Pandangan ini menganggap proses pendidikan tidak penting; yang penting adalah peranan pendidikan sebagai public goods yang menyediakan kesempatan yang adil dan merata sehingga berinduksi pada pendistribusian pendapatan secara merata. Perspektif lain yang dapat digolongkan ke dalam Neo Marxism ialah teori Dual Labor Market Hypothesis yang disponsori oleh para pemikir segmentist seperti Cain (1976), yang mencoba menggabungkan sisi psikologis, sisi politis dalam konteks proses melalui Screening. Dalam kegamangan makna yang kontroversial itu pada akhirnya para ekonom sepakat tentang ilmu ekonomi pendidikan yang merupakan hasil pengembangan teori human capital. Dalam tautan yang demikian, teori human capital menganggap tenaga kerja sebagai pemegang kapital yang tercermin dalam ketrampilan, pengetahuan dan kemampuhasilan (produktivitas) kerjanya (Todaro,1994). Kalau tenaga kerja sebagai pemegang kapital, maka mereka dapat menginvestasikan dirinya dan bukan 111

untuk dimanfaatkan bagi keuntungan seseorang, kelompok, tuan tanah, majikan, pemilik modal, dan sebagainya. Jika eksploitasi terjadi, tenaga kerja hanya memiliki fungsi sebagai alat produksi terhadap kekayaan pemilikan proses produksi, maupun hasil produksi. Dengan begitu keuntungan potensial tenaga kerja dipindahkan ke tangan para pemilik modal. Hal inilah yang oleh Korten (1997) disebut tenaga kerja hanya dijadikan obyek dan bukan sebagai subyek. Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi Hampiran di dalam menganalisis hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi menggunakan beberapa model yang berbeda. Model-model tersebut secara langsung tidak melakukan hubungan antara indikator pendidikan di satu pihak dan indikator ekonomi di lain pihak. Untuk maksud itu akan dipaparkan beberapa model sebagai berikut: 1. Model Fungsi Produksi Para perintis analisis sumbangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi seperti Denison (1960) telah menggunakan pendekatan perhitungan pertumbuhan (growth accounting approach). Hampiran ini didasarkan pada konsep fungsi produksi (production function) yang menghubungkan antara output (Y) dengan faktor-faktor Input yang terdiri dari faktor kapital (K) dan faktor tenaga kerja (L). Bentuk yang paling sederhana dari fungsi produksi ini seperti tercermin dalam andaian yang digunakan untuk studi fungsi produksi linear homogen dengan rumus Y = f (K,L). Jika pertumbuhan ekonomi ini secara komprehensif ditentukan oleh modal fisik (K) dan tenaga kerja (L), maka sangat di mungkinkan untuk merinci tingkat pertumbuhan 112

output terhadap komponen (K) dan komponen (L). Pertumbuhan ekonomi yang ditentukan oleh komponen (L) dapat ditafsirkan sebagai sumbangan pendidikan terhadap pertumbuhan. Model fungsi produksi ini diperkenalkan oleh Cobb Douglas (1930), yang lebih sering digunakan di bidang ekonomi. Biasanya fungsi produksi ini hanya ditulis dengan fungsi C-D. Secara lebih lengkap di bawah ini akan dijelaskan bagaimana formula fungsi C-D dibuat. Berdasarkan hubungan seperti yang telah dituangkan dalam persamaan di atas, maka dapat dibentuk fungsi C-D sebagai berikut: X = f (L,K,E) Seperti telah dipaparkan bahwa fungsi produksi umumnya berbentuk linear homogen dan dalam kaitan makna yang demikian Cobb Douglas memilih eksponensial karena dianggap sesuai dengan prilaku peubah tenaga kerja dan modal terhadap produksi. Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut: X = A L K e Dimana : X = produksi L = tenaga kerja K = modal A = koefisien teknis, = parameter, dan e = peubah yang tidak dapat dijelaskan Dengan menggunakan transformasi logaritma, persamaan tersebut dapat dilinearkan menjadi persamaan sebagai berikut: In X = InA + In L + In K + E 113

disebut output elasticity of labour disebut output elasticity of capital 0 l l l l l l Jika persamaan tersebut dideferensiasikan terhadap l, maka diperoleh bentuk persamaan lain sebagai berikut: d In X d In L dy/ Y = = dl/ L 2. Hampiran rate of return Analisis cost-benefit merupakan hampiran yang sering digunakan dalam menganalisis investasi pendidikan. Hampiran ini membantu para pengambil keputusan untuk memilih di antara alternatif alokasi sumber-sumber pendidikan yang terbatas yang mampu memberi keuntungan yang paling tinggi. Dan, salah satu alat yang digunakan untuk sampai pada keputusan memilih alternatif investasi dalam pendidikan adalah dengan menggunakan social rate of return. Model ini digunakan juga untuk membandingkan investasi pendidikan dengan investasi fisik, akan tetapi lebih sering digunakan untuk membandingkan alternatif investasi antar jenis dan jenjang pendidikan (Balitbang. Depdikbud,1991) Dalam aplikasi komparatif tersebut di atas, social rate of return merupakan besaran hasil perbandingan antara keuntungan sosial (social benefit) dan biaya social (social cost) yang berfungsi sebagai alat ukur dari investasi pemerintah dan masyarakat. 114

Proyek-proyek pendidikan yang memiliki social rate of return lebih rendah dapat dianggap sebagai investasi sosial yang tidak menguntungkan. Selanjutnya membandingkan social rate of return dengan jenis investasi lain, di mana proyek yang dapat dikatakan paling menguntungkan adalah menawarkan social rate of return paling tinggi. Tapi, langkah yang harus dilakukan secara hati-hati dalam membandingkan cost dan benefit adalah dalam mengidentifikasi dan mengukur cost dan benefit itu sendiri. 3. Model keuntungan pendidikan Model ini kurang sensitif terhadap keuntungan pendidikan yang sifatnya eksternalitas, karena eksternalitas bersifat kualitatif yang tidak mudah dihitung dengan nilai rupiah. Dalam model ini, jenis keuntungan pendidikan yang mudah untuk diterjemahkan menjadi nilai rupiah, seluruhnya diperhitungkan. Namun, karena tujuannya adalah mengukur dampak pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi, maka perlu digunakan suatu andaian bahwa seluruh penghasilan seseorang merupakan proksi dari produktivitas (kemampuhasilan) yang dimilikinya. Kemampuhasilan ini dianggap sebagai fungsi dari keahlian dan ketrampilan yang diperoleh dari pendidikan. Keuntungan pendidikan diukur dengan menggunakan pola penghasilan seumur hidup (life income profile). Pola penghasilan seseorang sepanjang hidupnya akan berbentuk U terbalik yang dimulai dengan penghasilan agak rendah pada umur muda hingga meningkat pada umur berikutnya, dan menurun pada usia lanjut (Boediono dan Mc Mahon, 1991). Untuk memperoleh pola penghasilan seumur hidup dilakukan dengan dua cara yakni, (1) cost sectional dengan jalan mengukur penghasilan dalam waktu bersamaan kepada sejumlah orang yang bervariasi usianya, selanjutnya dicari rata-rata 115

penghasilan dari orang-orang yang usianya sama, (2) Longitudinal dengan jalan mengikuti sejumlah orang yang seusia dan penghasilannya diukur pada setiap tingkat usia (Cummings, 1980). Keuntungan yang diukur dari seorang lulusan ialah marginal benefit yaitu tambahan penghasilan rata-rata lulusan suatu tingkat pendidikan dikurangi dengan rata-rata penghasilan lulusan pendidikan di bawahnya. Hal ini dilakukan pada setiap tingkat umur tertentu. Dengan begitu, jika d adalah tambahan keuntungan, B (smu) adalah keuntungan pendidikan bagi tamatan SMU, dan Y adalah rata-rata penghasilan pertahun, maka, db ( smu) = Y (smu) Y (smp) Untuk memperoleh nilai sekarang dari total benefit tersebut perlu dikoreksi dengan faktor diskonto ( r ) tertentu, karena rupiah yang diperoleh pada masa yang akan datang lebih kecil nilainya, jika dihitung dengan nilai sekarang (Boediono dan McMahon, 1992). 4. Mengukur Biaya Pendidikan Konsep biaya pendidikan sifatnya lebih kompleks dari keuntungan, karena komponen biaya terdiri dari berbagai jenis bentuk dan sifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya yang berbentuk rupiah tetapi juga berbentuk biaya kesempatan (opportunity cost). Biaya kesempatan ini sering disebut income forgone yaitu potensi penghasilan seorang lulusan misalnya SMU yang tidak diterima di Perguruan Tinggi (Clark,1983). Dengan demikian, jika biaya disebut ( C ), biaya langsung disebut ( L), dan biaya kesempatan disebut (K), maka ; c(smu) = L (smu ) + K (smu) 116

Dengan demikian, biaya pendidikan di SMU adalah gabungan antara seluruh biaya yang langsung dibayarkan untuk bersekolah di SMU ditambah dengan jumlah rata-rata penghasilan tamatan SMP selama bersekolah di SMU. Kesimpulannya adalah biaya pendidikan di SMU adalah penjumlahan nilai sekarang dari biaya yang telah dikeluarkan ditambah dengan rata-rata penghasilan lulusan SMP sejak tahun n sampai dengan tahun sekarang (tahun 0) 5. Menentukan nilai IRR ( r ) Nilai (r) ini sering disebut nilai diskonto untuk keuntungan masa depan dan nilai penambah untuk biaya yang telah dikeluarkan di masa lalu. Nilai (r) ini pertama-tama digunakan untuk menghitung biaya dengan nilai sekarang (C 0 ). Selanjutnya (r) disimulasikan di dalam rumus B 0 sehingga mencapai nilai (r) tertentu yang dapat menyamakan B 0 ini dengan C 0. Dengan demikian untuk menghitung IRR untuk tamatan SMU adalah sebagai berikut : IRR = ( r ) jika : C 0 = B 0 Analisis Temuan Para Ahli Denison telah menerapkan analisis fungsi produksi pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat sekitar tahun 1910 1960, namun menghasilkan komponen residu yang sangat besar dan tidak dapat dijelaskan oleh model ini. Komponen residu yang sangat besar inilah yang telah menjadi tantangan bagi para peneliti selanjutnya untuk menguji seberapa besar komponen residu ini diterangkan oleh efek pendidikan dalam meningkatkan mutu tenaga kerja, dan seberapa besar diterangkan oleh efek dari kesangkilan (efisiensi) pendayagunaan 117

modal fisik. Pada akhirnya Denison menemukan 23% dari pertumbuhan output di Amerika Serikat (1930-1960) merupakan efek dari meningkatnya rata-rata tingkat pendidikan tenaga kerja. Sumbangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara industri maju sangat variatif; Jerman (2%), Inggris 14%, Belgia 14%, negara negara Amerika latin 7%, Argentina 16,5% sampai Kanada 25%. Sementara negaranegara di Asia rata-rata sumbangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi tinggi, dan negara-negara di Afrika sangat tinggi (Psacharopoulos, 1985 ). Theodore Schultz (1963) melakukan pengukuran mengenai kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan tehnik rate of return. Ia (baca: Theodore) membandingkan tingkat balik terhadap investasi sumber daya manusia (rate of return to human capital) dengan tingkat balik terhadap modal fisik (rate of return to physical capital) Atas hasil perbandingan tersebut Schultz menemukan proporsi yang cukup tinggi dari tingkat pertumbuhan output di USA yang disebabkan oleh pendidikan sebagai salah satu bentuk investasi pengembangan sumber daya manusia. Merujuk pada paparan tersebut di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa besar dan variasi penghasilan dari kelompok masyarakat yang berbeda di jadikan ukuran tentang kontribusi pendidikan terhadap output. 2. Bahwa lebih tingginya penghasilan tenaga kerja terdidik menunjukkan kemampuhasilan yang lebih tinggi dari tenaga-tenaga terdidik, sehingga kelompok berpendidikan lebih tinggi ini memberikan kontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi. 118

3. Bahwa hubungan antara input dan output bersifat sederhana dan makro (aggregate) yang dapat dianalisis dengan fungsi produksi yang bersifat aggregate pula. Ketiga konklusi dalam bentuk andaian tersebut di atas memperoleh kritik tajam karena beberapa pihak meragukan kebenarannya, sehingga melemahkan argumentasi yang mengatakan bahwa investasi pendidikan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada awal 1980-an Hicks (Suryadi, 1994) dengan hasil penelitiannya kembali membuktikan bahwa ada hubungan yang erat antara pengembangan sumber daya manusia dengan pertumbuhan ekonomi. Hicks menguji hubungan antara pertumbuhan ekonomi, perkembangan pendidikan dan angka harapan hidup (life expectancy rate). Dan dari 83 negara negara yang dipelajari 12 negara diantaranya yang memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat, ternyata memiliki tingkat melek huruf dan harapan hidup di atas rata-rata, seperti Korea dan Thailand ( Wardiman dan Suryadi, 1995) Hal serupa juga dilakukan oleh Kaser (1966), Anderson (1963), Wheeler (1980), Marris (1982), Jamison dan Lau (1982), Earterlin (1981), Psacharopoulos (1985) yang kesemuanya mengahasilkan kesimpulan yang sama yaitu ada hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan pendidikan. Tingkat balik ( rate of return ) dari upaya pengembangan sumber daya manusia memang cenderung lebih tinggi dibanding nilai balik terhadap upaya penanaman kapital atau modal fisik, tetapi tingkat pendidikan mana dan ketrampilan macam apa yang lebih banyak memberi kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan belum terungkap seluruhnya. Walau begitu pengeluaran untuk pendidikan harus diperhitungkan sebagai 119

investasi yang produktif dan bukan sebagai konsumsi sematamata. Analisis Rate of Return di Indonesia Belum cukup banyak analisis rate of return yang dilakukan di Indonesia. Dari beberapa sumber yang ada disebutkan beberapa studi tentang hal tersebut seperti yang dilakukan oleh Payaman (1981), Psacharopoulos (1977,1978), David Clark (1983), McMahon (1989), dan Educational Sector Review (1985) dengan menggunakan data Sakernas 1983. Analisis-analisis rate of return dilakukan lebih banyak di daerah perkotaan. Dari studi-studi tersebut diperoleh gambaran regularitas yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menggunakan model ini pada masa yang akan datang, sebagai berikut: 1. Social rate of return pada umumnya cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan masih merupakan suatu investasi yang menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan kemampuhasilan (produktivitas) nasional. 2. Social rate of return cenderung menurun pada tingkattingkat pendidikan yang lebih tinggi, disebabkan meningkatnya ongkos kesempatan yang harus ditanggung oleh mahasiswa. Hal itu berarti bahwa investasi pada tingkat pendidikan dasar cenderung lebih menguntungkan di banding tingkat pendidikan di atasnya. 3. Private rate of return cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan social rate of return. Hal itu dapat diartikan bahwa orientasi pendidikan terhadap aktivitas ekonomi pada sektor swasta dan kewiraswastaan tampak lebih menguntungkan daripada orientasi pada sektor pemerintah. 120

4. Private rate of return terhadap sekolah menengah lebih rendah dibanding private rate of return terhadap tingkattingkat pendidikan lainya. Itu terjadi lantaran tingginya biaya pendidikan menengah yang harus ditanggung oleh perorangan seperti, buku, SPP, alat-alat, uang pangkal, uang bangunan, iuran BP3 dan sebagainya. 5. Private rate of return untuk sarjana muda dan sarjana teramat tinggi, jika dibandingkan dengan keadaan manapun di dunia. Hal itu disebabkan oleh tingginya tingkat subsidi dari pemerintah. Khususnya untuk Universitas Negeri yang mengakibatkan rendahnya biaya yang ditanggung oleh mahasiswa secara perorangan. 6. David Clark menemukan bahwa rate of return terhadap lulusan SMU sangat tinggi (32%) bahkan lebih tinggi dibanding rate of return terhadap sekolah-sekolah kejuruan. Temuan ini menunjukkan tingkat gaji yang diterapkan oleh pemerintah pada tingkat ini sangat tinggi bahkan lebih tinggi dibanding harga pasar yang sebenarnya. Hal ini membutuhkan analisis tersendiri mengingat adanya distorsi pemaknaan atas sekolah kejuruan dan sekolah umum, baik oleh masyarakat, pengusaha maupun pemerintah. Sampai saat ini telah ditemukakan banyak model yang ditujukan untuk analisis investasi sumber daya manusia (analisis kebutuhan tenaga kerja, analisis perataan pendapatan, analisis ekonometrik) yang dapat digunakan. Namun tanpa melupakan kelemahannya, model IRR dapat dianggap sebagai model yang sanggup menawarkan alternatif kebijakan yang jelas, dari sudut pandang ilmu ekonomi mengenai kebijakan pendidikan apa yang dapat diprioritaskan agar memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 121

Akhirnya disarankan agar para ekonom pendidikan (para ahli dalam pengembangan sumber daya manusia) untuk mulai menggunakan pendekatan IRR, baik di bidang pendidikan, maupun di bidang pengembangan sumber daya manusia lainnya seperti migrasi, gizi kesehatan, dan pelatihan kerja. Dalam bidang pendidikan, hampiran ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembuat keputusan pendidikan, khusus dalam menangani isu-isu sebagai berikut : 1. Perlu dikaji, apakah dampak perluasan pendidikan dasar hingga SLTP merupakan suatu investasi sumber daya manusia yang menguntungkan dalam persfektif pertumbuhan ekonomi? 2. Apakah sekolah kejuruan setingkat SLTA merupakan suatu bentuk investasi sumber daya manusia yang menguntungkan pertumbuhan ekonomi? 3. Perlu diperjelas program-program keahlian mana yang perlu dikembangkan lebih jauh dan keahlian mana yang perlu diperlambat di perguruan tinggi. 4. Perlu dianalisis program-program pendidikan strata atau profesional yang perlu dikembangkan dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. 5. Perlu diperjelas apakah kebijakan otonomi pendidikan tinggi memiliki dampak yang menguntungkan dilihat dari IRR nya bagi pertumbuhan ekonomi? dan sebagainya. 122