DESAIN RUMAH BALI KONTEMPORER YANG BERBASIS KONSEP TRI MANDALA



dokumen-dokumen yang mirip
POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI

POLA PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DESA TENGANAN BALI

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-

berbentuk persegi panjang yaitu memanjang dari selatan ke utara. Di desa ini

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn

Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. besar dari sejak awalnya berdirinya desa (kurang lebih 150 tahun yg lalu)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA

POLA PENATAAN RUANG UNIT PEKARANGAN DI DESA BONGLI TABANAN

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

JAMINAN TANAH WARIS DI LUAR DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

HASIL Hasil rekomendasi rekonstruksi perletakan/layout bangunan yang. PENDAHULUAN Arsitektur Bali Aga di Desa Bungaya memiliki keunikan-keunikan

KONSEPSI POLA TATA RUANG PEMUKIMAN MASYARAKAT TRADISIONAL PADA HOTEL RESORT DI TOYABUNGKAH KINTAMANI

Konservasi Nilai-nilai Hunian Bali Aga (Bali Kuno) dalam Wisata Budaya di desa Penglipuran, Bangli

PERUBAHAN POLA TATA RUANG PADA KARANG 1 DESA ADAT JATILUWIH DI BALI

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

RANCANGAN RUMAH TUMBUH TIPE KPR BTN DI KOTA DENPASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. golongan, bangsa, dan kesukuan. Hal ini kedudukannya sama dengan masingmasing

Keselarasan dan Keragaman Keruangan Permukiman Masyarakat Bali di Desa Wia-Wia, Kec. Poli-Polia, Kab. Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang pemilihan kawasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak Sapi Bali di Kabupaten Tabanan 1

Konsep Tri Mandala pada Pola Tata Ruang Luar Pasar Tradisional Badung di Kota Denpasar

PERUBAHAN SPASIAL PERMUKIMAN TRADISIONAL DI DESA ADAT TENGANAN PEGRINGSINGAN BALI

Rumah Tinggal Dengan Gaya Bali Modern Di Ubud. Oleh: I Made Cahyendra Putra Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT TENGANAN PEGRINGSINGAN TERHADAP MODERNISASI TAHUN SKRIPSI WEGA DWI RAFIKA

EKO-ARSITEKTUR PADA PERMUKIMAN TRADISIONAL DI DESA ADAT BUGBUG, KARANGASEM

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Menengok sejarah hubungan Bali dan Tiongkok di Shapowei

TANPA EVOLUSI, FASHION ADAT TENGANAN MATRUNA NYOMAN DAN MADAHA MASIH DIAGUNGKAN

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB III METODE PENELITIAN. Nggela. Bentuk permukiman adat di Desa Nggela yang berbentuk linear namun,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. memiliki keterkaitan dengan topik dari permasalahan yang akan dikaji.

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN KECAMATAN MANGGIS KABUPATEN KARANGASEM

Physical Milieu Ruang Komunal Desa Adat (Pakraman) Tenganan Pegeringsingan Bali

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN. tenggara Pulau Bali. Dari Pulau Bali, Nusa Lembongan hanya bisa ditempuh

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21 perkembangan pesat terjadi dalam bidang 4T

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Timur, dikenal dengan keragaman suku asli

Identifikasi Tipe Pemukiman Karang Nabuan di Banjar Tinggan Desa Plaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. tersebut memiliki kaitan erat dengan cara pandang orang Sabu tentang sesama

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB IV GAMBARAN UMUM PANTAI KEDONGANAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Badung dan merupakan wilayah (palemahan) Desa Adat Kedonganan.

KARAKTERISTIK RUANG TRADISIONAL PADA DESA ADAT PENGLIPURAN, BALI Characteristic of Traditional Space in the Traditional Village of Penglipuran, Bali

Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman. PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii. ABSTRAK...iii. ABSTRACT... iv. PERNYATAAN... v. KATA PENGANTAR vi. DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

Kondisi Fisik. KKN- PPM XIII Desa Bebandem 2016 Page 1

Eksistensi Kulkul Sebagai Media Komunikasi Tradisional

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses

MAKNA BUDAYA PADA SISTEM ZONASI DAN SIRKULASI RUMAH TRADISIONAL DI DESA UBUD KELOD, BALI

Aplikasi Kalender Tenganan Pegringsingan Berbasis Web

PERUBAHAN ARSITEKTUR TRADISIONAL HUNIAN DESA BAYUNG GEDE, BANGLI

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS DESA ADAT DI DESA PENGLIPURAN KABUPATEN BANGLI

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) D-95

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG STANDARISASI PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUNA DAN FUNGSI PADA ARSITEKTUR BALE BANJAR ADAT DI DENPASAR, BALI

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 6 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

IDENTIFIKASI VARIAN ARSITEKTUR LUMBUNG DI BALI

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

Penerapan Konsep Defensible Space Pada Hunian Vertikal

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

Lalu Mulyadi dan Agung Murti Nugroho, Karakter Fisik Kota Cakranegara

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

Transkripsi:

DESAIN RUMAH BALI KONTEMPORER YANG BERBASIS KONSEP TRI MANDALA Halim Adi Kusuma 1, dan Gunawan Tanuwidjaja 1 Surel: halimadikusuma@gmail.com ABSTRAK: Penelitian secara umum bertujuan untuk mengetahui kaitan fungsionalitas dengan Tri Mandala dalam Rumah Bali Tenganan. Secara khusus bertujuan untuk: Mengetahui konsep Tri Mandala yang umumnya diterapkan pada rumah Bali di Desa Tenganan dan hubungannya dengan fungsi ruang; Mendokumentasikan perkembangan kebutuhan kegiatan masyarakat Tenganan Pegringsingan; Mengadaptasikan fungsi perdagangan dan pariwisata dalam konsep Rumah Bali Tenganan yang lebih berkelanjutan. Penelitian menggunakan metode studi kasus dengan basis penilaian kualitatif yang bersifat eksploratif. Data diperoleh melalui studi terhadap rumah tinggal di Desa Tenganan. Kepustakaan yang diambil merupakan acuan teori yang digunakan untuk mendukung analisa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Konsep Tri Mandala di Rumah Bali Tenganan membagi rumah menjadi: Bagian Utama untuk kegiatan yang bersifat suci, Bagian Madya untuk kegiatan sehari hari, Bagian Nista untuk kegiatan servis rumah. Pembagian ruang sudah sesuai dengan fungsi ruang; Pergeseran kegiatan masyarakat terjadi karena tuntutan ekonomi dan perubahan kegiatan sosial budaya di daerah tersebut. Terjadi perubahan kegiatan menjadi kegiatan pariwisata yang menempati zona ruang yang tidak semestinya. Kebutuhan hidup masyarakat berubah sehingga menuntut adanya perubahan fungsi seperti toko suvenir; Diusulkan sebuah desain kontemporer yang tetap mempertahankan budaya yang ada tetapi mampu mewadahi kebutuhan baru seperti perdagangan dan pariwisata dengan cara mempertahankan beberapa komponen ruang utama pada Konsep Tri Mandala dan memindahkan kebutuhan ruang tambahan ke Bagian Madya atau Bagian Nista. Kata kunci: tri mandala, rumah bali tenganan, tenganan pegringsingan 1. Pendahuluan Susunan makalah ditulis dengan bagian-bagian tulisan yang diurutkan sebagai berikut: 1. Latar Belakang Selain dampak positif yang ditimbulkan oleh globalisasi, globalisasi juga berdampak negatif dalam dunia arsitektur. Globalisasi berdampak pada seluruh aspek kehidupan, termasuk salah satunya perubahan pada tempat tinggal yang dipengaruhi juga oleh kondisi perekonomian dan diwujudkan dalam bentuk westernisasi arsitektur di Indonesia. Westernisasi arsitektur di Indonesia membawa perubahan terhadap konsep rumah tinggal di suatu daerah. Konsep rumah tinggal yang diterapkan di negara lain tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia, khususnya di Bali karena konteks lokal sosial yang berbeda. Selain itu, isu lingkungan juga mempengaruhi rumah masa kini seperti: keterbatasan sumber daya alam, perubahan iklim dan pemanasan global, polusi, konsumsi energi yang berlebihan, dan hal lain yang meninggalkan nilai budaya lokal serta tidak mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Rumah Bali dibangun berdasarkan konsep Tri Mandala dan Sanga Mandala untuk mencapai hubungan yang harmonis antara makrokosmos (Bhuana Agung) dan mikrokosmos (Bhuana Alit) atau Tri Hita Karana. Tri Mandala dan Sanga Mandala merupakan panduan pola spasial pada skala rumah dan permukiman. Karena latar belakang budaya dengan Warga Bali pada umumnya, Desa Halim Adi Kusuma, Gusti Nyoman Sulendra, Gunawan Tanuwidjaja 1

Tenganan menerapkan prinsip Tri Mandala diterapkan dalam perumahan ini sesuai dengan Peraturan atau Awig Awig Desa Tenganan. 2. Identifikasi Masalah Saat ini terjadi perubahan sistem perekonomian pada Desa Tenganan Pegringsingan dari pertanian menjadi pariwisata. Karena itu terdapat tantangan terhadap pelaksanaan Awig Awig atau Peraturan Desa Tenganan. Tantangan tersebut terlihat pada penerapan Tri Mandala di dalam rumah. Karena itu sangat penting dilakukan perbandingan antara penerapan Tri-Mandala dan kebutuhan ekonomi pariwisata dan kegiatan warga saat ini (fungsionalitas). 3. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: - Apakah hubungan antara konsep Tri Mandala yang diterapkan pada rumah Bali di Desa Tenganan terhadap fungsi ruang? - Apa sajakah perkembangan kebutuhan kegiatan masyarakat Tenganan Pegringsingan? - Bagaimanakah cara menyesuaikan perkembangan kebutuhan kegiatan masyarakat dengan konsep Rumah Bali Tenganan? 2. Studi Pustaka Gambaran Umum Desa di Bali dapat dikategorikan dalam 2 tipe, yaitu: (1) tipe Bali Aga dan (2) tipe Bali Dataran. Desa Bali Aga merupakan Rumah Penduduk Bali asli yang kurang terpengaruh oleh Kerajaan Hindu Jawa dan terletak di daerah pegunungan di bagian tengah Pulau Bali. Pola Desa Bali Aga memiliki pola jalan linear yang berfungsi sebagai ruang terbuka milik bersama dan sumbu utama desa. Sementara Desa Bali Dataran lebih terpengaruh oleh Kerajaan Hindu Jawa dan letaknya tersebar di bagian Selatan Pulau bali. Pola Desa Bali Dataran berbentuk perempatan jalan dengan dua sumbu utama searah mata angin, yaitu sumbu Utara Selatan dan sumbu Timur Barat. Desa Tenganan Pegringsingan termasuk dalam tipe Desa Bali Aga. Sebagai salah satu Desa Bali Aga di Pulau Bali, Desa Tenganan Pegringsingan dikembangkan menjadi suatu objek wisata budaya di Bali. Desa Tenganan berjarak 17 kilometer dari Kota Amlapura (ibukota Kabupaten Karangasem), 5 kilometer dari kawasan pariwisata Candidasa, dan sekitar 65 kilometer dari Kota Denpasar (ibukota Provinsi Bali) (Kumurur, V.A., Damayanti, S., 2009). Desa Tenganan Pegringsingan termasuk dalam Desa Pakraman yang ada di Provinsi Bali. Seperti yang ditulis oleh N.W.R. Sriwijaya Ningsih (2013) berkaitan dengan pengertian Desa Pakraman, adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata karma pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun. Desa Tenganan Pegringsingan terletak di antara tiga bukit (bukit kauh, bukit kangin, bukit kaja) dan terletak pada ketinggian 70 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata rata sekitar 28 o C pada musim kemarau. Struktur desa dan rumah di Desa Tenganan Pegringsingan mampu bertahan dari arus perubahan jaman karena penduduk desa memegang erat peraturan adat, atau Awig Awig Desa Tenganan sejak abad ke - 11 setelah masehi (diperbaharui pada Tahun 1842) (Bappeda Tingkat I Bali dan Universitas Udayana, 1982). Penduduk Desa Tenganan menempati sebuah Karang Desa yang tergabung dalam Banjar Kauh, Banjar Tengah, dan Banjar Pande (Kumurur dan Damayanti, 2009). Halim Adi Kusuma, Gusti Nyoman Sulendra, Gunawan Tanuwidjaja 2

Mayoritas penduduk memeluk agama Hindu aliran Indra, sesosok Dewa Perang. Agama Hindu ini berbeda dengan agama Hindhu mayoritas di Pulau Bali. Agama Hindu Aliran Indra tidak mengenal upacara pembakaran mayat. Mayat orang meninggal dikuburkan. Mayat ini diletakkan di dalam lobang kubur dengan kaki di sebelah utara dan kepala di sebelah selatan, dengan posisi badan/muka menghadap ke tanah. Ini berdasarkan konsep bahwa yang mati itu kembali ke ibu pertiwi. Uparaca lain di desa Tenganan, adalah upacara kemanusiaan yang dilakukan sejak lahir sampai mati. Ini merupakan upacara keluarga, juga upacara desa, seperti Kedosen, Sikang dan sebagainya (Kumurur dan Damayanti, 2009). Awig Awig Desa Tenganan Gambar 1 Struktur Pemukiman Desa Tenganan Pegringsingan Awig Awig adalah bentuk hukum tertulis yang memuat pedoman bertingkah laku dalam masyarakat disertai dengan sanksi yang dilaksanakan secara tegas. Selain itu, awig-awig yang memuat seperangkat kaedah sebagai pedoman bertingkah laku dalam perjalanan waktunya, dari generasi satu ke generasi lain, melalui situasi dan kondisi yang berbeda-beda tentunya telah mengalami beberapa perubahan (Dharmika, I. B., 1992). Kebutuhan manusia dan keterbatasan alam adalah faktor yang mempengaruhi perubahan Awig Awig Desa Tenganan. Namun perubahan tersebut tetap harus didasarkan pada ajaran Tri Hita Karana. Seperti yang disampaikan oleh Dharmika (1992) bahwa unsur-unsur yang terdiri dari kepercayaan yang dianut, nilai yang merupakan konsepsi dari apa yang dianggap baik. Ajaran Tri Hita Karana adalah salah satu ajaran dalam agama Hindu yang pada intinya mengajarkan tentang keseimbangan antara manusia dengan Tuhan (parhyangan), manusia dengan manusia (pawongan), dan manusia dengan lingkungannya (palemahan). Ketiga keseimbangan tersebut merupakan penyebab terjadinya kebahagiaan. Sebagai salah satu ajaran, Tri Hita Karana Halim Adi Kusuma, Gusti Nyoman Sulendra, Gunawan Tanuwidjaja 3

selalu dijadikan landasan filosofis dalam pembangunan, baik pembangunan di tingkat daerah maupun pembangunan di tingkat desa. Di lingkup desa pakraman, ajaran ini dengan jelas disebutkan sebagai pamikukuh (dasar) dalam setiap awig-awig. Tri Hita Karana digunakan sebagai falsafah, konsep, maupun sebagai ajaran dalam agama Hindu yang telah mendarah-daging dan membudaya dalam kehidupan masyarakat Bali (Astiti, T.I.P. dkk, 2011). 3. Metode Penelitian menggunakan metode studi kasus dengan basis penilaian kualitatif yang bersifat eksploratif. Penelitian bemaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian berkaitan dengan pengaruh globalisasi terhadap kehidupan. Kepustakaan yang diambil digunakan untuk menemukan teori yang sesuai dengan data yang ada. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan di Desa Tenganan. Sedangkan data sekunder adalah data yang berupa teori yang akan digunakan sebagai landasan analisis. Data yang didapatkan diproses melalui analisa dan interpretasi. Metode analisa yang digunakan adalah metode penilaian tetap yang mencakup: reduksi data, sintesisasi, dan penyusunan hipotesis kerja. Metode reduksi data adalah penentuan satuan terkecil dalam data yang berhubungan dengan penelitian. Metode ini diaplikasikan dengan cara menggali data sebanyak banyaknya tentang Desa Tenganan yang berhubungan dengan fokus penelitian, yaitu konsep Sanga Mandala dan transformasinya yang terjadi di Desa Tenganan. Setelah satuan data diperoleh, setiap satuan diberi kode yang memudahkan penelusuran sumber data. Kategorisasi adalah upaya memilah milah setiap satuan data berdasarkan kemiripannya. Aplikasinya dalam penelitian ini adalah pengelompokan rumah rumah berdasarkan bentuk dan konsep aplikasinya. Metode sintesisasi adalah proses mencari hubungan antara satu kategori data dengan kategori data lainnya. Dalam penelitian ini, metode sintesisasi dilakukan untuk mengidentifikasi kesamaan ciri khas rumah di Desa Tenganan yang telah dikategorikan dalam beberapa kelompok tertentu. Interpretasi data dilakukan berdasarkan Konsep Tri Mandala untuk memperdalam hasil penelitian. Hasil penelitian adalah hasil interpretasi data dari konteks lokal sosial dan konsep Tri Mandala. 4. Hasil dan Pembahasan Awig Awig untuk Desa Tenganan Pegringsingan Awig Awig atau pedoman untuk Desa Tenganan Pegringsingan tidak bisa diakses langsung karena hanya boleh dipegang oleh Perangkat Desa (Krama Desa). Maka, data yang berkaitan dengan Awig Awig Desa Tenganan merupakan hasil sekunder dari literatur dan hasil wawancara dengan penduduk Desa Tenganan, Bapak Ir. I Nengah Sadri (dosen Universitas Udayana Bali). Didapati bahwa Awig Awig ini sejalan dengan ajaran Tri Mandala yang memenuhi warisan sosial budaya dan melestarikan keragaman budaya masyarakat Bali Aga. Karena itu, kelestarian desa bisa dipertahankan. Salah satu contoh adalah bahwa kepemilikan tanah dan batu di dalam rumah juga merupakan milik Desa sehingga tidak bisa dijual kepada orang luar. Hal ini menjaga kepastian hukum dan kelestarian Agama Sosial Budaya Desa Tenganan Pegringsingan. Selain itu, terdapat pula aturan yang mengatur pemanfaatan kayu dari pohon. Kayu pohon yang akan digunakan harus berasal dari pohon yang telah mati dan telah diijinkan untuk digunakan oleh Perangkat Desa (Krama Desa). Aturan ini diperuntukkan untuk menjaga kelestarian alam di desa tersebut. Halim Adi Kusuma, Gusti Nyoman Sulendra, Gunawan Tanuwidjaja 4

Awig Awig juga mengatur keseimbangan alam yang berkaitan dengan pemanenan buah di pohon. Buah hanya boleh diambil jika jatuh secara sendirinya dari pohon tersebut. Aturan ini menjaga proses pertumbuhan pada tanaman sehingga buah buah tersebut matang secara alamiah. Warga setempat masih melakukan proses Upacara Usaba Sambah, upacara adat ini mempengaruhi kebutuhan ruang utama, yakni: Awangan (Plaza depan di tengah kampung), Sanggah Kelod / Kemulan (Tempat Berdoa Selatan), Bale Boga (Tempat untuk Orang Tua dan Penyimpanan Barang Pusaka), Bale Meten (Tempat untuk Anak Gadis yang Belum Menikah), Bale Tengah (Paviliun untuk Kelahiran dan Kematian, Upacara, Bertamu, dan Tenun), dan Natah (Halaman dalam Rumah). Narasumber (Bapak Ir. I Nengah Sadri) menganggap elemen elemen tersebut harus dipertahankan agar pola kegiatan tidak terganggu. Terdapat aturan lain yang mengatur pasangan Pemuda (Truna) dan Pemudi (Daha) yang telah menikah untuk keluar dari rumah dan membangun rumah mereka sendiri di kavling kosong yang akan disediakan oleh desa. Peraturan lainnya tidak dibahas dalam penelitian. Fungsionalitas dalam Rumah Tenganan Pegringsingan Tata ruang pada Rumah Tenganan Pegringsingan diatur dalam konsep Tri Mandala. Pada konsep Tri Mandala, zona rumah dibagi Bagian Utama, Bagian Madya, dan Bagian Nista. Kegiatan pada Bagian Utama mencakup penyembahan, tempat tidur orang tua, dan ruang penyimpanan Artefak pusaka keluarga. Pada Bagian Madya, adalah tempat tidur anak gadis yang belum menikah, tempat upacara adat kelahiran dan kematian, tempat rapat tamu, menenun, dan menyimpan padi. Sedangkan pada Bagian Nista terkait dengan area pelayanan seperti menumbuk padi, memasak, mandi, mencuci, dan peternakan hewan. Ukuran rumah pada umumnya memiliki lebar 8 12 meter dan panjang 25 meter. Gambar 2 Denah Rumah Tenganan Pegringsingan Nama ruangan dalam gambar dijelaskan sebagai berikut: Halim Adi Kusuma, Gusti Nyoman Sulendra, Gunawan Tanuwidjaja 5

1. Sanggah Persimpangan (Tempat Berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa di Arah Utara) 2. Sanggah Kelod / Kemulan (Tempat Pemujaan Arwah Leluhur di Arah Selatan) 3. Bale Boga (Tempat Tidur Orang Tua dan Tempat Penyimpanan Barang Pusaka) 4. Bale Meten (Tempat Tidur untuk anak Gadis yang belum menikah) 5. Bale Tengah (Tempat untuk Upacara Kelahiran dan Kematian, Ruang Tamu, dan Menenun) 6. Natah (Halaman Tengah tempat aktivitas Persiapan Keagamaan) 7. Awangan (Jalan Depan) 8. Jelanan Awangan (Gerbang Depan) 9. Paon (Dapur dan Tempat Menumbuk Padi) 10. Jelanan Teba (Pintu Belakang) 11. Delod Paon (Kamar Mandi) 12. Teba Pisan (Tempat Mencuci dan Area Servis) 13. Tetangga Tri Mandala tidak hanya diterapkan pada pembagian ruang dalam rumah, namun juga diterapkan dalam penyusunan struktur ruang di desa. Gambar 3 Zoning Tri Mandala pada Struktur Desa Tenganan Pegringsingan Halim Adi Kusuma, Gusti Nyoman Sulendra, Gunawan Tanuwidjaja 6

Gambar 4 Zoning Tri Mandala pada Rumah Tenganan Pegringsingan Zoning Tri Mandala memberi dampak positif dalam kehidupan penghuninya. Pemisahan kegiatan suci di bagian depan rumah dan kegiatan tidak suci / tidak higienis di bagian belakang rumah berpengaruh dalam kesehatan penghuni rumah. Selain itu, karena kegiatan kegiatan utama seperti Upacara Keagamaan dan tempat berkumpul dilakukan di bagian depan rumah, maka kehidupan sosial pada masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan akan tetap terpelihara. Susunan Zoning Tri Mandala juga memanfaatkan energi alam untuk kenyamanan. Salah satunya dengan penggunaan penghawaan silang, yang berarti penghematan penggunaan energi dan merupakan suatu pertimbangan peningkatan kesehatan bagi penghuni rumah. Selain itu, kebijakan desa untuk melarang perkembangan wilayah ke arah pegunungan membantu dalam melestarikan ekosistem. Tri Mandala juga memungkinkan setiap warga untuk memelihara ternak di rumah masing masing. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan lokal telah mengarah pada konsep berkelanjutan. Pada masa ini, terjadi sebuah masalah pada Desa Tenganan Pegringsingan yaitu munculnya fungsi pariwisata. Toko barang kerajinan menutupi bagian Bale Boga, Bale Meten, dan Bale Tengah. Bagian Natah pun telah ditutupi oleh atap logam. Masalah ini menyebabkan suatu kondisi yang tidak berkelanjutan dalam kehidupan masyarakat Desa Tenganan. Ditemukan suatu fenomena di mana kebutuhan masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan telah mengalami perubahan seperti halnya masyarakat Indonesia secara umum. Terjadi perubahan pola mata pencaharian, pola sosial, dan pola tempat tinggal yang menuntut adanya perubahan dalam fungsi fungsi bangunan tempat tinggal. Misalnya toko barang kerajinan, kamar tidur yang tertutup, kamar mandi yang tertutup, dapur yang modern, ruang makan, dan lainnya. Perubahan kebutuhan tersebut menunjukkan perlunya ada toleransi dalam perubahan fungsi bangunan pada Rumah Tenganan. Menurut Bapak Ir. I Nengah Sadri, hal ini dapat ditoleransi dengan mempertahankan zoning zoning utama dari konsep Tri Mandala pada Rumah Tenganan. Hal yang perlu dipertahankan Halim Adi Kusuma, Gusti Nyoman Sulendra, Gunawan Tanuwidjaja 7

meliputi Awangan (Ruang Terbuka di Tengah Desa), Sanggah Persimpangan (Tempat Berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa di Utara), Sanggah Kelod / Kemulan (Tempat Pemujaan Leluhur di Selatan), Bale Meten (Tempat Tidur anak Gadis yang belum menikah), Bale Tengah (Tempat Upacara Kelahiran dan Kematian, Ruang Tamu, dan Ruang Menenun), dan Natah (Halaman dalam rumah yang tidak beratap). Fungsi lain seperti kamar tidur, dapur, ruang makan sesuai dengan kebutuhan masyarakat masa kini dapat ditambahkan pada Bale Meten dan Paon. Sedangkan fungsi Toko Souvenir dapat dialihkan ke Zona Madya di Bagian Natah. Perlu dilakukan penyesuaian agar konsep penghawaan silang dan cahaya matahari alami dapat berfungsi kembali pada Rumah Tenganan. Gambar 5 Ilustrasi Rumah Tenganan Pegrisingan Gambar 6 Ilustrasi Rumah Tenganan Pegrisingan Saat Ini. Stan Souvenir Didirikan di Berbagai Bagian Rumah dan Bagian Natah Seluruhnya Tertutup Atap. Halim Adi Kusuma, Gusti Nyoman Sulendra, Gunawan Tanuwidjaja 8

Gambar 7 Ilustrasi Rumah Tenganan Pegrisingan Setelah Dilakukan Penyesuaian. Kaitan Tri Mandala dengan Fungsionalitas Hasil analisa menunjukkan bahwa budaya Tri Mandala memiliki hubungan erat dengan fungsionalitas. Pernyataan tersebut didapat dari pengelompokan fungsi pada Rumah Tenganan. Di mana fungsi fungsi dengan sifat serupa dikelompokkan dalam satu zona yang sama. Misalnya kegiatan kegiatan bersifat suci diletakkan di bagian Utama, kegiatan sehari hari dilakukan di bagian Madya, dan kegiatan yang berkaitan dengan zona servis dilakukan di bagian Nista. Pernyataan ini didukung oleh Bapak Ir. I Nengah Sadri. Konsep Tri Mandala juga mendukung terjadinya kegiatan Upacara Keagamaan dan interaksi sosial di kawasan Utama Desa Tenganan Pegringsingan. Tri Mandala juga dipandang lebih mudah diterapkan untuk Rumah Rumah Bali Modern yang didesain di kawasan lain di Pulau Bali, karena dapat diterapkan pada rumah dengan ukuran lahan yang relatif kecil dengan kisaran 160 250 m2 (seperti yang terlihat di Rumah Tenganan Pegringsingan). Penerapan Tri Mandala dalam Rumah Bali Modern akan bisa mewadahi kebutuhan masyarakat akan upacara Agama Hindu Bali dan kebudayaan setempat di Pulau Bali. 5. Kesimpulan dan Rekomendasi Konsep Tri Mandala yang diterapkan pada Desa Tenganan Pegringsingan memiliki sedikit perbedaan dengan Konsep Sanga Mandala yang umumnya diterapkan pada Rumah Bali. Tetapi terdapat beberapa kesamaan terkait dengan Tri Hita Kirana yang berakar dari Agama Hindu di Pulau Bali yang menjaga keseimbangan antara Tuhan Yang Maha Esa, Manusia, dan Lingkungan Alam sekitarnya. Masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan dapat melestarikan Zoning Tri Mandala dalam rumahnya dan tetap menjaga kelestarian alam serta budaya mereka yang unik. Hal ini didukung dengan ditetapkannya Awig Awig Desa (Peraturan Desa), Perangkat Desa (Krama Desa), dan kepatuhan Warga Desa Tenganan untuk melaksanakan kedua peraturan tersebut. Terjadi pergeseran kebutuhan ruang Masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan yang diakibatkan oleh perubahan mata pencaharian utama menjadi daerah pariwisata. Terdapat fungsi fungsi ruang yang harus tetap dipertahankan yaitu: Awangan (Ruang Terbuka di Tengah Desa), Sanggah Persimpangan (Tempat Berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa di Utara), Sanggah Kelod / Kemulan (Tempat Pemujaan Leluhur di Selatan), Bale Meten (Tempat Tidur anak Gadis yang belum menikah), Bale Tengah (Tempat Upacara Kelahiran dan Kematian, Ruang Tamu, dan Ruang Menenun), dan Natah (Halaman dalam rumah yang tidak beratap). Halim Adi Kusuma, Gusti Nyoman Sulendra, Gunawan Tanuwidjaja 9

Fungsi ruang lain seperti Kamar Tidur, Dapur, Ruang Makan sesuai kebutuhan masyarakat masa kini dapat ditambahkan di Bale Meten dan Paon. Sedangkan kebutuhan tambahan berupa Toko Souvenir dapat ditambahkan di Zona Madya pada bagian Natah. Perlu dilakukan penyesuaian terhadap penghawaan alami dan pencahayaan alami setelah pada Rumah yang telah mengalami perubahan. 6. Referensi 1. Sulendra, I.G.N., Tanuwidjaja, G., Studi Kaitan Fungsionalitas dengan Tri Mandala dalam Rumah Bali Tenganan, Surabaya: Laporan Penelitian, Program Studi Arsitektur Fakultas Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra. 2. Adhika, I Made. 1994. Peran Banjar dalam Penataan Komunitas, Studi Kasus Kota Denpasar. Bandung: Tesis, Program Pasca Sarjana S-2 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung. 3. Aryandari, C.,(2012), Usaba Sambah Ritual: a Stage of Society Circle Life of Tenganan Pegringsingan, Bali, 09/292308/SMU/00653, Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Diunduh dari: http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/3162_rd-201301030a-citraaryandari.pdf 4. Astiti, T.I.P., Windia, W., Sudarta, I.K., Wijaatmaja, I.G.M., Dewi, A.A.I.A.A.,(2011), Implementasi Ajaran Tri Hita Karana Dalam Awig-Awig, The Excellence Research, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Bali. 5. Korn, V.E. (1960), The Village Republic of Tenganan Pegringsingan. In Wertheim, W.F. (Eds)., 1960. Selected Studies on Indonesia. Bali tudies in Life, Thought, and Ritual. W van Hoeve Ltd, The Hague and Bandung. 6. Bappeda Tingkat I Bali dan Universitas Udayana. 1982. Pengembangan Arsitektur Tradisional Bali untuk Keserasian Alam Lingkungan, Sikap Hidup, Tradisi dan Teknologi. Denpasar: Bappeda Tingkat I Bali. 7. Dharmika, I. B., (1992), Awig-Awig Desa Adat Tenganan Pegringsingann dan Kelestarian Lingkungan, Tesis, Program Studi Antropologi, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta. 8. Dwijendra, N.K.A. 2003. Perumahan dan Permukiman Tradisional Bali. Jurnal Permukiman Natah, Vol. No.1-Pebruari 2003: 8-25 9. Frick, H., Suskiyatno, B., (1998). The Foundation of Eco-Architecture (Dasar Dasar Eko- Arsitektur), Kanisius Publisher, Yogyakarta. 10. Heidegger, M. (1971). 'Building, Dwelling Thinking. In Poetry, Language Thought (pp.145 161), New York: Harper and Row 11. Kaler, I Gusti Ketut. 1983. Butir-butir Tercecer tentang Adat Bali. Denpasar: Bali Agung. 12. Kamasan, I.G.A.N.O., (2003), Nyepi dan Awig-Awig dalam Pelestarian Fungsi Lingkungan, Tesis, Program Studi Magistar Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. 13. Kumurur, V.A., Damayanti, S., (2009), Pola Perumahan dan Permukiman Desa Tenganan Bali), Jurnal Sabua, Vol.1, No.1: 1-7, Mei 2009, ISSN 2085-7020, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi, Manado. 14. Meganada, I Wayan. 1990. Morfologi Grid Paterrn Pada Desa di Bali. Bandung: Program Pasca Sarjana S-2 Arsitektur, Institut Teknologi Bandung. 15. Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Rosdakarya, Bandung. 16. Ningsih, N.W.R.S., (2013), Peranan Desa Pakraman Dalam Pengembangan Desa Wisata di Desa Tenganan Pegringsingan Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem, Jurnal Jurusan Pendidikan Geografi Vol.3, No.1(2013), Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Bali. 17. Parimin, A.P. 1986. Fundamental Study on Spatial Formation of Island Village, Environmental Hierarchy of Sacred-Profane Concept In Bali. Japan: Disertasi Universitas Osaka. Halim Adi Kusuma, Gusti Nyoman Sulendra, Gunawan Tanuwidjaja 10

18. Soebandi, Ketut. 1990. Konsep Bangunan Tradisional Bali. Denpasar: Percetakan Bali Post. 19. Sulistyawati, dkk. 1985. Preservasi Lingkungan Perumahan Pedesaan dan Rumah Tradisional Bali di Desa Bantas, Kabupaten Tabanan. Denpasar: P3M Universitas Udayana; 20. Verschaffel, B. (2002), The Meanings of Domesticity.The Journal or Architecture, Vol.&, Autumn 2009, ISSN 1360-2365 DOI: 10.1080/13602360210155474,Department of Architecture, Ghent University. Belgium. Halim Adi Kusuma, Gusti Nyoman Sulendra, Gunawan Tanuwidjaja 11