PENGEMBANGAN TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG RENDAH KARBON: PERBANDINGAN KASUS KOTA JAKARTA, YOGYAKARTA DAN SEMARANG



dokumen-dokumen yang mirip
PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Data Historis Konsumsi Energi dan Proyeksi Permintaan-Penyediaan Energi di Sektor Transportasi

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

STUDI EFEK PENGGUNAAN BIODIESEL TERHADAP EMISI PADA SEKTOR TRANSPORTASI DI JAKARTA

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG

KONSEP PEMODELAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA. Agus Sugiyono

GREEN TRANSPORTATION

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013

ARAH PENGEMBANGAN SEKTOR TRANSPORTASI DARAT DALAM KERANGKA PENERAPAN MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV. BASELINE ANALISIS

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RENCANA KEGIATAN STRATEGIS PERHUBUNGAN DI BIDANG ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT

Panduan Pengguna untuk Sektor Transportasi. Indonesia 2050 Pathway Calculator

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

Workshop Low Carbon City

Disusun Oleh Arini Ekaputri Junaedi ( ) Dosen Pembimbing Yudha Prasetyawan, S.T., M.Eng.

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

JTM (S-1) Vol. 2, No. 1, Januari 2014:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

Studi Pendahuluan untuk Analisis Energi-Exergi Kota Jakarta. Laporan Teknis

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009

Studi Carbon Footprint dari Aktivitas Rumah Tangga di Kelurahan Limbungan Baru Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru

BAB V Hasil dan Pembahasan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

ESTIMASI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR PADA KENDARAAN ANGKUTAN UMUM BRT DI SEMARANG SAMPAI TAHUN 2030 MENGGUNAKAN SOFTWARE LEAP

PERBANDINGAN KONSUMSI BAHAN BAKAR ANTARA BUS DAN TRAVEL MINIBUS RUTE SEMARANG SOLO SAMPAI TAHUN 2040 MENGGUNAKAN SOFTWARE LEAP

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

PEMILIHAN STRATEGI ENERGI UNTUK MENDORONG PEMANFAATAN EBT DI SEKTOR TRANSPORTASI

Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

EFISIENSI ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI BARU TERBARUKAN. Nurcahyanto

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KEGIATAN CAR FREE DAY (CFD) DI KOTA PEKANBARU UNTUK PENGURANGAN EMISI KARBON DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

Sustainable Energy Research Centre, U. Transportasi Rendah Emisi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur

PROFIL EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DKI JAKARTA DAN RENCANA AKSI DAERAH (RAD) UNTUK PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DKI JAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT KEMACETAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN JUMLAH WISATAWAN DI KOTA BANDUNG: PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS NURILLAH UTAMI NIM :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat

Persebaran Spasial Produksi Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Perkotaan Gresik Bagian Timur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Posisi Energi Fosil Utama di Indonesia ( Dept ESDM, 2005 )

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor saat ini

198 JTM (S-1) Vol. 3, No. 2, April 2015:

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

Gambar 1.1 Statistik Energi total Indonesia (sumber:bppt, Outlook Energi Indonesia. 2013)

[ BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ] 2012

KARAKTERISTIK GAS BUANG YANG DIHASILKAN DARI RASIO PENCAMPURAN ANTARA GASOLINE DAN BIOETANOL

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Prediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3)

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

Transkripsi:

Pengembangan Transportasi Perkotaan yang Rendah Karbon: Perbandingan Kasus Kota Jakarta, Yogyakarta dan Semarang, (Agus Sugiyono, M.S. Boedoyo, M. Muchlis, Erwin Siregar dan Suryani) PENGEMBANGAN TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG RENDAH KARBON: PERBANDINGAN KASUS KOTA JAKARTA, YOGYAKARTA DAN SEMARANG Agus Sugiyono a, M.S. Boedoyo b, M. Muchlis c, Erwin Siregar d, dan Suryani e a,b,c,d,e Peneliti Pada Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material - BPPT Gedung II BPPT, Lt. 20, Jalan MH. Thamrin No 8, Jakarta E-mail : a agussugiyono@yahoo.com b boedoyo@yahoo.com c mmuchlis@gmail.com d erwin_rageris@yahoo.co.id e suryanidaulay@ymail.com Abstrak Kendaraan bermotor merupakan sarana transportasi yang paling dominan di perkotaan Indonesia. Penggunaan bahan bakar untuk kendaran bermotor yang berbasis fosil akan menghasilkan emisi GRK. Perubahan moda transportasi merupakan salah satu opsi yang digunakan dalan penelitian ini untuk menurunkan emisi GRK. Aktivitas kendaraan bermotor erat kaitannya dengan jumlah kendaran. Jumlah kendaraan Kota Jakarta pada tahun 2009 mencapai 10,5 juta unit, Semarang 167 ribu unit dan Yogyakarta 344 ribu unit. Ketiga kota tersebut pangsa terbesar jumlah kendaraan adalah sepeda motor. Dengan pengalihan moda dari penggunaan kendaraan pribadi atau sepeda motor ke angkutan umum masal bus, maka besar energi yang digunakan bisa dikurangi yang akhirnya akan mengurangi emisi GRK. Kota Jakarta merupakan kota yang besar potensinya untuk melakukan pengalihan moda. Sedangkan Kota Semarang dan Yogyakarta potensinya cukup moderat. Penurunan emisi GRK ini mengindikasikan bahwa dapat direncanakan sistem transportasi perkotaan yang rendah karbon. Kata kunci : sektor transportasi, masyarakat rendah karbon Abstract Motor vehicles are the most dominant urban transport in Indonesia. Utilization of fossil fuel for motor vehicles will emit GHG emissions. Transport mode change is one of the options used in this research to reduce GHG emissions. Activities of motor vehicles are closely related to the number of vehicles. The number of vehicles of Jakarta city in 2009 reached 10.5 million units, Semarang reached 167 thousand units and Yogyakarta reached 344 thousand units. The largest share of the number of vehicles in these three cities are motorcycles. With the transport mode change of use of personal vehicles or motorcycles to the mass transport using public bus, then the energy used can be reduced which will ultimately reduce GHG emissions. Jakarta city is a city of great potential to change the transport mode. While the city of Semarang and Yogyakarta potential is quite moderate. GHG emission reductions indicating that low carbon urban transport system can be planned. Keywords: transport sector, low carbon society Diterima (received) : 23 Mei 2011, Direvisi (reviewed) : 22 Juni 2011, Disetujui (accepted) : 21 Juli 2011 ISSN 1410-3680 229

M.P.I. Vol.5 No.2. Agustus 2011, 229-234 PENDAHULUAN Masyarakat rendah karbon (low-carbon society) adalah masyarakat yang mempunyai komitmen secara berkelanjutan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari aktivitas sehari-hari. Dengan mengubah perilaku yang lebih banyak menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan serta melakukan efisiensi maka dapat dihindari proses perubahan iklim yang merugikan masyarakat dunia. Salah satu aktivitas masyarakat yang banyak menggunakan energi adalah sektor transportasi, khususnya penggunaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor merupakan sarana transportasi yang paling dominan di perkotaan Indonesia. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor secara langsung memberikan gambaran mengenai kondisi sektor transportasi. Jumlah kendaraan bermotor yang cenderung meningkat merupakan indikator semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap sarana transportasi. Pertumbuhan kendaraan bermotor akan meningkatkan penggunaan bahan bakar yang berupa bensin dan solar (termasuk biosolar). Penggunaan bahan bakar berbasis fosil akan menghasilkan emisi GRK. Ada empat faktor utama yang berperan dalam peningkatan emisi GRK, yaitu: jarak tempuh atau aktivitas perjalanan kendaran bermotor intensitas energi kendaraan bermotor Moda transportasi yang digunakan, dan Kandungan karbon bahan bakar. Tiga faktor pertama berkaitan dengan efisiensi energi yang dapat dikurangi melalui perbaikan teknologi maupun manajemen sistem transportasi. Sedangkan faktor terakhir dapat dikurangi dengan melakukan substitusi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Dalam penelitian ini hanya membahas satu aspek, yaitu perubahan moda transportasi yang akan digunakan sebagai opsi untuk menurunkan emisi GRK. Hasil penelitian ini dalam makalah merupakan sebagian dari hasil penelitian yang didanai oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi melalui Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa tahun 2011. Emisi GRK yang dipertimbangan adalah emisi CO 2 dan difokuskan untuk kendaraan bermotor di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Kota Jakarta, Semarang dan Yogyakarta. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, berdasarkan studi literatur dipelajari permasalahan dalam pengembangan sektor transportasi, khususnya kendaraan bermotor. Kedua, mengumpulkan data sekunder mengenai kendaraan bermotor, perkembangan sosial ekonomi, teknologi transportasi, serta keterkaitannya dengan lingkungan hidup untuk ketiga kota yang menjadi obyek penelitian. Ketiga, berdasarkan studi literatur dan data sekunder dibuat prakiraan pertumbuhan sosial ekonomi, pertumbuhan kendaraan bermotor, dan dihitung kebutuhan bahan bakar untuk jangka panjang. Data historis yang dikumpulkan mulai tahun 2005-2009 dan tahun prakiraan adalah 2010-2030. Untuk mengetahui prospek pengurangan emisi CO 2 maka dibuat dua skenario, yaitu: skenario dasar (BAU - business as usual) yang merepresentasikan pertumbuhan sesuai dengan kondisi saat ini skenario alternatif (ALT) yang menyatakan terjadinya perubahan moda transpotasi dengan menggunakan angkutan masal bus. Tahap terakhir adalah menghitung emisi CO 2 dan membuat rekomendasi tentang prospek pengembangan transportasi perkotaan yang rendah karbon. Tahapan penelitian ditampilkan pada Gambar 1. Gambar 1. Tahapan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Secara garis besar hasil penelitian akan merangkum mulai kondisi sosial ekonomi perkotaan hingga analisis mengenai 230 ISSN 1410-3680

Pengembangan Transportasi Perkotaan yang Rendah Karbon: Perbandingan Kasus Kota Jakarta, Yogyakarta dan Semarang, (Agus Sugiyono, M.S. Boedoyo, M. Muchlis, Erwin Siregar dan Suryani) pengembangan transportasi untuk jangka panjang. Kondisi Sosial Ekonomi Perkotaan Seperti telah disebutkan sebelumnya, perkotaan yang dianalisis adalah Kota Jakarta, Semarang dan Yogyakarta. Ketiga kota tersebut mempunyai karakteristik sosial ekonomi yang berbeda. Kota Jakarta mempunyai PDRB pada tahun 2009 sebesar 371 triliun Rupiah (konstan 2000) dan tumbuh rata-rata 5,9% per tahun (2005-2009). Sektor keuangan merupakan sektor yang paling dominan sumbangannya diikuti oleh sektor perdagangan dan industri. Jumlah penduduk pada tahun 2009 mencapai 9,2 juta jiwa dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1,1% per tahun. Kota Semarang mempunyai pertumbuhan PDRB yang sedikit lebih rendah dari Kota Jakarta yaitu 5,7% per tahun. Pada tahun 2009 PDRB kota ini mencapai 20 triliun Rupiah (konstan 2000). Penyumbang PDRB terbesar adalah sektor perdagangan diikuti oleh sektor industri dan bangunan. Jumlah penduduk mencapai 1,5 juta jiwa dengan pertumbuhan sekitar 1,5% per tahun. PDRB Kota Yogyakarta tahun 2009 mencapai 5,2 triliun Rupiah (konstan 2000) dengan pertumbuhan hanya 4,5% per tahun yang lebih rendah dari kota lainnya. Sektor perdagangan, jasa dan perhubungan merupakan sektor yang paling dominan dalam menyumbang PDRB. Jumlah penduduk hanya 388 ribu jiwa dan saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah penduduk. Perbandingan PDRB untuk ketiga kota tersebut ditunjukkan pada Gambar 2. Sektor Transportasi Perkotaan Kota Jakarta, Semarang dan Yogyakarta masing-masing mempunyai permasalahan sektor transportasi yang hampir sama. Jumlah kendaraan di Kota Jakarta pada tahun 2009 mencapai 10,5 juta unit dan yang terbanyak adalah sepeda motor (72%) diikuti oleh mobil penumpang (20%). Untuk angkutan masal masih sangat sedikit dan hanya mempunyai pangsa 3%. Sejak tahun 2004, Kota Jakarta telah mempunyai transportasi umum masal busway yang dikenal dengan Trans Jakarta. Layanan ini menggunakan bus AC dengan halte berada di jalur khusus. Kota Semarang mempunyai jumlah kendaraan bermotor mencapai 167 ribu unit dengan pangsa terbesar adalah sepeda motor (59%) dan mobil penumpang (23%). Sama halnya dengan Kota Jakarta, angkutan masal masih sangat sedikit. Pada tahun 2009 mulai beroperasi Bus Rapid Transit (BRT) sebagai moda angkutan masal meskipun tidak menggunakan jalur khusus seperti busway di Jakarta. Kota Yogyakarta hampir sama kondisinya dengan kedua kota sebelumnya. Pada tahun 2009 jumlah kendaraan mencapai 344 ribu dengan pangsa terbesar adalah sepeda motor (84%) diikuti oleh mobil penumpang (10%). Dibanding kota lain, Kota Yogyakarta relatif lebih baik dari dari sisi angkutan umum karena semua angkutan umum sudah menggunakan bus dan tidak dikenal angkot dengan mikrobus. Sejak Maret 2008, sudah beropersi sistem transportasi masal busway yang diberi nama Trans Jogja. Trans Jogja merupakan bus sedang yang melayani berbagai kawasan di dalam kota. Gambar 2. Perbandingan PDRB Kota Jakarta, Semarang dan Yogyakarta Gambar 3. Perbandingan Indikator Perkotaan ISSN 1410-3680 231

M.P.I. Vol.5 No.2. Agustus 2011, 229-234 Dari data sosial ekonomi dan transportasi dapat dibuat indikator untuk membandingkan kondisi ketiga kota tersebut. Indikator ini ditunjukkan pada Gambar 3. Kota Jakarta dan Yogyakarta mempunyai kepadatan penduduk dan jumlah kendaraan per kapita yang selevel sehingga dapat dikatakan permasalahan yang terjadi akan serupa. Sedangkan Kota Semarang levelnya masih rendah sehingga dapat dikatakan belum banyak persoalan sistem transportasi di kota Semarang. Prakiraan Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Pertumbuhan jumlah kendaraan untuk masing-masing kota ditunjukkan pada Gambar 5. Pertumbuhan untuk masingmasing jenis kendaraan diasumsikan mengikuti trend sesuai data historis. Pertumbuhan sepeda motor di Kota Jakarta akan mengalami stagnasi karena mulai tahun 2020 setiap orang sudah mempunyai satu sepeda motor. Dengan kondisi ini maka yang terlihat masih terus mengalami pertumbuhan adalah mobil penumpang sebesar 5,1% per tahun. Catatan: Tahun 2005-2009 data historis Gambar 4. Prakiraan Pertumbuhan Kendaraan Bermotor 232 Di Kota Semarang pertumbuhan mobil penumpang dan sepeda motor diprakirakan akan meningkat sebesar 18,7% dan 6,5% per tahun. Lain dengan Kota Yogyakarta, sepeda motor dan bus merupakan moda transportasi yang paling besar pertumbuhanya, yaitu masing-masing 7% dan 23% per tahun. Bus paling besar pertumbuhannya di Yogyakarta karena sesuai dengan data historis yang sudah banyak menggunakan bus sebagai sistem transportasi masal. Transportasi Rendah Karbon Pengembangan transportasi rendah karbon dapat dilakukan melalui pengembangan angkutan umum masal, karena dengan menggunakan angkutan masal maka tingkat konsumsi energi per penumpang akan semakin kecil. Angkutan masal ini diharapkan dapat menciptakan adanya perpindahan penggunaan dari mobil pribadi dan sepeda motor ke angkutan masal. Kondisi tersebut dapat dicapai jika operasi angkutan umum masal berjalan sesuai dengan standar pelayanan yang baik, yaitu aman, nyaman dan dapat diandalkan. Keandalan dapat diindikasikan dari adanya jadual yang konsisten dan tepat waktu. Pelayanan diharapkan dapat menjangkau pusat perekonomian dan dapat terpadu dengan angkutan umum lainnya melalui sistem pengumpan. Sebelum menghitung emisi, perlu diketahui penggunaan bahan bakar untuk setiap jenis kendaraan. Bahan bakar yang dipertimbangkan adalah bensin dan solar. Bensin meliputi premium, pertamax, dan pertamax plus yang diagregatkan. Sedangkan bahan bakar nabati (BBN) seperti biopremium dan biosolar serta bahan bakar gas (BBG) tidak dipertimbangkan karena pangsanya masih sangat kecil. Penggunaan bahan bakar dihitung berdasarkan intensitas penggunaan energi untuk setiap jenis kendaraan dan jarak tempuhnya. Hasil perhitungan perlu dikalibrasi dengan data penggunaan bahan bakar di sektor transportasi untuk setiap kota yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Prosedur perhitungan secara lengkap dijelaskan di ITB (2001). Pada Tabel 1 ditunjukkan proyeksi penggunaan energi di setiap kota. Kota Jakarta untuk jangka panjang tidak terlalu pesat pertumbuhan penggunaan bahan bakarnya (4% per tahun) karena saat ini sudah relatif jenuh pertumbuhan kendaraan bermotornya. Sedangkan Kota Semarang dan Yogyakarta masih cukup pesat pertumbuhan ISSN 1410-3680

Pengembangan Transportasi Perkotaan yang Rendah Karbon: Perbandingan Kasus Kota Jakarta, Yogyakarta dan Semarang, (Agus Sugiyono, M.S. Boedoyo, M. Muchlis, Erwin Siregar dan Suryani) bahan bakarnya yang mencapai masingmasing 17% dan 12% per tahun. Perhitungan emisi CO 2 dihitung menggunakan koefisien emisi seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Emisi dihitung untuk skenario BAU dan skenario ALT. Kota Tabel 1. Proyeksi Penggunaan Energi Kendaraan Bermotor (Juta kl) Bahan Bakar 2010 2015 2020 2025 2030 Jakarta Bensin 1.80 2.17 2.63 3.20 3.91 Solar 0.79 0.92 1.07 1.26 1.48 Total 2.59 3.09 3.70 4.46 5.39 Semarang Bensin 0.33 0.70 1.54 3.49 8.05 Solar 0.19 0.40 0.88 2.01 4.66 Total 0.52 1.10 2.42 5.50 12.71 Yogyakarta Bensin 0.42 0.60 0.93 1.70 3.62 Solar 0.11 0.15 0.28 0.62 1.62 Total 0.53 0.75 1.21 2.32 5.24 Tabel 2. Koefisien Emisi Bahan Bakar Bahan Bakar t CO 2 /kl Bensin 2.18 Solar 2.70 Pada Tabel 3 ditunjukkan emisi CO 2 serta pengurangannya bila melakukan perpindahan moda. Untuk setiap kota perpindahan moda yang dapat dilakukan bisa bervariasi. Kota Jakarta diasumsikan berpindah moda dari penggunaan mobil penumpang ke bus. Mobil penumpang diasumsikan mengangkut 4 orang sedangkan bus dapat mengangkut 32 orang. Sehingga dapat dikatakan setiap penambahan satu bus akan mengurangi jumlah mobil sebanyak 4 unit. Pada skenario BAU pertumbuhan bus sebesar 0,4% per tahun dan meningkat menjadi 5% per tahun pada skenario ALT. Perubahan moda ini dapat mengurangi emisi CO 2 sampai 33% pada tahun 2030. Kota Semarang disimulasikan berpindah moda seperti di Kota Jakarta. Jumlah bus di Semarang saat masih sedikit sehingga perubahan pertumbuhan bus dari sebesar 2,5% (skenario BAU) menjadi 20% (skenario ALT) tidak cukup besar mengurangi emisi. Pada tahun 2030 dengan perpindahan moda hanya dapat mengurangi emisi sebesar 5%. Tabel 3. Emisi CO 2 dari Kendaraan Bermotor (Juta ton CO 2 ) Kota Skenario 2010 2015 2020 2025 2030 Jakarta BAU 6.07 7.21 8.62 10.37 12.54 ALT 6.07 6.54 7.07 7.68 8.39 % 0.00 9.37 18.00 25.89 33.07 Semarang BAU 1.22 2.59 5.75 13.06 30.15 ALT 1.22 2.53 5.52 12.42 28.47 % 0.00 2.38 3.89 4.87 5.54 Yogyakarta BAU 1.23 1.72 2.78 5.38 12.26 ALT 1.23 1.71 2.75 5.24 11.73 % 0.00 0.45 1.29 2.66 4.31 Sedangkan kota Yogyakarta perpindahan moda dapat dilakukan dari penggunaan sepeda motor ke bus. Hanya dengan mengubah pertumbuhan bus sedikit ISSN 1410-3680 233

M.P.I. Vol.5 No.2. Agustus 2011, 229-234 saja sudah cukup besar untuk mengurangi jumlah sepeda motor. Di sini diasumsikan satu unit bus dapat mengganti 32 unit sepeda motor. Emisi yang dapat dikurangi pada tahun 2030 mencapai 4%. SIMPULAN DAN SARANAN Pengalihan moda transportasi dapat digunakan untuk lebih mengefisienkan penggunaan energi yang pada akhirnya dapat mengurangi emisi CO 2. Kota Jakarta merupakan kota yang besar potensinya untuk melakukan pengalihan moda. Sedangkan Kota Semarang dan Yogyakarta potensinya cukup moderat. Pengalihan moda ke transportasi umum masal banyak menghadapi kendala. Kondisi ini disebabkan adanya dampak lanjutan dengan dikembangkannya transportasi masal, terutama pada angkutan umum eksisting yang trayeknya bersinggungan baik sebagian maupun seluruhnya dengan koridor angkutan umum masal tersebut. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dampak sosial ekonominya lebih lanjut. Untuk mewujudkan sistem transportasi yang rendah karbon selain pengubahan moda masih banyak alternatif yang bisa dijalankan. Substitusi bahan bahan dari penggunaan BBM ke BBG juga menjadi alternatif yang saat ini sudah mulai disosialisasikan. Dengan kombinasi berbagai alternatif efisiensi maka akan dapat diperoleh pengurangan emisi CO 2 yang optimal. DAFTAR PUSTAKA 1...., Jakarta Dalam Angka 2010, BPS, Jakarta, 2010 2...., Kota Semarang dalam Angka 2009, Semarang, 2009. 3...., Kota Yogyakarta dalam Angka 2009, BPS Kota Yogyakarta, 2009. 4...., Study on the Assessment of Fuel Consumption in Indonesia on 2002, Final Report, Institut Teknologi Bandung, 2001. RIWAYAT PENULIS Agus Sugiyono, lulusan S1 Teknik Elektro dari ITB pada tahun 1988 dan S2 Industrial Administration dari Science University of Tokyo, Jepang pada tahun 1995. Sejak tahun 1989 sampai sekarang bekerja di Bidang Perencanaan Energi, BPPT dengan jabatan fungsional saat ini adalah Peneliti Madya Bidang Teknik Interdisiplin. Pada tahun 2010 menjadi editor dari buku Outlook Energi Indonesia 2010 yang diterbitkan oleh Pusat Teknolgi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT. M.S. Boedoyo, lulusan S1 pada Fakultas Teknik Mesin, Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya pada tahun 1979, dan S2 pada Bidang Enjinering Ekonomik, Fakultas Teknik, Waseda University, Jepang. Sejak tahun 1980 bekerja di BPPT dan aktif melaksanakan penelitian dalam bidang perencanaan energi. Jabatan fungsional saat ini adalah Peneliti Utama dan memperoleh gelar Profesor Riset pada tahun 2007. Pada tahun 2010 menjadi editor dari buku Outlook Energi Indonesia 2010 yang diterbitkan oleh Pusat Teknolgi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT. M. Muchlis, lulusan Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia pada tahun 1982. Sejak tahun 1983 sampai sekarang aktif melakukan penelitian bidang perencanaan energi dengan menggunakan model MARKAL. Jabatan fungsional saat ini adalah Perekayasa Madya. Pada Tahun 2007-2008 aktif dalam kerjasama penelitian BPPT-PLN untuk membuat Long Term Electricity Generation Strategies for Jawa-Bali Electricity System. Pada tahun 2011 menjadi anggota tim audit pembangkit tenaga listrik kerjasama antara BPPT dan PLN. Erwin Siregar, lulusan Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Bandung pada tahun 1985. Sejak 1987 sampai sekarang aktif melakukan penelitian di Bidang Perencanaan Energi BPPT. Jabatan fungsional saat ini adalah Perekayasa Madya. Pada tahun 2009 dan 2010 turut serta dalam penyusunan buku Outlook Energi Indonesia 2009 dan Outlook Energi Indonesia 2010. Suryani, lulusan Fakultas Biologi Universitas Nasional pada tahun 2008. Sejak tahun 2010 sampai sekarang sebagai staf bidang Perencanaan Energi, BPPT. Pada tahun 2011 mengikuti kegiatan Insentif Riset dari Kementerian Riset dan Teknologi dalam bidang optimasi penggunaan energi di sektor transportasi serta aktif juga dalam kegiatan sistem integrasi pangan dan energi. 234 ISSN 1410-3680