BAGIAN I KAWASAN METROPOLITAN: KONSEP DAN DEFINISI



dokumen-dokumen yang mirip
BAGIAN I KAWASAN METROPOLITAN: KONSEP DAN DEFINISI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

persoalan lingkungan kota.

Banyak Kota di Dunia Tidak Dapat Menyediakan Akses yang Layak ke Angkutan Massal Bagi Setengah Penduduknya

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

KETERKAITAN ANTARA KEMISKINAN PERKOTAAN DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI WILAYAH KABUPATEN TEGAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. (UN, 2001). Pertumbuhan populasi dunia yang hampir menyentuh empat kali lipat

Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah

Perubahan Regional (Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan jumlah jiwa menurut Database Dinas Kependudukan dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah 02/04/2013 7:59

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju Periode

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

Kata Pengantar. Akhir kata kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun laporan interim ini disampaikan terima kasih.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

Kajian Pustaka Keterkaitan Infrastruktur Publik dan Ekonomi Oleh : Ir. Putu Rudi Setiawan Msc

BAB 1 PENDAHULUAN. besar pada sektor infrastruktur. Bagi sebagian pengambil kebijakan, kesuksesan

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. di suatu negara, tidak terkecuali di Indonesia. Kinerja perekonomian Indonesia

INDONESIA NEW URBAN ACTION

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

+ KOTA-KOTA YANG STAGNAN DAN TUMBUH CEPAT

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. berharga bagi setiap bangsa. Penduduk dengan demikian menjadi modal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Populasi Penduduk Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

PEMBANGUNAN WILAYAH YANG TIDAK SEIMBANG (UNEQUAL DEVELOPMENT OF REGIONS)

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

DAMPAK KEBERADAAN PERMUKIMAN SOLO BARU TERHADAP KONDISI EKONOMI, SOSIAL DAN FISIK PERMUKIMAN SEKITARNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kebersihan lingkungan. Tempat pembuangan juga tidak dipergunakan dan

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

Makalah Kunci. Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder.

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai kesempatan Pemerintah Indonesia menyampaikan. komitmennya untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

KETERKAITAN KEMAMPUAN MASYARAKAT DAN BENTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk dunia saat ini telah mencapai lebih dari 6 miliar, di mana di

Transkripsi:

BAGIAN I KAWASAN METROPOLITAN: KONSEP DAN DEFINISI

2 Metropolitan di Indonesia

1 Pendahuluan PERTUMBUHAN PENDUDUK Suatu laporan dari The Comparative Urban Studies Project di Woldrow Wilson pada tahun 2006 menuliskan bahwa telah terjadi pertambahan penduduk perkotaan di dunia dengan sangat berarti, pada tahun 2000, 41 persen dari penduduk dunia tinggal di perkotaan, pada tahun 2005, 50 persen penduduk dunia tinggal di perkotaan. Sementara itu laporan dari United Nations dan World Bank juga menunjukkan perkembangan yang relatif tinggi untuk penduduk di negara berkembang, dikatakan dalam laporan tersebut bahwa pada tahun 2050, lebih dari 85 persen penduduk di dunia akan hidup di negara berkembang dan 80 persen dari penduduk di negara berkembang tersebut akan hidup di perkotaan. United Nations memperkirakan bahwa jumlah penduduk perkotaan di Afrika, Asia dan Amerika Latin akan naik dua kali lipat dalam 30 tahun mendatang (sejak tahun 2003), naik dari 1,9 miliar di tahun 2000 menjadi 3,9 miliar di tahun 2030. Hampir semua negara di dunia mengalami proses urbanisasi yang sangat cepat seperti terlihat pada GAMBAR 1-1. Meskipun demikian, statistik yang berhasil dikumpulkan menunjukkan bahwa negara-negara di Asia mempunyai angka kenaikan absolut yang paling tinggi dalam beberapa tahun ke depan. Proses urbanisasi di dunia tersebut akan terus berlanjut dan di beberapa kota urbanisasi ini juga tercermin pada perubahan luas kawasan perkotaannya. Keadaan tersebut menyebabkan ukuran kota menjadi hal yang perlu mendapat perhatian. Berapa besar ukuran geografis suatu kota? Ukuran besar kota ini menjadi perhatian karena pada daerah-daerah administratif yang bersebelahan dan telah berciri kota akan membentuk konurbasi 1 dan menjadi suatu kota yang sangat besar. Fenomena ini di beberapa literatur sering disebut sebagai Metropolitan, Extended Metropolitan ataupun Megalopolis (Mc Gee, dan Robison 1995, Jones, 2002; Montgomery, dkk, 2003, 1 Konurbasi (conurbation) adalah suatu kawasan tempat bergabungnya beberapa kota

4 Metropolitan di Indonesia Doxiadis, 1969). Adanya istilah-istilah ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakter di antara kota-kota di dunia jika dilihat dari ukurannya 2. 5,000,000 4,500,000 Total Jumlah Population Penduduk (thousands) (ribuan) 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 Kota urban Desa rural 500,000 0 1950 1960 1970 1980 1990 Tahun Year 2000 2010 2020 2030 Source: World Urbanization Prospects 2001 GAMBAR 1-1 Perkiraan dan Proyeksi Penduduk di Perkotaan dan Perdesaan di Dunia Tahun 1950 2030 Sumber: United Nations 2002 Penduduk kota (x 000) 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 2000 2015 2030 Tolona 0 World Africa GAMBAR 1-2 Perkiraan dan Proyeksi Persentasi Penduduk Perkotaan per Kawasan Tahun 1950-2030 Sumber: UNCHS 2001 Asia Europe Kawasan Latin America Northern America Oceania 2 Secara lebih mendalam definisi metropolitan ini akan dibahas di Bab 2. Dalam buku ini, kecuali jika dijelaskan lain, istilah kota besar dan metropolitan akan digunakan bersama-sama.

Pendahuluan 5 Salah satu contoh dari penggabungan kawasan kota-kota menjadi suatu kawasan perkotaan yang besar adalah Kota Meksiko. Meksiko mendefinisikan Kota Meksiko dalam Distrik Federal dengan mengikutsertakan daerah adminsitratif di sebelah kota intinya hingga penduduk perkotaannya yang dihitung dalam Larger Meksiko City Metropolitan Area mencapai 17,9 juta jiwa (Montgomery dkk, 2003). Beberapa kota lain di dunia juga menunjukkan fenomena yang sama, yaitu kota besar biasanya terjadi karena bersatunya beberapa daerah administratif yang telah menjadi kota karena pertambahan penduduk dan pertambahan fasilitas perkotaannya. Sebagai gambaran bahwa kota bisa menjadi sangat besar karena bersatunya beberapa daerah adminsitratif yang berdekatan menjadi kawasan perkotaan yang besar, dapat ditunjukkan melalui perbandingan beberapa kota di Asia (lihat TABEL 1-1). TABEL 1-1 Perbandingan dari Dua Perkiraan Jumlah Penduduk dan Pertumbuhannya di Empat Extended Metropolitan Regions (EMRs) di Asia Bangkok Jakarta Manila Taipei 1980 1990 1980 1990 1980 1990 1980 1990 Jumlah Penduduk Aglomerasi 4.723 5.901 5.985 7.650 5.955 7.968 2.217 2.711 perkotaan Kota inti 4.697 5.876 6.481 8.223 5.926 7.948 2.268 2.761 Kawasan 1.947 2.706 5.413 7.676 2.820 4.107 3.070 4.035 dalam Kawasan luar 2.513 3.061 t.d t.d 2.932 3.908 709 7.533 Seluruh kawasan EMR 9.157 11.643 11.894 15.899 11.678 15.963 6.047 7.533 Rata-rata pertumbuhan 1980-1990 Aglomerasi 2,22 2,45 2,91 2,01 perkotaan Kota inti 2,33 2,38 2,93 1,96 Kawasan 3,29 3,49 3.,75 2,73 dalam Kawasan luar 2,40 t.d 2,87 0,65 Seluruh EMR 2,40 2,90 3,12 2,22 Sumber: Montgomery, dkk. (2003) Catatan: Data untuk aglomerasi dari UN 2001; data lain dari Jones 2002. TABEL 1-1 menunjukkan bahwa kota-kota menjadi semakin besar dengan mengikutsertakan kawasan di sekelilingnya. Secara geografis ukuran kota-kota ini sangat beragam, yang jika dilihat dari jumlah penduduk saja tidak bisa segera diketahui besaran kota secara geografis. Mega urban dapat saja membentang dari 100 km persegi hingga 200 km persegi hingga 200 10.000 km persegi atau lebih (Hamer 1994, seperti ditulis dalam Rosan dkk., 2005). Untuk Jakarta Extended Metropolitan Region, pada tahun

6 Metropolitan di Indonesia 2000 jumlah penduduknya telah mencapai 21,95 juta jiwa dengan kepadatan 3.432 jiwa per km persegi 3, yang berarti luas kawasan kotanya mencapai sekitar 6.396 km persegi. TABEL 1-2 Jumlah dan rata-rata pertumbuhan penduduk di beberapa kota di dunia Jumlah Penduduk (ribuan) Tingkat Pertumbuhan Pengelompokan Kota dan Desa 1975 1995 2015 1975-1995 1995-2015 Negara Berkembang Beijing, Cina 8545 11299 15572 1,4 1,6 Bombay, India 6856 15138 26218 4,0 2,8 Buenos Aires, Argentina 9144 11802 13856 1,3 0,8 Kairo, Mesir 6079 9690 14418 2,4 2,0 Kalkuta, India 7888 11923 17305 2,1 1,9 Delhi, India 4426 9948 16860 4,1 2,7 Daka, Bangladesh 1925 8545 19486 7,7 4,2 Hangzhou, Cina 1097 4207 11407 7,0 5,1 Hyderabad, India 2086 5477 10489 4,9 3,3 Istambul, Turki 3601 7911 12328 4,0 2,2 Jakarta, Indonesia 4814 8621 13923 3,0 2,4 Karaci, Pakistan 3983 9733 19377 4,6 3,5 Lagos, Nigeria 3300 10287 24640 5,8 4,5 Lahore, Pakistan 2399 5012 10047 3,8 3,5 Metro Manila, Filipina 5000 9286 14657 3,1 2,3 Meksiko, Meksiko 11236 16562 19180 2,0 0,7 Rio de Janeiro, Brazil 7854 10181 11860 1,3 0,8 Sao Paulo, Brazil 10047 16533 20320 2,5 1,0 Seoul, Republik Korea 6808 11609 12980 2,7 0,6 Shanghai, Cina 11443 13584 17969 0,9 1,4 Teheran, Iran 4274 6836 10309 2,4 2,1 Tianjin, Cina 6160 9415 13530 2,1 1,8 Negara Maju Los Angeles, Amerika 8926 12410 14217 1,7 0,7 New York, Amerika 15880 16332 17602 0,1 0,4 Osaka, Jepang 9844 10609 10609 0,4 0,0 Tokyo, Jepang 19771 26959 28887 1,6 0,3 Sumber: United Nation 1998 dalam Rosan dkk., 2005 Kawasan perkotaan yang melewati batas administratif menunjukkan bahwa dalam pengelolaan kawasan tersebut diperlukan kerjasama yang baik antara daerah-daerah administratif pembentuk kawasan perkotaan. Beberapa kota besar di dunia mempunyai 3 Lihat pembahasan mengenai kependudukan di Bab 5

Pendahuluan 7 kerjasama antar daerah yang diwujudkan dalam kelembagaan formal yang mempunyai wewenang tertentu di dalam pengelolaan dan perencanaan fasilitas pelayanan perkotaan. Dalam laporan yang sama (Rosan dkk., 2005) disebutkan bahwa United Nations pada tahun 1998 memperkirakan pertumbuhan kota-kota di Asia dan Afrika akan mengalami pertumbuhan yang hampir sama. India menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat demikian juga Pakistan dan Bangladesh. Hangzhou di Cina mengalami ratarata pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, disusul oleh Daka di Bangladesh. Menarik untuk dicermati bahwa kota di atas 10 juta jiwa terus berkembang dan sebagian berada di Asia dan Afrika yang termasuk dalam negara-negara sedang berkembang dan masih mengalami kesulitan di dalam melakukan pelayanan perkotaan (lihat TABEL 1-2). PERSOALAN-PERSOALAN YANG DIHADAPI KOTA-KOTA BESAR (METROPOLITAN) Perkembangan jumlah penduduk yang besar tentu harus menjadi perhatian, karena tidak semua kota mampu memberikan pelayanan yang mencukupi, apalagi jika pertambahan penduduk yang besar tersebut juga disertai dengan pertambahan luas kota yang harus dilayani. Pelayanan yang rendah ini terutama dialami oleh kota-kota di negara berkembang. Dalam suatu laporan (Rosan dkk., 2005) dikatakan bahwa sekitar 30 persen penduduk perkotaan di negara berkembang tidak mempunyai akses pada air bersih, dan 50 persen tidak mempunyai sistem sanitasi yang baik, yang terlihat pada permukiman dalam bentuk slum dan squatter 4. Banyaknya slum dan squatter juga menjadi persoalan yang harus dihadapi oleh kotakota besar tersebut. Laporan dari UN Habitat (2003) menunjukkan bahwa 64 persen lingkungan slum akan berada di negara-negara Asia, dengan keadaan yang sangat buruk. Di Indonesia, kawasan kumuh ini juga menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu, yang paling mencolok adalah perubahan kawasan kumuh ini jika dilihat dari kepemilikan tanahnya yang tidak jelas 5. Sementara itu di kota-kota besar tersebut juga terjadi kesenjangan yang besar antara yang kaya dan miskin yang juga tergambarkan dalam segregasi ruang perumahannya. Terdapat pengelompokan dalam enclave-enclave perumahan bagi masyarakat kaya di samping slum yang dihuni oleh kaum miskin perkotaan. Keadaan tersebut menurut beberapa pendapat menjadi salah satu penyebab konflik di perkotaan (Winarso, 2005). Kota-kota besar tersebut menghadapi pula persoalan ekonomi, terutama dalam menyediakan lapangan pekerjaan formal bagi masyarakatnya. Walaupun demikian penelitian di beberapa kota di dunia menunjukkan bahwa ekonomi perkotaan memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Di Meksiko misalnya, lima kota besarnya menyumbang 53 persen dari pertambahan nilai (value added) pada aktivitas industri, komersial dan jasa-jasa; kelima kota tersebut sebenarnya 4 Slum diartikan sebagai permukiman yang kumuh; tidak mempunyai akses yang baik pada air bersih dan sanitasi, padat dan tidak teratur, walaupun sebagian besar penduduknya mampu menunjukkan legalitas kepemilikan lahan dan rumahnya. Squatter mengacu pada ilegalitas kepemilikan lahannya, di negara berkembang, squatter identik dengan slum dalam arti kekumuhannya, sementara di negara maju squatter tidak mesti merupakan pemukiman kumuh. 5 Lihat pembahasan perumahan di Bab 6

8 Metropolitan di Indonesia hanya ditempati oleh 28 persen penduduk Meksiko (Montgomery et all, 2003). Di Indonesia sumbangan ekonomi perkotaan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional juga cukup besar; 30 persen Produk Domestik Bruto (PDB) nasional disumbang oleh hanya 14 kota besar 6. Sementara itu sektor informalnya 7 sulit untuk diketahui, walaupun dipercaya sangat besar dan seperti di beberapa negara berkembang, merupakan katup penyelamat bagi ekonomi nasionalnya, perannya terhadap ekonomi nasional sering tidak terbaca dengan baik. Montgomery, dkk. (2003) mengutip Arnaud (1998) misalnya, menunjukkan bahwa 70 persen dari pekerjaan yang ada pada kota-kota di Afrika Barat adalah pekerjaan di sektor informal. Selain itu, metropolitan juga menghadapi masalah lingkungan hidup. Kualitas lingkungan menurun tajam dapat terlihat dari besarnya tingkat polusi di kota-kota tersebut akibat kemacetan lalu lintas dan sistem transportasi umum yang tidak baik. Penurunan kualitas lingkungan juga terlihat dari penyediaan infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi (lihat TABEL 1-3). Sementara itu ketersediaan ruang terbuka untuk ruang terbuka hijau maupun ruang untuk aktivitas sosial juga menurun tajam. Di beberapa kota bahkan sudah mencapai kurang dari sepuluh persen luas kotanya. Ruang hijau yang diperlukan untuk membersihkan udara sangat terbatas menyebabkan polusi udara tidak dapat cepat dibersihkan kembali. TABEL 1-3 Proporsi penduduk perkotaan yang mempunyai akses ke air bersih dan sanitasi Data statistik dari UNDP Human Development Report 1996 Data statistik dari World Bank World Development Indicators 2000 Negara persen penduduk kota yang mempunyai akses ke air bersih persen penduduk kota yang mempuyai sanitasi persen penduduk kota yang mempunyai akses ke air bersih persen penduduk kota yang mempuyai sanitasi Bangladesh 99 75 47 77 Burkina Faso Td 42 Td 8 Ethiopia 91 97 90 Td Gana 70 53 70 53 India 85 0 85 46 Indonesia 79 73 78 73 Jamaika Td 100 92 89 Nigeria 63 40 63 61 Pakistan 96 62 77 53 Filipina 93 79 91 88 Sudan 84 79 66 79 Tanzania 67 74 65 97 Uganda 47 94 47 75 Zimbabwe 99 9 99 99 Td = tidak ada data Sumber:UNCHS, 2001 6 Lihat pembahasan ekonomi perkotaan di Bab 5 7 Definisi mengenai sektor informal ini masih selalu menjadi perdebatan, apalagi saat ini sektor informal di negara berkembang sebenarnya mampu memberikan pendapatan yang sangat tinggi bagi pelakunya.

Pendahuluan 9 Persoalan lingkungan juga terjadi pada kota-kota besar yang terus membangun jalan dan bangunan beton sehingga resapan air menjadi sangat berkurang. Ditambah dengan kedekatan terhadap kawasan penyangga lingkungan di sekitar kota inti yang juga tidak terawat, menyebabkan air hujan yang turun tidak bisa terserap dengan cepat dan dapat mengakibatkan terjadinya banjir tahunan yang menyengsarakan masyarakat. PERSOALAN DI INDONESIA Persoalan sektoral Persoalan-persoalan metropolitan sebagaimana tersebut di atas juga terjadi di beberapa kota metropolitan di Indonesia. Terdapat pertambahan penduduk yang cepat, bahkan pada tahun 2025 diperkirakan bahwa 80 persen dari total penduduk di Pulau Jawa akan tinggal pada kawasan perkotaan 8. Pertanyaannya adalah apakah kota-kota akan mampu memberikan pelayanan yang layak bagi penduduknya? Urbanisasi tidak selalu berarti negatif (Talen 2005) 9 karena jika dilihat dari sisi ekonomi, kota-kota selalu memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan ekonomi negara. Akan tetapi, kenyataan dalam penyediaan pelayanan yang memadai bagi penduduk perkotaan yang besar adalah persoalan yang berat, walaupun secara statistik tetap terlihat bahwa proporsi penduduk kota mendapatkan pelayanan lebih besar daripada penduduk perdesaan. Persoalanpersoalan sektoral lain seperti kemacetan lalu lintas dan kurangnya fasilitas angkutan publik merupakan keadaan yang sering dihadapi oleh kota-kota besar. Infrastruktur dasar seperti air bersih, sistem sanitasi dan telekomunikasi menjadi persoalan sektoral lain yang dihadapi oleh kota-kota di Indonesia. Pertambahan penduduk yang besar tanpa pertambahan dana investasi pada infrastruktur bagaikan pasak lebih besar dari tiang yang berarti dalam beberapa tahun ke depan, jika tidak ada perbaikan investasi, yang terjadi adalah kekacauan. Dalam hal investasi ini, Indonesia termasuk negara yang tertinggal. Indonesia hanya memberikan investasi sebesar 4 persen dari PDB untuk infrastruktur yang sangat tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain. 10 Persoalan yang sama dihadapi perkotaan di Indonesia dalam sektor perumahan, transportasi, penyediaan ruang terbuka hijau (RTH), dan persampahan. RTH di sebagian besar kota-kota di Indonesia, sangat tidak memadai baik kuantitas (besarannya) maupun kualitas, dalam arti fungsi RTH sebagai pembentuk iklim mikro perkotaan tidak dapat tercapai 11. Persampahan dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi permasalahan besar bagi beberapa kota di Indonesia. Jakarta mengalami masalah dengan pembuangan akhir di Bantar Gebang; Bandung mengalami persoalan pembuangan sampah yang sangat rumit pada tahun 2006, sehingga mengubah julukan Bandung menjadi Bandung kota sampah. 8 Lihat pembahasan mengenai kependudukan di Bab 5 9 Lihat juga pembahasan di Bab 5 10 Lihat pembahasan mengenai infrastruktur dasar di Bab 6 11 Lihat pembahasan mengenai RTH dan Lingkungan di Bab 6

10 Metropolitan di Indonesia Persoalan Tata Ruang Persoalan sektoral di atas, juga tercermin pada tata ruang kawasan perkotaannya karena tata ruang adalah wujud struktural dari aktivitas yang terjadi. Walaupun terlihat ada pusat-pusat dan sub pusat-sub pusat aktivitas dalam tata ruang kawasan perkotaan, tetapi struktur yang terjadi tidak tertata dengan baik yang mencerminkan terjadinya ketidakseimbangan pelayanan fasilitas perkotaan. Dengan kata lain, terjadi kerancuan di dalam sistem pelayanannya. RTH tidak mampu membentuk iklim mikro yang baik karena luasan dan lokasinya yang tidak tertata dan tidak tepat. Kemacetan lalu lintas menunjukkan bahwa terjadi ketidakcocokan antara lokasi tempat tinggal dengan tempat kerja atau tempat fasilitas lain. Penataan ruang yang baik diperlukan untuk dapat menjadikan pelayanan perkotaan yang dapat dinikmati oleh warga kota sehingga ketidakcocokan antara tempat tinggal dan fasilitas pelayanan perkotaan dapat dikurangi hingga sekecil mungkin. Jika fasilitas pelayanan perkotaan ada dalam jangkauan yang baik, masyarakat tidak harus mencarinya di tempat lain. MAKSUD PENULISAN BUKU Uraian di atas menunjukkan bahwa metropolitan di dunia, terutama di negara berkembang, tidak hanya menghadapi persoalan-persoalan, tetapi juga mempunyai potensi. Pemahaman mengenai persoalan-persoalan yang dihadapi dan potensi yang dipunyai kawasan metropolitan sebagai suatu sistem kota besar di Indonesia masih dirasakan kurang memadai, terutama bagi penyelenggara pemerintahan. Padahal kawasan metropolitan dapat mempunyai arti yang sangat penting dalam pengembangan wilayah dan perekonomian nasional karena sumbangan pada pertumbuhan ekonomi yang besar. Persoalan-persoalan metropolitan tercermin dalam struktur dan pola keruangannya. Jika ditata dan dikelola dengan baik, kawasan metropolitan dapat berfungsi lebih baik lagi sebagai pusat pertumbuhan wilayah yang luas karena skala kegiatan ekonomi yang berkembang di dalamnya. Sebaliknya, pengelolaan kawasan metropolitan secara tidak tepat malahan dapat menyebabkan ketidakefisienan dan menimbulkan berbagai persoalan, baik persoalan teknis maupun persoalan sosial ekonomi. Kawasan perkotaan metropolitan dituntut untuk mampu berfungsi secara efektif sebagai pusat pertumbuhan wilayah yang efisien sehingga dapat menunjang upaya percepatan pembangunan nasional. Ketidakefisienan dalam pengelolaan kawasan perkotaan dikhawatirkan dapat berdampak pada penurunan kinerja pembangunan dalam skala yang lebih luas, bahkan nasional. Agar pengelola kawasan perkotaan metropolitan dapat lebih memahami persoalan kawasan metropolitan secara lebih mendalam, diperlukan suatu bacaan yang dapat dijadikan acuan bagi para pemangku kepentingan dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan dan pengelolaan kawasan perkotaan metropolitan. Terkait dengan hal tersebut, pada Tahun Anggaran 2006 Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, membentuk tim untuk menyiapkan buku yang dapat digunakan sebagai source book oleh para pemangku kepentingan dalam meningkatkan pemahaman mengenai persoalan metropolitan.

Pendahuluan 11 METODA DAN PENDEKATAN Yang menjadi perhatian utama dalam buku ini adalah peningkatan pemahaman mengenai persoalan metropolitan terutama dalam hal: Definisi dan pengertian metropolitan Dinamika pertumbuhan penduduk dan perkembangan sosial ekonomi perkotaan Penyediaan infrastruktur dasar dan lingkungan hidup metropolitan Hukum dan kelembagaan metropolitan Penataan ruang kawasan metropolitan Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, dibentuk tim yang mempelajari literatur mengenai metropolitan di dunia dan di Indonesia yang didapatkan dari penelitian melalui internet maupun pada data-data sekunder hasil studi dari berbagai institusi. Meminta beberapa pakar, pemerhati metropolitan dari kalangan akademisi maupun praktisi untuk mendiskusikan dan menuliskan hasil pengamatan mereka pada sektor tertentu di dalam penataan ruang kawasan metropolitan. Hasil dari studi dan pengamatan pakar didiskusikan dalam seminar dan kemudian ditulis ulang dan disusun sesuai dengan tujuan penulisan buku ini. SISTEMATIKA BUKU Buku ini terdiri dari tiga bagian besar: bagian pertama bertajuk Kawasan Metropolitan: Konsep dan Pengertian; bagian kedua bertajuk Metropolitan di Indonesia, dan bagian ketiga bertajuk Penataan Ruang Kawasan Metropolitan. Bagian pertama dimaksudkan sebagai penyatu pandangan mengenai definisi metropolitan, yang dipakai dalam diskusi dan analisis dalam bagian pertama dan kedua buku. Pada bagian tiga, definisi baru mengenai kawasan metropolitan untuk Indonesia dirumuskan berdasarkan diskusi-diskusi pada bagian sebelumnya. Bagian pertama ini terdiri dari dua bab; Bab 1 menguraikan isi buku secara keseluruhan serta memberikan konteks analisis metropolitan; Bab 2 menguraikan konsep dan definisi metropolitan serta memberikan gambaran mengenai metropolitan di dunia, struktur tata ruang dan persoalan yang dihadapi metropolitan di dunia tersebut. Bagian kedua, dengan mengacu pada pengertian metropolitan yang telah dijelaskan di bagian pertama, menguraikan persoalan dan tantangan serta kemungkinan kebijakan sektoral untuk menjawab persoalan-persoalan tertentu pada metropolitan di Indonesia. Bagian kedua ini terdiri dari empat bab. Dimulai dengan Bab 3 yang menggambarkan, berdasarkan data-data sekunder, mengenai sejarah pembentukan, perkembangan, dan persoalan yang dihadapi metropolitan di Indonesia. Selanjutnya pada Bab 4, secara umum membahas mengenai persoalan kependudukan, sosial ekonomi, infrastruktur dan hukum serta kelembagaan yang dihadapi oleh metropolitan di Indonesia. Tiga bab berikutnya; Bab 5, 6 dan 7, membahas secara lebih mendalam persoalan kependudukan dan sosial ekonomi, infrastruktur, dan lingkungan serta hukum dan kelembagaan.

12 Metropolitan di Indonesia Bagian ketiga dimaksudkan sebagai penutup yang menunjukkan usulan dan pandangan mengenai bagaimana sebaiknya penataan kawasan metropolitan dilaksanakan. Bagian ini terdiri dari 2 bab, yaitu Bab 8 menguraikan arahan kebijakan penataan ruang metropolitan dan Bab 9 yang berisi catatan penutup.