Konsep Etika Muhammad Ibn Zakariyya ar-razi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

KONTRIBUSI PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM DALAM ILMU PENDIDIKAN. Dede Rohaniawati, M.Pd. UIN Sunan Gunung Djati Bandung

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara. Islam telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2013, hal

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

Dasar-Dasar Etika Michael Hariadi / Teknik Elektro

TEORI BELAJAR KLASIK Oleh : Habibi FKIP Universitas Wiraraja Sumenep

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis.

BAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alquran yang secara harfiah berarti bacaan sempurna merupakan suatu

Mendidik Anak Menuju Surga. Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Tugas Mendidik Generasi Unggulan

BAB V PENUTUP. memadukan antara aql dan naql, namun pada dasarnya pemikiran. Muhammad Abduh lebih cenderung kepada aql daripada naql.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

dan Ketegasannya Terhadap Syiah

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB I PENDAHULUAN. mengajar dengan materi-materi kajian yang terdiri dari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani, Gema Insani Press, Jakarta, cet III, 2001, h Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur an, Terj.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis,

Pendidikan Agama Islam

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah (STAIN Jember,

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN. sebuah cahaya petunjuk bagi mereka yang beriman. Allah berfirman:

Filsafat Umum. Pengantar ke Alam Filsafat 2. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI

BAB IV T}ANT}A>WI> JAWHARI> hitung dan dikenal sebagai seorang sufi. Ia pengikut madzhab ahl sunnah wa aljama ah

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

BAB I LATAR BELAKANG PENDAHULUAN

KESATUAN SURAT AL-QUR AN DALAM PANDANGAN SALWA M.S. EL-AWWA

BAB I PENDAHULUAN. Islam. Akhlak dapat merubah kepribadian muslim menjadi orang yang

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN AL-RA Y OLEH

Bimbingan Ruhani. Penanya:

TUGAS UTS DASAR DASAR LOGIKA PENGERTIAN PENGERTIAN FILSAFAT, LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA DAN FILSAFAT ILMU

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut dan

Kolom Edisi 040, Desember P r o j e c t ISLAM BAGHDAD. i t a i g k a a n. Luthfi Assyaukanie

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim,

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak mengenal ruang dan waktu, ia tidak dibatasi tebalnya

DIMENSI FILSAFAT DALAM WAHYU

BAB I PENDAHULUAN. Bintang, hlm Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, cet-17; Jakarta, PT Bulan

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. Kelas Menengah di Yogyakarta, Kontekstualita, (Vol. 30, No. 2, 2015), hlm. 140.

BAB I PENDAHULUAN. dianggap ada secara fisik, seluruh ruang dan waktu, dan segala bentuk materi

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sebagai usaha membina dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

TAFSIR AL-QUR AN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HASANAH DAN SAYYI AH SECARA UMUM. sebanyak 160 ayat dalam 48 surat, sedangkan kata سیي ھ yang

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL

PERINTIS PSIKOTERAPI ISLAM. Ilmuan Islam Perintis Pengobatan Penyakit Jiwa

Filsafat Pemerintahan (Sebuah Gambaran Umum) Oleh: Erwin Musdah

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. umat Islam. Dakwah di tengah masyarakat intelektual dalam arti tingkat SDM

BAB V PENUTUP. 1. Pemikiran Kiai Said Aqil Siroj tidak terlepas dari Nahdltul Ulama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KOSEP FITRAH DALAM ISLAM Oleh: Saepul Anwar

F LS L A S F A A F T A T ISL S A L M

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada sekat secara tidak langsung menciptakan batas batas moralitas

( aql) dan sumber agama (naql) adalah hal yang selalu ia tekankan kepada

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

DAFTAR PUSTAKA. Abu Dawud, Sulaiman bin al-asy as al-sijistani H. Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar Ibn Hazm. Juz III.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Ismail SM. Et. All. Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001),

Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam

2010), hlm. 57. Khayyal, Membangun keluarga Qur ani, (Jakarta : Amzah, 2005), hlm 3. 1 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,

Ilmuwan Islam Sebelum Datangnya Barat. Written by Andi Rahmanto

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I. keberagamaan dimasa kini dan dimasa akan datang, agar manusia menjadi. berdasarkan nilai-nilai iman dan ketakwaan Islam. 1

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang unik dan sangat menarik di mata manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Islam bersumber kepada Al-Qur an dan As-Sunnah.

Filsafat Ilmu dan Logika

Transkripsi:

Aqlania: Jurnal Filsafat dan Teologi Islam Vol. 11 No. 2 (Juli-Desember) 2020, p. 159-177. Konsep Etika Muhammad Ibn Zakariyya ar-razi Ali Yazid Hamdani Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yazidyizaidz1001@gmail.com Abstract: Ethics is part of philosophy that relates to the good and bad values of moral actions. In the history of philosophical thought that began in Ancient Greece, In history of philosophical thought that began in Ancient Greece, ethics is inseparable from the attention of Greek thinkers. This also affected the thinkers afterward, especially in Islamic philosophy. This connectedness becomes a relay of thought that continues to roll so that Islamic thinkers also give full attention to ethics because it is related to human life directly. Many Islamic thinkers have shaped ethical concepts. One of them is Muhammad Ibn Zakariyya ar-razi He is a leading doctor, a scientist, and a philosopher who is very intelligent and productive. In this case, the concept of ethical ar-razi. at least three schools greatly influence the ethical concept of thought. Among them; Epicureanism, which tends to psychic issues, Aristotelianism, with the concept of a balance between extreme points (ta'dil al-af'al-nufus), and naturalism, which emphasizes all the criteria of good and bad moral actions under human nature itself physically and mentally. All the three merged into one to form a new ethical concept with ar-razi z originality thinking. Keywords: Ethics, ar-razi, Epicurianisme, Aristotelianisme, Naturalisme Abstrak: Etika merupakan bagian dari filsafat yang berkaitan dengan nilai baik dan buruk tindakan moral. Dalam sejarah pemikiran filsafat yang dimulai sejak Yunani Kuno, etika tidak terlepas dari perhatian para tokoh pemikir Yunani. Hal ini pun juga berpengaruh pada pemikir setelahnya, khususnya dalam filsafat Islam. Keterhubungan ini menjadi estafet pemikiran terus saja bergulir sehingga pemikir Islam pun memberikan perhatian penuh terhadap etika karena berkaitan langsung dengan kehidupan manusia. Berbagai pemikir Islam telah membentuk wajah dan konsep etikanya. Salah seorang diantaranya adalah Muhammad Ibn Zakariyya ar-razi yang merupakan seorang dokter sekaligus filosof yang sangat cerdas dan produktif. Dalam hal ini, komsep etika ar-razi setidaknya ada tiga aliran yang sangat memperngaruhi pola pemikiran konsep etikanya. Diantaranya; Epicurianisme, yang cenderung pada persoalan psikis, Aristotelianisme, dengan konsep keseimbangan diantara titik ekstrem (ta dil al-af al-nufus), dan naturalisme, yang menekankan pada semua kriteria baik buruknya tindakan moral sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri baik secara lahir maupun batin. Ketiganya melebur satu membentuk konsep etika yang baru dengan pemikran orinalitas ar-razi sendiri. Kata Kunci: Etika, ar-razi, Epcurianisme, Aristotelianisme, Naturalisme. 159

Ali Yazid Hamdani: Konsep Etika Muhammad Ibn Zakriyya ar-razi PENDAHULUAN Pembahasan mengenai etika bukanlah suatu kajian yang baru, telah banyak dibahas sejak manusia mewacanakan tata cara hidupnya hingga kini. Namun, jika ditelusuri lebih jauh etika dibahas pertama kali oleh para filosof Yunani untuk memberikan petunjuk serta arahan bagaimana menjalani kehidupan yang baik dan benar tidak hanya sekedar makan dan minum lalu tidur, tapi lebih jauh dari pada itu, bagaimana suatu kehidupan itu lebih bernilai dan bermakna bagi sesama. Sering kali perbedaan pendapat perihal konsep filosofis moral yang selalu diperdebatkan, hingga sekarang pun pertikaian mengenai etika terus saja bergulir. Mulai dari pendefinisian etika itu sendiri hingga komponen-komponen yang harus melekat. Lalu bagaimana etika dikonsepsikan dalam Islam? Apakah pemikiran kritis tentang moral itu ada dalam khazanah keilmuan Islam? Atau hanya sebatas wacana belaka tanpa unsur-unsur filosofis dalam menjawab persoalan hidup yang berkaitan dengan etika. Sebab, perbincangan terkait etika tidak hanya tentang perbuatan baik dan buruk semata. Melainkan bagaimana suatu tindakan yang muncul memiliki orientasi kemana arah dan tujuan tindakan moral itu dilakukan. Dengan kata lain etika dapat dikatakan cenderung bernuansa teoritis dalam upaya menindaklanjuti problem moral. Dalam Islam misalnya, Ibnu Miskawaih yang merupakan seorang tokoh moralis terkenal sebagai peletak dasar etika kebajikan dalam khazanah keilmuan Islam, yang banyak dikatakan dalam karyanya Tahdzib al-akhlaq wa Tathir A raq membahas etika secara spesifik. Tentu dedikasi yang berikan sangat memukau dan memperkaya khazanah keilmuan Islam. Dalam diskusi yang dilakukan di ruang kelas boleh dibilang panas dan menuai aneka ragam jawaban. Atas karya Ibnu Miskawaih tersebut berkesimpulan bahwa Tahdzib al-akhlaq wa Tathir A raq masih tergolong belia untuk dapat dikategorikan karya etika. Karena lebih kepada pedoman untuk bertindak baik dan menghindari yang buruk, padahal etika bukanlah sebatas tentang baik dan buruk. Bukan bermaksud apapun atau meragukan konsepsi yang dibangun, tapi hanya ingin sedikit mempertanyakan kembali apakah itu benar-benar pemikiran kritis terhadap moral atau hanya sebagai pedoman moral yang hanya membahas tentang hal baik dan buruk semata. 160

Aqlania: Jurnal Filsafat dan Teologi Islam, Vol. 11 No. 2 (Juli-Desember) 2020, p. 159-177. Hal ini memang menuai banyak perbedaan pendapat, di satu kubu misalnya tetap bersikukuh mengatakan karya tersebut merupakan buah gagasan etika, di kubu lainnya mengatakan tergolong karya moral, dan mungkin di kubu yang satu lagi akan mengatakan Ibnu Miskawaih dinyatakan sebagai peletak dasar fondasi awal etika dalam Islam yang dilanjutkan kemudian oleh intelektual muslim dalam membangun dan mengembangkan jauh ke atap hingga firniturnya secara lebih teoritis dan filosofis. Pembahasan mengenai etika dalam Alquran dan Hadis sendiri tidaklah secara rinci dibahas dalam artian yang bersifat teoritis-filosofis. Meski demikian, bukan berarti sumber utama islam mengabaikan etika begitu saja, tapi sebisa mungkin umat muslim mampu menggali lebih jauh dalam menginterpretasi konsep-konsep moral yang terkandung dalam Alquran dan as-sunnah menjadi pemikiran teoritis dan kritis terkait moral. Tidak dapat dipungkiri, betapa sulit menentukan untuk menguraikan secara clear and distinct dalam etika dan moral karena keduanya saling terpaut satu sama lain. Dengan kata lain di samping berisi tentang pedoman-pedoman dan ketetapan moral untuk dipatuhi, dan beberapa berikutnya disajikan dengan penjelasan argumentatif rasional mengapa harus bertindak begini dan begitu? Secara konseptual antara moral dan etika memang berbeda, namun keduanya saling terpaut. 1 Di sinilah letak keistimewaan etika Islam dari etika yang berkembang di Barat yakni pemaduan antara agama dan rasio yang akhirnya menjadi prinsip dan coraknya tersendiri dari etika Islam. 2 Tidak ada yang boleh terabaikan dari keduanya. Jika saja hanya berpatokan pada rasio manusia semata tanpa peduli memperhatikan kandungan ajaran agama, tentu hal ini rentan membuat kesalahan melihat keterbatasan akal manusia yang mungkin saja berbuat salah. Sebaliknya jika pun manusia hanya mengandalkan sumber utama agama (Alquran dan Hadits) namun abai akan rasio, maka akan membuat seseorang melakukan kesalahan pula, sebab ajaran agama juga membutuhkan rasio untuk menafsirkannya. Jika saja hal itu terabaikan, maka kestagnanan, kejumudan, dan kedangkalan akan interpretasi yang seharusnya progresif akan cenderung regresif terhadap laju-kembangnya pengonsepan etika. 1 Mustain Mustain, Etika Dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim Tentang Kebahagiaan, Ulumuna 17, no. 1 (2013): hlm. 192. 2 Yunita Kurniati, Keistimewaan Etika Islam Dari Etika Yang Berkembang Di Barat, Aqlania 11, no. 1 (2020): hlm. 43. 161

Ali Yazid Hamdani: Konsep Etika Muhammad Ibn Zakriyya ar-razi Dalam hal ini, tokoh yang sangat menarik untuk dikaji adalah seorang pemikir independen yang dikenal kontroversial dalam perjalanan intelektualnya yakni, Abu Bakr ar-razi; seorang rasionalis murni, yang cenderung memainkan akal sebagai instrumen utama dan penting dalam hidupnya. Hal ini pun tampak dalam halaman pendahuluan karyanya, al-thibb al-ruhani yang ditulis panjang lebar tentang pujian-pujian dan keutamaan-keutamaan atas rasio di dalamnya. 3 Selain banyak menguasai berbagai cabang keilmuan, telah banyak karya lahir dari rahim tangannya, ada yang menyatakan setidaknya berjumlah 200, 4 yang lain menyatakan sejumlah 148 karya, 5 dan satu lagi sekitar 134 karya. 6 Namun banyak yang tidak sampai kepada kita lantaran hilang. Karya yang ditulis melingkupi berbagai macam cabang keilmuan, seperti halnya kalam, tafsir, filsafat, tata bahasa, astronomi, sejarah, dan lainnya. Sejauh ini memperbincangkan etika ar-razi masih sedikit dibahas khususnya dalam literatur berbahasa Indonesia. Meski demikian bukan berarti tidak adanya intelektual yang memperhatikan buah pemikiran ar-razi. Sekalipun ada, tapi tidak begitu mendalam mengkaji buah pikir etikanya. Di beberapa jurnal penelitian, misalnya yang dilakukan Iwan Malik Marpaung dengan judul Melihat Sekilas Imam Fakhral-Din al-razi. Penelitian ini membahas ar- Razi secara umum, meliputi konsep pemikiran kalam, filsafat, ilmu pengetahuan (sains), tafsir, dan yurisprudensinya. 7 Ada juga yang lebih spesifik namun tidak meruncing ke etikanya dan lebih menitiktekankan pada konsep ketenangan jiwa, 8 Penelitian lain membidik ar-razi dari segi pendidikan kejiwaan dan kesehatan mental, 9 3 Fakhruddin Ar-Razi, At-Thibb Ar-Ruhani (Kairo: Dar al-kutub, 1978), hlm. 35 36. 4 Hasyim Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 1999), hlm. 24. 5 Abdur Rahman Badawi, Muhammad Zakaria Ar-Razi Dalam A History of Muslim Philosophy: With Short Accounts of Other Disciplines and the Modern Renaissance in Muslim Lands, ed. M.M. Sharif, Vol. 1. (New Delhi: Low Price Publication, 1995), hlm. 438. 6 Sayyid Muhammad alī Ayāzi, Al-Mufassirun Ḥayātuhum Wa Manāhijuhum (Teheran: Wizānah al-thaqāfah wa al-inshāq al-islām, 1993), hlm. 652. 7 Irwan Malik Marpaung, Melihat Sekilas Imam Fakhral-Din Al-Razi (544-606 H/1149-1209 M), Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam 12, no. 1 (2014): 155 170. 8 Abd Jalaluddin, Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī Dalam Tafsīr Mafātih Al- Ghayb, Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur an dan Tafsir 3, no. 1 (2018). 9 Muhammad Arif, Pendidikan Kejiwaan Dan Kesehatan Mental (Perspektif Fakhruddin Ar- Razi), Farabi: Journal of Ushuluddin & Islamic Thought 16, no. 2 (2019): 161 180. 162

Aqlania: Jurnal Filsafat dan Teologi Islam, Vol. 11 No. 2 (Juli-Desember) 2020, p. 159-177. naturalismenya, 10 rasionalisasi kenabiannya, 11 Dan beberapa lainnya lebih dekat dengan masalah analisis ketafsiran. 12 Di beberapa buku pun masih terbilang minim, Majid Fakhry membahas pemikiran ar-razi secara umum. Bukunya cenderung pada konsep logika dan filosofisnya yang dibangun oleh ar-razi, walau demikian pembahasan etikanya juga dibahas sepintas di bagian akhirnya 13 Di buku Prof. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, dan dalam A History of Muslim Philosophy yang dieditori oleh M.M. Sharif juga membahas secara umum, tidak spesifik menjurus pada Etika, Sarah Stroumsa juga menyinggung pemikirannya secara lebih detail, namun ia lebih menitikberatkan pada Kebebasan berpikir dan Rasionalisasi konsep kenabiannya. 14 Selain di atas, ada beberapa literatur lain yang juga penting dan sangat membantu untuk memahami kerangka etika ar-razi sebagaimana tertuang dalam tulisan Lenn E. Goodman yang bertajuk The Epicurian Ethic of Muhammad Ibn Zakariyya ar- Razi, Therese-Anne Druart Al-Razi s Conceptions of the Soul: Psychological Background to His Ethics & The Ethics of ar-razi, dan tesis dari Abdul Fattah al-fikru al-akhlaqi Inda Fakhr al-din ar-razi yang secara khusus membahas ar-razi lebih dalam dan beberapa lagi literatur lainnya yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pemikiran etika ar- Razi dengan menggunakan riset berbasis pustaka (library-based research), yaitu dengan mengumpulkan data sekaligus meneliti refrensi-refrensi terkait yang digunakan untuk memberikan gambaran mengenai konsep etika yang mengacu pada tulisan-tulisan ar- 10 Isfaroh Isfaroh, NATURALISME-TEISTIK ABU BAKAR ALRAZI, Al-A raf: Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat 16, no. 2 (2019): 247 266. 11 Ramadhan Adi Putra and Wakhit Hasim, EPISTEMOLOGI PEMIKIRAN ABU BAKAR MUHAMMAD BIN ZAKARIA AL-RAZI TENTANG KENABIAN, JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan 5, no. 2 (2019): 61 75. 12 Muhammad Azhari, KONSEP PENDIDIKAN SAINS MENURUT AL-RĀZĪ (Tela ah Terhadap Tafsir Mafātīḥ Al-Ghayb), Jurnal Ilmiah Islam Futura 13, no. 1 (2013): 42 57; Anas Shafwan Khalid, METODOLOGI TAFSIR FAKHRU AL-DIN AL-RAZI: Telaah Tafsir QS. Al-Fatihah Dalam Mafatih Al-Ghayb, Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur an dan Tafsir 3, no. 01 (2018); Gista Naruliya Siswanti, Eksistensi Dan Konsep Syifa dalam Tafsir Fakhrudin Al-Razi, Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, Dan Budaya 2, no. 2 (2019): 1 16; Puput Mainingsih and Lc Ahmad Nurrohim, Penafsiran Fakhr Al-Din Al-Razi Terhadap Nafs Mutmainnah Dalam Tafsir Mafatih Al-Gaib (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020).. 13 Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 39 40. 14 Sarah Stroumsa, Para Pemikir Bebas Islam: Mengenal Teologi Ibn Rawandi Dan Abu Bakr Ar-Razi (Yogyakarta: LKIS, 2013). 163

Ali Yazid Hamdani: Konsep Etika Muhammad Ibn Zakriyya ar-razi Razi sebagai sumber primer dan literatur-literatur lain yang berkaitan dengan objek penelitian sebagai sumber rujukan sekunder. Sketsa Setting-Historis Abu Bakr ar-razi Sebenarnya ada beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggil dengan Al-Razi, yakni Abu Hatim Al-Razi, Fakhruddin Al-Razi dan Najmuddin Al-Razi. Oleh karena itu, untuk membedakan Al-Razi, sang filosof ini dari tokoh-tokoh lain, ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar yang merupakan nama gelarnya. 15 Tidak hanya itu, Abu Bakr ar-razi sering kali disebut dengan kunyah Abu Abdillah, atau Abul Ma ali, ataupun Abul Fadhl. Tapi yang paling sering digunakan adalah kunyah Ibnu al Khathib ar Rayy atau Ibnu al Khathib, yang merupakan nisbah kepada orang tuanya, yaitu Dhiauddin Umar yang terkenal sebagai seorang ulama ahli fiqh, dan penceramah yang masyhur di kota Rayy, bagian dari wilayah Tabristan. Sedangkan laqabnya, sering disebut dengan Fakhr ad-din, atau Syaikhul Islam, atau al-imam, atau ar-razi. Semua panggilan tersebut menunjukkan kecemerlangannya dan ketinggiannya dalam ilmu-ilmu agama. Kecuali laqab ar Razi yang menunjukkan tempat kelahirannya. 16 Menurut al-biruni, ar-razi lahir di Rayy dekat Teheran pada 1 Sya ban 251 H/865 M. 17 Dengan nama lengkap Abu Bakar Muhammad ibn Zakariyya ibn Yahya al- Razi, di dunia barat dikenal dengan nama Rhazes. Beliau merupakan ulama terkemuka yang memiliki wawasan luas melingkupi segala bidang pengetahuan 18, mulai dari ilmu keagamaan, (Fiqh, kalam, tafsir, dll.) filsafat, dan bahkan dalam sains pun banyak diakui para cendekiawan-cendekiawan Barat dan Timur pada masanya dan setelahnya. Di masa mudanya ia pernah menjadi tukang intan, penukar uang, dan pemain kecapi. Kemudian menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu kimia, setelah matanya terserang penyakit akibat eksperimen-eksperimen yang dilakukan. Lalu ia beralih dan 15 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam; Filosof Dan Filsafatnya, Cet, V. Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 113; Hambali Hambali, PEMIKIRAN METAFISIKA, MORAL DAN KENABIAN DALAM PANDANGAN AL-RAZI, SUBSTANTIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 12, no. 2 (2010): hlm. 367. 16 Abdul Hayyie al-kattani Wardi, Konsep Jiwa Menurut Fakhruddin Ar-Razi, Prosiding dari Diskusi Dwipekan Insist (Jakarta Selatan, 22 Agustus 2015), hlm. 1. 17 Epitre de Biruni, contenant le repertoire des ouvryes de Muhammad ibn Zakariya ar-razi, (publiee par Kraus, Paris, 1936), hlm. 4; Badawi, Muhammad Zakaria Ar-Razi Dalam A History of Muslim Philosophy: With Short Accounts of Other Disciplines and the Modern Renaissance in Muslim Lands, hlm. 434. 18 Ia belajar Kedokteran pada Ali ibn Rabban al-thabari (192-240 H/ 808-855 M), belajar Filsafat kepada Al-Balakhi, Ibid., 436. 164

Aqlania: Jurnal Filsafat dan Teologi Islam, Vol. 11 No. 2 (Juli-Desember) 2020, p. 159-177. mendalami ilmu kedokteran dan filsafat 19 mengingat biaya berobat yang tidak lagi dapat dipandang bersahabat. Berkat kepiawaannya dalam bidang kedokteran pada tahun 290 H/ 902 M. ar- Razi diberikan amanah untuk memimpin rumah sakit oleh Gubernur Ray yang ketika itu, diperintah oleh Mansyur ibn Ishaq ibn Ahmad ibn Asad selama 6 tahun (290-296 H/ 902 908 M). Di samping menjadi seorang direktur dan dokter tidak mengurangi produktifitasnya dalam menulis sehingga pada masa itu juga ia berhasil menulis kitab al-thibb al-mansuri yang dipersembahkan kepada sang gubernur. Kemudian ar-razi hijrah dari Rayy ke Baghdad atas panggilan dari khalifah Al- Muktafi (289-295 H/ 901-908 M) untuk memimpin rumah sakit di sana. Dalam menjalani prosfesinya sebagai dokter, ia dikenal sangat pemurah bagi mereka yang benar-benar tidak mampu, memberikan secara cuma-cuma untuk proses penyembuhan pasiennya. Tidak heran jika banyak orang yang mengakui kejeniusannya dalam bidang ini, sebut saja al-hitti mengatakan bahwa Al-Razi adalah seorang dokter yang paling besar dan paling orisinal dari seluruh dokter muslim, dan juga seorang paling produktif. Ia kadang-kadang dijuluki The Arabic Galen. 20 Sejak wafatnya khalifah al-muktafi, beliau kembali ke kota kelahirannya, Rayy dan meninggal di sana di usianya yang ke-62 Tahun, pada 5 Sya ban 313 H/ 27 Oktober 925 M. Akibat penyakit katarak yang diderita. 21 Konon karena keseriusan dan kegigihannya dalam belajar menjadi salah satu penyebab penyakit kataraknya. Dan ia berwasiat kepada murid-muridnya bahwa jika saja ia meninggal dunia untuk diam-diam tanpa ada satu pun menyiarkannya, mengkafani dan menguburkannya sesuai syariat, dan untuk dibawa menuju gunung masoqib, terletak di desa Muzdaakhon. 22 Pada saat kematiannya, murid-muridnya melaksanakan apa yang menjadi wasiat terakhirnya, ia dikubur di siang hari. 23 Namun ada perbedaan pendapat mengenai letak di mana ia dikuburkan. Abu Abbas Ahmad ibn Khallikan mengatakan ia dikuburkan sebagaimana 19 Zar, Filsafat Islam; Filosof Dan Filsafatnya, Cet, hlm. 113 114. 20 Hambali, PEMIKIRAN METAFISIKA, MORAL DAN KENABIAN DALAM PANDANGAN AL-RAZI, hlm. 367. 21 Muhammad Kamil Uwaydah, Ar-Razi: Al-Faylasuf Al-Thib (Beirut: Dar al-kutub al-ilmiyah, 1983), hlm. 3. 22 Dekat dengan kota Herat salah satu kota di Afganistan 23 Wafayat al-a'yan, hlm. 252; Al-Husein Abdul Fattah Gado, 2001, Al-Fikru Al-Akhlaqi Inda Fakhr Ad-Din Ar-Razi, Tesis. Fakultas Dar al-ulum, Universitas Kairo, hlm. 14. 165

Ali Yazid Hamdani: Konsep Etika Muhammad Ibn Zakriyya ar-razi dalam wasiat, 24 kelahirannya. 25 sementara al-qifthi mengatakan bahwa ia dikuburkan di tanah Etika Vs Moral Hal ini yang menjadi titik tekan kemudian, yang cukup menuai problem dalam memahami suatu konsep etika seorang tokoh yang seringkali memiliki makna yang kabur. Tidak heran jika dalam penggunannya seringkali tertukar satu dengan lainnya, sebut saja moral dan etika. Penulis tidak akan membahas secara detail dan mendalam perbedaan keduanya. Hanya saja sebagai dasar pijakan untuk memahami gradual berikutnya apa etika itu sendiri? Dan apa definisi moral? Lalu apa perbedaannya? Jika kita perhatikan dari sektor kata, kedua istilah ini secara etimologi memiliki arti yang sama. Hanya saja, bahasa asalnya yang berbeda; pertama, etika yang berasal dari bahasa Yunani dan kedua moral yang berasal dari bahasa Latin 26 yang memiliki arti adat kebiasaan. Secara terminologis telah banyak dirumuskan para pakar dengan berbagai macam redaksi yang berbeda akan tetapi esnsinya tetap mengarah pada maksud yang sama. Sidi Gazalba menyatakan bahwa etika merupakan teori tentang laku perbuatan manusia dipandang dari nilai baik dan buruk sejauh dapat ditentukan akal. 27 Sedang menurut Louis O. Kattsof, etika adalah cabang aksiologi yang pada pokoknya membicarakan masalah predikat-predikat nilai betul (right) dan salah (wrong), dalam arti susila atau moral dan tidak susila immoral. 28 Adapun batasan etika adalah usaha untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik. 29 Dengan demikian dalam pengertian di atas etika tidaklah berbeda dengan filsafat moral atau pemikiran kritis atas moral. Untuk meninjau lebih jauh perbedaan antara etika dan moral agar memahami arah kerangka pembahasan selanjutnya. Moral lebih bersifat praktis, sementara etika bersifat teoritis. Moral membicarakan apa adanya, Etika membahas apa yang 1987), hlm. 17. 24 Al-Husein Abdul Fattah Gado, Al-Fikru Al-Akhlaqi Inda Fakhr Ad-Din Ar-Razi, hlm. 14. 25 Ibid. 26 Kees Bertens, Etika K. Bertens, vol. 21 (Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 4. 27 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jilid 1. (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 34. 28 Louis O. Kattsof, Pengantar Filsafat, Cet ke-7. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2016), hlm. 349. 29 Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral (Kanisius, 166

Aqlania: Jurnal Filsafat dan Teologi Islam, Vol. 11 No. 2 (Juli-Desember) 2020, p. 159-177. seharusnya. Jadi kata moral mengacu pada baik buruknya manusia terkait dengan tindakannya, sikapnya, dan cara mengungkapkannya sebagai wacana normatif tetapi tidak selalu harus imperatif. 30 Sementara etika biasanya dimengerti sebagai refleksi filosofis atas moral. Etika dipandang sebagai seni hidup bahagia dalam mencapai bagaimana manusia harus hidup agar kehidupannya benar-benar baik dan bermutu. Lanjut Sidi Gazalba pun tidak jauh berbeda mengatakan; etika itu menyelidiki, memikirkan dan mempertimbangkan tentang yang baik dan yang buruk, moral menyatakan ukuran yang baik tentang tindakan manusia dalam kesatuan sosial tertentu. Namun, pada intinya etika memandang laku-perbuatan manusia secara universal, moral secara tempatan, moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu. 31 Jika dipetakan perbedaan secara mendasar antara moral dan etika akan seperti berikut; Etika Moral Bersifat teoritis Bersifat praktis Membicarakan apa yang seharusnya Membicarakan apa adanya Refleksi filosofis atas moral atau Lebih menitiktekankan pada baik pemikiran kritis terhadap moral buruknya suatu tindakan Corak Pemikiran Etika Abu Bakr ar-razi Secara eksplisit ar-razi tidak secara khusus menulis karya tentang etika. Namun konsep etikanya banyak tertuang dalam karyanya at-thib ar-ruhani (Spiritual Medicine) dan as-shirath al-falsafah (The Philosophic Life). 32 Dalam at-thib ar-ruhani (Spiritual Medicine)-nya ar-razi memiliki dua tujuan; pertama, mengembangkan pengobatan spiritual secara umum dan kedua, untuk mendorong pencarian filosofis dengan menunjukkan perlunya mempelajari logika dan 30 Imam Iqbal, Menjelajahi Etik: Dari Arti Hingga Teori Dalam Etika: Prespektif, Teori, Dan Praktik, ed. H. Zuhri (Yogyakarta: FA Press, 2016), hlm. 8. 31 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat: Pengantar Kepada Teori Nilai, Jilid IV. (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), hlm. 50. 32 Thérèse-Anne Druart, Al-Razi s Conception of the Soul: Psychological Background to His Ethics, Medieval Philosophy & Theology 5, no. 2 (1996): hlm. 247; Badawi, Muhammad Zakaria Ar- Razi Dalam A History of Muslim Philosophy: With Short Accounts of Other Disciplines and the Modern Renaissance in Muslim Lands, hlm. 446; Fakhry, al-fikru al-akhlaqi al-arabi, hlm. 263 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronlogis, hlm. 37 38; Zar, Filsafat Islam; Filosof Dan Filsafatnya, Cet. 167

dunia. 35 Terdapat beberapa corak yang mempengaruhi konsep etikanya. Dengan Ali Yazid Hamdani: Konsep Etika Muhammad Ibn Zakriyya ar-razi menyuguhkan aneka pertanyaan perihal jiwa. 33 Sementara dalam Philosophic Life bagi Duart memberikan pembenaran filosofis tertinggi untuk prinsip dasar The Spiritual Medicine. 34 Kehidupan yang benar-benar filosofis bukanlah tiruan dari cara hidup (way of life) Socrates semata, melainkan dari atribut pengetahuan, keadilan, dan belas kasihan Tuhan. Bagi al-razi, meniru Tuhan berarti menghidupkan kembali perlakuan belas kasih Tuhan jiwa kosmis dan bantuan-nya dalam mewujudkan proyek konstitusi meminjam pendapat tokoh demi tokoh dan membubuhinya dengan ide-ide orisinal ar- Razi sendiri sehingga terbentuk frame pemikiran etikanya. Paling tidak Ada 3 corak pemikiran yang sangat berpengaruh besar dari konstruksi berpikir etikanya 1. Epicurian Lenn E. Goodman menyebutnya sebagai seorang penganut Epicurianisme, dalam menyusun konsepsi etikanya banyak mengandung unsur-unsur Epicurus. 36 Etika yang memiliki orientasi sebagai seni hidup menuju bahagia. Bagi Epicurus, yang baik itu adalah menghasilkan nikmat, sementara yang buruk adalah apa yang menghasilkan perasaan tidak enak. 37 Meskipun tidak sehedonis Aristippos. Baginya hakikat kenikmatan itu sendiri lebih cenderung pada ketenangan jiwa. 38 Epicurus membedakan antara keinginan alami yang perlu, keinginan alami yang tidak perlu, dan keinginan yang sia-sia. 39 ar-razi pun tidak jauh berbeda dengan pola etika yang dibangun Epicurus. Lanjut ar-razi pembersihan jiwa (Thaharah an-nafs) atau pembersihan segala yang berkaitan dengan jiwa merupakan salah satu instrumen untuk menjadikan manusia lebih memahami hakikat nilai kemanusiaan dan tidak melupakan peran 33 Thérèse-Anne Druart, The Ethics of Al-Razi (865-925?), Medieval Philosophy & Theology 6, no. 1 (1997): hlm. 59. 34 Thérèse-Anne Druart, The Ethics of Al-Razi (865-925?),, hlm. 53. 35 Druart, Al-Razi s Conception of the Soul: Psychological Background to His Ethics, hlm. 262. 36 Lenn Evan Goodman, The Epicurean Ethic of Muḥammad Ibn Zakariyâ Ar-Râzî, Studia Islamica (1971): 5 26. 37 Franz Magnis-Suseno, Pustaka Filsafat 13 TOKOH ETIKA, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19 (Kanisius, 1997), hlm. 49. 38 Franz Magnis-Suseno, Pustaka Filsafat 13 TOKOH ETIKA, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19, hlm. 49.. 39 Bertens, Etika K. Bertens, 21: hlm. 237. 168

Aqlania: Jurnal Filsafat dan Teologi Islam, Vol. 11 No. 2 (Juli-Desember) 2020, p. 159-177. manusia sebenarnya sebagai wakil Tuhan di bumi (khalifah fi al-ard). 40 Memang tidak dapat dipungkiri pengaruh jiwa dalam pemikiran etika ar-razi. Jiwa bagi ar-razi merupakan (كمال أول جسم طبيعي ذى حياة بالقوة) 41 definisi ini persis sama dengan definisi yang digunakan Aristoteles. 42 Jiwa bagi ar-razi identik dengan sesuatu yang berbeda dari tubuh dan bagianbagiannya. 43 Bahkan lebih lanjut lagi, ar-razi menyatakan bahwa jiwa tidak mengalami kematian, hal ini ia landaskan pada ayat suci Alquran surah al-fajr ayat 27-28. 44 Ia memberika komentar bahwa jiwa itu abadi dan tidak mati bersama dengan kematian tubuh. Dengan kata lain ia kembali dari tubuh menuju kesalehan dan rahmat. 45 Pengaruh kekuatan jiwa sedikit banyak mempengaruhi kerangka pemikirannya. Filsafat moral dalam Islam tidak hanya membicarakan tindakan yang baik yang dilakukan manusia. Namun, sekaligus mengharuskan manusia untuk selalu berbuat kebaikan 46 yang orientasinya menuai kebahagiaan. Hal ini yang kemudian disebut Lenn E. Goodman bahwa ar-razi banyak dipengaruhi Epicurus yang lebih menekankan pada dimensi ruhani. Sama halnya dengan Therese-Anne Druart memberikan statement dari konsepsi jiwa ar-razi lah merupakan bangunan dasar dari filsafat moralnya atau sebagai latar belakang terbentuknya konsep etika yang digagas. 47 Ar-Razi juga mengatakan bahwa kebebasan jiwa itu akan diperoleh melalui filsafat yang telah dibentangkan oleh orang-orang Yunani. Baginya orang Yunani ialah 40 Al-Husein Abdul Fattah Gado, Al-Fikru Al-Akhlaqi Inda Fakhr Ad-Din Ar-Razi, hlm. 35. 41 Fakhruddin Ar-Razi, Al-Mabahits Al-Masyriqiyyah Fi I lmi Al-Ilahiyyat Wa at-thaba iyyat, Vol. 2. (Maktabah al-asadi, 1966), hlm. 223; Wardi, Konsep Jiwa Menurut Fakhruddin Ar-Razi, hlm. 3. 42 Soul is the first entelechy of a natural body endowed with the capacity of life lihat, Aristotle s Psychology, A Treatise on the Principle of Life (De Anima and Parva Naturalia), Aristotle, translated with introduction and notes by William Alexander Hammond, M.A., Ph.D., London, Swan Sonnenschein & Co., LIM, New York, the Macmillan Co., 1902, h. 44-45; Wardi, Konsep Jiwa Menurut Fakhruddin Ar-Razi, hlm. 3. 43 Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih Al-Ghayb, Jilid 21. (Beirut: Dar al-fikr, 2005), hlm. 402; Fakhruddin Ar-Razi, Kitab An-Nafs Wa Ar-Ruh Wa Syarh Quwwahuma (Pakistan: Matbu at Ma had al- Ibhast al-islamiyah, 1968), hlm. 30. 44 يأيتها النفس المطمئنة ارجعى إلى ربك راضية مرضية. )سورة الفجر: 72-72 ) 45 Ar-Razi, Kitab An-Nafs Wa Ar-Ruh Wa Syarh Quwwahuma, hlm. 44. 46 Mustain, Etika Dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim Tentang Kebahagiaan, hlm. 196. 47 Druart, Al-Razi s Conception of the Soul: Psychological Background to His Ethics, hlm. 245. 169

Ali Yazid Hamdani: Konsep Etika Muhammad Ibn Zakriyya ar-razi bangsa yang tulus mengabdi pada kebijaksanaan. 48 Sebagian tokoh non-filosof yang sezaman dengannya menganggap filsafat sebagai kepiawaian bertata bahasa, bersyair, dan beretorika. Namun, bagi para filosof sendiri orang yang paling bijaksana adalah orang yang menguasai tata cara dan kaidah-kaidah pembuktian hingga mencapai derajat tertinggi dalam bidang matematika, fisika, dan metafisika. 49 Maka dari itu, Tuhan menciptakan akal bertujuan untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam fisik manusia, bahwa tubuh bukanlah tempat sebenarnya atau tempat kebahagiaan abadi. 50 Dari epicurus lah ar-razi banyak belajar mengenai pentingnya kebahagiaan ruhani melebihi kenikamtan jasmani yang jasmani. 2. nailototsira Ada tiga karya besar Aristoteles yang membahas perihal etika: pertama, adalah Ethika Eudemia, tidak terlalu banyak mendapat perhatian karena karya ini ditulis ketika pemikiran Aristoteles belum matang. Dan kekurang-jelasan apakah benar buku tersebut ditulis oleh Aristoteles sendiri; 51 kedua Ethika Nikomacheia, dalam hal ini Aristoteles ingin mempertanyakan hidup yang baik, dan bagaimana manusia mencapai hidup yang baik atau sebaik mungkin? dan yang ketiga, Politike, merupakan kelanjutan dari Ethika Nikomacheia namun scope fokusnya lebih menyorot pada masalah kenegaraan. Etika dan ilmu politik sangat erat kaitannya dalam pemikiran Aristoteles. Apapun yang bergerak dan yang dilakukan manusia pasti demi sesuatu yang baik, demi suatu nilai. Aristoteles menyebutnya eudaimonia atau kebahagiaan sebagai tujuan final dari tindak-tanduk kehidupan manusia. ar-razi pun mengimani bahwa tujuan manusia ialah kebahagiaan, namun, ia lebih menekankan pada dimensi jiwa. Baginya kebahagiaan jiwa atau kenikmatan ruhani lebih tinggi martabatnya dibanding kebahagiaan fisik atau kenikmatan jasmani. Etika Nikomacheia membahas tentang keutamaan-keutamaan cukup meluas. Setidaknya ada 11 keutamaan; 52 yaitu, keberanian, penguasaan diri, kemurahan hati, 48 Ar-Razi, At-Thibb Ar-Ruhani; Fakhry, al-fikr al-akhlaqi al-arabi, hlm. 263; Fakhry, Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronlogis, hlm. 37. 49 Fakhry, Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronlogis, hlm. 37 38. 50 Ar-Razi, At-Thibb Ar-Ruhani, hlm. 284. 51 Magnis-Suseno, Pustaka Filsafat 13 TOKOH ETIKA, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke- 19, hlm. 29. 52 Ibid., hlm. 39. 170

Aqlania: Jurnal Filsafat dan Teologi Islam, Vol. 11 No. 2 (Juli-Desember) 2020, p. 159-177. kebesaran hati, budi luhur, harga diri, sikap lemah lembut, kejujuran, keberadaban, serta secara panjang lebar mengenai keadilan dan persahabatan. Lalu lanjut Aristoteles mempertajam analisis pahamnya tentang keutamaan. Keutamaan bagi Aristoteles merupakan titik tengah antara kedua kubu ekstrem, tidak terlalu ekstrem kiri maupun ekstrem kanan, terlalu atas atau bawah. Melainkan berdiri di titik tengah di antara keduanya. Atau keutamaan lebih dipahami sebagai sikap netral atau seimbang. Keberanian misalnya; akan menjadi suatu keutamaan ketika tidak terlalu ekstrem. Jika saja berlebih takaran keberaniannya akan berujung nekat anarkis maupun yang ekstrem kurang akan berujung pengecut. Keberanian terletak di tengah antara sikap nekat dan sikap pengecut. Dalam hal konsep sejajar (wasathiyah) ini ar- Razi sependapat dengan Aristoteles. Dengan menawarkan konsep wasatiyyahnya yang sejalan dengan pemikiran Aristoteles. Maka dari itu, dalam segala hal yang jika dilakukan secara berlebihan dapat menjurus pada keburukan dan begitu pula sebaliknya akan menuai keburukan. Cara terbaik yang ditawarkan ar-razi adalah menempatkan porsi dan proporsi masing-masing dengan bijak dan tepat. Dengan demikianlah kemoderatan yang dimaksud sebagai temuan puncak kesenangan. 53 Artinya jangan sampai membunuh nafsu, dan tidak pula terlalu mengumbarnya. Segala sesuatu memiliki porsinya sesuai waktu dan kondisi dengan cara mengambil seperlunya bukan karena keinginan melainkan suatu kebutuhan. Konsep etika ar-razi yang bercorak teleologis dengan maksud suatu nilai dapat dikatakan baik atau buruk bergantung pada konsekuensi akhir dari tindakan moral tersebut. Seperti halnya perbuatan kikir, ar-razi tetap mengakui bahwa kikir merupakan perbuatan yang tercela. Namun ia melihat kikir dari niat dan konsekuensi akhir dari tindakan tersebut. Apabila kikir dengan dalih kesenangan semata untuk memperkaya diri akan ternilai buruk. Sebaliknya akan bernilai tidak buruk jika berniat untuk menghemat diri karena khawatir di kemudian hari ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Begitu pula dengan sifat dermawan, akan bernilai baik jika sesuai dengan jalan keselarasan/kesejajaran. Bederma memang sifat yang baik, namun jika terlalu 53 Lenn Evan Goodman, Muuhammad Ibn Zakariyya Al-Razi Dalam History of Islamic Philosophy, ed. Sayyed Hosen Nasr & Oliver Leaman, Part I. (London & New York: Routledge, 1996), hlm. 209. 171

Ali Yazid Hamdani: Konsep Etika Muhammad Ibn Zakriyya ar-razi berlebihan sehingga tiada lagi barang/sesuatu yang dipunya untuk didermakan. Hal ini pun akan berdampak buruk bagi dirinya dan boleh jadi terhadap keluarganya. Ar-Razi menyebutnya ta dil al-af al al-nufus sebagai penyeimbang perbuatan jiwa. 54 Dalam prinsip keseimbangannya ar-razi menekankan pada balancing antara mental atau psikis dan jasmaninya. 55 lalu, keseimbangan psikis dan fisik menjadi syarat utama bagi upaya proses pembangunan kepribadian yang bermoral. Konsep moral ini bertumpu pada keseimbangan jiwa atau dalam bahasa ar-razi disebut sebagai ta dil alaf al al-nufus tadi. 3. nrolarsira Selain merupakan seorang rasionalis murni, ia juga pendukung naturalisme kuno. Prinsip keseimbangan secara naturalistik dan kosmologis yang digunakan ar-razi dalam perumusan prinsip-prinsip etika dalam konsep keseimbangan fisik dan ruhani tadi tidak juga mengenyampingkan peran akal. Ia lebih menekankan pada pendekatan burhani daripada mengedapankan nash-nash Alquran dan hadits. Misalnya sebuah pendekatan kefilsafatan yaitu mengedepankan peran penting akal untuk memahani berbagai fenomena alam, membongkar segala misterinya. Dengan asumsi bahwa akal tidak akan bertentangan dengan nash-nash keagamaan, sebaliknya nah-nash itu tidak akan bertentangan dengan hukum-hukum akal. Akal bagi ar-razi menempati tempat khusus untuk melacak lebih lanjut naturalisme ar-razi. 56 Baginya, akal merupakan anugerah Tuhan yang paling berharga, dalam membantu memahami dan membaca kehidupan yang terjadi, dan memungkinkan manusia untuk meningkatkan derajat hidupnya. Mengelola dan merawat alam dan seisinya sebagai wakil Tuhan (khalifah fil ard). Hal inilah yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya. Pandangan inilah yang mewarnai setiap aspek pemikiran ar- Razi baik dalam persoalan-persoalan metafisik, manusia, keagamaan, bahkan dalam persoalan moral. Paparan di atas pun menunjukkan bagaimana akal direpresentasikan secara alamiyah dan naturalistik. 54 Ar-Razi, At-Thibb Ar-Ruhani, hlm. 42. 55 Goodman, The Epicurean Ethic of Muḥammad Ibn Zakariyâ Ar-Râzî, hlm. 4. 56 H. Zuhri, Naturalisme Abu Bakr Ar-Razi Dalam Filsafat Islam:Trajektori, Pemikiran, Dan Interpretasi, ed. H. Zuhri (Yogyakarta: FA Press, 2015), hlm. 128. 172

Aqlania: Jurnal Filsafat dan Teologi Islam, Vol. 11 No. 2 (Juli-Desember) 2020, p. 159-177. Dari penjelasan di atas, secara tidak langsung merupakan sistem etika naturalismenya, yang secara alamiah manusia cenderung melakukan hal-hal baik sesuai firahnya. Dengan berbekal akal sebagai instrumen utama untuk mengendalikan (control) terhadap hawa nafsu. Hal ini dibuktikan dengan kemoderatannya dalam bersikap. Bagaimana suatu instrumen tersebut digunakan untuk memperoleh kebahagiaan melalui nilai-nilai baik yang terkandung dari sekitar dengan menggunakan secara baik dan tepat segala instrumen yang dianugerahkan Tuhan untuk mencapai kebahagiaan. Naturalisme ditempatkan sebagai suatu aliran atau madzhab pemikiran secara umum dibagi dalam dua prespektif; 57 prespektif pertama menempatkan konsep naturalisme sebagai suatu tema kefilsafatan baik secara ontologis maupun epistimologis. Prespektif kedua menempatkan konsep naturalisme sebagai metode berfikir untuk menjelaskan atau merefleksikan suatu persoalan. 58 Naturalisme ar-razi misalnya, dalam membedah persoalan moral. Secara umum tergolong naturalisme metodologis. Naturalisme metodologis sendiri yaitu; yang menegaskan bahwa penelitian filosofis hendaknya didukung oleh argumen argumen aktual dan ditopang dengan pemahaman kelimuan yang jelas. Kekuatan tersebut baik pada metode maupun hasil yang diajukan. Artinya, naturalisme mensyaratkan konsistensi metode dan hasil. Tidak hanya itu, ar-razi tidak hanya dikenal sebagai filsuf akan tetapi lebih dikenal sebagai dokter tiada tanding pada masanya. Tidak diragukan kealamiahan ar- Razi dalam menopang refleksi filofisnya dengan argumen aktual dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai pemahaman keilmuan yang jelas. Sehingga ia menyandingkan etika dengan kedokteran, bukan saja dari segi urgensinya, namun juga dari segi metodenya. Etika sebagai pengobatan ruhani adalah sama pentingnya dengan kedokteran untuk memelihara kesehatan jasmani. Kepentingan sebagai pengobatan melalui metode perawatan dapat dipraktikkan baik-baik dalam kedokteran maupun filsafat moral. Metode pengobatan etika atau 57 H. Zuhri, Naturalisme Abu Bakr Ar-Razi Dalam Filsafat Islam:Trajektori, Pemikiran, Dan Interpretasi, hlm. 123. 58 Lebih lanjut, Methodological naturalism and philosophical naturalism are distinguished by the fact that methodological naturalism is an epistimology as well as a procedural protocol, while philosophical naturalism is a metaphysical position. Lihat, Barbara Forrest, Metholodological Naturalism and Philosophical Naturalism: Clarifying and Connection, Philo, Vol. 3, No. 2, 2000, hlm. 9; Ibid. H. 173

Ali Yazid Hamdani: Konsep Etika Muhammad Ibn Zakriyya ar-razi filsafat moral sama halnya dengan metode kedokteran yang bersifat preventif dan kuratif. 59 Jika secara psikis menekankan adanya keseimbang dalam menakar setiap tindak-tanduk moral agar tidak jatuh pada dua kutub ekstrem yang sama-sama tidak baik. Hal yang tak kalah pentingnya dalam menjaga kesehatan tubuh harus tetap mengontrol tubuh yang sakit dengan obat yang tepat dan sesuai dosisnya. Naturalisme ar-razi tampak dari deretan pengaruh Epicurus dan Aristoteles dalam membentangkan persoalan-persoalan etika dengan merepresentasikannya secara alamiah dan naturalistik. Bahwa kebahagiaan menurutnya yang menjadi tujuan manusia akan tercapai apabila tindakan moral manusia itu sesuai dengan fitrahnya sendiri baik menjadi fitrah lahir maupun batin. Demikian pengaruh tokoh yang sangat besar pengaruhnya dalam kerangka konsep etika ar-razi. Melalui paradigma yang ditawarkan oleh ar-razi tidaklah secara fanatik menerima secara keseluruhan. Ia memberikan modifikasi yang membentuk wajah pemikirannya sendiri sesuai dengan apa yang dipahami dan dialami. Yang akhirnya menjadi berbeda dengan pemikiran para filosof Yunani. Ia mengambil beberapa bagian yang menurutnya sesuai dan menolak yang baginya bertentangan. Ia menolak pemikiran Sokrates yang spritualistis yang cenderung spiritualistik-metafisik, menolak pemikiran Plato yang idealistik sehingga kurang berpijak pada kenyataan, dan menolak pemikiran Aristoteles yang dikritik karena cenderung mekanistis-biologis. 60 PENUTUP Selain seorang yang penuh kontroversi di zamannya. ar-razi merupakan seorang intelektual muslim yang memiliki banyak kontribusi dalam membentuk eksistensi wajah dan bentuk filsafat Islam. Dengan spirit juangnya yang tidak mengenal lelah hingga terlahir banyak karya dari tangannya yang sangat memberikan manfaat pada masanya dan juga setelahnya. Mulai dari yang bercorak metafisik hingga yang saitifik tidak luput 59 Mulyadhi Kartanegara, Membangun Kerangka Keilmuan IAIN Perspektif Filosofis dalam http://icasparamadinauniversity.wordpress.com, diunduh tanggal 27 Agustus 2013, jam 15.20 WITA. hlm. 8; Mustain, Etika Dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim Tentang Kebahagiaan, hlm. 199. 60 Goodman, Muhammad Ibn Zakariyya Al-Razi Dalam History of Islamic Philosophy, 209; H. Zuhri, Naturalisme Abu Bakr Ar-Razi Dalam Filsafat Islam:Trajektori, Pemikiran, Dan Interpretasi, hlm. 130. 174

Aqlania: Jurnal Filsafat dan Teologi Islam, Vol. 11 No. 2 (Juli-Desember) 2020, p. 159-177. dari kajiannya. Khususnya pembahasan manusia yang sangat kompleks yang seringkali menuai diskursus seiring bergulirnya peradaban. Dalam konsep etika Abu Bakr ar-razi, berorientasi menuju hidup bahagia, yang tidak hanya sekedar hidup tapi juga bermakna dan memberi manfaat bagi sesama dan berujung bahagia. Dengan lebih menekankan pada faktor psikis yang mempengaruhi fisik dalam bersikap dan bertindak. Bagi ar-razi kebahagian psikis atau kenikmatan ruhani lebih mulia daripada kenikmatan jasmani. Ada tiga aliran pemikiran yang sangat berperan penting yang menjadi corak konsep etika ar-razi; pertama, Epicurianisme, yang menitiktekan pada sisi kebahagiaan spiritual (batiniah) nya; Kedua, Aristotelianisme, cenderung pada aspek keseimbang (ta dil al-af al an-nufus) antara dua titik ekstrem; dan ketiga, Naturalisme, yang tidak kalah penting untuk mencapai kebahagiaan itu dengan berlaku baik sesuai fitrah manusia dengan menggunakan seoptimal mungkin instrumen yang dianugrahi Tuhan sesuai dosis dan kebutuhannya. Dari ketiganya lah yang membentuk wajah dan formulasi pemikiran etikanya. Meskipun begitu, ar-razi tidak mengambil secara keseluruhan secara bulat-bulat, melainkan menolak beberapa bagian, mengkritisi serta mengevaluasi yang kurang tepat menurut selera pikirnya sesuai kebutuhan zamannya. DAFTAR PUSTAKA Ar-Razi, Fakhruddin. Al-Mabahits Al-Masyriqiyyah Fi I lmi Al-Ilahiyyat Wa at- Thaba iyyat. Vol. 2. Maktabah al-asadi, 1966.. At-Thibb Ar-Ruhani. Kairo: Dar al-kutub, 1978.. Kitab An-Nafs Wa Ar-Ruh Wa Syarh Quwwahuma. Pakistan: Matbu at Ma had al-ibhast al-islamiyah, 1968.. Mafatih Al-Ghayb. Jilid 21. Beirut: Dar al-fikr, 2005. Arif, Muhammad. Pendidikan Kejiwaan Dan Kesehatan Mental (Perspektif Fakhruddin Ar-Razi). Farabi: Journal of Ushuluddin & Islamic Thought 16, no. 2 (2019): 161 180. Ayāzi, Sayyid Muhammad alī. Al-Mufassirun Ḥayātuhum Wa Manāhijuhum. Teheran: Wizānah al-thaqāfah wa al-inshāq al-islām, 1993. Azhari, Muhammad. KONSEP PENDIDIKAN SAINS MENURUT AL-RĀZĪ (Tela ah Terhadap Tafsir Mafātīḥ Al-Ghayb). Jurnal Ilmiah Islam Futura 13, 175

Ali Yazid Hamdani: Konsep Etika Muhammad Ibn Zakriyya ar-razi no. 1 (2013): 42 57. Badawi, Abdur Rahman. Muhammad Zakariyya Ar-Razi Dalam A History of Muslim Philosophy: With Short Accounts of Other Disciplines and the Modern Renaissance in Muslim Lands. Edited by M.M. Sharif. Vol. 1. New Delhi: Low Price Publication, 1995. Bertens, Kees. Etika. Vol. 21. Gramedia Pustaka Utama, 1993. Druart, Thérèse-Anne. Al-Razi s Conception of the Soul: Psychological Background to His Ethics. Medieval Philosophy & Theology 5, no. 2 (1996): 245 263.. The Ethics of Al-Razi (865-925?). Medieval Philosophy & Theology 6, no. 1 (1997): 47 71. Fakhry, Majid. Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis. Bandung: Mizan, 2001. Gado, Al-Husein Abdul Fattah. Al-Fikru Al-Akhlaqi Inda Fakhr Ad-Din Ar-Razi. Fakultas Dar al-ulum, Universitas Kairo, 2001. Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat: Pengantar Kepada Teori Nilai. Jilid IV. Jakarta: Bulan Bintang, 2002.. Sistematika Filsafat. Jilid 1. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Goodman, Lenn Evan. Muhammad Ibn Zakariyya Al-Razi Dalam History of Islamic Philosophy. Edited by Sayyed Hosen Nasr & Oliver Leaman. Part I. London & New York: Routledge, 1996.. The Epicurean Ethic of Muḥammad Ibn Zakariyâ Ar-Râzî. Studia Islamica (1971): 5 26. H. Zuhri. Naturalisme Abu Bakr Ar-Razi Dalam Filsafat Islam:Trajektori, Pemikiran, Dan Interpretasi. Edited by H. Zuhri. Yogyakarta: FA Press, 2015. Hambali, Hambali. PEMIKIRAN METAFISIKA, MORAL DAN KENABIAN DALAM PANDANGAN AL-RAZI. SUBSTANTIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 12, no. 2 (2010): 365 380. Iqbal, Imam. Menjelajahi Etik: Dari Arti Hingga Teori Dalam Etika: Prespektif, Teori, Dan Praktik. Edited by H. Zuhri. Yogyakarta: FA Press, 2016. Isfaroh, Isfaroh. NATURALISME-TEISTIK ABU BAKAR ALRAZI. Al-A raf: Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat 16, no. 2 (2019): 247 266. Jalaluddin, Abd. Ketenangan Jiwa Menurut Fakhr Al-Dīn Al-Rāzī Dalam Tafsīr Mafātih Al-Ghayb. Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur an dan Tafsir 3, no. 1 (2018). 176

Aqlania: Jurnal Filsafat dan Teologi Islam, Vol. 11 No. 2 (Juli-Desember) 2020, p. 159-177. Kattsof, Louis O. Pengantar Filsafat. Cet ke-7. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2016. Khalid, Anas Shafwan. METODOLOGI TAFSIR FAKHRU AL-DIN AL-RAZI: Telaah Tafsir QS. Al-Fatihah Dalam Mafatih Al-Ghayb. Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur an dan Tafsir 3, no. 01 (2018). Kurniati, Yunita. Keistimewaan Etika Islam Dari Etika Yang Berkembang Di Barat. Aqlania 11, no. 1 (2020). Magnis-Suseno, Franz. Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Kanisius, 1987.. Pustaka Filsafat 13 TOKOH ETIKA, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19. Kanisius, 1997. Mainingsih, Puput, and Lc Ahmad Nurrohim. Penafsiran Fakhr Al-Din Al-Razi Terhadap Nafs Mutmainnah Dalam Tafsir Mafatih Al-Gaib. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020. Marpaung, Irwan Malik. Melihat Sekilas Imam Fakhral-Din Al-Razi (544-606 H/1149-1209 M). Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam 12, no. 1 (2014): 155 170. Mustain, Mustain. Etika Dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim Tentang Kebahagiaan. Ulumuna 17, no. 1 (2013): 191 212. Nasution, Hasyim. Filsafat Islam. Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 1999. Putra, Ramadhan Adi, and Wakhit Hasim. EPISTEMOLOGI PEMIKIRAN ABU BAKAR MUHAMMAD BIN ZAKARIYYA AL-RAZI TENTANG KENABIAN. JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan 5, no. 2 (2019): 61 75. Siswanti, Gista Naruliya. Eksistensi Dan Konsep Syifa dalam Tafsir Fakhrudin Al- Razi. Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, Dan Budaya 2, no. 2 (2019): 1 16. Stroumsa, Sarah. Para Pemikir Bebas Islam: Mengenal Teologi Ibn Rawandi Dan Abu Bakr Ar-Razi. Yogyakarta: LKIS, 2013. Uwaydah, Muhammad Kamil. Ar-Razi: Al-Faylasuf Al-Thib. Beirut: Dar al-kutub al- Ilmiyah, 1983. Wardi, Abdul Hayyie al-kattani. Konsep Jiwa Menurut Fakhruddin Ar-Razi. In Diskusi Dwipekan Insist. Jakarta Selatan, 2015. Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam; Filosof Dan Filsafatnya, Cet. Jakarta: Rajawali Pers. Jakarta: Rajawali Pers, 2012. 177

178 Ali Yazid Hamdani: Konsep Etika Muhammad Ibn Zakriyya ar-razi