LAMANYA WAKTU PENYINARAN DAPAT MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT. Oleh : VICKY GLENN LAISINA NPM : 09.8.03.81.41.1.5.



dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN KEKUATAN TRANSVERSA DARI TIGA JENIS RESIN BASIS GIGITIRUAN PADA BEBERAPA KETEBALAN SKRIPSI IDA AYU SARI PUTRI J

Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONTAMINASI DETERJEN PADA AIR MINUM ISI ULANG DI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG (DAMIU) DI KABUPATEN KENDAL TAHUN

ANALISA SIFAT MEKANIK KOMPOSIT BAHAN KAMPAS REM DENGAN PENGUAT FLY ASH BATUBARA

HUBUNGAN MASA KERJA DENGAN NILAI AMBANG DENGAR TENAGA KERJA YANG TERPAPAR BISING PADA BAGIAN WEAVING DI PT. TRIANGGA DEWI SURAKARTA SKRIPSI

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Disusun Oleh : YOGIK DWI MUSTOPO NIM. I

MENGURANGI RESIKO KECELAKAAN LALU-LINTAS MELALUI AUDIT KESELAMATAN JALAN (Studi Kasus Jalan Kalimantan Kota Bengkulu)

PENGARUH PERBEDAAN BENTUK TES DALAM EVALUASI HASIL BELAJAR FISIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN BAHASA INDONESIA

LABORATORIUM BAHAN BANGUNAN KUAT LEKAT DAN PANJANG PENYALURAN BAJA POLOS PADA BETON RINGAN DENGAN BERBAGAI VARIASI KAIT SKRIPSI

PENGARUH PROMOSI, HARGA DAN INOVASI PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA BATIK TULIS KARANGMLATI DEMAK SKRIPSI

PANJANG SALURAN AKAR GIGI MOLAR PERTAMA PERMANEN RAHANG BAWAH PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER ANGKATAN

SKRIPSI RATNA PATIYANDELA

DAMPAK KONSENTRASI LARUTAN ASAM CUKA DIBAWAH 5% DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP BATAS KEAMANAN DALAM KEKERASAN GIGI PERMANEN

ANALISIS DAYA SAING DAERAH DI JAWA TENGAH

PANDUAN USULAN TUGAS AKHIR DAN TUGAS AKHIR

INDRAYANI G

W A D I Y A N A S

EVALUASI IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKTIVA TETAP DALAM LAPORAN KEUANGAN PD. BPR BKK KARANGMALANG

HUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DAN PEMAKAIAN MASKER SEKALI PAKAI DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA BAGIAN COMPOSTING DI PT

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG ALAT PENGUPAS KACANG TANAH UNTUK MEMINIMALKAN WAKTU PENGUPASAN

NI KOMANG SRI YULIANTARI NPM.:

PERHITUNGAN KEDIP TEGANGAN AKIBAT GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA PENYULANG UNIB SISTEM DISTRIBUSI PLN BENGKULU

TUGAS AKHIR PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)

BAB 2 Tinjauan Pustaka.

SKRIPSI OLEH : LUH PUTU DIANI SUKMA NPM :

PENGARUH PERAN DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR INTERNAL TERHADAP PENINGKATAN EFEKTIVITAS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

RANCANG BANGUN RESCUE ROBOT DENGAN KENDALI WIRELESS

Transkripsi:

LAMANYA WAKTU PENYINARAN DAPAT MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT Oleh : VICKY GLENN LAISINA NPM : 09.8.03.81.41.1.5.057 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR 2014

LAMANYA WAKTU PENYINARAN DAPAT MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar Oleh : VICKY GLENN LAISINA 09.8.03.81.41.1.5.057 Menyetujui Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II drg I Gusti Ngurah Bagus Tista, M.Biomed drg I. G.A.A. Hartini, M.Biomed NPK: 826 595 205 NPK: 826 595 208

Tim Penguji skripsi sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara pembuatan skripsi dengan judul: LAMANYA WAKTU PENYINARAN DAPAT MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT. yang telah dipertanggung jawapkan oleh calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal 6 Agustus 2013 Maka atas nama Tim Penguji skripsi sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan. Denpasar, 27 Ferbuari 2014 Tim Penguji Skripsi FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Ketua, drg. I Gusti Ngurah Bagus Tista, M. Biomed NPK: 826 595 205 Anggota : Tanda Tangan 1. drg. I.G.A.A. Hartini, M. Biomed 1... 2. drg. Dewa Made Wedagama, Sp. KG 2. Mengesahkan, Dekan Fakultas kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar P.A. Mahendri Kusumawati, drg., M.Kes., FISID NIP: 19590512 198903 2 001

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul LAMANYA WAKTU PENYINARAN DAPAT MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT ini dengan tepat pada waktunya. Tujuan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Penulis sangat menyadari bahwa penyusun karya ilmiah ini dapat diselesaikan adalah karena bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak terutama kepada kedua orang tua saya yang selalu memberi dukungan dan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini. Panulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada yang terhormat : 1. Drg. Gusti Ngurah Bagus Tista, M.Biomed selaku pembimbing I yang telah membantu dalam membimbing serta memberi masukan kepada penulis. 2. Drg. I.G.A.A Hartini, M.Biomed selaku pembimbing II atas bimbingan dan saran-sarannya yang sangat bermanfaat. 3. Drg. Dewa Made Wedagama, Sp. KG selaku dosen penguji. 4. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, beserta Staff. 5. Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar.

6. Nkha Laisina, keluarga besar Laisina, Keluarga besar Limaheluw atas doanya selama ini 7. Sahabat terbaik ku I Made Arie Kusuma Putra, Cok gede Agung Kusuma Putra, Marlin Angelia Salu, Aurick Christo, Agustinus Harum, Frento, Lansli, Leonard, timotius, Prima, Bu Richard, Usi Mia, Bu Helmy, Bu Hersan, Usi Acit, Wihelmina. 8. Teman-teman seangkatan 2009, terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Penulis juga memohon maaf, apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam penyusunan skripsi ini, mengingat keterbatasan penulis, dan untuk kesempurnaan skripsi ini penulis mengharapkan kritik dan saran bersifat membangun dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Denpasar, Ferbuari 2014 Penulis

DURATION OF LIGHT CURING EXPOSURE TIME ON COMPOSITE RESIN COULD ENHANCE THE SURFACE HARDNESS Abstract Dental maintenance is not just damage treating caused by the disease, but is more focused on restoration repairs prevention when needed and monitoring of health in order to remain well preserved. Composite resin is a restoration material consisting of two or more components, each of which has a different structure and character. The superiority of this material has better aesthetics than other restoration. The light source is used to activate the photoinitiator restorative material based resin composite ranges from 60 seconds to a thickness of 2-2,5 mm, so light can penetrate to the bottom of layer. Keyword : composite resin, exposure time, surface hardness

LAMANYA WAKTU PENYINARAN DAPAT MENINGKATKAN KEKERASAN PERMUKAAN RESIN KOMPOSIT Abstrak Pemeliharaan gigi bukan sekedar merawat kerusakan akibat penyakit, melainkan lebih dititikberatkan pada pencegahan perbaikan restorasi bila diperlukan, dan pemantauannya agar kesehatan tetap terjaga dengan baik. Resin komposit adalah bahan restorasi yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang masing-masing mempunyai struktur dan sifat yang berbeda-beda. Keunggulan material ini mempunyai estetika yang lebih baik dibandingkan restorasi lain. Sumber cahaya digunakan untuk mengaktivasi fotoinisiator matrial restoratif berbasis resin untuk memulai polimerisasi. Proses polimerisasi terjadi dalam tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Waktu normal dalam penyinaran restorasi berbasis resin komposit berkisar 60 detik dengan ketebalan 2-2,5 mm, dengan demikian sinar dapat menembus masuk sampai lapisan paling bawah. Kata kunci : Resin komposit, waktu penyinaran, kekerasan permukaan

DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Persetujuan Pembimbing......ii Halaman Persetujuan Penguji dan Pengesahan Dekan......iii KATA PENGANTAR.....iv ABSTRAK..........vi DAFTAR ISI.....viii DAFTAR GAMBAR...x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. 1 1.2 Rumusan Masalah.......3 1.3 Tujuan......3 1.4 Manfaat.....3 BAB II RESIN KOMPOSIT 2.1 Pengertian.........4 2.2 Bahan-bahan Resin Komposit...5 2.3 Macam-macam Resin Komposit......8 2.4 Keuntungan dan Kerugian Resin Komposit......10 2.5 Proses polimerisasi Resin Komposit......12

BAB III PENYINARAN RESIN KOMPOSIT (LIGHT CURING RESIN KOMPOSIT) 3.1 Light curing history.......16 3.2 Light curing unit........17 3.3 Mekanisme light curing......22 3.4 Kelebihan dan kekurangan visible light curing...23 BAB IV PEMBAHASAN..... 24 BAB V SIMPULAN DAN SARAN...... 27 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR 2.1. Struktur kimia Bis-GMA, UEDMA, dan TEGDMA.. 6 2.2. y-methacryloxypropyltrimethoxysilane 7 2.3. Proses initiation polimerisasi resin komposit........13 2.4. Proses propagation polimerisasi resin komposit...14 2.5. Proses termination polimerisasi resin komposit.....14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bahan restorasi kedokteran gigi (resin komposit) dimulai dari akhir 1950 dan awal 1960, ketika Bowen memulai percobaan untuk memperkuat resin efoksi dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin efoksi yakni lamanya pengerasan, tingginya pengerutan dan kecenderungan berubah warna sehingga mendorong Bowen mengkombinasikan keunggulan efoksi dan akrilat. Percobaan ini menghasilkan pengembangan molekul bisfenol A-glisidil metakrilat (bis- GMA) dengan penemuan ini, bahan komposit menjadi pengganti semen silikat dan resin akrilat untuk restorasi estetika gigi anterior (Anusavice, 2004). Komposit resin atau resin komposit adalah bahan yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang masing-masing mempunyai struktur dan sifat yang berbeda-beda. Resin komposit merupakan bahan tumpatan yang potensial dan terus berkembang berkenan dengan sifat-sifat fisis, warna dan kekuatan perlekatan (bond strenght) terhadap jaringan gigi. Komposisi resin komposit merupakan salah satu material restorasi pada kedokteran gigi yang telah digunakan sejak 30 tahun lalu (Sularsih dan Sarinofemi, 2007). Sumber cahaya dalam bidang kedokteran gigi mengalami perkembangan yang pesat perkembangan tersebut dimotivasi dari adanya kelemahan-kelemahan yang diperoleh dari sumber cahaya yang telah ada (Fitriyani dan Herda, 2008). Desain cahaya dan sistem filter dikembangkan untuk

memberikan target serapan fotoinisiator dengan serapan maksimum 460-480 nm, ada 3 jenis alat curing yang telah dikembangkan dalam bidang kedokteran gigi yaitu QTH (Quartz Tung-sten Halogen), PAC (Plasma Arc Curing) dan LED (Light Emitting Diode). Ketiganya berbeda dalam panjang gelombang yang digunakan (Trujilo dkk., 2005). Untuk unit curing kebanyakan dokter gigi menggunakan tipe unit curing LED sebab untuk sumber cahaya LED memiliki kelebihan diantaranya yaitu, waktu hidup efektif 1000 jam, menghasilkan tingkat kedalaman polimerisasi dan nilai flexural strength yang lebih besar dibandingkan unit halogen, dan emisi cahaya yang dihasilkan LED lebih rendah dibandingkan unit halogen (Fitriyani dan Herda, 2008). Waktu curing merupakan variabel klinik yang paling penting karena parameter tersebut secara langsung mempengaruhi para dokter gigi dalam memilih unit light curing. Mereka memilih light curing yang memiliki waktu curing yang tidak terlalu lama untuk efektifitas waktu kerja di klinik, meningkatnya waktu polimerisasi juga dapat meningkatkan derajat konversi. Efek ini ditunjukan pada unit curing PAC. Waktu polimerisasi 3 detik pada PAC tidak cukup, hal ini ditunjukan dari sifat mekanik yang tidak optimal pada komposit dan hasil pelepasan monomer dari specimen komposit yang lebih tinggi dibandingkan dengan polimerisasi menggunakan lampu halogen selama 40 detik (Uctasli dkk., 2005). Hal ini dikarenakan waktu curing 40 detik memiliki waktu yang lebih lama sehingga memberi kesempatan pada monomer matriks untuk terkonversi lebih banyak (Okte dkk.,2005). Proses polimerisasi terjadi dalam tiga tahapan yaitu inisiasi dimana molekul besar terurai karena proses panas menjadi radikal bebas. Proses

pembebasan tersebut menggunakan sinar tampak yang dimulai dengan panjang gelombang 460-485 nm. Tahap kedua adalah propagasi, pada tahap ini monomer yang diaktifkan akan saling berikatan sehingga tercapai polimer dengan jumlah monomer tertentu, Tahap terakhir adalah terminasi dimana rantai membentuk molekul yang stabil (Susanto, 2005). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang timbul adalah: apakah lamanya waktu penyinaran dapat mempengaruhi kekerasan permukaan resin komposit? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami lamanya waktu yang diberikan pada saat penyinaran resin komposit. 1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui apakah lamanya waktu penyinaran dapat mempengaruhi polimerisasi resin komposit. 1.4 Manfaat 1.4.1 Menambah wawasan dalam memaham mekanisme polimerisasi resin komposit. 1.4.2 Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai bahan restorasi resin komposit dan mekanisme polimerisasinya.

BAB II RESIN KOMPOSIT 2.1 Pengertian Komposit resin atau resin komposit adalah bahan yang terdiri dari dua atau lebih komponen, yang masing-masing mempunyai struktur dan sifat yang berbeda (Sularsih dan Sarianoferni, 2007). Kemajuan yang sangat menonjol dibidang restorasi gigi pada saat ini ditandai dengan dikembangkannya material resin komposit yang banyak digunakan sebagai material restorasi untuk kavitas klas III, IV dan V yang tidak menerima beban kunyah yang besar. Berdasarkan sistim aktivasi, ada dua macam resin komposit yaitu yang beaktivasi secara kimia dan sinar tampak, saat ini resin komposit sebagai material restorasi yang beraktivasi dengan sinar tampak sangat populer penggunaannya (Anggraini dkk., 2005). Keunggulan dari visible light cure (VLC) adalah proses pengerasan yang cepat, dalam, dan dapat diandalkan dalam waktu 40 detik setiap periode dengan ketebalan bahan minimal 2,5-3 mm dan maksimal 4,5 mm, dapat dipastikan bahan akan mengeras, meskipun melalui lapisan enamel bagian labial atau lingual, stabilitas warna yang dihasilkan sangat sesuai (Susanto, 2005). Disamping banyak memberikan perbaikan terhadap nilai estetik dan kemudahan dalam aplikasinya, secara klinis penggunaan komposit resin juga tidak terbatas hanya pada restorasi anterior saja tetapi dapat digunakan sebagai restorasi posterior (Sundari dan Indrani, 2009). Resin komposit memiliki beberapa komposisi yang membuatnya menjadi bahan restorasi yang lebih menguntungkan daripada bahan restorasi lainnya.

Resin komposit terdiri dari beberapa komponen yaitu: matriks resin polimer organik, partikel bahan pengisi anorganik, agen pengikat silane, bahan inisiator/bahan akselerator dan bahan pigmentasi. resin komposit adalah bahan restorasi yang sangat estetik karena memiliki bagian yang menyerupai enamel, namun hal tersebut ditentukan oleh bahan pigmentasi yang digunakan, sehingga memungkinkan restorasi tersebut tidak terlihat seperti sebuah restorasi pada gigi (Chan dkk., 2010). 2.2 Bahan Resin Komposit Perkembangan dan implementasi dari material restoratif komposit bergantung pada pemahaman yang komprehensif dari setiap komponen komposit dan pertimbangan metode dan proses untuk mengubah setiap komponen. Resin komposit itu sendiri terdiri dari tiga bahan dasar yang masing-masingnya berperan penting dalam tahap-tahap yang berbeda. Bahan dasar resin komposit tersebut terdiri dari: resin matriks, bahan pengisi / filler, dan bahan pengikat resin dan filler. Masing-masing komponen tersebut memiliki kesempatan untuk lebih dikembangkan lagi dalam bentuk penelitian-penelitan yang berguna untuk menghasilkan bahan restorasi komposit yang lebih baik lagi (Cramer dkk., 2011). Komponen-komponen tersebut diantaranya : 2.2.1 Resin matriks Kebanyakan bahan komposit menggunakan monomer yang merupakan diakrilat aromatik atau alipatik. Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate (Bis- GMA), Urethane Dimethacrylate (UEDMA), dan Trietilen Glikol Dimethacrylate (TEGDMA) merupakan Dimetakrilat yang umum digunakan dalam resin komposit (Gambar 2.1). Monomer dengan berat molekul tinggi,

khususnya Bis-GMA amatlah kental pada temperatur ruang (25 0 C). Monomer yang memiliki berat molekul lebih tinggi dari pada metilmetakrilat yang membantu mengurangi pengerutan polimerisasi. Nilai polimerisasi pengerutan untuk resin metil metakrilat adalah 22 % V dimana untuk resin Bis-GMA 7,5 % V. Ada juga sejumlah komposit yang menggunakan UDMA ketimbang Bis-GMA (Anusavice, 2004 ; Lesage, 2007). Gambar 2.1. Struktur (Ferracane, 1995). kimia Bis-GMA, UEDMA, dan TEGDMA 2.2.2 Partikel bahan pengisi ( filler ) Filler dimasukan kedalam matriks resin untuk mengurangi kontraksi polimerisasi, mengurangi koefisien muai termis komposit, meningkatkan sifat mekanis komposit antara lain kekuatan dan kekerasan, mengurangi penyerapan air, kelunakan dan pewarnaan (Sularsih dan sarianoferni, 2007).

2.2.3 Bahan Pengikat (Coupling agents ) Coupling agents silan telah dianjurkan dalam meningkatkan sifat mekanik dari resin komposit. Namun, penyelidikan pada peningkatan kekuatan ikatan alumina terutama pada keramik komersial primer yang mengandung bahan coupling agents silan dan pengobatan tribochemical. Secara umum, ada banyak jenis agents coupling agents silan yang diformulasikan untuk ikatan spesifik antara filler dan matriks resin yang berbeda. Parameter kelarutan digunakan untuk mempertimbangkan penetrasi agents coupling agents silan ke dalam matriks resin, khususnya resin termoplastik (Takahasi dkk., 2012). Gambar 2.2. y-methacryloxypropyltrimethoxysilane (Ferrance, 1995). 2.2.4 Sistem Aktivator-inisiator Monomer metil metakrilat dan dimetil metakrilat berpolimerisasi dengan mekanisme polimerisasi tambahan yang diawali oleh radikal bebas. Radikal bebas dapat berasal dari aktivasi kimia atau pengaktifan energi eksternal (panas atau sinar) (Anusavice, 2004).

2.2.5 Bahan penghambat Untuk meminimalkan atau mencegah polimerisasi spontan dari monomer bahan penghambat ditambahkan pada sistem resin. Penghambat ini mempunyai potensi yang kuat dengan radikal bebas, bila radikal bebas telah terbentuk seperti suatu pemaparan singkat terhadap sinar. Bahan penghambat bereaksi dengan radikal bebas dan kemudian menghambat perpanjangan rantai dengan mengakhiri kemampuan radikal bebas untuk mengawali proses polimerisasi (Susanto, 2005 ; Anusavice, 2004). 2.2.6 Modifier Optik Untuk mencocokan dengan warna gigi, komposit kedokteran gigi harus memiliki warna visual (shading) dan translusensi yang dapat menyerupai struktur gigi. Warna dapat diperoleh dengan menambahkan pigmen yang berbeda, bahan pigmen ini seringkali terdiri dari oksidasi logam berbeda yang ditambahkan dalam jumlah sedikit. (Bergmann dan Kieschnick, 2009 ; Anusavice, 2004). 2.3 Macam-Macam Resin Komposit Berdasarkan ukuran partikel filler, resin komposit terbagi menjadi 4 tipe (Roeters dkk., 2005). Yaitu sebagai berikut : 2.3.1 Macrofilled / Conventional Resin komposit konvensional atau Macrofilled memiliki partikel filler dengan ukuran 10 40 μm dan memiliki kekurangan yaitu penyelesaian yang buruk dan keausan yang relatif tinggi. Filler yang paling umum digunakan dalam komposit adalah quartz/kuarsa dan kaca strontium atau barium. Filler quartz memiliki estetika dan daya tahan yang baik namun mengalami adanya

radiopacity dan aus yang tinggi dari gigi antagonis. Partikel kaca barium dan strontium radiopak, namun sayangnya kurang stabil dari quartz (Lindberg, 2005). 2.3.2 Microfilled Komposit microfilled digsunakan sebagai lapisan permukaan untuk restorasi anterior. Microfill cenderung kurang penuh, memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan ketahanan fraktur yang kurang. Filler anorganik dari kebanyakan sistem komposit microfilled adalah silika koloid dengan ukuran partikel sekitar 0,04 μm. Komposit microfill umumnya sarat dengan bahan pengisi anorganik dengan berat sekitar 50% (Peyton, 2002). 2.3.3 Hybrid Komposit ini disebut demikian karena terdiri dari kelompok polimer (fase organik) diperkuat oleh fase anorganik, yang terdiri dari 60% atau lebih dari total isi, terdiri dari kaca dengan komposisi dan ukuran yang berbeda. Dengan ukuran partikel mulai dari 0,6 sampai 1 mikrometer, dan mengandung silika koloid berukuran 0,04 mikrometer. Kelompok ini sebagian besar merupakan penyusun komposit dan saat ini digunakan dalam kedokteran gigi. Sifat karakteristik dari bahan ini adalah ketersediaan berbagai macam warna dan kemampuan untuk meniru struktur gigi, kurangnya penyusutan, penyerapan air yang rendah, sifat pemolesan dan texturing yang baik, abrasi dan keausan yang sangat mirip dengan stuktur gigi, koefisien expansi termal yang mirip dengan gigi, formula universal untuk kedua sektor anterior dan posterior, perbedaan derajat dari kekaburan

dan tembus cahaya dalam sifat yang berbeda dan fluoresensi (Garcia dkk., 2006). 2.3.4 Nanofilled Nanofilled merupakan bahan restorasi universal yang diaktifasi oleh visible-light yang dirancang untuk keperluan merestorasi gigi anterior maupun posterior memiliki sifat kekuatan dan ketahanan hasil poles yang sangat baik, dikembangkan dengan konsep nanotechnology, yang biasanya digunakan untuk membentuk suatu produk yang dimensi komponen kritisnya adalah 0,1 hingga 100 nanomer (Permatasari dan Usman, 2008 ; Lesage, 2007). 2.4 Keuntungan dan kerugian resin komposit Beberapa keuntungan dari restorasi komposit telah dikemukakan, daftar berikut menggambarkan respon restorasi komposit telah menjadi begitu populer, terutama dibandingkan dengan restorasi amalgam nonbonded (Sturdevant, 2002). - Estetika - Konservatif removal struktur gigi (tidak perlu kedalaman yang seragam, retensi mekanik biasanya tidak diperlukan) - Kurang kompleks saat mempersiapkan gigi - Isolator, memiliki konduktivitas termal rendah - Digunakan secara universal - Berikatan dengan struktur gigi, sehingga retensi baik, microleakage rendah, pewarnaan interfasial minimal, dan peningkatan kekuatan struktur gigi yang tersisa - Dapat diperbaiki

Kerugian utama dari restorasi komposit berhubungan dengan pembentukan celah potensial dan prosedural yang sulit. Berikut ini adalah daftar dan kerugian lain dari restorasi komposit (Sturdevant, 2002). - Memungkinkan terdapat pembentukan celah, biasanya terjadi pada permukaan akar sebagai akibat dari kekuatan penyusutan polimerisasi material komposit yang lebih besar dari kekuatan ikatan awal bahan untuk dentin. - Lebih sulit, memakan waktu, dan mahal (dibandingkan dengan restorasi amalgam) karena: - Perawatan gigi biasanya membutuhkan beberapa tahapan. - Pengisian yang lebih sulit - Menetapkan kontak proksimal, kontur aksial, embrasures, dan kontak oklusal yang mungkin akan lebih sulit - Prosedur finishing dan polishing lebih sulit - Ini merupakan teknik yang lebih sensitif karena lokasi operasi harus tepat terisolasi dan penempatan ETSA, primer dan perekat pada struktur gigi (enamel dan dentin) ini sangat menuntut teknik yang tepat. - Dapat memperlihatkan keausan oklusal yang lebih besar pada daerahdaerah tekanan oklusal yang tinggi atau bila seluruh kontak oklusal gigi adalah pada bahan komposit. - Memiliki koefisien linier ekspansi termal yang lebih tinggi, sehingga berpotensi terjadi perembesan marjinal jika teknik ikatan yang kurang memadai ini digunakan.

2.5 Proses polimerisasi resin komposit Terdapat tiga tahap rangkaian reaksi polimerisasi tambahan radikal bebas, yang digambarkan dalam beberapa cabang. Hal itu dipercepat oleh panas, cahaya, atau jumlah peroksida yang kecil (O Brien, 2002). Tahapan tahapan tersebut diantaranya: 2.5.1 Initiation Resin komposit disediakan oleh reaksi rantai tambahan polimerisasi radikal bebas, dimana pembukaan satu ikatan rangkap mengakibatkan pembentukan radikal bebas lain yang dapat memecah dan bergabung di ikatan rangkap lain, sehingga menghasilkan radikal bebas lagi. Ini merupakan mekanisme yang sederhana. Kelompok vinil metil metakrilat rentan terhadap pemecahan oleh radikal bebas, mengakibatkan terbukanya ikatan-π, pembentukan dari ikatan-σ baru ke satu karbon, dan penyusunan tunggal (yaitu, tidak berpasangan) elektron pada atom karbon pusat (Gambar 2.3); Ini merupakan reaksi inisiasi dalam arti bahwa rantai polimerisasi telah dimulai. Pemecahan itu selektif pada atom karbon yang lebih tidak terlindung, sebagai lawan yang mengarah ke posisi terminal untuk elektron radikal bebas. Hal ini didorong oleh hambatan sterik dari kelompok methylcarboxyl dan metil - dengan lebih mudah untuk mendapatkannya. Dapat dibayangkan bahwa beberapa pemecahan mungkin mengambil rute yang hanya sedikit menguntungkan, dan bahkan dilakukan dalam proposi yang kecil, karena tabrakan yang secara acak dan tidak disengaja. Namun radikal yang dihasilkan juga sangat tidak stabil dan mengalami reaksi yang cepat, mungkin

oleh abstraksi hidrogen, sehingga bukan jenis yang signifikan dalam keseluruhan reaksi berantai (Darvell, 2009). Gambar 2.3 : Proses initiation polimerisasi resin komposit (Darvell, 2009) 2.5.2 Propagation Radikal bebas yang baru adalah sama dalam hal kemampuan pemecahan satu ikatan ganda dengan cara yang sama persis, dan menghasilkan ikatan radikal lainnya, dan seterusnya. Proses reaksi berulang dari jenis yang sama disebut propagasi rantai (Gambar 2.4). Hal ini dapat dilihat karena sebagian besar bagian molekul di sekitar elektron baru, efek penghambat sterik untuk pemecahan terhadap ikatan rangkap berikutnya bahkan lebih besar, dan dapat dipastikan bahwa hampir semua pemecahan menghasilkan residu metil metakrilat yang dihubungkan oleh jembatan metilen, -CH 2 -. Rantai polimer membawa radikal bebas aktif dengan cara ini disebut rantai tumbuh atau hidup. Radikal propilen yang terbentuk akan menyerang monomer propilen lainnya terus menerus dan membentuk radikal polimer yang panjang, Pada tahap ini tidak terjadi pengakhiran, polimerisasi terus berlangsung sampai tidak ada lagi gugus fungsi yang tersedia untuk bereaksi. Cara penghentian

reaksi yang biasa dikenal adalah dengan penghentian ujung atau dengan menggunakan salah satu monomer secara berlebihan (Darvell, 2009). Gambar 2.4 : proses propagation polimerisasi resin komposit (Darvell, 2009). 2.5.3 Termination Tahapan ini adalah proses penghentian rantai polimer dengan cara penggabungan dua rantai polimer yang masih mengandung radikal, proses terminasi dapat memulai cara kombinasi dan disproporsionasi. Kombinasi terjadi ketika pertumbuhan polimer dihentikan oleh elektron bebas yang berasal dari dua rantai yang tumbuh yang bergabung dan membentuk rantai tunggal. Disproporsionasi menghentikan reaksi propagasi ketika radikal bebas mengambil atom hidrogen dari rantai aktif (O Brien, 2002).

Gambar 2.5: proses termination polimerisasi resin komposit (Darvell, 2009).

BAB III PENYINARAN RESIN KOMPOSIT (LIGHT CURING RESIN KOMPOSIT) 3.1 Light Curing History Sumber cahaya untuk material restorasi berbasis resin (resin komposit) telah diperkenalkan pada tahun 1970. Unit curing yang pertama dikeluarkan menggunakan sumber cahaya ultraviolet (UV), radiasi ultraviolet (radiasi dengan panjang gelombang di bawa 385 nm) dan radiasi cahaya (iluminasi) dengan panjang gelombang di atas 500 nm dapat menyebabkan kerusakan pada pulpa dan harus dieliminasi dari radiasi yang dihasilkan oleh lampu curing pada kedokteran gigi. Berdasarkan standar ISO (ISO TS106650,1999), intensitas cahaya dapat dibagi menjadi tiga daerah panjang gelombang yaitu daerah 190-385 nm, 400-515 nm dan panjang gelombang di atas 515 nm, ketiga daerah tersebut diukur dari empat jenis filter yang berbeda. Standar ultraviolet yang berbahaya diterbitkan oleh American Conference of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH) megidentifikasi nilai ambang batas cahaya untuk seseorang agar aman dari cahaya yang terpapar waktu bekerja. Ultraviolet terbagi menjadi tiga pita daerah pajang gelombang: UV-A (400-315 nm), UV-B (315-280 nm) dan UV-C (280-100 nm) sesuai untuk jaringan hidup, UV-A merupakan ultraviolet yang sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi. Batas yang dispesifikasikan unuk UV-A tanpa alat protektif pada mata yaitu 1 mw/cm 2 dalam waktu 1000 detik untuk satu hari, dengan adanya kelemahan dari sumber cahaya ultraviolet dikembangkanlah sumber cahaya dari cahaya tampak seperti QTH (quartz tungsten helogen), PAC (plasma arc), LED (light emiting diode) dan lain lain (Fitriyani dan Herda, 2008).

3.2 Light Curing Unit Ada empat jenis utama sumber cahaya yang telah dikembangkan untuk digunakan dalam polimerisasi bahan kedokteran gigi (Singh dkk., 2011). 3.2.1 Quartz Tungsten Halogen (QTH) Quartz Tungsten Halogen merupakan metode yang paling populer, lampu halogen menghasilkan cahaya melalui pemanasan filament tungsten dengan temperature tinggi. Lampu halogen menghasilkan cahaya ketika arus listrik mengalir melalui filament tungsten tipis yang berfungsi sebagai resistor, filament dipanaskan energi diemisikan dalam bentuk radiasi yang memiliki panjang gelombang yang bergantung pada suhu yang dicapai. Temperatur tinggi diperlukan untuk mencapai emisi cahaya tampak, unit halogen yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi memiliki sistem kusus untuk menyaring bagian yang tidak diperlukan dari spektrum. kekuatan cahaya yang dikeluarkan <1% dan selebihnya dihasilkan dalam bentuk panas, intensitas cahaya yang digunakan untuk memperoleh polimerisasi yang adekuat yaitu 300mW/cm 2 pada daerah panjang gelombang 400-515 nm dengan waktu penyinaran sesuai anjuran pabrik, unit halogen direkomendasikan secara umum dengan waktu penyinaran antara 20 detik dan 60 detik untuk ketebalan komposit 2 mm (Fitriyani dan Herda, 2008). Adapun kelebihan atau keunggulan dari unit curing Quartz Tungsten Halogen (QTH) (Stein, 1997). - hidup lebih lama (hingga 5000 jam, tergantung pada penggunaan)

- Efficacy / kemanjuran sedikit lebih tinggi dan depresiasi cahaya rendah Adapun kekurangan atau kelemahan dari unit curing Quartz Tungsten Halogen (QTH) (Malhotra dan mala, 2010). - QTH memiliki waktu pengerasan yang lebih lambat - Unit ini relatif besar dan tidak praktis - Cahaya out put berkurang dengan waktu dan demikian perlu sering diganti - QTH memiliki kinerja energi yang rendah dan menghasilkan temperatur yang tinggi - QTH memerluka filter dan kipas ventilasi 3.2.2 Plasma Arc Curing (PAC) Cahaya Plasma Arc Curing (PAC) merupakan unit light curing berintensitas tinggi. PAC memiliki sumber cahaya yang lebih intens (bola lampu neon yang mengandung plasma), memungkinkan untuk waktu pemaparan yang pendek. Cahaya diperoleh dari gas konduktif elektrik (xenon) yang disebut plasma yang terbentuk antara dua elektroda tungsten di bawah tekanan. Spektrum cahaya yang disediakan oleh plasma dibatasi. Panjang gelombang dari pancaran cahaya berintensitas tinggi ditentukan oleh bahan pelapis bola lampu dan disaring untuk meminimalkan transmisi energi infra merah dan UV dan untuk memungkinkan emisi dari cahaya biru (400 nm sampai 500 nm). Hal ini juga membantu menghilangkan panas dari sistem. Karena cahaya dengan intensitas tinggi yang tersedia pada panjang gelombang

yang lebih rendah, unit ini mampu untuk curing komposit dengan fotoinisiator selain kamforkuinon. Efisiensi klinis komparatif dari lampu PAC sangat tergantung pada jenis fotoinisiator digunakan. Unit-unit ini memiliki out put energi yang tinggi dan waktu curing yang singkat. Pencahayaan 10 detik dari cahaya PAC setara dengan 40 detik dari cahaya QTH. Unit ini telah terbukti memiliki tingkat konversi yang tinggi dan kedalaman cure untuk sel darah merah/rbcs dibandingkan dengan unit QTH. Sistem ini bekerja pada panjang gelombang antara 370 nm dan 450 nm atau antara 430 nm dan 500 nm (Malhotra dan mala, 2010). Adapun kelebihan atau keunggulan dari unit curing Plasma Arc Curing (PAC) (geissberger, 2010). - Waktu curing adalah keuntungan yang paling signifikan dari PAC light - Sekitar tiga detik yang dibutuhkan untuk restorasi komposit tipikal warna A2 - Waktu curing yang singkat mengurangi waktu kursi dan resiko kontaminasi dari kelembaban selama proses curing Adapun kekurangan atau kelemahan dari unit curing Plasma Arc Curing (PAC) (Malhotra dan mala, 2010). - Produksi panas harus dikontrol - PAC lights mahal - Penggantian cahaya (bola lampu) mahal - Sebagian besar perangkat besar, berat dan tebal - PAC lights memiliki kinerja energi yang rendah

- Memerlukan filter dan kipas ventilasi 3.2.3 Light Emiting Diode (LED) Light emiting diode merupakan teknologi terbaru untuk polimerisasi matrial restorative kedokteran gigi yang dikatifkan oleh cahaya, light emiting diode menggunakan penghubung semikonduktor untuk menghasilkan cahaya pada filamen panas yang digunakan pada lampu halogen. LED menghasilkan cahaya tampak dengan efek kuantum mekanik, kombinasi spesial dengan dua semi konduktor yang berbeda digunakan untuk mengemisikan sifat cahaya dengan distribusi spektrum bagian sempit yang spesifik. Dengan kata lain teknologi LED lebih efesien untuk mengkonversi arus listrik menjadi cahaya, waktu hidup efektif yang dimiliki LED adalah 1000 jam dan mengalami sedikit degradasi pada out put terhadap waktu, unit ini tidak menggunakan filter karena spectral out put LED Galium Nitrida sesuai dengan serapan spektrum camphorquinone (Fitriyani dan Herda, 2008). Adapun kelebihan atau keuntungan dari unit curing Light emiting diode (LED) (farah dan Powers, 2005). - Baterai bertenaga - Mudah dibawa dan ringan - Energi yang efisien dan baterai yang tahan lama - Memancarakan panas yang rendah - Tahan lama