TUGAS AKHIR PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN"

Transkripsi

1 TA/TL/2008/0254 TUGAS AKHIR PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan Disusun Oleh : Nama : Wahyu Kuncoro No. Mhs : JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

2 TA/TL/2008/0254 TUGAS AKHIR PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan Disusun Oleh : Nama : Wahyu Kuncoro No. Mhs : JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

3 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik hingga tersusunnya laporan ini. Pada kesempatan kali ini penulis mengangkat permasalahan menyusun perencanaan pengelolaan sampah secara terpadu melalui penelitian dan uji sampel untuk melihat potensi sampah yang dihasilkan oleh Kampung Nitiprayan. Alternatif yang sedang dipertimbangkan salah satunya dengan menggunakan Metode Komposting. Pertimbangan inilah yang kemudian penulis angkat menjadi topik dalam tugas akhir ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya atas bantuan, pengarahan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada kami dalam menyusun laporan ini, yaitu kepada : 1. Bapak Luqman Hakim,ST. M.Si selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan. 2. Bapak Ir. Widodo Brontowiyono, MSc, selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam membimbing penulis. 3. Bapak Eko Siswoyo, ST, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam membimbing penulis. 4. Ibu Dukuh Kampung Nitiprayan, yang telah membantu pelaksanaan Tugas Akhir. 5. Seluruh dosen jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Islam Indonesia. 6. Kepada kedua orang tua kami yang selalu memberikan motivasi dan semangat bagi kami. Serta kakak dan adikku, terima kasih atas supportnya. 7. Teman-teman seperjuangan Solid waste, Ari, Rizky, Insan, Asep, Nug, mba Rin, terimakasih atas semuanya. 8. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Teknik Lingkungan yang telah memberikan dukungannya. iv

4 . 9. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu baik langsung maupun tidak langsung yang telah ikut membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Penyusun menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di dalam penyusunan laporan ini, oleh karena itu, penyusun mengharapkan adanya saran serta kritik yang bisa membangun. Semoga apa yang penulis sampaikan dalam laporan ini dapat berguna bagi penulis, rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkannya. Wassalamu alaikum wr. Wb. Yogyakarta, Februari 2008 Penyusun, Penulis v

5 PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN INTISARI Sampah akan terus bertambah seiring dengan banyaknya aktifitas manusia yang disertai semakin besarnya jumlah penduduk di Indonesia. Pemukiman penduduk sebagai tempat tinggal masyarakat adalah penghasil sampah organik yang paling dominan. Pengelolaan yang paling sesuai dengan jenis sampah organik adalah dengan metode komposting. Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan manajemen persampahan, merencanakan suatu reaktor kompos dan menguji parameter unsur N, P, K dan rasio C/N dari hasil pengomposan, mengetahui timbulan, karakteristik dan komposisi sampah, serta mengetahui berapa besar partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah. Pada penelitian ini sampah akan dipilah langsung dari sumbernya berdasarkan jenisnya yaitu organik, an organik, dan non 3R. Untuk sampah organik akan diproses dengan menggunakan metode komposting yang dilakukan secara aerobik dengan penambahan starter EM 4, dengan menggunakan reaktor dari drum plastik yang telah dilubangi bagian sampingnya. Untuk sampah an organik dan non 3R diolah dengan melakukan pemilahan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, TPS, dan kemudian dibuang ke TPA. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat penelitian dengan menggunakan kuisioner. Penelitian dilakukan pada 10 titik sampel rumah dan didapatkan jumlah timbulan sampah 0,2192 kg/orang/hari yang terdiri dari sampah organik kg/orang/hari, sampah an organik 0,0539 kg/orang/hari, dan sampah non 3R kg/orang/hari. Untuk komposting setiap 1 rumah menggunakan reaktor dengan kapasitas 190 liter. Kandungan kompos adalah Nitrogen (N) = 0,854 %, phospat (P) = 1,25 %, Kalium (K) = 2,43% dan C/N = 41,16%. Waktu pematangan kompos adalah 40 hari. Jika dibandingkan dengan SNI untuk unsur N, P dan K memenuhi syarat, akan tetapi untuk rasio C/N terlalu tinggi yang disebabkan karena komposisi dari kompos sebagian besar terdiri dari daun-daunan segar dan kering. Sebagian besar masyarakat belum memiliki kesadaran untuk memilah sampah. Kata kunci : Kompos, Sampah, Reaktor, Nitiprayan.

6 INTEGRATED SOLIDWASTE MANAGEMENT OF NITIPRAYAN ABSTRACTION Solidwaste will be increasing along to the number of human being activity that is accompanied greater amount of resident in Indonesia. The settlement of resident as society residence is producer of organic solidwaste which most dominant. The most appropriate management of organic solidwaste type is composting. The purpose of this research is planing solidwaste management, planning a compost reactor, and test element parameters of N, P, K, and C/N that is yielded by composting process, know amount of solidwaste, caracteristic, and solidwaste compotition. and also know the role of society to the solidwaste management. In this research solidwaste is classified directly from its source based on solidwaste types that is organic, in organic and non 3R solidwaste. For the management of organic solidwaste use aerobic composting with enhancing EM 4 as starter. The reactor made from plastical materials, in form of drum and there are holes at shares of its side. For in organic and non 3R solidwaste is conducted with sorting, packaging, gathering, transporting, TPS and thrown to TPA. To know society participation research using the questionnaire. Research is conducted at 10 dots of sample house and got amount of solidwaste 0,2192 kg/people/day. The weight of organic solidwaste 0,1631 kg/people/day, in organic solidwaste 0,0539 kg/people/day, and non 3R 0,0022 kg/people/day. And yielded by reactor with capacities 190 litres for capacities 1 house. Nitrogen content (N) = 0,0854 %, phosphat (P) = 1,25 %, Kalium (K) = 2,43 % and C/N ratio = 41,16 %. Time maturation of compost during 40 days, where its quality enough nicely and enough fulfill standard of SNI for compost, only value of C/N still high which is caused by composition of compost most consisting of fresh leafs and dry leafs. Keyword : Composting, Solidwaste, Reactor, Nitiprayan

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERSEMBAHAN MOTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. ABSTRAK. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah Manfaat Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian sampah Sumber sampah Jenis sampah Karakteristik sampah Komposisi sampah Efek samping terhadap manusia dan kesehatan Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah sampah Standarisasi pengelolaan persampahan... 12

8 2.9 Pengelolaan sampah Pewadahan sampah Pengumpulan sampah Pola pengumpulan sampah Pengolahan sampah Pengomposan (Composting) Komponen kompos Keunggulan Kompos Proses Pengomposan Faktor yang mempengaruhi laju pengomposan EM Pembagian wilayah dari pusat kota ke daerah pedesaan Hipotesa BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PERENCANAAN 3.1 Umum Lokasi Luas wilayah Kondisi topografi Batas wilayah Kependudukan Potensi yang sudah ada Pola operasional pengelolaan sampah Peran serta masyarakat BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ide tugas akhir Studi pustaka Pengumpulan data Penelitian atau sampling pengolahan data Perencanaan pengelolaan sampah... 41

9 4.7 Bahan penelitian Jenis pewadahan Kotak pengukur Timbangan dan meteran Termometer dan ph soil Komposting Bahan pembuatan kompos Persiapan reaktor Tahap pembuatan Diagram tahap perencanaan BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengukuran dan perhitungan berat sampah dan volume sampah Komposisi sampah Timbulan sampah Komposting Desain reaktor kompos Pengamatan ph Pengamatan suhu Kualitas akhir kompos Data responden Pengujian dengan statistik Pendidikan terakhir dan kesadaran memilah dengan Metoda statistik One Way Anova Nilai penghasilan dan jumlah anggota keluarga dengan timbulan sampah menggunakan metode statistik One Way ANOVA Pembahasan Umum Perencanaan manajemen pengelolaan sampah... 73

10 Pemilahan Pewadahan Pengumpulan Tempat penampungan sementara Strategi manajemen pengelolalaan sampah Komposting Pengamatan ph Pengamatan suhu Hubungan ph dan suhu pada reaktor Pembahasan kematangan kompos Pembahasan kandungan N Pembahasan kandungan P Pembahasan kandungan K Kualitas akhir kompos Sosialisasi dan pendekatan masyarakat BABVI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Analisis kimia kompos...25 Tabel 2.2 Perbandingan kandungan karbon dan nitrogen berbagai bahan organik (C/N)...29 Tabel 2.3 Fungsi mikroorganisme di dalam larutan EM Tabel 5.1 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah organik...49 Tabel 5.2 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah an organik...50 Tabel 5.3 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah non 3R...50 Tabel 5.4 Rata-rata komposisi sampah di Kampung Nitiprayan...52 Tabel 5.5 Pengukuran ph selama proses kompos berlangsung...54 Tabel 5.6 Pengukuran suhu selama proses kompos berlangsung...55 Tabel 5.7 Pengukuran kualitas akhir kompos...56 Tabel 5.8 Jumlah anggota keluarga responden...56 Tabel 5.9 Penghasilan rata-rata responden per bulan...57 Tabel 5.10 Pendidikan terakhir responden...58 Tabel 5.11 Pembuangan sampah rumah tangga oleh responden...60 Tabel 5.12 Pemilahan sampah rumah tangga oleh responden...61 Tabel 5.13 Banyaknya sampah yang dibuang setiap hari...62 Tabel 5.14 Jenis sampah yang dibuang setiap hari...62 Tabel 5.15 Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di kampung Nitiprayan...63 Tabel 5.16 Correlation untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan...65

12 Tabel 5.17 Homogenitas variansi untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan...65 Tabel 5.18 Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan...66 Tabel 5.19 Analisis post hoc untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan...67 Tabel 5.20 Correlation untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah...68 Tabel 5.21 Homogenitas variansi untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah 68 Tabel 5.22 Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah...69 Tabel 5.23 Hasil pengukuran ph selama proses komposting berlangsung...84 Tabel 5.24 Hasil pengukuran suhu selama proses komposting berlangsung...85 Tabel 5.25 Standar Kualitas Kompos SNI...90 Tabel 5.26 Standar kualitas kompos Asosiasi Barak Kompos Jepang...90 Tabel 5.27 Standar kualitas kompos pupuk dipasaran...91 Tabel 5.28 Perbandingan kompos hasil penelitian dengan SNI dan produk di pasaran...92

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema swakelola sampah rumah tangga yang berbasis pada masyarakat yang bisa diterapkan...23 Gambar 4.1 Jenis pewadahan...42 Gambar 4.2 Kotak pengukur...42 Gambar 4.3 Kotak pengukur...43 Gambar 4.4 Termometer dan ph soil...43 Gambar 4.5 Sampah rumah tangga...44 Gambar 4.6 EM Gambar 4.7 Rencana desain reaktor kompos...45 Gambar 4.8 Pemotongan bahan...46 Gambar 4.9 Potongan bahan pada reaktor...46 Gambar 4.10 Reaktor kompos...46 Gambar 4.11 Pengukuran ph...47 Gambar 4.12 Pengukuran suhu...47 Gambar 4.13 Diagram tahap Perencanaan...48 Gambar 5.1 Grafik komposisi sampah Kampung Nitiprayan...52 Gambar 5.2 Desain reaktor kompos...54 Gambar 5.3 Grafik jumlah anggota keluarga responden...57 Gambar 5.4 Grafik jumlah penghasilan responden per bulan...58 Gambar 5.5 Grafik pendidikan terakhir responden...59 Gambar 5.6 Grafik pembuangan sampah oleh responden...60 Gambar 5.7 Grafik pemilahan sampah rumah tangga...62 Gambar 5.8 Grafik banyaknya sampah yang dibuang setiap hari...62 Gambar 5.9 Grafik jenis sampah yang dibuang setiap hari...63 Gambar 5.10 Grafik kesediaan peran serta responden jika dilakukan pengelolaan sampah...64

14 Gambar 5.11 Pola pengelolaan sampah mulai dari sumber sampai ke TPA di Kampung Nitiprayan...72 Gambar 5.12 Neraca Persentase Sampah Mulai Sumber Sampai ke TPA di Kampung Nitiprayan...75 Gambar 5.13 Plastik...77 Gambar 5.14 Drum untuk kompos...78 Gambar 5.15 Bin plastik...80 Gambar 5.16 Gerobak sampah...82 Gambar 5.17 Hasil pengukuran ph kompos...85 Gambar 5.18 Hasil pengukuran suhu kompos...86 Gambar 5.19 Hubungan ph dan suhu...87

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Persampahan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan, karena di dalam semua aspek kehidupan selalu dihasilkan sampah, disamping produk utama yang diperlukan. Sampah akan terus bertambah seiring dengan banyaknya aktifitas manusia yang disertai semakin besarnya jumlah penduduk di Indonesia. Pengelolaan sampah meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir. Sedangkan dalam ilmu kesehatan lingkungan suatu pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya. Sehingga jelas bahwa pentingnya pengelolaan sampah, karena melihat perkembangan waktu yang senantiasa diiringi dengan pertambahan penduduk maka otomatis jumlah timbulan sampah semakin meningkat sementara lahan yang ada tetap. Sehingga jelas bahwa pentingnya pengelolaan sampah, karena melihat perkembangan waktu yang senantiasa diiringi dengan pertambahan penduduk maka otomatis jumlah timbulan sampah semakin meningkat sementara lahan yang ada tetap. Di dalam semua aspek kehidupan manusia selalu menghasilkan sampah (byproduct) disamping produk utama yang diperlukan atau digunakan. Untuk daerah pedesaan, dimana pertanian merupakan kegiatan/pekerjaan utama dimana sampah yang dihasilkan jumlahnya sedikit yang mana sampah tersebut dapat diuraikan sendiri oleh alam, dimana hewan memakan sisa makanan dan bahan-bahan lain dapat dibuang ke tanah dengan demikian dapat menguraikan sampah tersebut. Di daerah perkotaan, dimana jumlah penduduk semakin besar dan kepadatan semakin tinggi, sampah tidak dapat lagi diolah oleh alam. Karakteristik sampah menjadi semakin beragam sejalan dengan meningkatnya standar hidup, dan volume sampah 1

16 semakin meningkat dengan cepat. Cara pewadahan sampah telah berubah dari sistem ditumpuk pada wadah terbuka (keranjang) menjadi sistem kantong. Cara pengangkutan telah berubah dari sistem manual atau menggunakan hewan menjadi motor dan dari truk terbuka menjadi truk dengan sistem compaktor. Permasalahan baru juga timbul dengan adanya bangunan-bangunan bertingkat apartemen, supermarket, limbah industri dan lainlain. Faktor utama yang akan membedakan jenis dan karakteristik terdapat pada tingkat sosial budaya ekonomi masyarakat, hal ini terlihat perbedaan yang sangat besar antara karakteristik, volume dan lain-lain. Sampah antara negara-negara maju dan berkembang sangat berbeda jauh. Biasanya pada negara maju, sistem manajemen pengolahan sampah sangat baik tanpa mengalami kesulitan dalam pengelolaannya. Hal ini di dukung dengan hal-hal berikut ini: a. Tingkat kesejahteraan nasional yang tinggi dan akan masih terus bertambah. b. Sistem perpajakan yang baik sehingga pendanaan untuk sampah teralokasi pada perpajakan tersebut. c. Kesejahteraan hidup bersih dan manajemen persampahan yang baik. d. Partisipasi masyarakat yang baik dalam hal penanganan sampah. Pada negara berkembang (kota-kota di Asia) mempunyai kepadatan penduduk yang lebih tinggi dari kota-kota di negara maju. Hal ini disebabkan oleh adanya urbanisasi (perpindahan menuju ke kota). Pengelolaan persampahan di negara maju masih sangat memprihatinkan dikarenakan ketidaktersediaan dana yang mencukupi serta tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan persampahan, serta adanya perbedaan iklim, ekonomi dan sosial budaya. Sistem pengelolaan persampahan di daerah perkotaan perlu mendapatkan perhatian khusus, selain karena pengelolaan sampah di daerah perkotaan sangat penting karena melihat dari timbulan sampah yang besar (kepadatan penduduk tinggi). Tidak adanya lahan sebagai tempat pengolahan dimana akhirnya menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Menurut Arianto Wibowo & Darwin T Djajawinata (2002), Persampahan telah menjadi suatu agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di Indonesia. Pesatnya pertambahan penduduk yang disertai derasnya arus urbanisasi 2

17 telah meningkatkan jumlah sampah di perkotaan dari hari keharinya. Keterbatasan kemampuan Dinas Kebersihan dalam menangani permasalahan tersebut menjadi tanda awal dari semakin menurunnya sistem penanganan permasalahan tersebut. Hal ini semakin sulit karena adanya keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, dan terkendala jumlah kendaraan serta kondisi peralatan yang telah tua. Belum lagi pengelolaan TPA yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan. Kekurangpedulian penanganan persampahan ini dapat terlihat dari kecilnya anggaran yang disediakan untuk menangani permasalahan persampahan ini. Sementara disisi lain, penghasilan yang didapat dari pelayanan persampahan masih jauh dari tingkat yang memungkinkan adanya penanganan yang mandiri dan berkelanjutan. Sistem pentarifan dalam bentuk retribusi masih konvensional dan tidak memungkinkan adanya insentif bagi operator. Untuk memahami permasalahan tersebut, perlu dilihat beberapa aspek yang menaungi sistem pengelolaan persampahan tersebut, meliputi : 1. Aspek teknis 2. Aspek kelembagaan 3. Aspek manajemen dan 4. Keuangan. Dengan melakukan peninjuan beberapa aspek diatas, dapat disimpulkan perlunya suatu rencana tindak (action plan) yang meliputi: (1) Melakukan pengenalan karekteristik sampah dan metode pembuangannya. (2) Merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir). (3) Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada dengan fungís operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan. (4) Menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3 R) agar dapat tercapai program zero waste pada masa mendatang. (5) Melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) melalui kemungkinan penerapan tarif progresif, dan 3

18 mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe pelanggan. (6) Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan. Adapun perbaikan sistem pengelolaan persampahan adalah dengan menggunakan sistem composting, karena sebagian besar sampah yang dihasilkan berasal dari bahan organik, yaitu dengan pemanfaatan ulang sampah organik melalui proses pembusukan. 1.2 RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dalam perencanaan pengelolaan sampah antara lain : 1. Berapa besar volume sampah yang dihasilkan dan bagaimana komposisi, timbulan berdasarkan sifatnya. 2. Manajemen persampahan yang meliputi sistem pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan. 3. Partisipasi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah. 1.3 TUJUAN PENELITIAN Maksud penyusunan Laporan Tugas Akhir ini adalah mengevaluasi dan merencanakan kembali sistem pegelolaan sampah domestik, meliputi : 1. Untuk mengetahui volume, komposisi, dari timbulan sampah rata-rata per orang per hari sebagai dasar perencanaan pengelolaan sampah terpadu. 2. Untuk mengetahui dan merencanakan sistem manajemen persampahan yang meliputi sistem pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan. 3. Untuk mengetahui partisipasi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah. 4

19 1.4 BATASAN MASALAH Batasan-batasan dan ruang dari pelaksanaan perencanaan pengelolaan sampah adalah sebagai berikut : 1. Pengelolaan yang dilakukan adalah pengelolaan dari sumber timbulan sampah, tempat penampungan sementara dan pembuatan reaktor kompos. 2. Akan diberikan alternatif pengolahan ditempat penampungan sementara berdasarkan hasil penelitian. 3. Pengelolaan yang akan direncanakan adalah pengelolaan terhadap sampah yang dihasilkan. 4. Menghitung besaran timbulan sampah dan mengukur volume sampah per hari. 5. Tidak dilakukan perhitungan biaya yang diperlukan dalam pengelolaan. 6. Jenis sampling yang digunakan adalah metode random sampling. 7. Daerah yang akan diteliti adalah kampung Nitiprayan Yogyakarta. 1.5 MANFAAT Manfaat dari penyusunan laporan Tugas Akhir Ini adalah : 1. Dapat mengetahui dan merencanakan tempat sampah/bak sampah serta bahan yang digunakan. 2. Memberikan pengetahuan mengenai pengelolaan persampahan. 3. Secara umum penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi peneliti yang berminat untuk mengkaji lebih lanjut tentang pengelolaan persampahan. 5

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN SAMPAH Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat an organik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb (SNI ). Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah sudah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya yang ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup (Hadiwiyoto, 1983). Sampah adalah limbah yang berbentuk padat dan juga setengah padat, dari bahan organik dan atau an organik, baik benda logam maupun benda bukan logam, yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar. Bentuk fisik benda-benda tersebut dapat berubah menurut cara pengangkutannya atau cara pengolahannya (Anonim,1986). Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan dari aktivitas manusia dan binatang yang secara normal padat dan dibuang ketika tak dikehendaki atau sia-sia (Tchobanoglous, G. dkk 1993). 2.2 SUMBER SAMPAH Menurut Anonim (1986), sumber sampah antara lain : a. Sampah pasar, tempat-tempat komersiil. Terdiri dari berbagai macam dan jenis sampah seperti sisa sayuran, daun bekas bungkus, sisa makanan dan sebagainnya. Ciri-ciri sampahnya biasanya mempunyai berbagai macam dan jenis sampah, yang masing-masing volumenya hampir sama. 6

21 b. Sampah pabrik atau industri. Benda-benda sisa atau bekas dari proses industri, atau merupakan ampas-ampas dari pengolahan bahan baku, misalnya pabrik gula tebu akan membuang ampas tebu. Ciri-cirinya tidak banyak macam dan jenisnya, menonjol jumlahnya pada beberapa jenis saja. c. Sampah rumah tinggal, kantor, institusi gedung umum dan lainnya serta pekarangan. Karakteristiknya hampir sama dengan sampah dari pasar, kecuali ada sampah dari pengurasan septic tank. d. Sampah kandang hewan dan pemotongan hewan. Terdiri dari sisa-sisa makanan hewan dan kotorannya, sisa-sisa daging dan tulangtulangnya. e. Sampah jalan, lapangan dan pertamanan. Sampah ini terdiri dari pengotoran oleh pelewat jalan atau pemakai jalan, pemakai lapangan dan pertamanan, pemotong rumput, reruntuhan bunga dan buah. f. Sampah selokan, riol dan septic tank. Terdiri dari endapan-endapan dan benda-benda yang hanyut sebagai penyebab tersumbatnya selokan selokan riol. Isi septik tank merupakan lumpur tinja yang biasanya diambil dan diangkut dengan mobil tangki tinja yang dilengkapi dengan pompa hisap. 2.3 JENIS SAMPAH Berdasarkan jenis sampah pada prinsipnya dibagi 3 bagian besar, yaitu : a. Sampah padat. b. Sampah cair. c. Sampah dalam bentuk gas. Sampah pada umumnya dibagi 2 jenis, yaitu : 1. Sampah organik : yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, karena itu tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N, dll. Umumnya sampah 7

22 organik dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan, karton, kain, karet, kulit, sampah halaman. 2. Sampah an organik : sampah yang bahan kandungannya non organik, umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca, kaleng, alumunium, debu, logam-logam lain (Hadiwiyoto, 1983). 2.4 KARAKTERISTIK SAMPAH Menurut Anonim (1986) karakteristik sampah adalah sebagai berikut : a. Garbage, yakni jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau sayuran hasil pengolahan dari dapur rumah tangga, hotel, restoran, semuanya mudah membusuk. b. Rubbish, yakni pengolahan yang tidak mudah membusuk. Pertama yang mudah terbakar, seperti kertas, kayu dan sobekan kain. Kedua yang tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, kaca dan lain-lain. c. Ashes, yakni semua jenis abu dari hasil pembakaran baik dari rumah maupun industri. d. Street sweeping, yakni sampah dari hasil pembersihan jalanan, seperti halnya kertas, kotoran, daun-daunan dan lain-lain. e. Dead animal, yakni bangkai binatang yang mati karena alam, kecelakaan maupun penyakit. f. Abandoned vehicle, yakni bangkai kendaraan, seperti sepeda, motor, becak, dan lain-lain. g. Sampah khusus, yakni sampah yang memerlukan penanganan khusus, misalnya kaleng-kaleng cat, zat radioaktif, sampah pembasmi serangga, obat-obatan dan lain-lain. 8

23 2.5 KOMPOSISI SAMPAH Komposisi sampah adalah komponen fisik sampah seperti sisa-sisa makanan, kertas, karbon, kayu, kain tekstil, karet kulit, plastik, logam besi-non besi, kaca dan lainlain (misalnya tanah, pasir, batu dan keramik). Menurut Tchobanoglous dkk (1993) komponen sampah-sampah terdiri dari : 1. Organik a. Sisa makanan. e. Karet.. b. Kertas. f. Kain. c. Karbon. g. Kulit. d. Plastik h. Kayu. 2. An organik. a. Kaca. d. Logam. b. Alumunium. e. Abu, debu. c. Kaleng. 2.6 EFEK SAMPING TERHADAP MANUSIA DAN KESEHATAN A. Dampak terhadap kesehatan Lokasi dan pengolahan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut : a. Penyakit jamur yang dapat menyebar (misalnya jamur kulit). b. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur dengan air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat didaerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini 9

24 sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah. d. Sampah beracun, telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminansi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator. B. Dampak terhadap lingkungan a. Lindi (leachate) yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. b. Selain mencemari air permukaan, lindi juga berpotensi mencemari air dalam tanah. c. Sampah yang dibuang ke saluran drainase atau sungai akan menyumbat atau menghambat aliran air. d. Sampah yang kering menjadi relatif lebih mudah terbakar. Hal ini dapat menimbulkan bahaya kebakaran. C. Dampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat. Bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana. b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan. c. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktifitas). d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase dan lain-lain. e. Infrastruktur lain dapat juga dipengarui oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan 10

25 cenderung membuang sampah dijalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan sering diperbaiki( Tchobanoglous dkk, 1993). 2.7 FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS DAN JUMLAH SAMPAH. Jenis dan jumlah sampah umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Letak Geografi Letak geografi mempengaruhi tumbuh-tumbuhan dan kebiasaan masyarakat, didataran tinggi umumnya banyak sayur-sayuran, buah-buahan dan jenis tanaman tegalan yang akhirnya akan mempengaruhi jenis dan jumlah sampah. 2. Iklim Iklim yang banyak hujan akan membuat tumbuhan bertambah banyak dibandingkan didaerah kering sehingga sampahnya juga lebih banyak. 3. Tingkat sosial ekonomi Pada ekonomi yang baik maka daya beli masyarakat akan tinggi dan sampah yang dihasilkan akan tinggi pula. 4. Kepadatan penduduk Kepadatan penduduk kota jumlahnya tinggi maka akan menghasilkan sampah yang banyak pula. 5. Kemajuan teknologi Kemajuan teknologi mempengaruhi industri, dimana selanjutnya akan menggunakan peralatan yang lebih baik, sehingga bahan makanan tidak banyak yang terbuang dan hasil buangannya dapat digunakan kembali. 2.8 STANDARISASI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN. Standar yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan telah diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Badan Standarisasi Nasional (Anonim,2003), yaitu : 1. SK-SNI. S , tentang spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang di indonesia, standar ini mengatur tentang jenis sumber sampah, besaran 11

26 timbulan sampah berdasarkan komponen sumber sampah serta besaran timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota. 2. SNI , tentang tata cara pengelolaan teknik sampah perkotaan. standar ini mengatur tentang persyaratan teknis yang meliputi : a. Teknik Operasional f. Pemindahan sampah b. Daerah pelayanan g. Pengangkutan sampah c. Tingkat pelayanan h. Pengolahan sampah d. Pewadahan Sampah i. Pembuangan akhir e. Pengumpulan Sampah Kriteria penentuan kualitas operasional pelayanan adalah : 1. Penggunaan jenis peralatan 2. Sampah terisolasi dari lingkungan 3. Frekuensi pelayanan 4. Frekuensi penyapuan 5. Estetika 6. Tipe kota 7. Variasi daerah pelayanan 8. Pendapatan dari retribusi 9. Timbulan sampah musiman 3. SNI , tentang cara pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Standar ini mengatur tentang ketentuan pemilihan lokasi TPA, kriteria pemilihan lokasi yang meliputi kriteria regional dan kriteria penyisih. 2. SNI , tentang metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan. standar ini mengatur tentang tata cara pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah yang meliputi lokasi, cara pengambilan, jumlah contoh, frekuensi pengambilan serta pengukuran dan perhitungan. 2.9 PENGELOLAAN SAMPAH Pengelolaan sampah merupakan suatu aliran kegiatan yang dimulai dari sumber penghasil sampah. Sampah dikumpulkan untuk diangkut ke tempat pembuangan untuk 12

27 dimusnahkan. Atau sebelumnya dilakukan suatu proses pengolahan untuk menurunkan volume dan berat sampah. Pengelolaan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani penduduk terhadap sampah yang dihasilkannya. Secara tidak langsung turut memelihara kesehatan masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan yang bersih, baik dan sehat. Pengelolaan sampah pada saat ini merupakan masalah yang kompleks. Masalahmasalah muncul akibat semakin berkembangnya kota, semakin banyak sampah yang dihasilkan, semakin beraneka ragam komposisinya, keterbatasan dana dan beberapa masalah lain yang berkaitan. Pada dasarnya pengelolaan sampah ada 2 macam yaitu pengelolaan/penanganan sampah setempat (pola individu) dan pola kolektif untuk suatu lingkungan pemukiman atau kota. Penanganan setempat dimaksudkan penanganan yang dilaksanakan sendiri oleh penghasil sampah dengan menanam dalam galian tanah pekarangannya atau dengan cara lain yang masih dapat dibenarkan. Hal ini dimungkinkan bila daya dukung lingkungan masih cukup tinggi, misalnya tersedianya lahan. Penanganan persampahan dengan pola kolektif, khususnya dalam teknis operasional adalah suatu proses atau kegiatan penanganan sampah yang terkoordinir untuk melayani suatu pemukiman atau kota. Pola ini kompleksitas yang besar karena mencakup berbagai aspek terkait. Aspek-aspek tersebut dikelompokkan dalam 5 aspek utama, yaitu aspek institusi, hukum, teknik operasional, pembiayaan, dan retribusi serta aspek peran serta masyarakat. Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari kegiatan pewadahan/penyimpanan pada sumber sampah, kegiatan pengumpulan, pengangkutan serta pembuangan sampai dengan pembuangan akhir harus bersifat terpadu. Bila salah satu kegiatan tersebut putus atau tidak tertangani dengan baik maka akan menimbulkan masalah kesehatan, banjir/genangan, pencemaran air tanah dan estetika. Aliran tersebut harus diusahakan berlangsung dengan lancar dan kontinyu dengan meniadakan segala faktor penghambat yang ada. Baik dari segi aspek organisasi dan manajemen, teknik operasional, peraturan, pendanaan dan peran serta masyarakat. 13

28 Dari segi teknik, banyak alternatif penanganan sampah yang sebenarnya dapat diterapkan di Indonesia namun memerlukan dana investasi yang relatif besar, maka sebelum melangkah pada teknologi yang canggih, kita perlu menggunakan teknologi yang sesuai untuk kondisi Indonesia Pewadahan Sampah Pewadahan sampah adalah cara pembuangan sampah sementara di sumbernya baik individual maupun komunal. Wadah sampah individual umumnya ditempatkan di depan rumah atau bangunan lainnya. Sedangkan wadah sampah komunal ditempatkan di tempat terbuka yang mudah diakses. Sampah diwadahi sehingga memudahkan dalam pengangkutannya. Idealnya jenis wadah disesuaikan dengan jenis sampah yang akan dikelola agar memudahkan dalam penanganan selanjutnya, khususnya dalam upaya daur ulang. Dengan adanya wadah yang baik, maka : a. Bau akibat pembusukan sampah yang juga menarik datangnya lalat dapat diatasi. b. Air hujan ysng berpotensi menambah kadar air di sampah dapat dikendalikan. c. Pencampuran sampah yang tidak sejenis dapat dihindari (Enri Damanhuri,2006). Dalam pewadahannya sampah umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Individual Dimana di setiap sumber timbulan sampah terdapat tempat sampah. Misalnya di depan setiap rumah dan pertokoan. Jenis pewadahan secara individual biasanya adalah : a. Ember plastik dengan penutup, kapasitas 7-10 liter, biasanya dipergunakan di daerah dimana pengambilan sampah dilakukan setiap hari. b. Bak sampah plastik dengan penutup dan pegangan di kedua sisinya, kapasitas liter, biasanya untuk pengambilan sebanyak 2 kali seminggu. c. Bak sampah dari galvanized steel atau plastik dengan penutup, kapasitas liter, biasa digunakan dirumah tangga menengah keatas dengan 14

29 frekuensi pengambilan 2 kali seminggu. Material yang digunakan oleh jenis ini haruslah bahan yang anti karat sehingga tahan lama. d. Kantong plastik, dengan volume sesuai kebutuhan dari pemakai. Untuk jenis ini biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga (per tahun) biasanya lebih besar dari jenis-jenis sebelumnya. 2. Komunal Yaitu timbulan sampah dikumpulkan pada satu tempat sebelum sampah tersebut diangkut ke TPA. Metode yang digunakan dalam pengumpulan sampah secara komunal biasanya, yaitu : a. Depo sampah, biasanya dipergunakan untuk menampung sampah dari perumahan padat. Depo dibuat dari pasangan batu/bata dengan volume antara m 3, atau ekivalen dengan pelayanan terhadap 10 ribu jiwa. Jarak maksimum untuk menempatkan depo adalah 150 m. b. Bak dengan pintu tertutup, pewadahan komunal yang paling umum. Biasanya terbuat dari kayu, bata atau beton dengan pintu. Kapasitas antara 1 10 m 3. untuk bak dengan kapasitas 2 m 3 mampu melayani orang. Biasanya ditempatkan di pinggir jalan besar atau tempat terbuka. c. Bak sampah tetap, biasanya pewadahan ini terbuat dari blok beton, perbedaan jenis ini dengan bak pintu penutup adalah tidak adanya pintu pembuangan. Kapasitas biasanya tidak lebih dari 2 m 3. d. Bak dari bis beton, biasanya digunakan di daerah dengan kepadatan relatif rendah, ukuran relatif kecil dan relatif murah. Ukuran yang biasa digunakan adalah diameter 1 meter. e. Drum 200 liter, pemanfaatan dari bekas drum minyak atau semacamnya. Bagian dalam drum dicat dengan bitumen. Untuk jenis ini pengambilan dilakukan setiap hari. f. Bin baja yang mudah di angkat, biasanya dipergunakan didaerah pemukiman kalangan atas, bin galvanis dengan kapasitas 100 liter untuk 10 keluarga. 15

30 Persyaratan bahan dalam pewadahan sampah adalah sebagai berikut : 1. Tidak mudah rusak dan kedap air, kecuali kantong plastik/kertas. 2. Mudah untuk diperbaiki. 3. Ekonomis, mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat. 4. Mudah dan cepat dikosongkan. Penentuan ukuran volume ditentukan berdasarkan : 1. Jumlah penghuni tiap rumah. 2. Tingkat hidup masyarakat. 3. Frekuensi pengambilan/pengumpulan sampah. 4. Cara pengambilan sampah (manual/mekanik). 5. Sistem pelayanan (individual/komunal). Lokasi penempatan wadah adalah sebagai berikut : 1. Wadah individual ditempatkan : a. Di halaman muka (tidak di luar pagar) b. Di halaman belakang untuk sumber sampah dari hotel dan restoran 2. Wadah komunal ditempatkan : a. Tidak mengambil lahan trotoar (kecuali bagi wadah sampah pejalan kaki). b. Tidak di pinggir jalan protokol. c. Sedekat mungkin dengan sumber sampah. d. Tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya. e. Di tepi jalan besar, pada suatu lokasi yang mudah untuk pengoperasiannya Pengumpulan Sampah Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan cara pengumpulan dari masing-masing sumber sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan sementara atau ke pengolahan sampah skala kawasan atau langsung tempat pembuangan atau pemrosesan akhir tanpa melalui proses pemindahan. Dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : 16

31 1. Secara langsung ( Door to door ). Pada sistem ini, proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan bersamaan. Sampah dari tiap-tiap sumber akan diambil, dikumpulkan dan langsung diangkut ke tempat pemrosesan atau ke tempat pembuangan akhir. 2. Secara tidak langsung ( Communal ). Pada sistem ini, sebelum diangkut ke tempat pemrosesan, atau ke tempat pembuangan akhir, sampah dari masing-masing sumber akan dikumpulkan dahulu oleh sarana pengumpul seperti dalam gerobak tangan (hand cart) dan diangkut ke TPS. Dalam hal ini, TPS dapat pula berfungsi sebagai lokasi pemrosesan skala kawasan yang berguna untuk mengurangi jumlah sampah yang harus diangkut ke pemrosesan akhir. Pada sistem communal ini, sampah dari masing-masing sumber akan dikumpulkan dahulu dalam gerobak tangan atau sejenisnya dan diangkut ke TPS. Gerobak tangan merupakan alat pengangkut sampah sederhana yang sering dijumpai di kota-kota Indonesia. Dan memiliki kriteria persyaratan sebagai berikut : a. Mudah dalam loading dan unloading. b. Memiliki konstruksi yang ringan dan sesuai dengan kondisi jalan yang ditempuh. c. Sebaiknya mempunyai tutup. Tempat penampungan Sementara (TPS) merupakan suatu bangunan atau yang digunakan untuk memindahkan sampah dari gerobak tangan ke landasan, kontainer, atau langsung ke truk pengangkut sampah. Tempat penampungan sementara berupa : 1. Transfer Station / Transfer Depo, biasanya terdiri dari : A. Bangunan untuk ruangan kantor. B. Bangunan tempat penampungan / pemuatan sampah. C. Peralatan parkir. D. Tempat penyimpanan peralatan. Untuk suatu lokasi transfer depo (TPS) diperlukan areal tanah minimal 200 m 2. bila lokasi ini berfungsi juga sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan maka dibutuhkan tambahan luas lahan sesuai aktifitas yang dijalankan. 17

32 2. Container Besar (Steel Container) volume 6 10 m 3 yang diletakkan dipingggir jalan dan tidak mengganggu lalu lintas. Dibutuhkan landasan permanen sekitar m 2 untuk meletakkan kontainer. Di banyak tempat di kota kota Indonesia, landasan ini tidak disediakan dan kontainer diletakkan begitu saja di lahan tersedia. Penempatan sarana ini juga bermasalah karena sulit untuk memperoleh lahan dan belum tentu masyarakat yang tempat tinggalnya dekat dengan sarana ini bersedia menerimanya. 3. Bak bak komunal yang dibangun permanen dan terletak di pinggir jalan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan adalah waktu pengumpulan dan frekuensi pengumpulan. Sebaiknya waktu pengumpulan sampah adalah saat dimana aktifitas masyarakat tidak begitu padat, misalnya pagi hingga siang hari. Frekuensi pengumpulan sampah menentukan banyaknya sampah yang dapat dikumpulkan dan diangkut per hari. Semakin besar frekuensi pengumpulan sampah maka semakin banyak volume sampah yang dikumpulkan per service per kapita. Bila sistem pengumpulan telah memasukkan upaya daur ulang maka frekuensi pengumpulan sampah dapat diatur sesuai dengan jenis sampah yang akan dikumpulkan. Dalam hal ini sampah kering dapat dikumpulkan lebih jarang Pola pengumpulan sampah Beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah : 1. Pengumpulan sampah harus memperhatikan : a. Keseimbangan pembebanan tugas. b. Optimasi penggunaan alat. c. Minimasi jarak operasi. 2. Faktor faktor yang mempengaruhi pola pengumpulan sampah : a. Jumlah sampah terangkut. b. Jumlah penduduk. c. Luas daerah operasi. d. Kepadatan penduduk dan tingkat penyebaran rumah. e. Panjang dan lebar jalan. f. Kondisi sarana penghubung (jalan, gang). 18

33 g. Jarak titik pengumpulan dengan lokasi. 3. Jenis / pola pengumpulan sampah dapat dibagi menjadi : a. Individual langsung. b. Individual tidak langsung. c. Komunal langsung. d. Komunal tidak langsung. e. Penyapuan jalan dan taman. Pola pengumpulan sampah terdiri atas : A. Pola individual langsung oleh truk pengangkut menuju ke pemrosesan, dapat diterapkan bila : 1) Bila kondisi topografi bergelombang (rata rata < 5 %), hanya alat pengumpul mesin yang dapat beroperasi. 2) Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya. 3) Kondisi dan jumlah alat memadai. 4) Jumlah timbulan sampah > 0,3 m 3 /hari. 5) Biasanya daerah layanan adalah pertokoan, kawasan pemukiman yang tersusun rapi, daerah elit dan jalan protokol. 6) Layanan dapat pula diterapkan pada daerah gang. Petugas pengangkut tidak masuk ke gang, tetapi hanya akan memberi tanda bila sarana pengangkut ini datang, misalnya dengan bunyi-bunyian. B. Pola individual tidak langsung dengan menggunakan pengumpul sejenis gerobak sampah, dapat diterapkan bila : 1) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. Lahan ini dapat difungsikan sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan. 2) Kondisi topografi relatif datar (rata rata < 5 %), dapat digunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak). 3) Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung. 4) Lebar jalan atau gang cukup lebar untuk dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya. 19

34 5) Terdapat organisasi pengelola pengumpulan sampah dengan sistem pengendalinnya. C. Pola komunal langsung oleh truk pengangkut dilakukan bila : 1) Alat angkut terbatas. 2) Kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah. 3) Alat pengangkut sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual (kondisi daerah berbukit, gang / jalan sempit). 4) Peran serta masyarakat tinggi. 5) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk). 6) Pemukiman tidak teratur. D. Pola komunal tidak langsung, dengan persyaratan sebagai berikut : 1) Peran serta masyarakat tinggi. 2) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang mudah dijangkau alat pengumpul. 3) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. Lahan ini dapat difungsikan sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan. 4) Bagi kondisi topografi yang relatif datar (rata rata < 5 %). Dapat digunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak) dan bagi kondisi topografi > 5 % dapat digunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan karung. 5) Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya. 6) Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah. E. Pola penyapuan jalan, dengan persyaratan sebagai berikut : 1) Juru sapu dapat mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan (tanah, lapangan rumput dan lain-lain) 2) Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada fungsi dan nilai daerah yang dilayani. 3) Pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi pemindahan untuk kemudian diangkut ke pemrosesan akhir. 4) Pengendalian personel dan peralatan harus baik. 20

35 Perencanaan operasional pengumpulan sampah harus memperhatikan : 1. Ritasi antara 1 4 rit per hari. 2. Periodesasi : untuk sampah mudah membusuk maksimal 3 hari sekali namun sebaiknya setiap hari, tergantung dari kapasitas kerja, desain peralatan, kualitas kerja, serta kondisi komposisi sampah. Semakin besar persentase sampah organik, periodesasi pelayanan semakin sering. Untuk sampah kering, periode pengumpulannya dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali. Sedang sampah B-3 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. 3. Mempunyai daerah pelayanan tertutup dan tetap. 4. Mempunyai petugas pelaksana yang tetap dan perlu dipindahkan secara periodik. 5. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah terangkut, jarak tempuh, kondisi daerah dan jenis sampah yang akan diangkut (Sarudji, 1982) PENGOLAHAN SAMPAH Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau merubah bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran, pengomposan, penghancuran, pengeringan dan pendaur ulangan. (SNI T F). Adapun teknik pengolahan sampah adalah sebagai berikut : 1. Pengomposan (Composting) Adalah suatu cara pengolahan sampah organik dengan memanfaatkan aktifitas bakteri untuk mengubah sampah menjadi kompos (proses pematangan). 2. Pembakaran sampah Pembakaran sampah dapat dilakukan pada suatu tempat, misalnya lapangan yang jauh dari segala kegiatan agar tidak mengganggu. Namun demikian pembakaran ini sulit dikendalikan bila terdapat angin kencang, sampah, arang sampah, abu, debu, dan asap akan terbawa ketempat-tempat sekitarnya yang akhirnya akan menimbulkan gangguan. Pembakaran yang paling baik dilakukan disuatu instalasi pembakaran, yaitu dengan menggunakan insinerator, namun pembakaran menggunakan insinerator memerlukan biaya yang mahal. 21

36 3. Recycling Merupakan salah satu teknik pengolahan sampah, dimana dilakukan pemisahan atas benda-benda bernilai ekonomi seperti : kertas, plastik, karet, dan lain-lain dari sampah yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan kembali baik dalam bentuk yang sama atau berbeda dari bentuk semula. 4. Reuse Merupakan teknik pengolahan sampah yang hampir sama dengan recycling, bedanya reuse langsung digunakan tanpa ada pengolahan terlebih dahulu. 5. Reduce Adalah usaha untuk mengurangi potensi timbulan sampah, misalnya tidak menggunakan bungkus kantong plastik yang berlebihan. 22

37 Sosialisasi Pendampingan Percontohan Pembentukan lembaga Penyiapan perlengkapan Drum, genthong dll TPS Alat angkut Gerakan masyarakat Evaluasi Gambar 2.1. Skema swakelola sampah rumah tangga yang berbasis pada masyarakat yang bisa diterapkan. Pengelolaan sampah di kawasan perencanaan diarahkan dengan konsep reuse, reduce, dan recycle, sehingga diusahakan sampah yang keluar dan dibuang ke TPA seminimal mungkin, terutama untuk sampah yang bersumber dari rumah tangga. Pengelolaan sampah rumah tangga dilakukan secara swakelola oleh penduduk setempat dengan membuat kelompok-kelompok tiap RT. Pembuangan sampah dari rumah tangga dibuang secara terpisah yaitu mulai dari sampah organik dibagi menjadi 2 yaitu sampah organik basah dan kering, sedangkan untuk sampah anorganik juga dibagi menjadi 3 bagian yaitu sampah logam, sampah kaca, dan sampah plastik. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengelolaan sampah di kawasan perencanaan diantaranya: 23

38 1. Melakukan sosialiasi kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan 2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk melakukan tindakan 3R yaitu reduce, reuse dan recycle (mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang sampah), 3. Melakukan upaya swakelola sampah tingkat rumah tangga dengan berbasis pada masyarakat (community-based solid waste management) sehingga sampah dapat dimanfaatkan kembali menjadi barang yang berguna, misal menjadi kompos atau barang daur ulang sehingga dapat dijual dan menghasilkan uang. 4. Perlu dibentuk lembaga masyarakat yang khusus menangani sampah. Lembaga ini harus dibentuk dari warga sendiri, dengan bantuan pendampingan kalau dibutuhkan. 5. Mengadakan pemilahan langsung antara sampah organik dan non organik dari masing-masing rumah tangga. Pemilahan dilakukan pada 4 tempat yakni: organik (sisa dapur, dan sebagainya), non organik (plastik, gelas/kaca, dan kertas) PENGOMPOSAN ( COMPOSTING ) Pengomposan merupakan teknik pengolahan sampah organik yang biodegradable, sampah tersebut dapat diurai oleh mikroorganisme atau cacing (vermicomposting) sehingga terjadi proses pembusukan, kompos yang dihasilkan sangat baik untuk memperbaiki struktur tanah karena kandungan unsur hara dan kemampuannya menahan air (Damanhuri 2003). Proses stabilisasi pada komposting secara aerobik dapat digambarkan seperti Mikroorganisme yang bekerja pada proses pengomposan dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok Mesophilic (mikroorganisme yang hidup pada temperatur C, seperti: jamur, Actinomycetes, cacing tanah, cacing kremi, keong kecil, semut, kumbang tanah) dan Thermopilic (mikroorganisme yang hidup pada temperatur C, seperti: cacing pita, Protozoa, Rotifera, kutu jamur). 24

39 Komponen Kompos Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimiawi tanah adalah kandungan humusnya. Humus dalam kompos mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Humus yang menjadi asam humat atau jenis asam lainnya dapat melarutkan zat besi (Fe) dan alumunium (Al) sehingga fosfat yang terikat besi dan alumunium akan lepas dan dapat diserap oleh tanaman. Selain itu, humus merupakan penyangga kation yang dapat mempertahankan unsur hara sebagai bahan makanan untuk tanaman. Kandungan kimiawi kompos dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.1 Analisis kimia kompos Bahan Kadar Nitrogen (%) 1.33 P (%) 0.83 K 2 0 (%) 0.36 Humus (%) Kalsium (%) 5.61 Zat Besi (%) 2.1 Seng (ppm) 285 Timah (ppm) 575 Tembaga (ppm) 65 Kadmium (ppm) 5 Ph 7.2 Sumber : Nan Djuarnani dkk,2004. Kompos juga berfungsi sebagai pemasok makanan bagi mikroorganisme di dalam tanah seperti kapang, bakteri, actinomycetes, dan protozoa sehingga dapat meningkatkan dan mempercepat proses dekomposisi bahan organik(nan Djuarnani,dkk, 2004) Keunggulan Kompos Pupuk organik atau kompos memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pupuk an organik. Berikut beberapa perbedaan antara pupuk organik atau kompos dan pupuk an organik : 25

40 A. Sifat Kompos 1. Mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, walaupun jumlahnya sedikit. 2. Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara sebagai berikut : a. Menggemburkan dan meningkatkan ketersediaan bahan organik di dalam tanah. b. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara. c. Memperbaiki kehidupan mikroorganisme didalam tanah dengan cara menyediakan bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut. d. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tidak mudah terpencar. e. Memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah. f. Membantu proses pelapukan bahan mineral. g. Melindungi tanah terhadap kerusakan yang disebabkan erosi. h. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) 3. Beberapa tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit. 4. Menurunkan aktifitas mikroorganisme tanah yang merugikan. B. Sifat pupuk an organik 1. Hanya mengandung satu atau beberapa unsur hara, tetapi dalam jumlah banyak. 2. Tidak dapat memperbaiki struktur tanah, tetapi justru penggunaan dalam jangka waktu panjang dapat membuat tanah menjadi keras. 3. Sering membuat tanaman manja sehingga rentan terhadap penyakit (Nan Djuarnani,dkk, 2004) PROSES PENGOMPOSAN Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah. Rasio C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai rasio C/N tanah adalah Bahan organik yang memiliki rasio C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman. (Nan Djuarnani,dkk, 2004 ). 1. Pengomposan secara Aerobik 26

41 Dekomposisi secara aerobik adalah modifikasi yang terjadi secara biologis pada struktur kimia atau biologi bahan organik dengan kehadiran oksigen (0 2 ). Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO 2, H 2 O (air), humus, energi. Proses dekomposisi bahan organik secara aerobik dapat disajikan dengan reaksi sebagai berikut : Bahan Organik CO 2 + H 2 O + Humus + Hara + Energi Selama hidupnya, mikroorganisme mengambil air dan oksigen dari udara. Makanannya diperoleh dari bahan organik yang akan diubah menjadi produk metabolisme berupa karbondioksida (CO 2 ), air (H 2 O), humus dan energi. Sebagian dari energi yang dihasilkan digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan reproduksi, sisanya dibebaskan ke lingkungan sebagai panas. 2. Pengomposan secara An aerobik Dekomposisi secara an aerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa adanya kehadiran oksigen (hampa udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperatur seperti yang terjadi pada proses pengomposan secara aerobik. Namun pada proses an aerobik perlu tambahan panas dari luar sebesar 30 0 C. Proses pengomposan secara an aerobik akan menghasilkan metana atau alkohol, CO 2, dan senyawa lain seperti asam organik yang memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat). Proses an aerobik umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam sehingga proses pengomposan lebih banyak dilakukan secara aerobik. 3. Pengomposan secara kimiawi Timbunan kompos berhubungan erat dengan faktor kimia yang cukup kompleks. Banyak perubahan terjadi selama proses pengomposan, bahkan sebelum mikroorganisme bekerja, enzim dalam sel tanaman telah mulai merombak protein menjadi asam amino. Selanjutnya mikroorganisme menangkap semua bahan yang terlarut seperti gula, asam amino, dan nitrogen anorganik. Setelah itu mulai merombak pati, lemak, protein dan selulosa di dalam gula, serta menyatukan unsur kecil menjadi struktur baru. Dalam proses selanjutnya amonia akan diproduksi dari protein. Mikroorganisme akan menangkap amonia yang terlepas. 27

42 Nitrogen tanaman dikonversikan menjadi nitrogen mikroba dan sebagian diubah menjadi nitrat. Nitrat merupakan senyawa yang dapat diserap tanaman. 4. Pengomposan secara Biologi Selama proses pengomposan secara aerob, populasi mikroorganisme terus berubah. Pade fase mesofilik, jamur dan bakteri pembuat asam mengubah bahan makanan yang tersedia menjadi asam amino, gula dan pati. Aktivitas mikroorganisme ini menghasilkan panas dan mengawali fase termofilik di dalam tumpukan bahan kompos. Bakteri termofilik mulai berperan merombak protein dan karbohidrat nonselulosa seperti pati dan hemiselulosa. Pada fase termofilik, thermophilic actinomycetes mulai tumbuh dan jumlahnya terus bertambah karena bakteri ini tahan terhadap panas. Sebagian dari bakteri ini mampu merombak selulosa. Jamur termofilik mampu hidup pada temperatur C, tetapi akan mati pada temperatur di atas 60 0 C. Jamur ini akan merombak hemisellulosa dan selullosa. (Nan Djuarnani,dkk, 2004 ) FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU PENGOMPOSAN 1. Ukuran bahan Proses pengomposan akan lebih cepat jika bahan mentahnya memiliki ukuran yang kecil. Karena itu bahan yang berukuran besar perlu dicacah atau digiling terlebih dulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Bahan yang berukuran kecil akan cepat didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Namun ukuran bahan tersebut jangan terlalu kecil. Ukuran bahan mentah yang terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang sehingga timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen kedalam timbunan akan semakin berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang, mikroorganisme yang ada di dalamnya tidak bisa bekerja secara optimal. 2. Rasio C/N Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan hal ini disebabkan proses pengomposan tergantung dari kegiatan mikroorganisme yang 28

43 membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel. Besarnya nilai rasio C/N tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan rasio C/N yang ideal sebesar 20 40, tetapi rasio paling baik adalah 30. Jika rasio C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk memyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30), kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai amonia atau terdenenitrifikasi. Pada tabel dapat dilihat komposisi dari bahan-bahan yang dapat dikomposisikan dengan rasio C/N dari masing-masing bahan. Tabel 2.2 Perbandingan kandungan Karbon dan Nitrogen berbagai bahan organik (C/N). Jenis Bahan Rasio C/N Urin 0.8 : 1 Tinja 6 : 1 hingga 10 : 1 Kertas koran 50 : 1 hingga 200 : 1 Kotoran ayam 10 : 1 Kotoran sapi 20 : 1 Kotoran kuda 25 : 1 Sisa buah buahan 35 : 1 Jagung, bonggol 60 : 1 Lumpur aktif 6 : 1 Jerami jagung 100 : 1 Kulit batang pohon : 1 Darah 3 : 1 Serbuk gergaji 500 : 1 Kayu 200 hingga 400 : 1 Buangan Pemotongan Hewan 2 : 1 29

44 Sampah sayuran 12 : 1 hingga 20 : 1 Sampah dapur campur 15 : 1 Pupuk hijau 14 : 1 Ganggang laut 19 : 1 Kulit kentang 25 : 1 Jerami gandum 40 : 1 hingga 125 : 1 Jerami padi 50 : 1 hingga 70 : 1 Kertas koran 150 : 1 hingga 200 : 1 Daun daunan segar 10 : 1 hingga 40 : 1 Daun daunan kering 50 : 1 hingga 60 : 1 Daun dadap muda 11 : 1 Daun tephrosia 11 : 1 Kulit kopi 15 : 1 hingga 20 : 1 Bahan potong (cabang) 15 : 1 hingga 60 : 1 Pangkasan teh 15 : 1 hingga 17 : 1 Bungkil biji kapuk 10 ; 1 hingga 12 : 1 Bungkil kacang tanah 7 : 1 Cemara, buah/jarum 60 : 1 hingga 110 : 1 Kopi bubuk, endapan 20 : 1 Apel, buah 21 : 1 Sampah buah buahan 35 : 1 Rumput rumputan 12 : 1 hingga 25 : 1 Jagung, bonggol 60 : 1 Kacang kacangan 15 : 1 Sumber : Yuwono, Kelembaban Dekomposisi secara aerobik dapat terjadi pada kelembaban % dengan pengadukan yang cukup. Secara umum kelembaban yang baik untuk berlangsungnya proses dekomposisi secara aerobik adalah %. Namun sebenarnya kelembaban 30

45 yang baik pada pengomposan tergantung dari jenis bahan organik yang digunakan atau jenis bahan organik yang paling banyak digunakan dalam campuran bahan kompos. 4 Temperatur pengomposan Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan berada dalam temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Temperatur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah C. Namun setiap kelompok mikroorganisme memiliki temperatur optimum yang berbeda sehingga temperatur optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis mikroorganisme yang terlibat. Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup cepat selama 3 5 hari pertama dan temperatur kompos dapat mencapai C. Pada temperatur ini mikroorganisme dapat tiga kali lipat dibandingkan dengan temperatur yang kurang dari 55 0 C. Selain itu pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan juga paling efektif menguraikan bahan organik. 5 Derajad Keasaman (PH) Pengomposan Kisaran ph kompos yang optimal adalah derajad keasaman bahan pada permulaan pengomposan umumnya bersifat asam sampai dengan ph netral (ph ). Derajad keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajad keasaman yang tinggi dan mendekati netral (Nan Djuarnani,dkk, 2004) EM 4 EM 4 (Effective Microorganisme) berupa larutan cair berwarna kuning kecoklatan, ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryuksus Jepang. Cairan ini berbau sedap dengan rasa asam manis dan tingkat keasaman (ph) kurang dari 3,5. Apabila tingkat keasaman melebihi 4,0 maka cairan ini tidak dapat digunakan lagi. Mikroorganisme efektif atau EM 4 adalah suatu kultur campuran berbagai mikroorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri fotosintesis, bakteri asam laktat, ragi, 31

46 Actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk meningkatakan keragaman mikroba tanah dan dapat memperbaiki pertumbuhan serta jumlah mutu hasil tanaman. Setiap spesies mikroorganisme mempunyai peranan masing-masing. Bakteri fotosintesis adalah pelaksana kegiatan EM 4 yang terpenting karena mendukung kegiatan mikroorganisme dan juga memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme lain. EM 4 tidak berbahaya bagi lingkungan karena kultur EM 4 tidak mengandung mikroorganisme yang secara genetika telah dimodifikasi. EM 4 terbuat dari kultur campuran berbagai spesies mikroba yang terdapat dalam lingkungan alami di seluruh dunia, bahkan EM 4 bisa diminum langsung. Bokasi adalah kata dari bahasa Jepang yang berarti bahan organik yang telah difermentasikan. Bokasi dibuat dengan memfermentasikan bahan-bahan organik seperti dedak, ampas kelapa, tepung ikan dan sampah dapur (sepert sisa-sisa nasi, daging, sayur, kulit buah dan sisa makanan lainnya dengan menggunakan EM 4.( yuwono, 2005 ). 32

47 Nama Bakteri fotosintesis Bakteri asam laktat Tabel 2.3 Fungsi mikroorganisme di dalam larutan EM 4 Fungsi 1. Membentuk zat- zat yang bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan gasgas berbahaya ( misalnya Hidrogen Sulfida ) dengan menggunakan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat itu antara lain asam amino, asam nukleik, zat-zat bioaktif dan gula. Semuanya mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. 2. Meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme lainnya. 1. Menghasilkan asam laktat dari gula. 2. Menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, misalnya Fusarium. 3. Meningkatkan percepatan perombakan bahan organik 4. Dapat menghancurkan bahan-bahan organik seperti lignini dan selulosa, serta memfermentasikan tanpa menimbulkan pengaruh-pengaruh merugikan yang diakibatkan oleh bahan-bahan organik yang tidak terurai. Ragi Actinomycetes 1. Membentuk zat antibakteri dan bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam-asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintesis. 2. Meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. 1. Menghasilkan zat-zat antimikroba dari asam amino yang dihasilkan oleh bakteri fotosintesis dan bahan organik. 2. Menekan pertumbuhan jamur dan bakteri. Jamur fermentasi 1. Menguraikan bahan organik secara tepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat antimikroba. 2. Menghilangkan bau serta mencegah serbuan serangga dan ulat yang merugikan. Sumber : Yuwono,

48 2.15 PEMBAGIAN WILAYAH DARI PUSAT KOTA KE DAERAH PEDESAAN Pembagian wilayah masing-masing memiliki sifat dan ciri-ciri tersendiri, uruturutannya adalah sebagai berikut : 1. City City adalah pusat kota sub urban, urban, dan rural yang menjadi pusat sub urban, urban, dan rural area. 2. Sub urban / Faubourg Sub urban adalah daerah tempat atau area di mana para penglaju / commuter tinggal yang letaknya tidak jauh dari pusat kota. Penglaju/commuter adalah orang-orang yang tinggal di pinggiran kota yang pulang pergi ke kota untuk bekerja setiap hari. 3. Sub urban Fringe Sub urban fringe adalah area wilayah yang mengelilingi daerah sub urban yang menjadi daerah peralihan kota ke desa. 4. Urban Fringe Urban fring adalah daerah perbatasan antara kota dan desa yang memiliki sifat yang mirip dengan daerah wilayah perkotaan. urban adalah daerah yang penduduknya bergaya hidup modern. 5. Rural Urban Fringe Rural urban fringe adalah merupakan daerah jalur yang berada di antara desa dan kota. 6. Rural Rural adalah daerah pedesaan atau desa yang penduduknya hidup sederhana HIPOTESA Sesuai sumber penghasil sampah dan kegiatan di sumber timbulan yang adalah pemukiman penduduk sebagai tempat tinggal masyarakat, maka komponen sampah yang paling dominan adalah sampah organik. Pengelolaan yang paling sesuai dengan jenis sampah organik adalah dengan cara komposting. 34

49 BAB III GAMBARAN UMUM PERENCANAAN 1.1 Umum Nitiprayan, merupakan salah satu kampung yang berada di kelurahan Ngastiharjo kecamatan Kasihan, Bantul Yogyakarta. Terbagi menjadi 12 RT, setiap RT dipimpin oleh ketua RT, dan dari 12 RT diketuai oleh seorang kepala dukuh. 1.2 Lokasi Nitiprayan terletak di Kelurahan Ngastiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dalam perkembangannya wilayah Nitiprayan adalah sub urban dimana letaknya tidak jauh dari kota atau di pinggiran kota, serta kegiatan orang-orang yang ada didalamnya pulang pergi ke kota untuk bekerja setiap hari. Banyak pendatang yang menetap di kampung ini, sehingga penduduk menjadi padat. Dengan penduduk yang padat, banyak sampah yang timbul yang belum tertangani dengan baik. 3.3 Luas wilayah Luas wilayah Nitiprayan, Ngastiharjo, Kasihan, Bantul ini 640,800 ha, yang terdiri dari 395,72 ha untuk kawasan rumah, 241,250 ha lahan pekarangan, dan 3,83 ha untuk tegalan (kuburan dan jalan). 3.4 Kondisi Topografi Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul berada pada titik 84 m dari permukaan air laut. Kondisi topografi berupa dataran rendah. Banyaknya curah hujan 2000 s/d 3000 mm/tahun. Dan suhu udara rata-rata 30 0 s/d 40 0 C. 35

50 3.5 Batas wilayah Nitiprayan mempunyai batas-batas wilayah, antara lain : a. Sebelah Utara : Dusun Pakuncen b. Sebelah Selatan : Dusun Tirtonirmolo c. Sebelah Barat : Dusun Sonopakis Kidul d. Sebelah Timur : Dusun Winongo 3.6 Kependudukan 1. Jumlah penduduk menurut : a. Jenis kelamin - Laki-laki : Orang - Perempuan : Orang - Jumlah : Orang b. KK : 543 KK 2. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan a. TK : 74 Orang b. SD : 131 Orang c. SMP : 121 Orang d. SLTA : 125 Orang e. D1-D3 : 35 Orang f. S1-S3 : 29 Orang 3.7 Potensi yang sudah ada Kampung Nitiprayan sering juga disebut sebagai kampung seni, karena banyak sekali aktifitas seni yang dikembangkan didaerah ini. Aktifitas seni tersebut antara lain, seperti : a. Gejog lesung b. Karawitan c. Kethoprak d. Seni rupa e. Seni tari 36

51 f. Karnaval rutin yang diadakan tiap tahun g. Merti desa (kenduri desa) yang diadakan tiap tahun. Selain banyak aktifitas seni, juga ada pertemuan-pertemuan yang diadakan seperti Rembug kampung. Dari kegiatan kesenian atau kegiatan yang lain di kampung ini yang nantinya akan di gunakan sebagai pendekatan masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah secara terpadu. 3.8 Pola Operasional Pengelolaan Sampah Saat ini pola operasional pengelolaan sampah di Nitiprayan belum terkelola dengan baik, terbukti dengan masih belum teraturnya pembuangan sampah. Sebagin besar sampah dibuang di pekarangan atau di kebun untuk dibakar atau ditimbun dalam tanah. Bahkan masih banyak masyarakat yang membuang sampah di sungai widuri yang dapat mendatangkan sumber penyakit. Beberapa RT di Nitiprayan sampah sudah dikelola cukup baik dengan bekerjasama dengan pihak swasta, yaitu setiap 2 hari sekali sampah diambil dari tiap-tiap rumah, dan di buang di TPS di Bugisan, dengan biaya Rp 5000,-/bulan. 3.9 Peran Serta Masyarakat Selama ini terlihat bahwa masyarakat Belum mempunyai budaya yang baik dalam masalah sampah, terbukti dengan belum adanya kesadaran penuh akan pentingnya kebersihan dan pengelolaan sampah yang baik. Sehingga sejauh ini peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah masih kurang. 37

52 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 IDE TUGAS AKHIR Melihat pengelolaan persampahan yang kurang efisien dan tidak inovatif maka muncul ide tugas akhir mengenai pengelolaan persampahan.secara terpadu di kampung Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta STUDI PUSTAKA Mencari dan mengumpulkan data-data dengan mempelajari buku-buku, tulisan ilmiah dan peraturan perundangan yang berhubungan dengan penelitian ini. 4.3 PENGUMPULAN DATA Jenis data yang dikumpulkan untuk mendukung penyusunan laporan Tugas Akhir ini terdiri dari : a. Data Primer 1. Pengamatan langsung di lapangan. 2. Hasil pengukuran. 3. Data dari wawancara dan kuisioner. b. Data sekunder : 1. Data fisik lokasi penelitian. 2. Data sistem pengelolaan sampah. 4.4 PENELITIAN ATAU SAMPLING Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) a. Lokasi 1. Kampung Nitiprayan Yogyakarta. 2. Laboratorium Kimia Analitik MIPA UGM ( uji kualitas kompos ). 38

53 b. Frekwensi Pengambilan sampel dilakukan dalam 8 hari berturut-turut pada lokasi yang sama pada setiap pukul WIB. c. Penentuan Jumlah Sampel Penentuan jumlah sampel yang akan diambil menggunakan rumus berikut : 1. Bila jumlah penduduk 10 6 jiwa P = Cd Ps Dimana : Ps = jumlah penduduk bila 10 6 jiwa. Cd = koefisien Cd = 1 bila kepadatan penduduk normal. Cd <1 bila kepadatan penduduk jarang. Cd >1 bila kepadatan penduduk padat. 2. Bila jumlah penduduk > 10 6 jiwa P = Cd. Cj. Ps Σpenduduk Cj = 6 10 Ps = jumlah penduduk bila 10 6 jiwa Cd = koefisien Cd = 1 bila kepadatan penduduk normal. Cd <1 bila kepadatan penduduk jarang. Cd >1 bila kepadatan penduduk padat. d. Metode Pengukuran Contoh Timbulan Sampah. Sampah terkumpul diukur volumenya dengan wadah pengukur 20 x 2 x 50 cm dan ditimbang beratnya. e. Peralatan dan Perlengkapan. 1. Timbangan. 2. Kotak Kayu (20x20x50)cm Meteran. 4. Perlengkapan berupa alat pemindah seperti sekop dan sarung tangan. 39

54 f. Cara pengambilan dan pengukuran sampel. 1. Menentukan lokasi pengambilan sampel. 2. Menentukan tenaga pelaksana. 3. Menyiapkan peralatan. 4. Melakukan pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah sebagai berikut : a) Membagikan kantong plastik yang sudah diberi tanda kepada sumber sampah satu hari sebelum pengumpulan. b) Mencatat jumlah unit masing-masing penghasil sampah. c) Mengumpulkan kantong plastik yang sudah terisi sampah. d) Mengangkut seluruh kantong plastik ke tempat pengukuran. e) Menimbang kotak pengukur. f) Menuangkan secara bergiliran ke kotak pengukur 40 liter. g) Menghentak 3 kali dengan ketinggian kotak 20 cm. h) Mengukur dan mencatat volume sampah. i) Menimbang dan mencatat berat sampah. j) Memilah sampah berdasarkan komponen komposisi sampah. k) Menimbang dan mencatat berat sampah. l) Menghitung komponen komposisi sampah. 5. Menghitung komponen komposisi sampah sebagai berikut : a) Menimbang sampah total. b) Memilah sampah sesuai karakteristik. c) Menimbang masing masing sampah. d) Menghitung komposisi sampah. 4.5 PENGOLAHAN DATA Data yang telah diperoleh akan dianalisis dan digunakan dalam perencanaan pengelolaan sampah. Tahapan pengerjaan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 40

55 a. Menghitung berat jenis sampah. Dalam perhitungan berat jenis sampah menggunakan rumus sebagai berikut : Beratsampah( Kg) Berat jenis sampah = 3 volumesampah( m ) Dimana berat sampah didapat dengan cara menimbang sample, sedangkan volumenya diukur dengan kotak kayu berukuran 20 x 20 x 50 (cm 3 ). Rumus yang digunakan dalam mengukur volume sampah dalam kotak sampling adalah : Volume sampah = luas kotak x tinggi sampah b. Menghitung prosentase komposisi. Komposisi sampah dihitung dengan menggunakan rumus : Beratkomponen % komponen = x100% Berattotalsampah c. Menganalisa data kuisioner dengan mengemukakan 3 hal yaitu karakteristik responden, deskriptif variablel dan analisis ANOVA. 4.6 PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH Perencanaan meliputi pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan penentuan reaktor kompos. Perencanaan dilakukan berdasarkan analisa dari hasil penelitian, meliputi : 1. Penentuan jumlah sampel atau titik sampling. 2. Perhitungan jumlah timbulan dan karakteristik sampah Kampung Nitiprayan Yogyakarta. 3. Desain Reaktor. 4. Proses Komposting. 5. Uji kualitas kompos. 4.7 Bahan Penelitian Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah sampah organik rumah tangga di Kampung Nitiprayan. 41

56 1.7.1 Jenis pewadahan Gambar 4.1. Jenis pewadahan (Sumber: dokumentasi penelitian) Kotak pengukur Gambar 4.2. Kotak pengukur (Sumber: dokumentasi penelitian) 42

57 1.7.3 Timbangan dan Meteran Gambar 4.3. Timbangan (Sumber: dokumentasi penelitian) Termometer dan ph Soil Gambar 4.4. Termometer dan ph soil (Sumber: dokumentasi penelitian) 4.8 Pembuatan kompos Bahan pembuatan kompos Bahan yang digunakan adalah sampah rumah tangga dari warga Nitiprayan yang telah diambil sampelnya, yaitu sebanyak 10 rumah. Selain sampah rumah tangga bahan yang digunakan adalah EM 4 sebagai biostarter dalam pembuatan kompos. 43

58 Gambar 4.5 Sampah Rumah Tangga (Sumber: dokumentasi penelitian) Gambar 4.6 EM 4 (Sumber: dokumentasi penelitian) Persiapan reaktor Pembuatan kompos dengan proses aerobik jadi reaktor yang digunakan untuk pembuatan kompos adalah drum plastik yang dilubangi pada sisi sisinya yang berfungsi untuk suplai oksigen. 44

59 Gambar 4.7. Rencana Desain Reaktor Kompos Tahap Pembuatan a. Pencampuran bahan Selama pengambilan sampel untuk sampah organik dimasukkan kedalam reaktor. Sebelum dimasukkan kedalam reaktor sampah dicacah terlebih dahulu hingga ukuran menjadi lebih kecil, yang kemudian dicampur dengan larutan EM 4. Setiap memasukkan sampah organik harus diikuti dengan penambahan EM 4 agar didapatkan hasil yang maksimal. EM4 berupa larutan cair berwarna kecoklatan. Cairan ini berbau sedap dengan rasa asam manis dan tingkat keasaman (ph) kurang dari 3,5. 45

60 Gambar 4.8 Pemotongan bahan (Sumber: dokumentasi penelitian) Gambar 4.9 Potongan bahan pada reaktor (Sumber: dokumentasi penelitian) Gambar 4.10 Reaktor kompos (Sumber: dokumentasi penelitian) 46

61 b. Pembalikan Setiap 4 hari sekali dilakukan pembalikan kompos agar proses pembusukan dapat merata dan setiap 4 hari sekali dilakukan pengukuran ph dan suhu. Gambar 4.11 Pengukuran ph (Sumber: dokumentasi penelitian) Gambar 4.12 Pengukuran suhu (Sumber: dokumentasi penelitian) c. Pengukuran parameter uji Setelah terjadi pematangan kompos, dilakukan pengujian unsur mikro N, P, K, dan C/N DIAGRAM TAHAP PERENCANAAN Secara garis besar perencanaan ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 47

62 Studi Pustaka Pengumpulan Data Data Sekunder : Data Umum wilayah perencanaan Data sistem pengelolaan sampah Data perencanaan daerah pelayanan Penelitian / Sampling Mengolah Data : Menghitung volume dan berat jenis sampel Menghitung besaran timbulan sampah Perencanaan Pengelolaan sampah : Pewadahan Pengumpulan Pengangkutan Pengolahan Pengolahan Sampah Desain Reaktor Proses Komposting Uji kualitas kompos Gambar 4.13 Diagram Tahap Perencanaan 48

63 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengukuran Dan Perhitungan Berat Sampah, Volume Sampah Pengukuran volume sampah dari masing-masing sumber menggunakan wadah kotak kayu berbentuk balok yang telah diketahui ukurannya (20 x 20 x 50 cm). Pengukuran timbulan sampah dilakukan selama 8 hari berturut-turut, sebanyak 10 rumah. Selanjutnya desain reaktor berdasarkan hitungan volume timbulan. Setelah diketahui ukuran reaktor, dilakukan proses komposting pencampuran bahan organik dengan penambahan starter untuk proses fermentasi. Penelitian selanjutnya untuk mengetahui parameter yang berperan dalam proses fermentasi yang meliputi, ph dan suhu selama proses fermentasi berlangsung serta uji kualitas N, P, K, C/N di akhir proses (akhir pengamatan). Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan berat, volume dan berat jenis sampah yang didapatkan dari pengukuran di lokasi. Tabel 5.1 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah organik No Berat Organik Volume Berat Jenis Sampel (kg/orang/hari) (Lt/orang/hari) (kg/m3) Jumlah Ratarata Sumber : data sekunder 49

64 Tabel 5.2 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah an organik No Berat An Organik Volume Berat Jenis Sampel (kg/orang/hari) (Lt/orang/hari) (kg/m3) Jumlah Ratarata Sumber : data sekunder Tabel 5.3 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah non 3R No Berat non 3R Volume Berat Jenis Sampel (kg/orang/hari) (Lt/orang/hari) (kg/m3) Jumlah Ratarata Sumber : data primer Penganbilan sampel yang dilakukan di Kampung Nitiprayan dengan jumlah sampling 10 KK. Berdasarkan hasil pengambilan sampel pada 10 KK, maka berat sampah rata-rata per hari untuk sampah organik 0,1631 kg/orang/hari dan Volume sampah An Organik rata-rata per hari adalah 1,2729 L/orang/hari, maka : 50

65 Berat jenis sampah organik = Berat jenis sampah organik = Beratsampah Volumesampah 0,1631kg / orang / hari 1,2729l / orang / hari Berat jenis sampah organik = 0, kg/l = 119,8526 kg/m 3 Untuk sampah An Organik rata-rata per hari adalah 0,0539 kg/orang/hari, dan volume sampah An Organik rata-rata per hari adalah 1,5519 L/orang/hari, maka : Berat jenis sampah an organik = Beratsampah Volumesampah 0,0539kg / orang / hari Berat jenis sampah an organik = 1,5519l / orang / hari Berat jenis sampah an organik = 0, kg/l = 36,14685 kg/m 3 Untuk sampah Non 3R rata-rata per hari adalah.0022 kg/orang/hari, dan volume sampah Non 3R rata-rata per hari adalah L/orang/hari, maka : Berat jenis sampah Non 3R = Berat jenis sampah Non 3R = Beratsampah Volumesampah 0,0022kg / orang / hari 0,0201l / orang / hari Berat jenis sampah Non 3R = 0, kg/l = 31,36508 kg/m Perhitungan komposisi sampah. Komposisi sampah ditentukan berdasarkan pengambilan sampel di lokasi. Hasilnya adalah sebagai berikut : 51

66 Tabel 5.4 Rata-rata komposisi sampah di Kampung Nitiprayan Organik An organik Non 3R Hari Berat total ( kg ) ( kg ) ( % ) ( kg ) ( % ) ( kg ) ( % ) jumlah rata rata- Sumber : data primer Presentase (%) Jenis sampah Organik An Organik Non 3R Gambar 5.1 Komposisi sampah Kampung Nitiprayan Komposisi sampah pada penelitian ini adalah komponen organik 73,05 %, komponen An Organik 25,92 %, dan komponen Non 3R 1,03%. 52

67 5.3 Timbulan sampah Dari hasil pengukuran timbulan sampah total, maka dapat diketahui rata-rata timbulan sampah per orang/hari adalah 0,2192 kg/org/hari. Menurut SNI , angka timbulan sampah perkotaan dalam hal ini kota sedang/kecil, satuan timbulan sampahnya adalah 1,5 2 L/org/hari atau 0,3 0,4 kg/org/hari. Berdasarkan hasil pengukuran timbulan sampah total, apabila dibandingkan dengan standar SNI, maka sudah memenuhi standar yang berlaku. Hasil perhitungan timbulan sampah total dapat dilihat dibawah ini : Untuk timbulan sampah total adalah : = berat sampah organik + berat sampah an organik + berat non 3R = 0,1631 kg/orang/hari + 0,0539 kg/orang/hari + 0,0022 kg/orang/hari = kg/org/hari 5.4 Pengomposan Desain reaktor kompos Penelitian dilakukan pada 10 titik sampel rumah dan didapatkan berat sampah organik 0,1631 kg/orang/hari, Dengan memperkirakan lama waktu pengomposan selama 30 hari maka desain reaktor dibuat dengan kapasitas 190 liter untuk kapasitas 1 rumah. Untuk memudahkan proses pembuatan, maka dipilih reaktor/drum plastik yang ada dipasaran seperti gambar dibawah ini : 53

68 Gambar 5.2. Desain reaktor kompos Pengamatan ph Derajat keasaman perlu dikontrol selama proses komposting berlangsung, karena ph merupakan indikator pemantauan berhasil atau tidaknya proses fermentasi, dan juga bagi pertumbuhan mikroorganisme. Tabel 5.5 Pengukuran ph selama proses komposting berlangsung. Hari pengukuran ph Sumber : data sekunder 54

69 5.4.3 Pengamatan Suhu Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan berada dalam temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Temperatur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah C. Namun setiap kelompok mikroorganisme memiliki temperatur optimum yang berbeda sehingga temperatur optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis mikroorganisme yang terlibat. Tabel 5.6 Pengukuran suhu selama proses komposting berlangsung Hari pengukuran Suhu ( 0 C) Sumber : data primer Kualitas Akhir Kompos Adapun hasil pengukuran kualitas akhir kompos setelah dilakukan pengujian di laboratorium kimia analitik UGM dapat dilihat pada tabel di bawah ini : 55

70 Tabel 5.7 Pengukuran kualitas akhir kompos (pada hari ke-40) NO KODE HASIL PENGUKURAN (%) SAMPEL PARAMETER I II III METODE 1 N (%) 0,857 0,853 0,852 Kjeldahl Destilasi 2 P (ppm) 12379, , ,169 Atomic Absorbption Kompos Spect 3 K (ppm) 21927, , ,080 Atomic Absorption Spect 4 C/N 41,008 41,210 41,263 Kalkulasi Sumber : data primer 5.5 Data Responden 1. Jumlah Anggota Keluarga Responden Berikut adalah tabel jumlah anggota keluarga responden. Tabel 5.8 Jumlah Anggota Keluarga Responden Anggota Persentase (%) keluarga

71 presentase (%) s/d 6 6 s/d 9 9 Jumlah anggota keluarga Gambar 5.3 Jumlah anggota keluarga responden Gambar 5.3 menunjukkan jumlah anggota keluarga responden. Jumlah anggota keluarga responden 3 orang sebanyak 17 responden (17 %). 4-6 orang sebanyak 72 responden (72 %). 7 sampai 9 orang sebanyak 8 responden (8 %) dan 9 orang sebanyak 3 responden (3 %). Rata-rata anggota keluarga yang paling banyak adalah antara 4-6 orang tiap 1 KK, hal tersebut di sebabkan karena mayoritas penduduk adalah orang pedesaan. 2. Penghasilan Rata-rata responden per bulan Berikut ini adalah penghasilan Rata-rata responden per bulan : Tabel 5.9 Penghasilan Rata-rata responden per bulan Penghasilan / bulan Presentase (%) < > kosong 0 57

72 persentase (%) < > kosong Penghasilan/bulan Gambar 5.4 Jumlah penghasilan responden per bulan Gambar 5.4 menunjukkan penghasilan rata-rata responden per bulan. Jumlah penghasilan penduduk Nitiprayan rata-rata/bulan < sebanyak 36 responden (36 %) sebanyak 22 responden (22 %) ,000 sebanyak 27 responden (27 %). > sebanyak 15 responden (15 %). Penghasilan penduduk kampung Nitiprayan sebagian besar berpenghasilan < mengingat sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai buruh ataupun petani. Meskipun ada yang bermata pencaharian sebagai pegawai negeri ataupun karyawan swasta hanya sebagian kecil saja. 3. Pendidikan terakhir responden Berikut ini adalah tabel pendidikan terakhir responden : Tabel 5.10 pendidikan terakhir responden Pendidikan Persentase ( % ) Tidak sekolah 0 SD 27 SLTP 14 SMA 38 P. Tinggi 21 Kosong 0 58

73 Persentase (%) Tidak SD sekolah SMP SMAP. tinggi kosong Pendidikan terakhir Gambar 5.5 Pendidikan terakhir responden. Gambar 5.5 menunjukkan pendidikan terakhir responden. Jumlah pendidikan terakhir yang tidak sekolah sebanyak 0 responden (0 %). SD sebanyak 27 responden (27 %). SLTP sebanyak 12 responden (14 %). SMA sebanyak 38 responden (38 %). Perguruan tinggi sebanyak 21 responden (21 %). Mayoritas pendidikan terakhir penduduk Nitiprayan adalah lulusan SMA, karena sebagian penduduk berpenghasilan kecil mereka hanya menamatkan pendidikan mereka hanya sampai pada tingkat SLTA, tetapi ada sebagian kecil yang menamatkan pendidikannya sampai pada tingkat perguruan tinggi. 4. Pembuangan sampah rumah tangga setiap hari Berikut ini adalah tabel pembuangan sampah rumah tangga oleh responden setiap hari: 59

74 Tabel 5.11 Pembuangan sampah rumah tangga oleh responden setiap hari Pembuangan Persentase (%) Tempat sampah 86 sendiri Sungai 0 Lainnya 8 kosong 6 Persentase (%) Tempat sendiri Sungai Lainnya Kosong Pembuangan sampah Gambar 5.6 pembuangan sampah oleh responden Gambar 5.6 menunjukkan pembuangan sampah oleh responden setiap hari. Jumlah responden yang membuang sampah pada tempat sampah sendiri sebanyak 86 responden (86 %). Membuang ke sungai sebanyak 0 responden (0 %). Lainnya sebanyak 8 responden (8 %). Dan yang tidak mengisi sebanyak 6 responden (6 %). Kebanyakan masyarakat Nitiprayan membuang sampah yang mereka hasilkan ke pekarangan atau kebun mereka sendiri yang nantinya akan ditimbun atau dibakar setelah sampah sudah banyak. Sebagian kecil masyarakat bekerjasama dengan pihak swasta untuk membuang sampahnya ke TPS dengan membayar retribusi Rp ,00 per bulan. 60

75 5. Pemilahan Sampah Oleh Responden Berikut ini adalah tabel pemilahan sampah oleh responden: Tabel 5.12 Pemilahan sampah rumah tangga oleh responden Pemilahan Persentase (%) Dilakukan 19 Tidak 81 Kosong 0 Persentase (%) Dilakukan Tidak Kosong Pemilahan Sampah Gambar 5.7 Pemilahan sampah rumah tangga Gambar 5.7 menunjukkan Pemilahan sampah oleh responden setiap hari. Jumlah responden yang memilah sampah sebanyak 19 responden (19 %). Yang tidak memilah sampahnya sebanyak 81 responden (81 %). Sebagian masyarakat belum melakukan pemilahan antara sampah yang bersifat organik, an organik, maupun non 3R. Hal tersebut disebabkan karena masih rendahnya tingkat kesadaran untuk mengelola sampah. 6. Banyaknya sampah yang dibuang setiap hari Berikut ini adalah tabel banyaknya sampah yang dibuang setiap hari oleh responden. 61

76 Tabel 5.13 Banyaknya sampah yang dibuang setiap hari Sampah Persentase ( % ) yang dibuang < 1 kg kg kg 8 > 6 kg 0 kosong 0 Persentase (%) <1 kg 2-3 kg 4-6 kg >6 kg kosong Banyaknya sampah yang dibuang Gambar 5.8 Banyaknya sampah yang dibuang setiap hari Gambar 5.8 menunjukkan banyaknya sampah yang dibuang setiap hari. Jumlah responden yang membuang sampah < 1 kg sebanyak 60 responden (60 %). 2 3 kg sebanyak 32 responden (32 %). 4 6 kg sebanyak 8 responden (8 %). > 6 kg sebanyak 1 responden (1 %). Rata-rata sampah yang dibuang oleh masyarakat Nitiprayan setiap harinya adalah < 1 kg, kebanyakan sampah yang dibuang adalah sampah yang bersifat organik, seperti sisa-sisa makanan, sayuran. 7. Jenis sampah yang sering dibuang setip harinya Berikut ini adalah tabel jenis sampah yang dibuang setiap harinya oleh responden. Tabel 5.14 Jenis sampah yang dibuang setiap harinya Jenis Persentase ( % ) sampah Plastik 23 Kertas 10 Organik 57 Lainnya 10 62

77 Persentase (%) Plastik Kertas Organik Lainnya Jenis Sampah Gambar 5.9 Jenis sampah yang dibuang setiap hari Gambar 5.9 menunjukkan jenis sampah yang dibuang setiap harinya. Jumlah responden yang membuang sampah plastik sebanyak 23 responden (23 %). Kertas sebanyak 10 responden (10 %). Organik sebanyak 57 responden (57 %). Lainnya sebanyak 10 responden (10 %). Sampah yang dibuang rata-rata adalah sampah yang bersifat organik yang mudah membusuk, seperti sisa makanan, daun-daun pembungkus makanan. Selain sampah yang bersifat organik plastik juga merupakan sampah yang sering dibuang oleh penduduk Nitiprayan. 8. Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di dusun Nitiprayan. Berikut ini adalah tabel Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di dusun Nitiprayan. Tabel 5.15 Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di kampung Nitiprayan. Kesediaan Persentase (%) Ya 89 Tidak 11 Kosong 0 63

78 Persentase (%) Ya Tidak Kosong Kesediaan berperan serta Gambar 5.10 Grafik kesediaan peran serta responden jika dilakukan pengelolaan sampah Gambar 5.10 menunjukkan kesediaan responden jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di dusun Nitiprayan.. Jumlah responden yang bersedia berperan serta sebanyak 89 responden (89 %). Yang tidak bersedia sebanyak 11 responden (11 %). Masyarakat Nitiprayan sebagian besar mau berperan serta jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di kampung mereka, sebagian besar dari mereka sadar bahwa sampah jika dibiarkan secara terus-menerus akan mendatangkan sumber penyakit. 5.6 Pengujian Dengan Statistik Pendidikan terakhir dan Kesadaran memilah Dengan Metode Statistik One Way ANOVA Pengolahan untuk data lebih dari 2 sampel sebaiknya menggunakan uji ANOVA dengan asumsi populasi-populasi yang akan diuji berdistribusi normal. Varians dari populasi-populasi tersebut adalah sama, serta sampel tidak berhubungan satu dengan yang lain. Uji dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata nilai dari semua variasi memiliki perbedaan yang signifikan. Adapun ringkasan statistik dari data nilai tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat. 64

79 Tabel 5.16 Correlation untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan. Correlations T.PNDDKN T.PMLHAN Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N T.PNDDKN T.PMLHAN Test of Homogeneity dilakukan untuk menguji berlaku atau tidaknya asumsi pada ANOVA, yaitu apakah keempat sampel mempunyai varians yang sama. Adapun hasil perhitungan probabilitas dengan tes homogenitas varians dapat dilihat pada tabel 5.17 di bawah ini: Tabel 5.17 Homogenitas variansi untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan. Test of Homogeneity of Variances T.PMLHAN Levene Statistic df1 df2 Sig Hipotesis : H 0 : Keempat rata-rata populasinya identik H 1 : Keempat rata-ratanya tidak identik Pengambilan keputusan: a. Jika probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima b. Jika probabilitas < 0,05, maka H 0 ditolak Berdasarkan Tabel 5.17 terlihat bahwa levene test hitung adalah 2,279, dengan nilai probabilitas 0,108, oleh karena itu probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima, atau keempat varians adalah identik. Setelah keempat varians telah terbukti identik maka asumsi untuk ANOVA tidak berlaku (asumsi keempat sampel mempunyai rata-rata (Mean) yang sama), maka uji ANOVA (Analysis of Variance) dilakukan. Hasil analisis dengan menggunakan ANOVA dapat dilihat pada tabel 5.18 dibawah ini : 65

80 Tabel 5.18 pemilahan. Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendidikan dan kesadaran ANOVA T.PMLHAN Between Groups Within Groups Total Sum of Squares df Mean Square F Sig Hipotesis : H 0 : Keempat rata-rata populasinya identik H 1 : Keempat rata-ratanya tidak identik Pengambilan keputusan : a. Berdasarkan Perbandingan F hitung dengan F tabel : 1) Jika F hitung < F tabel, maka H 0 diterima 2) Jika F hitung > F tabel, maka H 0 ditolak b. Berdasarkan nilai probabilitas : 1) Jika probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima 2) Jika probabilitas < 0,05, maka H 0 ditolak Berdasarkan Tabel 5.18 diatas maka dapat terlihat bahwa F hitung adalah 0,682 dengan probabilitas 0,508. Oleh karena probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima atau ratarata nilai pendidikan dan kesadaran masyarakat pada keempat variasi identik, berarti tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap tingkat kesadaran pemilahan sampah di kampung Nitiprayan. Setelah diketahui bahwa tidak ada perbedaan nilai rata-rata pendapatan dan timbulan sampah yang nyata diantara keempat variasi, maka dapat diketahui mana saja variasi yang berbeda dan mana saja variasi yang tidak berbeda. Hal ini akan dibahas pada analisis Bonferrini dan tukey dalam Post hoc. Hasil analisis dengan test Post Hoc dapat dilihat pada tabel 5.19 : 66

81 Tabel 5.19 Analisis post hoc untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan. Multiple Comparisons Dependent Variable: T.PMLHAN Mean Difference 95% Confidence Interval (I) T.PNDDKN(J) T.PNDDKN (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound Tukey HSD Bonferroni Dari tabel 5.19 diatas dapat telihat bahwa dari hasil uji tukey diketahui bahwa rata-rata pendapatan probabilitas > 0,05 maka H 0 diterima atau variasi memiliki perbedaan yang signifikan. Karena nilai rata-rata dari ketiga variasi identik. Selain itu dari dari hasil uji pun ditemukan tanda * pada kolom Mean Difference maka perbedaan tersebut nyata atau signifikan. Dari data pengolahan di atas dapat diketahui bahwa untuk tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap kesadaran pemilahan. Meskipun pendidikan tinggi belum tentu mau melakukan pemilahan Nilai Penghasilan dan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Timbulan Sampah Menggunakan Metode Statistik One Way ANOVA. Pengolahan untuk data lebih dari 2 sampel sebaiknya menggunakan uji ANOVA dengan asumsi populasi-populasi yang akan diuji berdistribusi normal. Varians dari populasi-populasi tersebut adalah sama, serta sampel tidak berhubungan satu dengan yang lain. Uji dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata nilai dari semua variasi memiliki perbedaan yang signifikan. Adapun ringkasan statistik dari data nilai tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat. 67

82 Tabel 5.20 Correlation untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah T.PENGH T.TMBLAN Correlations Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N T.PENGH T.TMBLAN 1.452* * *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Test of Homogeneity dilakukan untuk menguji berlaku atau tidaknya asumsi pada ANOVA, yaitu apakah ke empat sampel mempunyai varians yang sama. Adapun hasil perhitungan probabilitas dengan tes homogenitas varians dapat dilihat pada tabel 5.21 di bawah ini: Tabel 5.21 Homogenitas variansi untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah Test of Homogeneity of Variances T.TMBLAN Levene Statistic df1 df2 Sig Hipotesis : H 0 : Keempat rata-rata populasinya identik H 1 : Keempat rata-ratanya tidak identik Pengambilan keputusan: a. Jika probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima b. Jika probabilitas < 0,05, maka H 0 ditolak Berdasarkan Tabel 5.21 terlihat bahwa levene test hitung adalah 6,948, dengan nilai probabilitas 0,004, oleh karena itu probabilitas < 0,05, maka H 0 ditolak, atau keempat varians adalah tidak identik. Setelah keempat varians telah terbukti tidak identik maka asumsi untuk ANOVA tidak berlaku (asumsi keempat sampel mempunyai rata-rata (Mean) yang sama), maka uji 68

83 ANOVA (Analysis of Variance) dilakukan. Hasil analisis dengan menggunakan ANOVA dapat dilihat pada tabel 5.22 dibawah ini : Tabel 5.22 sampah Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendapatan dan timbulan ANOVA T.TMBLAN Between Groups Within Groups Total Sum of Squares df Mean Square F Sig Hipotesis : H 0 : Keempat rata-rata populasinya identik H 1 : Keempat rata-ratanya tidak identik Pengambilan keputusan : a. Berdasarkan Perbandingan F hitung dengan F tabel : 1) Jika F hitung < F tabel, maka H 0 diterima 2) Jika F hitung > F tabel, maka H 0 ditolak b. Berdasarkan nilai probabilitas : 1) Jika probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima 2) Jika probabilitas < 0,05, maka H 0 ditolak Berdasarkan Tabel 5.22 diatas maka dapat terlihat bahwa F hitung adalah 2,334 dengan probabilitas 0,097. Oleh karena probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima atau ratarata nilai pendapatan dan timbulan sampah pada keempat variasi identik, berarti tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap jumlah timbulan sampah di Kampung Nitiprayan. Dari data pengolahan di atas dapat diketahui bahwa untuk tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap jumlah timbulan sampah. Rumah yang mempunyai penghasilan tinggi belum tentu timbulan sampahnya tinggi atau sebaliknya rumah yang mempunyai penghasilan rendah belum tentu timbulan sampahnya rendah. Jumlah anggota keluarga juga mempengaruhi dalam jumlah timbulan sampah. 69

84 5.7 Pembahasan Umum Sistem pengelolaan sampah secara terpadu merupakan salah satu alternatif terbaik yang benar-benar mampu mereduksi jumlah volume sampah secara signifikan di kampung Nitiprayan. Dimana dalam sistem ini menuntut tanggung jawab, partisipasi dan peran aktif dari berbagai pihak, yaitu pemerintah, masyarakat Nitiprayan dan swasta. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merealisasikan sistem pengelolaan sampah secara terpadu meliputi: 1. Tata cara merintis sebuah sistem pengelolaan sampah 2. Tanggung jawab pengelolaan 3. Metode pelaksanaan 4. Sistematika operasional 5. Keuntungan yang didapat dengan sistem swakelola sampah Pengelolaan sampah di Kampung Nitiprayan direncanakan secara terpadu, dimana sampah dilakukan pemilahan Sejak dari sumbernya atau dari setiap rumah, untuk sampah yang bersifat organik setiap rumah diharuskan untuk menyediakan wadah khusus, agar sampah tersebut dapat dijadikan pupuk dengan metode pengkomposan. Sedangkan untuk sampah yang masih dapat dimanfaatkan dikumpulkan untuk di daur ulang. Lalu sampah-sampah yang telah dipak dan masih memiliki nilai jual, dijual kepada pengepul, sedangkan dana yang didapatkan dari penjualan sampah tersebut, digunakan untuk biaya operasional seperti pembayaran upah tenaga kerja dan peremajaan peralatan pengelolaan sampah. Untuk residu maupun sampah-sampah yang tidak memiliki nilai guna dan nilai jual, dapat dikerjasamakan dengan Dinas Kebersihan untuk diangkut menuju TPA. Kerjasama dengan pihak swasta dalam pembuangan sampah ke TPA dilakukan dengan pertimbangan pertimbangan sebagai berikut : 70

85 1. Penetapan tarif retribusi berdasar kualitas pelayanan. 2. Keharmonisan dan kerjasama dengan mitra swasta untuk menjalankan kontrak yang saling menguntungkan. 3. Penetapan tingkat kualitas layanan dan kualitas sarana dan prasarana. 71

86 Sumber Sampah Timbulan Sampah Pemilahan di Sumber Sampah Organik Sampah Anorganik Sampah Non 3R Pengomposan Residu Pewadahan Pewadahan Dipakai Warga Pewadahan Pengumpulan Pengumpulann Penjualan Pengumpulan TPS Pengangkutan TPS Penjualan TPA Pengangkutan TPA Gambar 5.11 Pola Pengelolaan Sampah Mulai Dari Sumber sampai ke TPA Kampung Nitiprayan. di 72

87 5.7.2 Perencanaan manajemen pengelolaan sampah di Kampung Nitiprayan Pemilahan Sumber sampah yang paling besar di kampung Nitiprayan adalah sampah organik, dimana komposisi dari sampah organik di kampung Nitiprayan sebesar 73,05 %, sedangkan untuk sampah an organik sebesar 25,92 % dan 1,03 % untuk sampah non 3R. Pemilahan sampah harus dilakukan mulai dari sumber sampah dihasilkan, jadi pemilahan dilakukan di tiap-tiap rumah warga Nitiprayan. Dimana pada skala rumah tangga, setiap individu harus melakukan pemisahan dalam pengumpulan sampah, yaitu dibagi menjadi: (1) Sampah organik, seperti sisa sisa makanan, sayuran, daun, (2) Sampah anorganik, seperti plastik, kertas, logam, kaca, kaleng, alumunium, kain. (3) Sampah non 3R, seperti obat obatan, batere. Pemilahan sampah sesuai dengan jenisnya sejak dari rumah sangat membantu dalam mengurangi beban proses pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan. Selain itu juga sangat membantu dalam proses daur ulang, karena menyediakan bahan baku yang bersih untuk di daur ulang atau digunakan lagi. Dari hasil penelitian didapatkan hasil volume sampah organik sebesar 1,273 L/org/hari, sedangkan untuk sampah anorganik 1,552 L/org/hari sehingga didapatkan : a. Organik Sampah organik = 1,273 lt/org/hari x 2,341 jiwa = 2,979 lt/ hr = 2,979 m 3 /hr - Sampah organik yang dapat dijadikan kompos yaitu bekas sayur sayuran, buah-buahan, daun-daunan dan sisa makanan. - Sedangkan sampah organik yang dibuang ke TPA adalah 10 % dari keseluruhan volume sampah organik, yaitu : = 10 2,979 m3/hr = 0,2979m 3 / hr 100 Sampah organik yang tidak bisa dijadikan kompos adalah tulang, batang pohon, batok kelapa dll. 73

88 Total volume kompos = 3 2,979 0,2979 = 2,681m / hari b. An organik - An organik = 1,552 lt/org/hari x jumlah penduduk = 1,552 lt/org/hari x jiwa = 3632,9 lt/hari = 3,6329 m 3 /hr - Residu yang akan dibuang ke TPA adalah 10 % dari volume sampah an organik adalah : = 10% x 3,6329 m 3 /hari = 0,36329 m 3 /hr c. Non 3R - Non 3R = 0,0201 lt/org/hr x jumlah penduduk = 0,0201 lt/org/hr x Jiwa = 47,05 lt/org/hr = 0,047056m 3 /hr Total residu yang dibuang ke TPA adalah = Volume residu sampah organik + Volume residu sampah anorganik+ volume sampah non 3 R = 0,2979 m 3 /hr + 0,36329 m 3 /hr +0, m 3 /hr = 0,7011 m 3 /hr Jumlah volume sampah domestik adalah = volume sampah organik + volume sampah anorganik + volume sampah non 3R = 1,279 m 3 /hr + 1,5519 m 3 /hr + 0,0201 m 3 /hr = 2,851 m 3 /hr Jumlah sampah yang dapat dimanfaatkan adalah = volume kompos + Sampah anorganik yang dimanfatkan = 2,681 m 3 /hr + 3,2691 m 3 /hr = 5,95 m 3 /hr Berikut ini adalah neraca persentase sampah mulai dari sumber sampai ke TPA di Kampung Nitiprayan adalah seperti terlihat dalam gambar dibawah ini : 74

89 Sumber sampah 100 % 6,63 m 3 /hari Organik 2,979 m 3 /hari (44,78%) Non 3 R 0,04 m 3 /hari (0,60 %) Anorganik 3,6329 m 3 /hari (54,62 %) Pengomposan 2,681 m 3 /hari (90 %) Residu 0,2979 m 3 /hari (10 %) Residu 3,6329 m 3 /hari (10 %) Pemanfaatan 3,26961 m 3 /hari (90 %) TPA 0,7011 m 3 /hari (10,53 %) Pemanfaatan 5,95 m 3 /hari (88,10 %) Gambar Neraca persentase sampah mulai sumber sampai ke TPA di Kampung Nitiprayan. 75

90 Pewadahan Setiap rumah tangga harus menyediakan wadah baik berupa keranjang, kantong maupun kontainer lainnya yang dapat digunakan untuk menampung beberapa jenis sampah tersebut, yang selanjutnya dibuang pada tempat sampah umum yang telah tersedia sesuai dengan jenis sampah yang akan dibuang. Pewadahan di rumah rumah dilakukan dengan 3 jenis, yaitu ; a. Pewadahan sampah organik, an organik, non 3R di dalam rumah. b. Pewadahan sampah organik untuk proses pengomposan. c. Pewadahan sampah organik, an organik, non 3R diluar rumah sebelum dilakukan pengumpulan ke TPS 1. Pewadahan sampah organik, an organik, dan non 3R didalam rumah. Maksud dari pewadahan sampah ini adalah untuk memisahkan sampah yang bersifat organik, an organik, dan non 3R agar memudahkan dalam proses pengolahan selanjutnya. Wadah yang digunakan untuk sampah di dalam rumah ini atau sampah rumah tangga dengan menggunakan kantong plastik. Alasan kenapa yang dipakai adalah kantong plastik, karena sehat, mudah/praktis/cepat dalam operasi, dan dapat dipakai lebih dari satu kali. Untuk membedakan mana sampah yang bersifat organik, an organik dan non 3R, maka kantong plastik diberi tanda dengan tulisan atau dibedakan warnanya. a) Kantong plastik berwarna merah untuk sampah yang bersifat organik b) Kantong plastik yang berwarna hitam untuk sampah yang bersifat an organik c) Kantong plastik yang berwarna ungu untuk sampah non 3R Dari hasil pengukuran volume sampah kampung Nitiprayan, didapatkan volume untuk sampah organik 1,27 L/orang/hari, untuk sampah an organik 1,55 L/orang/hari, dan 0,02 L/orang/hari. Maka ukuran kantong plastik yang digunakan untuk pewadahan sampah adalah : 76

91 - Rata rata 1 rumah memiliki 5 orang anggota keluarga, - Banyaknya sampah organik adalah 1,27 L/orang/hari x 5 orang = 6,35 L/hari. - Banyaknya sampah an organik adalah 1,55 x 5 orang = 7,75 L/hari - Banyaknya sampah non 3R adalah 0,02 L/orang/hari x 5 orang = 0,1 L/hari. - Waktu pengambilan sampah dalam kantong plastik 2 hari sekali maka : Ukuran kantong plastik untuk sampah organik atau kantong yang berwarna merah adalah = 6,35 L/hari x 2 = 12,7 L/hari Ukuran kantong plastik untuk sampah an organik atau kantong berwarna hitam adalah = 7,75L/hari x 2 = 15,5 L/hari Ukuran kantong plastik untuk sampah non 3R atau plastik berwarna ungu adalah = 0,1 L/hari x 2 = 0,2 L/hari Jadi kantong plastik yang digunakan untuk sampah organik kantong plastik berkapasitas 15 Liter, untuk sampah an organik kantong plastik berkapasitas 20 liter, dan untuk sampah non 3 R menggunakan kantong plastik berkapasitas 1 Liter. Gambar 5.13 Plastik (Sumber: dokumentasi penelitian) 77

92 2. Pewadahan sampah organik untuk proses pengomposan. Pengomposan dilakukan dengan drum plastik yang dapat menampung sampah organik yang dihasilkan dari keluarga dengan anggota 5 orang selama 3 bulan. Proses pengomposan berlangsung secara alami antara 2 3 bulan. Untuk mengolah sampah organik untuk pengomposan pada setiap rumah tangga diperlukan 2 buah drum plastik, yang masing masing dapat menampung sampah organik selama 2 3 bulan dan di pakai secara bergantian. - Dari hasil pengukuran didapatkan volume sampah organik 1,273 L/org/hari - Waktu pematangan kompos 30 hari. - Rata rata 1 rumah memiliki 5 orang anggota keluarga, - Ukuran drum plastik = volume sampah organik x waktu pematangan kompos x jumlah keluarga = 1,273 L/org/hr x 30 x 5 = 190 Liter. Karena ukuran drum terlalu besar maka digunakan 2 buah drum yang berukuran 95 Liter. Gambar 5.14 Drum untuk kompos (Sumber: dokumentasi Pak Widodo) 78

93 3. Pewadahan sampah di luar rumah sebelum dilakukan pengumpulan di TPS kampung. Maksud dari pewadahan ini adalah memilahkan antara sampah plastik, kertas, logam, dan sampah non 3R sebelum dibawa ke tempat pengumpulan atau ke TPS kampung, sehingga di TPS tidak melakukan pemilahan lagi. Pewadahan dengan menggunakan bin plastik, dengan alasan : 1. Sehat 2. Dapat dipakai umum / pribadi 3. Lebih murah 4. Tahan lama / awet Pewadahan ini dibagi menjadi 4 macam dengan diberi tanda atau kode : 1. Untuk sampah plastik 2. Untuk sampah kertas 3. Untuk sampah logam dan kaca 4. Untuk sampah non 3R Penggunaan wadah ini diberlakukan untuk tiap 10 KK, dan penempatan wadah ini di pinggir jalan, dengan tujuan agar memudahkan dalam pengambilan untuk proses pengumpulan. - Dari hasil pengukuran didapat volume sampah an organik untuk 10 KK, yaitu sebesar 15,52 L/hari dan volume sampah non 3R sebesar 0,20 L/hari. - Pengambilan dilakukan tiap 2 hari sekali. - Rata rata 1 rumah memiliki 5 orang anggota keluarga. - Maka desain untuk wadah ini adalah Sampah an organik = L/hari x 5 orang x 2 = 155,2 L = 155 L Karena sampah organik dibagi menjadi 3 macam, yaitu sampah kertas, plastik, dan logam, maka 155 L : 3 = 52 L, sehingga untuk sampah kertas, plastik dan logam dan kaca menggunakan bin plastik dengan ukuran 52 L. Sampah non 3R = 0,20 L/hari x 5 orang x 2 hari = 2 L/ hari 79

94 Sehingga untuk sampah non 3R menggunakan bin plastik dengan ukuran 2 L, karena bin plastik yang berukuran 2L susah untuk didapat, maka digunakan bin plastik dengan ukuran 20 L. - Banyaknya bin yang digunakan untuk satu dusun, yaitu : Banyaknya rumah yang dilayani = 2.341orang 5orang = 468 rumah Karena penempatan wadah ini setiap 10 kk atau 10 rumah, maka 468rumah = 47 Rumah. 10 Banyaknya bin plastik yang diperlukan = 47 rumah x 4 unit = 188 unit bin Gambar 5.15 Bin plastik (Sumber: dokumentasi Pak Widodo) Pengumpulan Pengumpulan dilakukan dengan mengambil sampah yang telah ditempatkan dalam wadah yang telah dipilah menjadi 4 bagian, yaitu untuk sampah kertas, sampah plastik, sampah logam dan kaca dan sampah non 3R, yang penempatannya diletakkan di pinggir jalan agar mudah dalam pengambilannya. 80

95 Pengumpulan sampah dilakukan setiap 2 hari sekali. diangkut dengan menggunakan gerobak dengan kapasitas 1 m 3, dengan alasan : 1. Operasi lebih mudah, luwes, dan murah. 2. Jenis sampah berukuran besar dapat terangkut. 3. Pemanfaatan volume cukup besar. 4. Mudah dan murah pemeliharaannya. - Bin plastik yang akan diambil sampahnya berjumlah 188 : 4 (setiap lokasi bejumlah 4 unit) = 47 lokasi. - Volume sampah organik ( plastik, kertas, logam dan kaca ) setiap 10 KK adalah 15,52 Lt/hari dan 0,20 Lt/hari untuk sampah non 3R, jadi volume sampah total = 15,52 + 0,20 = 15,72 L/hari untuk satu lokasi. - Frekuensi pengambilan = 2 hari - Volume sampah tiap pengambilan = 2 hari / pengambilan x 5 orang / rumah x 15,72 l/ hari untuk satu lokasi. = 157,2 L = 0,1572 m 3 /satu lokasi (10 rumah) / pengambilan. - Dengan faktor pemadatan 1,1 Volume tiap pengambilan = 0,1572 1,1 = 0,143 m 3 / satu lokasi ( 10 rumah) / pengambilan. - Volume gerobak sampah 1 m 3 = 1000 liter 1 gerobak melayani = 1m3 0,143m3/ satulokasi / pengambilan = 7 lokasi/ pengambilan. - jumlah gerobak sampah yang dibutuhkan = 47lokasi 7lokasi = 7 gerobak. 81

96 Gambar 5.14 Gerobak sampah (Sumber: dokumentasi Pak Widodo) Tempat Penampungan Sementara Tempat Penampungan Sementara Sampah berfungsi untuk mengumpulkan sampah warga dusun Nitiprayan, dimana sampah yang telah dikumpulkan diangkut dengan gerobak ke TPS kampung untuk dilakukan penyortiran lebih khusus lagi. Untuk sampah yang masih bisa digunakan atau masih bisa dimanfaatkan kembali dilakukan pengepakan untuk selanjutnya dijual pada pengepul sampah. Hasil dari penjualan sampah tersebut digunakan untuk biaya operasional petugas dan sisanya masuk ke kas kampung untuk dana pengembangan dan pembangunan. Sampah yang tidak bisa digunakan atau dimanfaatkan kembali akan dibuang ke TPA yang bekerjasama dengan pihak swasta, dengan mempertimbangkan : 1. Penetapan tarif retribusi berdasar kualitas pelayanan. 2. Keharmonisan dan kerjasama dengan mitra swasta untuk menjalankan kontrak yang saling menguntungkan. 3. Penetapan tingkat kualitas layanan dan kualitas sarana dan prasarana. Banyaknya TPS Kapasitas TPS = 2 m 3 Volume sampah An Organik = orang x 1,552 L/orang/hari = 3.633,23 L/hari. Volume sampah Non 3R = orang x 0,02 L/orang/hari = 46,82 L/hari. Volume sampah total = 3.633,23 L/hari + 46,82 L/hari = 3680,05 L/hari. 82

97 Jumlah TPS = Volumesampah KapasitasTPS 3,68005L / hari 2m = 3 = 1,84 = 2 TPS Kapasitas pelayanan 1 TPS Luas wilayah = 640,800 Ha Kapasitas pelayanan 1 TPS = = 3,68005 m 3 /hari 640,800ha 2TPS = 320,4 ha. 5.8 Strategi manajemen pengelolaan sampah. Iklim sangat mempengaruhi jumlah dan jenis sampah. Iklim yang banyak hujan akan membuat tumbuhan bertambah banyak dibandingkan didaerah kering sehingga sampahnya juga lebih banyak. Pada saat musim penghujan jumlah sampah yang dihasilkan lebih banyak dibanding pada saat musim kemarau. Berat dan volume sampah juga akan berbeda. Selain itu sampah yang di hasilkan pada saat musim penghujan mempunyai kualitas yang kurang bagus untuk dijadikan kompos, hal tersebut disebabkan karena banyak terdapat kandungan air dalam sampah. Agar kualitas sampah tetap bagus untuk dijadikan kompos sekalipun pada saat musim penghujan, untuk pewadahan sampah dalam perencanaan ini menjadi prioritas utama. Adapun pewadahan yang diterapkan adalah sebagai berikut: 1. Untuk pewadahan kompos, peletakannya di tempat yang terlindung dari sengatan sinar matahari langsung ataupun air hujan. Karena akan sangat mengganggu proses pembusukan atau fermentasi. Sebaiknya diletakkan dalam ruangan. 2. Untuk pewadahan yang berada di luar rumah seperti bin plastik diberi tutup agar pada saat musim penghujan air tidak masuk ke dalam bin yang dapat mempengaruhi kualitas sampah yang akan di manfaatkan kembali menjadi barang yang lebih berguna lagi. 83

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Sampah dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan jumlah

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin.

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin. 1. DEFINISI SAMPAH Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Sementara di dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan yang kotor merupakan akibat perbuatan negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah Sampah didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau

Lebih terperinci

BAB III STUDI LITERATUR

BAB III STUDI LITERATUR BAB III STUDI LITERATUR 3.1 PENGERTIAN LIMBAH PADAT Limbah padat merupakan limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organic dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas bahan

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH SOSIALISASI DAN PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS Nedi Sunaedi nedi_pdil@yahoo.com PENGERTIAN SAMPAH Suatu bahan yang terbuang dari sumber aktivitas manusia dan/atau alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 1. Latar Belakang Sampah yang menjadi masalah memaksa kita untuk berpikir dan

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH BANDARA HASANUDDIN. Yemima Agnes Leoni 1 D Mary Selintung 2 Irwan Ridwan Rahim 3 1

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH BANDARA HASANUDDIN. Yemima Agnes Leoni 1 D Mary Selintung 2 Irwan Ridwan Rahim 3 1 STUDI PENGELOLAAN SAMPAH BANDARA HASANUDDIN Yemima Agnes Leoni 1 D 121 09 272 Mary Selintung 2 Irwan Ridwan Rahim 3 1 Mahasiwa S1 Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

BAGIAN 6 PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PEMINDAHAN

BAGIAN 6 PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PEMINDAHAN BAGIAN 6 PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PEMINDAHAN Bagian ini menjelaskan aktivitas teknik operasional persampahan, mulai dari pewadahan sampai ke transfer. Dijelaskan tentang jenis dan pola pewadahan, serta

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang sangat kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar memakai konsep

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang dibangun di atas lahan seluas 27 Ha di Dusun Betiting, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO Oleh: Chrisna Pudyawardhana Abstraksi Pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mewujudkan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta menjaga keindahan

Lebih terperinci

1. Pendahuluan ABSTRAK:

1. Pendahuluan ABSTRAK: OP-26 KAJIAN PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS Yenni Ruslinda 1) Slamet Raharjo 2) Lusi Susanti 3) Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat Indonesia dalam membuang

Lebih terperinci

MAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik

MAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik MAKALAH PROGRAM PPM Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP.19720202 200501 2 001 Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengelolaan Sampah 1. Pengertian Pengertian sampah menurut Slamet dalam Sunarti (2002 ; 8) adalah sesuatu yang tidak dikehendaki lagi oleh yang punya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY )

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY ) PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY ) RECYCLING, REUSE, RECOVERY REDUCE PENENTUAN DAERAH PELAYANAN FUNGSI DAN NILAI KAWASAN Kawasan perumahan teratur dan tidak teratur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup tidak bisa dipisahkan dari sebuah pembangunan. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang makin meningkat drastis akan berdampak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk Kota Palembang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Peningkatan volume dan keragaman sampah pada

Lebih terperinci

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK 6.1. Pewadahan Sampah Pewadahan individual Perumahan Cipinang Elok pada umumnya dibagi menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi

Lebih terperinci

Gambar 2.1 organik dan anorganik

Gambar 2.1 organik dan anorganik BAB II SAMPAH DAN TEMPAT SAMPAH 2.1 Pembahasan 2.1.1 Pengertian Sampah Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia,dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP),

BAB I PENDAHULUAN. Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan yang sehat dan sejahtera hanya dapat dicapai dengan lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan yang baik dan sehat salah

Lebih terperinci

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan Masalah sampah sebagai hasil aktivitas manusia di daerah perkotaan memberikan tekanan yang besar terhadap lingkungan, terutama

Lebih terperinci

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS)

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS) PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI 19-3964-1994 (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS) Dina Pasa Lolo, Theresia Widi Asih Cahyanti e-mail : rdyn_qyuthabiez@yahoo.com ;

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung

Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung BUNGA DWIHAPSARI, SITI AINUN, KANCITRA PHARMAWATI Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN. Sub Pokok Bahasan : Pegelolaan Sampah : Masyarakat RW 04 Kelurahan Karang Anyar

SATUAN ACARA PENYULUHAN. Sub Pokok Bahasan : Pegelolaan Sampah : Masyarakat RW 04 Kelurahan Karang Anyar SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok Bahasan : Kesehatan Lingkungan Sub Pokok Bahasan : Pegelolaan Sampah Sasaran : Masyarakat RW 04 Kelurahan Karang Anyar Waktu : 25 menit Hari / tanggal : Rabu, 30 April 2014

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH

PENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH PENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH Suprapto Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta 10340 e-mail: suprapto.bpptbas@yahoo.com

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN BERAT JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN BERAT JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN BERAT JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH Oleh : Kelompok : VI (Enam) Anggota Kelompok : Dwi Mina Intan Permadi (1007151626) Febrian Maulana (1007133960) Imelda Dewi

Lebih terperinci

BAB. Kesehatan Lingkungan

BAB. Kesehatan Lingkungan BAB 4 Kesehatan Lingkungan Pada Minggu pagi yang cerah, Siti beserta seluruh anggota keluarganya bekerja bakti membersihkan rumah dan lingkungan sekitar. Ibu bertugas menyapu rumah, ayah memotong rumput,

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampungan Sampah Sementara (TPS) untuk selanjutnya dibuang ke. yang muncul berkepanjangan antara pemerintah daerah dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Penampungan Sampah Sementara (TPS) untuk selanjutnya dibuang ke. yang muncul berkepanjangan antara pemerintah daerah dan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai negara berkembang di seluruh dunia sekitar 95% sampah dibuang kepermukaan tanah tanpa pengelolaan. Di Indonesia sampah menjadi urusan pemerintah, dikumpulkan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG NANANG FAKHRURAZI 1,JONI HERMANA 2, IDAA WARMADEWANTHI 2 1 Program Magister Bidang Keahlian Manajemen Aset Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga

Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga Oleh : Dra. MH. Tri Pangesti, M.Si. Widyaiswara Utama Balai Diklat Kehutanan Bogor Pendahuluan Desa Rumpin merupakan salah

Lebih terperinci

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG Pengolahan Sampah Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember 2017 PENDAHULUAN Latar Belakang: Penanganan sampah/problem tentang sampah khususnya di daerah perkotaan belum bisa teratasi

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan sampah di Kota Bandung merupakan masalah yang belum terselesaikan secara tuntas. Sebagai kota besar, jumlah penduduk Kota Bandung semakin bertambah.

Lebih terperinci

Makalah Permasalahan Sampah

Makalah Permasalahan Sampah Makalah Permasalahan Sampah Makalah Permasalahan Sampah 6 NOVEMBER 2014TINGGALKAN KOMENTAR BabI Pendahuluan 1.Latar Belakang Masalah Melihat kondisi lingkungan di sekitar jalan Bubu/Perjuangan yang dipenuhi

Lebih terperinci

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011 Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011 KATA PENGANTAR Bertambahnya produksi sampah diberbagai kota dewasa ini tidak lepas dari perubahan pola hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan menunjukkan dampak positif terhadap kenaikan produksi padi nasional. Produksi padi nasional yang

Lebih terperinci

POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG Spectra Nomor 22 Volume XI Juli 2013: 24-31 POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG Puji Ariyanti Sudiro Program Studi Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH

PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH A. PEWADAHAN SAMPAH 1. Pendahuluan Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Berbagai aktifitas manusia secara langsung maupun tidak langsung menghasilkan sampah. Semakin canggih teknologi di dunia, semakin beragam kegiatan manusia di bumi, maka

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK Joko Widodo dan Yulinah Trihadiningrum Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP - ITS Surabaya ABSTRAK Pembuangan akhir sampah yang

Lebih terperinci

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan TEMU ILMIAH IPLBI 26 Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan Evelin Novitasari (), Edelbertha Dalores Da Cunha (2), Candra Dwiratna Wulandari (3) () Program Kreativitas Mahasiswa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang 25 BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pengertian sampah dan sejenisnya Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruangan yang ditempati

Lebih terperinci

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT PROPOSAL PROYEK AKHIR STUDI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA SANGATTA KABUPATEN KUTAI TIMUR STUDY ON SOLID WASTE COLLECTION AND TRANSPORT IN SANGATTA CITY,EAST KUTAI Yayuk Tri Wahyuni NRP 311

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) By. Gotri Ruswani, S.Pd.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) By. Gotri Ruswani, S.Pd. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) By. Gotri Ruswani, S.Pd. Adalah: sisa dari segala macam kegiatan manusia yang fungsinya sudah berubah dari keadaan awal. Karakteristik limbah: a) Fisik: bau tidak sedap, warnanya

Lebih terperinci

PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA BLURU KIDUL RW 11 KECAMATAN SIDOARJO

PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA BLURU KIDUL RW 11 KECAMATAN SIDOARJO PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA BLURU KIDUL RW 11 KECAMATAN SIDOARJO Ayu Fitriana, Oedojo Soedirham Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM Universirtas Airlangga

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR Nisandi Alumni Mahasiswa Magister Sistem Teknik Fakultas Teknik UGM Konsentrasi Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah merupakan zat- zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa industri

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN SAMPAH, PERIZINAN USAHA PENGELOLAAN SAMPAH, DAN KOMPENSASI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU Alfi Rahmi, Arie Syahruddin S ABSTRAK Masalah persampahan merupakan

Lebih terperinci

SONNY SAPUTRA PEMBIMBING Ir Didik Bambang S.MT

SONNY SAPUTRA PEMBIMBING Ir Didik Bambang S.MT SONNY SAPUTRA 3305100076 PEMBIMBING Ir Didik Bambang S.MT Latar Belakang Kecamatan Gedangan yang berlokasi di Sidoarjo Jawa Timur merupakan kecamatan yang padat penduduknya. dengan penduduk lebih dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan segala sesuatu yang tidak dikehendaki lagi lalu dibuang. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN

BAB III METODE PERENCANAAN 37 BAB III METODE PERENCANAAN 3.1 Tempat dan Waktu Perencanaan 3.1.1 Tempat Perencanaan Perencanaan Instalasi Pengolahan Sampah (IPS) dilaksanakan di Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK) Sampoerna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama BAB V PEMBAHASAN 5.1 Temuan Utama 5.1.1 Manfaat Pada penelitian ini, penulis membuat skenario menjadi 3 (tiga) beserta manfaatnya, yaitu sebagai berikut: Skenario A Skenario A atau Pengurangan Sampah (Reduce),

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) Disampaikan oleh: DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN KENDAL 2016 Dasar hukum Pengelolaan Sampah Undang undang no. 18 tahun 2008 ttg Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN Sampah merupakan hal yang sangat memprihatinkan di kalangan masyarakat dewasa ini, Mengingat minimnya perhatian dari masyarakat itu sendiri dan juga pemerintah seperti halnya warga

Lebih terperinci

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia.

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia. NAMA : KELAS : NO : SOAL PENCEMARAN AIR Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia. 1. Perhatika pernyataan di bawah ini : i. Perubahan

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pupuk Organik Unsur hara merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Direktorat Pengembangan PLP Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat APA YANG DISEBUT SANITASI?? Perpres 185/2014

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA) KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA) Oleh : Shinta Dewi Astari 3308 202 006 Dosen Pembimbing : I.D.A.A Warmadewanthi, ST., MT., Ph.D. PROGRAM

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

Karakteristik dan Komposisi Sampah di TPA Buku Deru-Deru, Takome Kota Ternate dan Alternatif Pengelolaannya

Karakteristik dan Komposisi Sampah di TPA Buku Deru-Deru, Takome Kota Ternate dan Alternatif Pengelolaannya Karakteristik dan Komposisi Sampah di TPA Buku Deru-Deru, Takome Kota Ternate dan Alternatif Pengelolaannya Muhammad Nurlete, Gabriel S.B.Andari, Irma Gusniani Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia tidak bisa dilepaskan dari suatu benda. Benda ini ada yang dapat digunakan seutuhnya, namun ada juga yang menghasilkan sisa

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 26 PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Riskha Septianingrum dan Ipung Fitri Purwanti purwanti@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH KANTOR SECARA TERPADU: (Studi Kasus Kantor BPPT)

PENGELOLAAN SAMPAH KANTOR SECARA TERPADU: (Studi Kasus Kantor BPPT) JRL Vol.7 No.2 Hal. 153-160 Jakarta, Juli 2011 ISSN : 2085.3866 No.376/AU1/P2MBI/07/2011 PENGELOLAAN SAMPAH KANTOR SECARA TERPADU: (Studi Kasus Kantor BPPT) Rosita Shochib Pusat Teknologi Lingkungan-BPPT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

TENTANG LIMBAH PADAT

TENTANG LIMBAH PADAT MAKALAH TENTANG LIMBAH PADAT Galih Pranowo Jurusan Matematika Ilmu Komputer FAKULTAS SAINS TERAPAN INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA I. PENDAHULUAN Pengelolaan lingkungan hidup merupakan kewajiban

Lebih terperinci