PENGARUH KADAR KALSIUM SALIVA TERHADAP TERBENTUKNYA KALKULUS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUP H.

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH KADAR KALSIUM SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN KALKULUS PADA PASIEN DI INSTALASI PERIODONSIA RSGM USU

PERBEDAAN STATUS ANTIOKSIDAN TOTAL PADA PASIEN PERIODONTITIS KRONIS PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK DI INSTALASI PERIODONSIA RSGM FKG USU

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 METODE PENELITIAN

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif.

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan kepada Odapus yang bergabung dan berkunjung di YLI.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Keberadaan penyakit-penyakit ini seringkali diabaikan oleh masyarakat

HUBUNGAN PENYAKIT GINJAL KRONIS DENGAN KONDISI HIGIENE ORAL PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL YANG MENJALANI HEMODIALISIS STABIL

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

EFEKTIFITAS BUAH JERUK SIEM MADU DALAM MENGURANGI PEMBENTUKAN PLAK

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan urutan pertama pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

PERBEDAAN ph, LAJU ALIRAN DAN KADAR ION KALSIUM SALIVA PADA PEROKOK KRETEK DAN BUKAN PEROKOK DI KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mukosa, albumin, polipeptida dan oligopeptida yang berperan dalam kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Transkripsi:

PENGARUH KADAR KALSIUM SALIVA TERHADAP TERBENTUKNYA KALKULUS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi VINNA TANZIL NIM : 150600120 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2019 Vinna Tanzil Pengaruh kadar kalsium saliva terhadap terbentuknya kalkulus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan. vii+ 48 halaman Gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal yang paling banyak memberikan pengaruh terhadap keadaan rongga mulut. Pasien gagal ginjal kronik biasanya diberikan terapi hemodialisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta mengeluarkan produk sisa metabolisme. Saat menjalani terapi hemodialisis peningkatan kadar kalsium dapat terjadi dan dengan kondisi kebersihan mulut yang buruk penumpukan kalkulus juga dapat terjadi. Ion kalsium di dalam saliva penting dalam proses remineralisasi email. Kalsium memproteksi gigi secara tidak langsung dengan cara menguatkan tulang rahang, gigi dan tulang, namun kalsium dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan kalkulus dalam rongga mulut. Kalkulus adalah plak gigi yang telah mengalami pengerasan dan remineralisasi dan akan mengakibatkan penyakit periodontal jika dibiarkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar kalsium saliva terhadap terbentuknya kalkulus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan. Subjek penelitian terdiri dari 30 orang pasien yang berkunjung ke Instalasi Hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan dan dipilih dengan cara purporsive sampling. Saliva dikumpulkan dengan cara drolling kedalam pot saliva yang telah disediakan. Selanjutnya, peneliti melakukan pemeriksaan kalkulus dengan menggunakan metode Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord, saliva yang telah dikumpulkan dibawa ke Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU untuk diukur konsentrasi ion kalsium dengan metode spektofotometri serapan atom. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji pearson untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kalsium saliva terhadap terbentuknya kalkulus. Hasil penelitian

menunjukkan adanya pengaruh kadar kalsium saliva terhadap terbentuknya kalkulus pada pasien hemodialisis, terdapat pengaruh yang signifikan (p <0,05) antara kadar kalsium dengan terbentuknya kalkulus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis, dimana pada pasien hemodialisis dengan nilai Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord yang tinggi mempunyai pembentukan kalkulus dan memiliki kadar kalsium saliva yang tinggi. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa ada pengaruh kadar kalsium saliva terhadap terbentuknya kalkulus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan. Daftar rujukan: 42 (2002-2018)

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Kadar Kalsium Saliva Terhadap Terbentuknya Kalkulus pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Di RSUP H. Adam Malik Medan guna sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi dari Fakultas Kedokteran Gigi. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Jasmin, dan Ibunda tercinta Tjunsie yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan serta segala bantuan baik moril maupun materil yang tidak terbatas kepada penulis. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. DR.Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi. 2. Aini Hariyani Nasution, drg., Sp.Perio(K) selaku Ketua Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi. 3. Martina Amalia, drg., Sp.Perio(K) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan, penjelasan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi sampai selesai. 4. Krisnamurthy Pasaribu, drg., Sp.Perio selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran-saran yang membangun kepada penulis. 5. Zulkarnain, drg., M.Kes selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran-saran yang membangun kepada penulis. 6. Kepada seluruh dosen Fakultas Kedokteran Gigi yang telah banyak mendidik, membantu, dan memberikan ilmu selama perkuliahan. 7. Kepada seluruh staf Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi yang telah banyak membantu selama proses skripsi. 8. Kepada saudara penulis yaitu Shirley, Catherine Tanzil, Willy Tanzil, Harry Tanzil atas doanya selama ini dan dukungan yang diberikan. i

9. Teristimewa kepada kekasih penulis, Akien atas bantuan dan motivasi yang telah diberikan hingga selesainya skripsi ini. 10. Sahabat-sahabat terbaik penulis yaitu Kristin Halim, Silvia Wira, Emilia, Tania Vanda, Christian, Arwin Leonardy, Calvint, Eric, T. Felicia Firrecius, Terry dan teman seperjuangan Yamuna Suharni, Laurencia Lilin Wandasari serta seluruh temanteman seangkatan stambuk 2015, senior, dan junior yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang memberikan motivasi kepada penulis. Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran, dan kritik untuk membangun skripsi ini menjadi lebih baik kedepannya. Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat digunakan dan memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi dan pengembangan ilmu dan masyarakat. Medan, 24 Juli 2019 Penulis Vinna Tanzil NIM: 150600120 ii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... PERNYATAAN PERSETUJUAN... TIM PENGUJI SKRIPSI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman i iii v vi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian... 4 1.4.1 Manfaat Teoritis... 4 1.4.2 Manfaat Praktis... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva... 5 2.1.1 Komposisi Saliva... 5 2.1.2 Produksi Saliva... 6 2.1.3 Fungsi Saliva... 7 2.2 Kalkulus... 8 2.2.1 Klasifikasi Kalkulus... 9 2.2.1.1 Kalkulus Supragingiva... 9 2.2.1.2 Kalkulus Subgingiva... 10 2.2.1.3 Komposisi Kalkulus... 11 2.2.1.4 Proses Pembentukan Plak dan Kalkulus... 12 2.2.1.4.1 Proses Pembentukan Plak... 12 2.2.1.4.2 Proses Pembentukan Kalkulus... 13 2.3 Pengaruh Kadar Kalsium Saliva terhadap pembentukan Kalkulus... 14 2.4 Penyakit Gagal Ginjal Kronik... 15 2.4.1 Pengertian... 15 2.4.2 Klasifikasi GGK... 16 2.4.3 Faktor Resiko GGK... 17 2.4.4 Komplikasi GGK... 17 2.5 Hubungan GGK dengan Periodontitis... 20 2.6 Kerangka Teori... 23 2.7 Kerangka Konsep... 24 iii

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 25 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 25 3.2.1 Lokasi Penelitian... 25 3.2.2 Waktu Penelitian... 25 3.3 Populasi dan Sampel... 25 3.3.1 Populasi Penelitian... 25 3.3.2 Sampel Penelitian... 25 3.3.3 Besar Sampel... 26 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 26 3.4.1 Kriteria Inklusi... 26 3.4.2 Kriteria Ekslusi... 27 3.5 Variabel Penelitian... 27 3.5.1 Variabel Bebas... 27 3.5.2 Variabel Tergantung... 27 3.5.3 Variabel Terkendali... 27 3.5.4 Variabel Tak Terkendali... 27 3.6 Definisi Operational... 28 3.7 Alat dan Bahan Penelitian... 29 3.7.1 Alat-alat... 29 3.7.2 Bahan Penelitian... 29 3.8 Proses Pengambilan dan Pengumpulan Data... 29 3.8.1 Ethical Clearance... 29 3.8.2 Pengisian Kuesioner... 29 3.8.3 Proses Pengumpulan Saliva... 29 3.8.4 Pemeriksaan Kalkulus... 30 3.8.6 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Saliva dengan SSA... 31 3.9 Skema Alur Penelitian... 33 3.10 Analisis Data... 34 BAB 4 HASIL PENELITIAN... 35 BAB 5 PEMBAHASAN... 40 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 44 6.1 Kesimpulan... 44 6.2 Saran... 44 DAFTAR PUSTAKA... 45 LAMPIRAN iv

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Komposisi kalkulus... 11 2. Tanda dan simtom dari gagal ginjal... 16 3. Klasifikasi GGK... 17 4. Definisi operasional... 28 5. Distribusi data demografis subjek penelitian... 35 6. Distribusi data kebiasaan oral hygiene... 36 7. Lama menjalani hemdialisis... 37 8. Terbentuknya kalkulus berdasarkan Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord 37 9. Nilai rerata skor Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord... 38 10. Nilai kadar kalsium saliva... 38 11. Rerata kadar kalsium saliva... 38 12. Nilai kadar kalsium saliva terhadap Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord 39 v

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Hubungan antara fungsi saliva dengan enzim yang berperan... 7 2. Kalkulus supragingiva... 10 3. Kalkulus subgingiva... 10 4. Proses pengumpulan saliva... 30 5. Pemeriksaan kalkulus... 31 6. Spektofotometer Serapan Atom (SSA)... 32 vi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent) 2. Kuesioner penelitian 3. Anggaran biaya penelitian 4. Hasil uji statistik 5. Rincian kegiatan 6. Lembar persetujuan komisi etik (Ethical Clearance) 7. Surat izin penelitian dari RSUP H. Adam Malik 8. Surat izin penggunaan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU vii

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periodontitis merupakan kelanjutan dari gingivitis yang tidak ditangani. Hal ini ditandai dengan hilangnya perlekatan serta pembentukan poket periodontal yang merupakan suatu tipe poket yang terjadi karena kondisi patologis atau adanya destruksi jaringan pendukung. 1 Saat terjadi kehilangan perlekatan terjadi juga migrasi perlekatan epitel sepanjang permukaan akar gigi dan resorbsi tulang alveolar. Poket periodontal merupakan tanda klinis dari periodontitis. 2,3 Periodontitis dapat dianggap sebagai faktor risiko tambahan terhadap penyakit sistemik, dimana efek periodontitis pada perkembangan penyakit ginjal adalah melalui peradangan sistemik dari patogen periodontal yang telah terbukti memiliki kemampuan untuk melekat, menyerang, dan berkembang biak dalam sel endotel koroner yang mengarah pada pembentukan ateroma dan gangguan relaksasi pembuluh darah. Penyakit kardiovaskular dan GGK memiliki banyak faktor risiko, sehingga dapat diasumsikan bahwa penyakit periodontal memberikan efek yang sama pada pembuluh darah ginjal. Efek buruk dari peradangan sistemik pada fungsi ginjal dapat terjadi selama terjadinya periodontitis. 4 Kehadiran kondisi medis dapat mempengaruhi kesehatan mulut pasien, seperti pasien gagal ginjal kronik. Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan perawatan medis dan peningkatan kelangsungan hidup dari beberapa penyakit, dokter gigi diharapkan dapat menangani pasien dengan kondisi medis yang kompleks. 5 Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu kondisi yang ditandai dengan perubahan struktur ginjal (glomerulus, tubulus dan endokrin), serta menurunnya fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel. 6 Hal ini berkaitan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR <60 ml/min/1.73 m 2 ) dan keterbatasan fungsi ginjal untuk menyaring dan mengakibatkan terjadinya uremia (peningkatan level urea dalam darah). 6,7 Uremia menyebabkan imunodefisiensi karena adanya peningkatan zat beracun dalam aliran darah yang disebabkan oleh penumpukan sisa metabolit,

2 sehingga pada pasien ini cenderung mengalami penurunan tanggapan humoral dan respon imun. 7 Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan dunia dengan beban biaya kesehatan yang tinggi. 8 Data Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes tahun 2016 menunjukkan adanya peningkatan beban biaya kesehatan untuk pelayanan penyakit katastropik. Tahun 2014 penyakit katastropik menghabiskan biaya kesehatan sebesar 8,2 triliun, tahun 2015 meningkat menjadi 13,1 triliun kemudian tahun 2016 sebanyak 13,3 triliun. Gagal Ginjal merupakan penyakit katastropik nomor 2 yang paling banyak menghabiskan biaya kesehatan setelah penyakit jantung. 5,9 Data Global Burden of Disease tahun 2010 menunjukkan, penyakit ginjal kronik merupakan penyebab kematian ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke 18 pada tahun 2010. 10 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan prevalensi penduduk Indonesia yang menderita gagal ginjal sebesar 0,2% atau 2 per 1000 penduduk dan prevalensi batu ginjal sebesar 0,6% atau 6 per 1000 penduduk. Prevalensi Penyakit gagal ginjal tertinggi ada di Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 0,5%. 10 Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi gagal ginjal pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan (0,2%). 5,10 Hal ini dikarenakan adanya pengaruh merokok atau penggunaan tembakau, minum minuman beralkohol serta aktifitas fisik yang berat. Berdasarkan karakteristik umur prevalensi tertinggi pada kategori usia di atas 75 tahun (0,6%), dimana mulai terjadi peningkatan pada usia 35 tahun ke atas. Berdasarkan strata pendidikan, prevalensi gagal ginjal tertinggi pada masyarakat yang tidak sekolah (0,4%). 5 Tingkat pendidikan mempunyai hubungan dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin cepat memahami tentang kondisi penyakit yang dialami. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk deteksi dini dalam memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan menjadi penyebab meningkatnya pasien GGK dikarenakan pada stadium awal tidak merasakan keluhan spesifik. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan yang sudah berat dan pada saat dilakukan pemeriksaan lanjutan sudah berada pada stadium terminal (stadium 5). 7,8 Berdasarkan masyarakat yang tinggal di

3 pedesaan (0,3%) lebih tinggi prevalensinya dibandingkan di perkotaan (0,2%). 8,9 Hal ini dihubungkan dengan tingkat pendidikan masyarakat kota yang cenderung lebih maju sehingga lebih mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif. Masyarakat desa dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah sehingga lebih sulit menerima informasi di bidang gizi. 7,9 Pasien yang menderita gagal ginjal tahap akhir dan yang menerima dialisis lebih rentan terkena penyakit periodontal dan masalah kesehatan mulut lainnya. 7,11 Hal ini terbukti dari kelompok gagal ginjal memiliki indeks gingiva yang lebih tinggi dan pendarahan, kedalaman probing, kehilangan perlekatan daripada kontrol. Plak juga ditemukan lebih tinggi pada kelompok dialisis dan predialisis, dan dapat disimpulkan bahwa korelasi antara dialisis dan gagal ginjal tahap akhir serta gingivitis, kedalaman probing, kehilangan perlekatan adalah signifikan. 11 Pembentukan kalkulus pada pasien dialisis dapat membentuk kalkulus lebih cepat daripada individu yang sehat dikarenakan kadar urea dan fosfat yang tinggi pada saliva. Peningkatan sintesis hormon paratiroid juga sering terjadi pada penderita GGK yang meningkatkan percepatan kehilangan tulang dan memperburuk penyakit periodontal. 5,11 Bastos dkk, melaporkan keparahan penyakit periodontal yang lebih tinggi pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis terkait dengan jumlah mikroorganisme periodontopatogen yang lebih tinggi, dijelaskan juga bahwa memburuknya kondisi kebersihan mulut juga memegang peranan penting, termasuk akumulasi plak yang lebih tinggi/ biofilm gigi, kalkulus gigi, dan gingivitis pada populasi pasien hemodialisis. 7 Penelitian Bayraktar dkk menunjukkan bahwa perbedaan kedalaman poket periodontal signifikan pada pasien yang telah menjalani terapi hemodialisis kurang dari tiga tahun dibandingkan dengan pasien yang telah menjalani terapi lebih dari tiga tahun. 3 Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh kadar kalsium saliva terhadap terbentuknya kalkulus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik.

4 1.2 Rumusan Masalah Apakah ada pengaruh kadar kalsium saliva terhadap terbentuknya kalkulus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh kadar kalsium saliva terhadap terbentuknya kalkulus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Untuk mengetahui pengaruh kadar kalsium saliva pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik 2. Sebagai dasar penelitian lanjutan yang meneliti tentang pengaruh kadar kalsium saliva pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi masyarakat, dokter gigi dan praktisi mengenai pengaruh kadar kalsium saliva terhadap terbentuknya kalkulus. 2. Sebagai data dan informasi yang menunjang perkembangan Ilmu Kedokteraan Gigi khususnya dalam bidang Periodonsia dalam hal pengaruh kadar kalsium saliva. 3. Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan menambah ilmu pengetahuan dalam perawatan untuk pasien khususnya yang menderita penyakit gagal ginjal kronik.

5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan yang langsung disekresikan kedalam rongga mulut oleh kelenjar saliva. 12 Saliva merupakan cairan oral yang berasal dari kelenjar saliva mayor dan minor. 90% dari saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor yang terdiri dari kelenjar parotis, submandibular dan sublingual. 10% lainnya dihasilkan oleh kelenjar saliva minor di mukosa mulut (lingual, labial, bukal, palatinal, glossopalatinal), mukus (dari kelenjar saliva minor), atau campuran yaitu serus dan mukus (dari kelenjar submandibular dan sublingual). 13-15 Sekresi saliva adalah bersifat protektif karena memelihara jaringan oral dalam keadaan fisiologis. 13 Pengaruh saliva terhadap plak adalah melalui aksi pembersihan mekanis terhadap permukaan oral, menjadi buffer bagi asam yang diproduksi bakteri dan mengontrol aktifitas bakterial. 16 Saliva adalah salah satu cairan tubuh yang kompleks dan penting untuk mensupplai berbagai kebutuhan fisiologis. 14 2.1.1 Komposisi Saliva Sekresi eksokrin saliva terdiri dari sekitar 99% air dan molekul organik dan anorganik, sdan juga mengandung berbagai elektrolit seperti kalsium, magnesium, kalium, natrium, klorida, bikarbonat, fosfat dan protein yang berperan sebagai enzim immunoglobulin, antimikroba, glikoprotein mukosa, albumin, polipeptida dan oligopeptida yang berperan dalam kesehatan rongga mulut. 15,17 Saliva juga mengandung produk glukosa dan nitrogen, seperti urea dan amonia, glukosa, kolesterol, asam lemak, trigliserida, lipid netral, glikolipid, asam amino, hormon

6 steroid, musin, amilase, lektin, glikoprotein, lisosim, peroksidase, dan laktoferin. 18 Komponen-komponen tersebut berinteraksi dan berperan dalam berbagai fungsi yang dikaitkan dengan saliva. Selain itu, saliva mengandung >700 mikroorganisme yang berhubungan dengan penyakit mulut dan sistemik. 19 Komponen-komponen saliva berinteraksi untuk melakukan berbagai fungsi, misalnya bikarbonat dan fosfat menyediakan aksi buffering dan memodulasi ph saliva. 22,23 Makromolekul, protein, dan mucin berfungsi untuk membersihkan rongga mulut, agregat mikroorganisme, dan terlibat dalam metabolisme plak gigi. Misalnya, Ca +2, fosfat dan protein berinteraksi untuk memodulasi demineralisasi dan remineralisasi permukaan gigi. 20,21 Saliva adalah isotonik karena terbentuk di asinus, dan menjadi hipotonik ketika melalui saluran. Hipotonitas saliva memiliki banyak fungsi. Tingkat rendah glukosa, urea, bikarbonat, dan natrium bisa menghasilkan persepsi rasa yang lebih baik di dibandingkan dengan tingginya tingkat komponen tersebut yang ditemukan dalam plasma. 15 Saliva hipotonik juga memungkinkan untuk ekspansi dan hidrasi glikoprotein musin. 13 Banyak faktor yang mempengaruhi komposisi saliva, diantaranya termasuk sumber kelenjar saliva, laju aliran, durasi stimulasi, stimulasi sebelumnya, ritme biologis, sifat rangsangan, komposisi plasma, hormon, kehamilan, polimorfisme genetik, stimulus antigenik, olahraga, obat-obatan, dan berbagai penyakit. 15,21 2.1.2 Produksi Saliva Saat istirahat, sekresi saliva tanpa stimulasi tetap ada dalam bentuk lapisan yang melembabkan, dan melumasi jaringan mulut. Tetapi saliva yang terstimulasi diproduksi pada saat mengunyah makanan, penciuman, atau melalui stimulus farmakologis. 18,22 Produksi saliva pada individu yang sehat, sekitar 1 hingga 1.5 L. 17 Indeks Salivary Flow (SF) merupakan parameter yang digunakan untuk mengklasifikasi produksi saliva stimulasi dan tidak distimulasi kedalam kategori normal, rendah atau sangat rendah (hiposalivasi). 15,17 Total SF terstimulasi pada orang dewasa berkisar

7 antara 1 hingga 3 ml/ menit, rentang rendah 0,7-1,0 ml/ menit, sementara hiposalivasi ditandai oleh SF kurang yang dari 0,7 ml/ menit. SF normal yang tidak distimulasi berkisar antara 0,25-0,35 ml/ menit, rentang rendah 0,1-0,25 ml / menit, sementara hiposalivasi dicirikan oleh SF yang kurang dari 0,1 ml/ menit. 17,21 2.1.3 Fungsi Saliva Saliva memiliki peran penting untuk menjaga dan memelihara kesehatan jaringan mulut, selain itu saliva juga berfungsi sebagai (Gambar 1): 15,17,18,23 Protein kaya glikoprotein Musin Bikarbonat Fosfat protein Amilase DNA, RNA Lipase preotease Prolin kaya protein Kalsium Fosfat Lubrikasi, viskoelastisitas Buffer Pencernaan Zink Remineralisasi Rasa Gigi Fungsi saliva Inhibisi Demineralisasi Makanan Mikroba Bolus Musin Antivirus Musin Musin Imunoglobulin Cystatin Antibakteri Antijamur Musin Lipoprotein Laktoferin Laktoperoxidase Histatin Aglutinin Cystatin VEGh Imunoglobulin Histatin Musin Gambar 1. Hubungan antara fungsi saliva dengan enzim yang berperan. 15 1. Fungsi pencernaan

8 Saliva berperan dalam pencernaan awal amilase dan membantu pembentukan bolus makanan. Proses pembentukan bolus makanan dibantu oleh enzim pencernaan α-amilase (ptyalin) di dalam komposisi air liur. Fungsi biologisnya adalah untuk memecahkan pati menjadi maltosa, maltotriose, dan dekstrin. Enzim ini berkontribusi 40% hingga 50% dari total saliva protein yang diproduksi oleh kelenjar saliva. Enzim ini tidak aktif dalam saluran pencernaan yang bersifat asam dan karenanya terbatas pada mulut. 2. Perlindungan mukosa dan lubrikasi Saliva membentuk lapisan seromukos yang berperan sebagai pelumas dan melindungi jaringan rongga mulut dari agen-agen yang dapat mengiritasi. Mucin, sebagai protein dalam saliva memiliki peranan sebagai pelumas, perlindungan terhadap dehidrasi, dan dalam proses pemeliharaan viskoelastisitas saliva. Pembersih mekanis (self cleansing), yang dapat menghasilkan pengurangan akumulasi plak. Produksi saliva berkurang pada saat tidur. Saliva mengandung enzim lisosom yang berperan penting dalam mengontrol pertumbuhan bakteri di rongga mulut. 3. Pelumuran elemen gigi geligi, yang akan mengurangi keausan oklusi yang disebabkan oleh daya pengunyahan. Saliva membentuk lapisan seromukos yang berperan sebagai pelumas dan melindungi jaringan rongga mulut dari agen-agen yang dapat mengiritasi. Mucin sebagai protein dalam saliva berperan sebagai pelumas, perlindungan terhadap dehidrasi dan dalam proses pemeliharaan viskoelastisitas saliva. 4. Pengaruh buffer, sehingga naik-turunnya derajat keasaman (ph) dapat ditekan dan dekalsifikasi elemen gigi dapat dihambat. Buffer adalah substansi yang dapat membantu mempertahankan ph dalam status netral. 5. Aktivasi anti bakterial sehingga menghalangi pertumbuhan bakteri. 2.2 Kalkulus Dental kalkulus adalah plak dental terkalsifikasi yang melekat pada permukaan gigi. Kalkulus terbentuk oleh adanya pengendapan sisa makanan dengan

9 saliva serta bakteri maka terjadilah proses pengapuran yang lama kelamaan terjadi pengerasan. 24 Kalkulus yang terus dibiarkan di dalam mulut dapat menyebabkan iritasi, radang pada gusi dan kerusakan pada jaringan penyangga gigi, serta dapat mengakibatkan gigi menjadi goyang dan terlepas sendirinya. 25,26 Komponen pembentukan kalkulus terdiri dari bahan-bahan mineral seperti kalsium dan fosfor. 24,27 Kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami mineralisasi. Kerusakan awal pada margin gingiva pada penyakit periodontal adalah disebabkan oleh efek patogenik mikroorganisme di dalam plak, namun, efeknya bisa menjadi lebih besar yang disebabkan oleh akumulasi kalkulus karena lebih memberikan retensi mikroorganisme plak. 25,26 Kalkulus dibagi menjadi dua yaitu kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva. 24,28 2.2.1 Klasifikasi Kalkulus Klasifikasi kalkulus terbagi atas: 24 Menurut lokasi : kalkulus supragingiva dan subgingiva Menurut sumber mineralisasi: kalkulus saliva dan kalkulus serumal Menurut permukaan: eksogenus dan endogenus Berdasarkan permulaan dan tingkatan akumulasi, pembentukan kalkulus dibedakan menjadi: tidak ada pembentukan kalkulus, pembentukan kalkulus ringan, sedang dan berat. 2.2.1.1 Kalkulus Supragingiva Kalkulus supragingiva adalah kalukulus yang terletak pada koronal margin gingiva. Kalkulus umunya berwarna putih kekuningan dan keras dengan konsistensi liat dan mudah terlepas dari permukaan gigi (Gambar 2). 24 Dua lokasi yang paling umum untuk perkembangan kalkulus supragingiva adalah permukaan bukal molar rahang atas dan permukaan lingual dari gigi anterior mandibula karena permukaan gigi ini mempunyai self-cleansing yang rendah. 24,26 Kalkulus supragingiva paling sering terbentuk pada permukaan lingual dari gigi anterior mandibular dan di permukaan bukal dari molar pertama maksila. 24,26

10 Kalkulus supragingiva juga dikenal sebagai kalkulus saliva karena pembentukannya dibantu oleh saliva. 26 Gambar 2. Kalkulus supragingiva. 29 2.2.1.2 Kalkulus Subgingiva Kalkulus subgingiva tidak terlihat pada pemeriksaan klinis, karena letaknya di bawah margin gingiva (Gambar 3). 24,26 Lokasi dan luas dari kalkulus subgingiva dapat dideteksi menggunakan sonde. 26 Kalkulus ini berwarna coklat tua atau hitam kehijau-hijauan dengan konsistensi yang keras seperti batu api, dan melekat erat pada permukaan gigi. Kalkulus subgingiva disebut juga dengan kalkulus serumal karena terbentuk dari cairan sulkular. 24 Gambar 3. Kalkulus subgingiva. 29

11 2.2.1.3 Komposisi Kalkulus Kalkulus mengandung komponen anorganik dan. organik (Tabel 1): Tabel 1. Komposisi Kalkulus 26 Kandungan anorganik (70-90%) Unsur dasar: 1. Kalsium 39% 2. Fosfor 19% 3. Karbondioksida 1.9% 4. Magnesium 0.8% 5. Na, Ba, Zn, Str, Br, Cu, Ag, Al, Fe, Fl Komponen: 1. Kalsium fosfat 75.9% 2. Kalsium karbonat 3.1% 3. Magnesium fosfat dan metal lainnya Bentuk Kristal: - Hidroksiapatit (HA) 58% - Octa Calcium Phosphat (OCP) 21% - Magnesium whitlockite (MWL) 12% - Brushite (BS) 9% Komponen organic Campuran kompleks protein polisakarida, deskuamasi sel epitel, leukosit dan berbagai jenis mikroorganisme Kandungan pada kalkulus supragingiva lebih sering dijumpai hidroksiapatit (HA) dan octa calcium phosphate (OCP), pada kalkulus subgingiva kandungan magnesium whitlockite (MWL) dan hidroksiapatit (HA) yang lebih tinggi. 14 Regio anterior mandibular kandungan BS lebih sering dijumpai, sedangkan pada regio posterior lebih sering dijumpai kandungan MWL. 24 Komposisi kalkulus subgingiva hampir sama dengan kalkulus supragingiva. 26,27 Dibandingkan rasio kalsium dengan fosfat pada kalkulus subgingiva akan lebih tinggi hasilnya dan sejalan dengan bertambahnya kedalaman poket periodontal kandungan natrium juga akan meningkat. 24,28

12 2.2.1.4 Proses Pembentukan Plak dan Kalkulus 2.2.1.4.1 Proses Pembentukan Plak Pengendapan glikoprotein saliva membentuk acquired pelikel, hal ini akan berjalan terus sampai terbentuk plak. 26 Kemungkinan lain karena pengendapan protein pada ph yang asam, sehingga terjadi penambahan protein saliva dan mikroorganisme, sedangkan teori lain menyatakan bahwa pembentukan plak tergantung dari aliran saliva, variasi makanan seta adanya mekanisme penyerapan mikroorganisme secara selektif. Deposit tersisa yang terbentuk setelah permukaan gigi dibersihkan disebut Acquired Pelikel. 20 Plak adalah agregat sejumlah besar dan berbagai macam mikroorganisme pada permukaan gigi. 11 Glikoprotein di dalam saliva akan diserap dengan spesifik pada hidroksiaptit dan melekat erat pada permukaan gigi. 13,26 Pelikel sangat mudah terlepas hanya dengan menyikat gigi tetapi mulai terbentuk kembali dalam hitungan menit. Bakteri tidak dibutuhkan selama pembentukan pelikel, tetapi bakteri melekat dan membentuk koloni dalam waktu yang singkat setelah pelikel terbentuk. 26 Awalnya terjadi pembentukan pelikel yang dimulai dalam hitungan detik saat permukaan terpapar oleh lingkungan rongga mulut. Glikoprotein saliva, kalsium saliva dan ion phospat diserap pada permukaan enamel kemudian pelikel membatasi difusi dari produk asam dari hasil pemecahan glukosa. mampu mengikat ion organik yang lain seperti fluoride yang dapat meningkatkan remineralisasi. 24 Dental pelikel terbentuk pada permukaan yang menyediakan substrat yang mendukung akumulasi bakteri pada pembentukan plak, yaitu keterlibatan aglutinin bakteri atau aksi dari substrat nutrisi, sementara kelompok mikroba yang lain berikatan pada permukaan gigi. 28 Mikroorganisme kemudian berpindah mengikuti aliran saliva, beberapa bakteri rongga mulut dapat bergerak (memiliki flagella) di subgingiva. Komponen bakteri seperti glucosyltransferases (GTFs) dan glukan juga memiliki peran penting pada saat perlekatan. 30

13 Perlekatan awal pada pelikel jenis Streptococcus sp dan Actinomyces akan melakukan kolonisasi setelah beberapa jam pertama. 24,26 Setelah beberapa hari terjadi pertumbuhan populasi bakteri dan menyebar keluar dari permukaan gigi, terdapat deposit jenis baru yang melekat menggunakan molekul spesifik dan mekanismenya dari saliva atau sekitar membran mukosa yang muncul secara alami dari permukaan gigi dan perlekatan oleh interaksi koagregasi integenerik merupakan perantara terhadap perlekatan spesifik dari protein dimana terjadi antara sel-sel tersebut. 25 Pertumbuhan plak adanya ikatan multiplikasi internal dan deposisi pada permukaan gigi. sangat lambat sampai plak menjadi matur. 11,13 Setelah itu terjadi pergantian inisiasi Streptococcus mutans dalam jumlah yang banyak menjadi biofilm dengan peningkatan proporsi dari Actinomyces dan bakteri gram positif lainnya. Beberapa organisme yang tidak dapat berkolonisasi dengan lapisan pelikel dapat berkolonisasi dengan cara koaggregasi. 24 Metabolisme dari komunitas pioneer mengubah lingkungan sekitar dan dapat mendukung pertumbuhan bakteri. 26 Kondisi lingkungan berubah menyebabkan perubahan selektif lebih jauh (pembukaan sulkus gingiva) dan menghasilkan pertumbuhan bakteri. Setelah 7-14 hari kompleksibilitas dari plak semakin meningkat. 24 Plak matur merupakan kumpulan yang penuh dengan jenis bakteri indigenous dan menyulitkan jenis bakteri exogenous untuk berkolonisasi. 12 Dental plak sangat protektif dalam pencegahan masuknya spesies pathogen. Secara klinis, tingkat dental plak sangat lunak, lapisan yang tidak terkalsifikasi merupakan tempat akumulasi bakteri (restorasi, gigi tiruan, dan kalkulus). 13 Lapisan tipis kekuningan atau abu-abu ini terlihat dengan menggunakan disclosing agent, tidak dapat dihilangkan hanya dengan berkumur atau dengan irigasi, tetapi dengan menggunakan sikat gigi. Mikroorganisme dapat dihilangkan dari permukaan, tapi beberapa bakteri dapat melepaskan diri dengan mudah dan melekat lagi untuk berkolonisasi dimanapun. 24,25,26 2.2.1.4.2 Proses Pembentukan Kalkulus

14 Kalkulus melekat pada plak dental yang telah mengalami mineralisasi. 12 Plak yang lunak menjadi keras karena pengendapan garam garam mineral, yang biasanya dimulai antara hari 1-14 dari pembentukan plak. Kalsifikasi secepatnya dapat berlangsung dalam 4 8 jam. Plak yang terkalsifikasi bisa menjadi 50 % termineralisasi dalam 2 hari, dan 69 % - 90 % termineralisasi dalam 12 hari. 14 Proses kalsifikasi mencakup pengikatan ion-ion kalsium ke senyawa karbohidrat-protein dari matriks organ, dan pengendapan kristal-kristal garam kalsium posfat. Kristal terbentuk pertama kali pada matriks intraseluler dan pada permukaan bakteri, dan akhirnya diantara bakteri. Kalsifikasi kalkulus dimulai sepanjang permukaan dalam plak supragingiva (dan pada komponen melekat dari plak supragingiva) yang kemudian membesar dan menyatu membentuk massa kalkulus yang padat, diikuti dengan perubahan kandungan bakteri dan kualitas pewarnaan plak. 24 Dengan adanya kalsifikasi, jumlah bakteri berfilamen bertambah. Pada kalsifikasi terjadi perubahan dari basofilia menjadi eosinophilia. 26 Kalkulus dibentuk lapis demi lapis, dimana setiap lapis sering dipisahkan oleh kutikula yang tipis kemudian tertanam dalam kalkulus dengan berlangsungnya kalsifikasi. 24 Permukaan kalkulus kasar dan porous karena merupakan tempat mikroorganisme berkolonisasi dan melepas produk toksinnya sehingga memudahkan timbunan plak melekat pada permukaan kalkulus. 26 2.3 Pengaruh Kadar Kalsium Saliva Terhadap Pembentukan Kalkulus Dental kalkulus adalah suatu bentuk proses kalsifikasi di lingkungan rongga mulut di mana ion kalsium (Ca) dan fosfor (P) yang berasal dari saliva yang paling berperan. 31 Kombinasi antara keduanya akan membentuk kalsium fosfat, berupa materi yang padat. 12,14 Kalkulus ini terbentuk melalui interaksi dengan plak gigi yang terakumulasi lebih lanjut, yang merupakan kumpulan mikroorganisme yang ditemukan di permukaan gigi sebagai biofilm serta merupakan agen penyebab penyakit periodontal. 31 Saliva bersifat jenuh dengan kadar Ca dan P, dan tidak terjadi pengendapan dalam lingkungan mulut yang sehat. Tetapi ketika kesetimbangan ini terganggu,

15 kalsium fosfat akan menyebabkan senyawa ini mengendap pada email, yang mulamula berupa endapan halus dan melekat pada permukaan gigi sebagai lapisan lembut (biofilm), dan lama-lama material ini akan mengeras dan semakin sulit untuk dihilangkan. 31 Kalkulus gigi akan terbentuk serta meningkat seiring dengan ph saliva yang meningkat. 14 Kalkulus gigi dibentuk dengan empat kristal Ca-P yang berbeda, diantaranya adalah brushite, octa Ca P, hidroksiapatit dan whitlockite di mana kristal yang paling banyak jumlahnya adalah hidroksiapatit dan octa Ca P. 14,31 Fraksi utama kalsium saliva dapat berbaur dan bersifat ionik dan sementara sisanya terikat dengan protein atau kalsium fosfat koloidal. 14 Kalsium saliva berperan dalam pembentukan kalkulus supra dan subgingiva. Ketika kandungan mineral meningkat dalam saliva, massa plak menjadi terkalsifikasi dan membentuk kalkulus. Kadar kandungan kalsium dalam saliva yang tinggi akan menghasilkan tingkat mineralisasi plak yang lebih cepat yang menyebabkan penyakit periodontal. 12 2.4 Penyakit Gagal Ginjal Kronik 2.4.1 Pengertian Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan dunia, dengan jumlah penderita yang bertambah setiap tahunnya. 3 Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kehilangan fungsi ginjal nefronnya satu persatu yang secara bertahap menurunkan keseluruhan fungsi ginjal. 6 Penyakit GGK biasa terjadi setelah berbagai macam penyebab yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya untuk mempertahankan homeostatis. 32 Penyakit ginjal kronis ditandai dengan gangguan hidroelektrolitik, metabolik dan kekebalan tubuh karena kehilangan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. 33 Beberapa manifestasi oral dapat dijumpai dan kondisi kesehatan mulut yang buruk dapat menyebabkan lebih banyak infeksi. 6,33 Manifestasi oral pada pasien dengan GGK adalah berupa penyakit periodontal, pembentukan kalkulus yang cepat, disgeusia, xerostomia, hiposalivasi dan perubahan ph saliva, pembesaran gingiva, bau mulut, lesi mukosa, dan dental anomali. 5,6,33 Tanda klinis dan simtom dari GGK

16 adalah uremia (Tabel 2). GGK mempengaruhi hampir keseluruhan sistem tubuh dan gambaran klinisnya bergantung pada tahap kerusakan dari ginjal dan sistem yang terlibat, misalnya gejala awal berupa nocturia, poliuria, dan anorexia. 5 Tabel 2. Tanda dan Simtom dari Gagal Ginjal 6 No. Tanda Gejala 1. Pucat karena anemia Kulit gatal 2. Penumpukan cairan berlebih Lesu 3. Perubahan warna coklat pada kuku Anoreksia, nausea, muntah, diare 4. Tanda goresan karena kulit gatal Kurangnya konsentrasi 5. Frekuensi buang air kecil yang meningkat Kaki kram 6. Hipertensi Bengkak pada pergelangan kaki 7. Perikardial efusi, perikardial friksional rub Sulit bernafas 8. Memar karena kelainan platelet Gangguan tidur 9. Pusing, hilang kesadaran Hilangnya nafsu 10. Osteodistrofi ginjal Merasa dingin Penanganan dari penyakit gagal ginjal dapat meliputi perubahan pola makan, pengobatan komplikasi sistemik dan hemodialisis atau transplantasi ginjal. 6,7 Pembatasan makanan dan cairan mungkin dapat dilakukan untuk membantu mengurangi kemampuan ekskresi dari ginjal. Peningkatan level asidosis dan potassium dapat dilakukan dengan mengurangi asupan makanan yang mengandung potassium, seperti pisang dan mengurangi sodium dapat mengontrol hipertensi. Pengurangan kadar protein juga diperlukan untuk meminimalisasi zat sisa nitrogen. Terlepas dari cara penanggulangan diatas, kebanyakan pasien GGK memerlukan perawatan hemodialisa atau transplantasi organ. 6 2.4.2 Klasifikasi GGK Klasifikasi penyakit ginjal kronis dipandu oleh National Kidney Foundation K-DOQI (The National Kidney Foundation Initiative Disease Outcomes Quality Initiative) tahun 2002, yang meliputi situasi berikut (Tabel 3): 33,9

17 1. Kerusakan ginjal selama setidaknya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus. 2. Laju filtrasi <60 ml/ min/ 1,73 m2 selama lebih dari 2 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Tabel 3. Klasifikasi GGK 10 Klasifikasi GGK Stage GFR (ml/min/1.73 m 2 ) Deskripsi 1. 90 Kerusakan ginjal dengan normal atau meningkatnya GFR 2. 60-89 Kerusakan ginjal disertai penurunan GFR 3. 30-59 Penurunan GFR tahap sedang 4. 15-29 Penurunan GFR tahap parah 5. <15 Gagal ginjal Catatan: untuk mengubah GFR dalam ml/min ke ml/s dikali 0.01667 2.4.3 Faktor Resiko GGK Faktor resiko penyebab GGK adalah: 9,34 1. Penyakit yang mendasari - Hipertensi - Diabetes - Dislipidemia 2. Faktor gaya hidup - Merokok 3. Sejarah keluarga, usia, gender, etnis, obesitas, status sosial ekonomi, 4. Faktor prenatal - Maternal diabetes mellitus - Berat badan lahir rendah 2.4.4 Komplikasi GGK: Tulang/Mineral, Jantung, Anemia, Acidosis, Malnutrisi - Tulang/ mineral

18 Peningkatan fosfor terjadi dengan penurunan Ccr sekitar 50 hingga 60 ml/ menit (0,83-1,00 ml / detik); sehingga memicu hal berikut: 9 Produksi vitamin D berkurang Hipokalsemia karena produksi vitamin D yang berkurang Hiperparatiroidisme sekunder karena hipokalsemia, hipovitaminosis D, dan hiperfosfatemia Penyakit tulang metabolik Kalsifikasi vaskular, meskipun hubungan antara kejadian di atas dan kalsifikasi vaskular belum ditentukan secara pasti. - Jantung GGK dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, bahkan pada tahap awal GGK; banyak faktor risiko termasuk kalsifikasi vaskular, hiperhomosisteinemia, anemia, stres oksidan, dislipidemia, peningkatan kadar dimetilarginin asimetris, dan peradangan, serta faktor risiko tradisional, seperti hipertensi dan intoleransi glukosa, tampaknya berkontribusi terhadap risiko. 9 Patofisiologi: 9,34 Hipertensi terjadi pada 50% hingga 75% pasien dengan CKD; mekanismenya termasuk overload volume kronis, stimulasi kronis renin-angiotensinaldosteron dan sistem saraf simpatetik, disfungsi endotel karena stres oksidatif dan peradangan, dan kalsifikasi vaskular. Kalsifikasi vaskular berhubungan dengan percepatan risiko stroke, amputasi, dan infark miokard melalui hilangnya kesesuaian pembuluh darah dan berkontribusi terhadap hipertrofi ventrikel kiri, perfusi arteri koroner yang buruk, peningkatan kecepatan gelombang pulsasi, dan peningkatan tekanan nadi; faktor yang berkontribusi terhadap pengembangan kalsifikasi vaskular termasuk gangguan metabolisme tulang dan mineral, penurunan tingkat inhibitor kalsifikasi seperti fetuin A, stimulasi jalur osteogenik pada sel endotel oleh uremik "racun," dan gangguan mekanisme perbaikan endotel.

19 Anemia dikaitkan dengan perkembangan hipertrofi ventrikel kiri; frekuensi hipertrofi jantung berbanding terbalik dengan derajat anemia pada pasien PGK Peningkatan kadar homocysteine, produk akhir glikasi lanjut, dan protein C-reaktif dikaitkan dengan mortalitas yang lebih tinggi Disfungsi endotel berkontribusi pada peningkatan mortalitas kardiovaskular pada pasien dengan CKD - Anemia Anemia penyakit ginjal bersifat multifaktorial. 9 Mekanisme anemia: 34 Kekurangan EPO Kehilangan darah melalui seringnya penarikan darah dan peningkatan kecenderungan terhadap perdarahan gastrointestinal karena fungsi platelet berkurang Penurunan umur sel darah merah Komplikasi anemia meliputi: Hipertrofi dan kegagalan ventrikel kiri Kualitas hidup yang buruk Gangguan fungsi intelektual - Asidosis Karakteristik: 9 Kesenjangan anion (ion negative) yang normal atau tinggi Plasma bikarbonat 12 hingga 22 meq/ L (mmol/ L) Ketidakmampuan untuk meningkatkan generasi bikarbonat dengan muatan asam Mekanisme termasuk: Gangguan proses pengasaman ginjal, termasuk asidosis tubulus ginjal Ammoniagenesis terganggu karena menurunnya massa ginjal serta hiperkalemia

20 Gangguan ekskresi asam titratable, terutama pada pasien dengan asupan fosfat diet yang buruk Hilangnya massa nefron Komplikasi termasuk: 9 Keropos tulang kronis karena penekanan 1αhydroxylase Otot yang hilang karena kerusakan otot yang dipercepat Anorexia dan penurunan berat badan Hipoalbuminemia Akselerasi deteriorasi fungsi ginjal Gangguan fungsi jantung - Malnutrisi Mekanisme potensial meliputi: 9 Anorexia Pembatasan diet yang dikenakan Katabolisme protein yang dipercepat Peradangan kronis Komplikasi termasuk: Hipoalbuminemia, hipokolesterolemia EPO hyporesponsiveness Retardasi pertumbuhan (anak-anak) Kelemahan otot progresif, toleransi latihan yang buruk, dan kelemahan Meningkatnya angka kematian 2.5 Hubungan GGK dengan Periodontitis Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan periodontium. Periodontium adalah jaringan di sekitar perlekatan gigi yang mempunyai fungsi untuk mempertahankan dan menyokong gigi. 2 Jaringan ini terdiri dari dentoginggival junction, cementum, ligamen periodontal, dan alveolar bone. 2,7 Suatu keadaan dapat

21 disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. 7 Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal. 6 Gagal ginjal kronik serta hemodialisis dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut. Diperkirakan sekitar 90% pasien gagal ginjal kronik mengalami perubahan pada jaringan lunak mulut serta tulang rahang. Salah satu manifestasi oral yang dapat timbul adalah periodontitis. 3 Periodontitis pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dapat disebabkan oleh produksi vitamin D yang tidak adekuat pada ginjal sehingga terjadi resorbsi tulang, keadaan xerostomia, dan buruknya kebersihan mulut. 3,7 Pasien cenderung lebih fokus terhadap penyakitnya dan terapi hemodialisis yang sangat menyita waktu menjadi alasan kurangnya menjaga kesehatan mulut. 3 Beberapa gangguan hematologi dan genetik dikaitkan dengan perkembangan periodontitis dan perkembangan penyakit. 32 Penelitian tentang patogenesis penyakit periodontal telah menunjukkan adanya bakteri periodontopatogenik oleh komponen bakteri seperti lipopolisakarida dan endotoksin yang dapat memicu respon inflamasi imun yang ditandai dengan pelepasan mediator inflamasi yang merupakan faktor utama terkait penghancuran jaringan periodontal. Penyakit periodontal dievaluasi sebagai salah satu faktor risiko potensial terhadap mortalitas pasien yang menjalani hemodialisis. Mikroorganisme gram negatif yang berasal dari infeksi periodontal seperti Porphyromonas gingivalis, Tannerella forsythia, Actinomyces actinocetomicomitans dan Prevotella intermedia dijumpai dalam aliran darah dan hal ini dapat disimpulkan bahwa periodontitis dapat berkontribusi secara signifikan dalam evolusi penyakit sistemik. 7 Mekanisme yang dimaksud untuk efek periodontitis pada perkembangan penyakit ginjal adalah peradangan sistemik. 6 Berdasarkan Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN), menunjukkan keparahan periodontitis yang tinggi dibandingkan dengan populasi yang sehat. Menggunakan kehilangan perlekatan

22 sebagai indikator periodontitis, Thorman dkk melaporkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis secara signifikan mengalami lebih banyak kehilangan perlekatan dibandingkan dengan individu yang sehat. Penelitian yang berfokus pada kesehatan periodontal pasien End Stage Renal disease (ESRD) pada terapi hemodialisis telah melaporkan adanya kebersihan mulut yang buruk dan peradangan gingiva pada subjek penelitian. 4 Patogen periodontal telah terbukti memiliki kemampuan untuk melekat, menyerang, dan berproliferasi di sel-sel endotel koroner yang mengarah ke pembentukan ateroma dan gangguan relaksasi pembuluh darah. 4,12 Penyakit kardiovaskular dan GGK berbagi banyak faktor risiko, sehingga dapat diasumsikan bahwa penyakit periodontal memberikan efek yang sama dalam pembuluh darah ginjal. 4 Kedua periodontitis dan penyakit ginjal berhubungan dengan penanda inflamasi seperti protein C-reaktif. Periodontitis dapat menyebabkan disfungsi endotel yang berperan dalam patogenesis penyakit ginjal. 32 Efek merusak dari peradangan sistemik pada fungsi ginjal dapat terjadi selama periode infeksi periodontal aktif dan terakumulasi selama masa hidup individu. Peradangan adalah prediktor penting dari tingkat serum albumin rendah di antara pasien hemodialisis. 4

23 2.6 Kerangka Teori Pasien Gagal Ginjal Kronik Hemodialisis Kadar kalsium saliva yang tinggi Mineralisasi plak meningkat Kalkulus meningkat Periodontitis

24 2.7 Kerangka Konsep Variabel Bebas: Pasien gagal ginjal kronik Variabel Tergantung: 1. Kadar kalsium saliva 2. Indeks kalkulus modifikasi Ramfjord Variabel Tak Terkendali: Variable Terkendali: 1. Lama menjalani hemodialisis 2. Usia 1. Alat ukur kadar kalsium saliva (SSA) 2. Kemampuan operator 3. Diet 4. Status sosial ekonomi 5. Suku 6. Ras 7. Pekerjaan

25 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian - Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan - Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU 3.2.2 Waktu Penelitian - Bulan Mei sampai Juni 2019 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis yang datang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. 3.3.2 Sampel Penelitian Sampel penelitian diperoleh dari populasi saliva pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti agar maksud dan tujuan penelitian ini dapat tercapai.

26 berikut: 3.3.3 Besar Sampel Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus sebagai n = {Zα Po (1-Po) + Zβ Pα (1-Pα)} 2 (Pα-Po) 2 n= {1,64 0.5 (1-0.5) + 0.842 0.75 (1-0.75)} 2 (0.25) 2 n= 22,2 Keterangan : n= Jumlah sampel minimal α= level of significant, penelitian ini menggunakan α= 10%, sehingga Zα = 1,64 β= power of test, penelitian ini menggunakan β= 20%, sehingga Zβ= 0,842 Po= proporsi awal penelitian, pada penelitian ini diggunakan Po= 50% Pα= proporsi yang diinginkan dari penelitian, pada penelitian ini digunakan Pα= 75% Pα- Po =25% Dari hasil perhitungan berdasarkan rumus sampel, maka besar sampel pada penelitian ini adalah sebesar 30 orang pasien di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi - Subjek yang terkena penyakit gagal ginjal kronik - Subjek yang menjalani terapi hemodialisis lebih dari 1 tahun - Berusia > 29 tahun

27 - Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian 3.4.2 Kriteria Eksklusi - Pasien dengan kondisi yang sangat lemah sehingga tidak bisa dilakukan pemeriksaan - Pasien edentulous penuh - Pasien yang menjalani terapi periodontal 6 bulan terakhir - Riwayat menerima terapi antibiotik dalam kurun 6 bulan - Pasien tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian 3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas - Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis 3.5.2 Variabel Tergantung - Kadar kalsium saliva - Indeks kalkulus Modifikasi Ramfjord 3.5.3 Variabel Terkendali - Lama menjalani hemodialisis - Usia 3.5.4 Variabel Tak Terkendali - Alat ukur kadar kalsium saliva (SSA) - Kemampuan operator - Diet - Status sosial ekonomi - Suku - Ras - Pekerjaan

28 3.6 Definisi Operasional No. Variabel Penelitian 1. Pasien penyakit GGK 2. Kadar kalsium saliva 3. Indeks kalkulus Modifikasi Ramfjord Definisi Operasional Pengukuran Skala Pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal dibawah batas normal, dimana ginjal tidak dapat menyaring kotoran, mengontrol jumlah air dalam tubuh serta kadar garam dan kalsium dalam darah Jumlah kadar ion kalsium yang terdapat pada saliva. Dikategorikan kepada saliva normal (1-1.4 mmol/l), hiperkalsemia ringan (1.43-2 mmol/l), hiperkalsemia sedang (2-3.5 mmol/l), hiperkalsemia tinggi (>3.5 mmol/l) berdasarkan kadar ion kalsium dalam saliva. Indeks yang digunakan untuk mengukur ketebalan karang gigi pada permukaan gigi Kriteria skor akhir: 0 = sangat baik 0.1 0.6 = baik 0.7 1.8 = sedang 1.9 3 = buruk Hasil tes darah untuk kreatinin diambil dari data pasien yang disediakan di RSUP H. Adam Malik Medan Alat spektofotometer Pemeriksaan fisik gigi menggunakan Calculus Index Modified Ramfjord Ordinal Ratio Interval

29 3.7 Alat dan Bahan Penelitian 3.7.1 Alat-alat : 1. Spektofotometer Serapan Atom (SSA) 2. Pot saliva 3. Pipet saliva 4. Kaca mulut 5. Probe UNC 15 6. Sarung tangan 7. Masker 8. Kertas saring whatman 9. Botol plastik 25/50ml 3.7.2 Bahan Penelitian: 1. Sampel saliva pasien GGK 2. Larutan Aqua DM sebagai pelarut 3.8 Proses Pengambilan dan Pengumpulan Data 3.8.1 Ethical Clearance Mendapatkan izin dari komisi etik untuk memulai penelitian. 3.8.2 Pengisian Kuesioner Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan wawancara langsung mengenai identitas subjek dan riwayat penyakit gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisis serta dengan bantuan kuesioner terhadap para pengunjung di RSUP H. Adam Malik Medan. Subjek yang terpilih diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian yang akan dilakukan dan apabila subjek bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian, maka subjek diminta menandatangani lembar informed consent. 3.8.3 Proses Pengumpulan Saliva Saliva dikumpulkan ke dalam wadah tanpa distimulasi. Saliva dikumpulkan dari masing-masing subjek selama 3 menit.

30 Gambar 4. Subjek penelitian sedang mengumpulkan saliva ke dalam pot yang telah disediakan 3.8.4 Pemeriksaan Kalkulus Kalkulus diperiksa menggunakan indeks kalkulus modifikasi Ramfjord. Pengukuran dilakukan pada 6 gigi yaitu 16, 21, 24, 36, 41, dan 44. Area disekitar gigi dikeringkan kemudian dilakukan pemeriksaan kalkulus gigi pada bagian permukaan bukal dan lingual atau palatal gigi indeks. Pemeriksaan dilakukan secara visual dengan bantuan cahaya yang cukup, kaca mulut, dan periodontal probe atau eksplorer. Skor dan kriteria: 0 = tidak ada kalkulus 1 = kalkulus supragingiva yang meluas pada daerah servikal gigi (1mm) 2 = adanya kalkulus supragingiva atau subgingiva dalam jumlah sedang 3 = adanya kalkulus supragingiva dan subgingiva dalam jumlah banyak Kriteria skor akhir: 0 = sangat baik 0.1 0.6 = baik 0.7 1.8 = sedang 1.9 3 = buruk

31 Gambar 5. Peneliti sedang memeriksa kalkulus pasien 3.8.6 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Saliva dengan Alat Spektofotometer Serapan Atom Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Prinsip kerja SSA adalah penyerapan sinar dari sumbernya oleh atom-atom yang di bebaskan oleh nyala dengan panjang gelombang tertentu. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Sampel cairan biasanya akan berubah menjadi gas atom melalui tiga cara yaitu: Desolvation (pengeringan): larutan pelarut menguap dan sampel kering. Penguapan: sampel padat berubah menjadi gas. Atomisasi: senyawa dalam bentuk gas berubah menjadi atom bebas.

32 Gambar 6. Spektofotometer Serapan Atom (SSA) Sampel analisis berupa liquid dihembuskan ke dalam nyala api burner dengan bantuan gas bakar yang digabungkan bersama oksidan (bertujuan untuk menaikkan temperatur) sehingga dihasilkan kabut halus. Atom-atom keadaan dasar yang berbentuk dalam kabut dilewatkan pada sinar dan panjang gelombang yang khas. Sinar sebagian diserap, yang disebut absorbansi dan sinar yang diteruskan emisi. SSA memiliki cara kerja yang didasarkan pada penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung didalamnya akan diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya. Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan SSA, maka sampel harus dalam bentuk larutan. Larutan sampel yang akan dianalisis haruslah sangat encer, jernih, stabil dan tidak mengganggu zat-zat yang akan dianalisis.

33 3.9 Skema Alur Penelitian Ethical Clearance Pengisian kuesioner Pengumpulan saliva Pemeriksaan kalkulus Pengukuran kadar kalsium mengunakan SSA

34 3.10 Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis menggunakan uji statistik pearson untuk melihat pengaruh kadar kalsium saliva terhadap terbentuknya kalkulus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemdialisis di RSUP H. Adam Malik Medan.

35 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2019 di Instalasi Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan. Pengumpulan data diperoleh dari kuesioner dan pemeriksaan klinis terhadap subjek penelitian di Instalasi Hemodialisis RSUP H. Adam Malik. 4.1 Data Demografi Subjek Penelitian Data demografi subjek penelitian ini terdiri dari jenis kelamin dan usia dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Distribusi Data Demografis pasien di Instalasi Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan. Variabel n % Jenis Kelamin Laki-laki 22 73,33 Perempuan 8 26,67 Kelompok Usia 31 40 tahun 6 20 41 50 tahun 11 36,67 51 60 tahun 9 30 61 70 tahun 4 13,33 Pada tabel 5 menunjukkan bahwa subjek penelitian laki-laki sebanyak 22 orang (73,33%) lebih besar dibandingkan dengan subjek perempuan yaitu 8 orang (26,67%). Berdasarkan kelompok usia, yang terbanyak adalah pada kelompok usia 41-50 tahun (11 orang) dan yang terkecil pada kelompok usia 61 70 Tahun (4 orang). 4.2 Data kebiasaan Oral Hygiene Data kebiasaan oral higiene terdiri dari frekuensi sikat gigi, penggunaan obat kumur, pemeriksaan ke dokter gigi, kunjungan terakhir ke dokter gigi, dan perawatan yang dilakukan saat berkunjung ke dokter gigi dapat dilihat pada tabel 6.

36 Tabel 6. Distribusi data kebiasaan oral higiene pasien di Instalasi Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan. Frekuensi sikat gigi 1 kali 2 kali > 2 kali Penggunaan obat kumur Ya Tidak Variabel n % Pemeriksaan ke dokter gigi Ya Tidak Hanya datang saat sakit saja Kunjungan terakhir ke dokter gigi > 6 bulan yang lalu 3-6 bulan yang lalu < 3 bulan yang lalu Tidak pernah Perawatan yang dilakukan saat berkunjung ke dokter gigi Pencabutan gigi Skeling Penambalan Tidak ada 6 21 3 4 26 0 26 4 14 0 0 16 11 1 1 17 20 70 10 13,33 86,67 0 86,67 13,33 46,67 0 0 53,33 36,67 3,33 3,33 56,67 Pada tabel 6 terlihat bahwa 21 subjek (70%) subjek melakukan penyikatan gigi setiap harinya sebanyak dua kali. Jumlah subjek yang tidak menggunakan obat kumur lebih banyak yaitu 26 subjek (86,67%), dan jumlah subjek yang tidak memeriksakan gigi ke dokter gigi secara teratur lebih banyak yaitu 26 subjek (86,67%). Sebanyak 16 subjek (53,33%) tidak pernah berkunjung ke dokter gigi. Selain itu sebanyak 17 (56,67%) subjek tidak pernah melakukan perawatan ke dokter gigi.

37 4.3 Lama Menjalani Hemodialisis Data mengeai lama menjalani hemodialisis keseluruhan subjek gagal ginjal kronik yang menerima hemodialisis di RSUP H. Adam Malik yang dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Data mengenai lama menjalani hemodialisis Lama menjalani hemodialisis n % 1-5 6-10 11-15 16-20 24 4 1 1 80 13,33 3,33 3,33 Berdasarkan kelompok lama menjalani hemodialisis, yang terbanyak adalah pada kelompok lama menjalani hemodialisis 1-5 tahun yaitu 24 orang (80%) dan yang terkecil pada kelompok lama menjalani hemodialisis 11-15 tahun dan 16-20 tahun yaitu 1 orang (3,33%). 4.4 Terbentuknya Kalkulus berdasarkan Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord Terbentuknya kalkulus diukur menggunakan Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord. Tabel 8 menunjukkan data penumpukan kalkulus yang dinilai melalui skor Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord dari keseluruhan subjek penelitian. Tabel 8. Skor Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan Indeks Ramfjord Baik Sedang Buruk Variabel n % 1 22 7.3,33 73,34 23,33 Pada tabel 8 terlihat bahwa 22 subjek (73,34%) merupakan subjek dengan pembentukan kalkulus sedang.

38 4.5 Nilai Rerata Skor Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord Tabel 9. Rerata Skor Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord Variabel n Rerata Standar deviasi P-Value Rerata skor kalkulus 30 1.640 0.535 0.546 Berdasarkan tabel 9 terlihat bahwa nilai rerata skor kalkulus adalah 1,640, dengan standar deviasi 0,535 (1,640 0,535), dan skor Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord berdistribusi normal dengan nilai p = 0,546 (> 0,05). 4.6 Kadar Kalsium Saliva Data ini terdiri dari kadar kalsium saliva keseluruhan subjek yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 10. Nilai kadar kalsium saliva pasien di Instalasi Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan. Variabel n % Saliva normal (1-1,4 mmol/l) 4 13,33 Hiperkalsemia ringan (1,43-2 mmol/l) 4 13,33 Hiperkalsemia sedang (2-3,5 mmol/l) 19 63,34 Hiperkalsemia berat (>3,5 mmol/l) 3 10 Pada tabel 10 terlihat bahwa subjek penelitian memiliki hiperkalsemia sedang yaitu 19 subjek (63,34%) dan sebagian kecil memiliki kadar kalsium saliva yang normal dan ringan yaitu 4 orang (13,33%). 4.7 Rerata Kadar Kalsium Saliva Tabel 11. Nilai rerata kadar kalsium saliva Variabel n Rerata (mmol/l) Standar deviasi P-Value Rerata kadar kalsium saliva 30 2.289 0,744 0.329 Berdasarkan tabel 11 terlihat bahwa nilai rerata kadar kalsium saliva adalah 2,289 mmol/l, dengan standar deviasi 0,744 (2,289 0,744), dan data kadar kalsium saliva berdistribusi normal dengan nilai p = 0,329 (> 0,05).

39 4.8 Pengaruh Kadar Kalsium Saliva terhadap Index Kalkulus Modifikasi Ramfjord Tabel 12. Nilai kadar kalsium saliva terhadap Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan. Hubungan Korelasi P Kadar Kalsium Saliva dan Skor Kalkulus 0,385 0,035* Ket: Uji Korelasi Pearson *p sig < 0,05 Berdasarkan hasil pengujian korelasi Pearson pada Tabel 12, menunjukkan kadar kalsium saliva dan skor kalkulus berkorelasi signifikan yaitu 0,035 (p<0,05).

40 BAB 5 PEMBAHASAN Subjek yang menjadi sampel penelitian ini adalah pasien di Instalasi Hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan. Pengukuran kadar kalsium pada sampel saliva yang telah didapatkan adalah menggunakan alat Spektofotometer Serapan Atom (SSA). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh hubungan kadar kalsium saliva terhadap Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord pada pasien di Instalasi Hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara oral hygiene dan terbentuknya kalkulus pada pasien yang menjalani hemodialisis terhadap kadar kalsium saliva. Sekitar 99% total kalsium pada tubuh manusia terletak pada tulang dan gigi sebagai fungsi struktural. 1% sisanya ditemukan dalam jaringan dan cairan dan sangat penting untuk pemeliharaan metabolisme sel, transmisi saraf, dan kontraksi otot. Gangguan dalam metabolisme kalsium terlibat dalam sebagian besar masalah utama penyakit kronis, termasuk osteoporosis, penyakit ginjal, obesitas, penyakit jantung dan hipertensi. 34 Menurut Malikha NZ dkk, kadar ion kalsium normal pada saliva adalah 1-2 mmol/l. 35 Hasil penelitian ini didapati bahwa terjadi peningkatan kadar kalsium saliva pada pasien yang menjalani hemodialisis, dimana subjek dengan hiperkalsemia sedang ada sebanyak 19 orang (63,34%) dan hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Epstein dkk, dan juga Alpdemir dkk bahwa terjadi peningkatan kadar kalsium saliva 94% pada subjek yang menjalani hemodialisis. 36-38 Konsentrasi kalsium saliva pada pasien dengan GGK pada penelitian ini lebih tinggi yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana konsentrasi kalsium saliva yang lebih rendah pada pasien GGK yang dilakukan oleh Anuradha dkk, Bagalad dkk. Peningkatan kadar ion kalsium dapat disebabkan karena adanya pemberian suplemen kalsium sebagai kontrol diet pada pasien GGK. 36 Tingginya kadar kalsium

41 saliva pada pasien GGK dapat meningkatkan perlindungan terhadap karies. Tinjauan sistematis oleh Andrede dkk, telah membuktikan prevalensi kareies pada gigi bawah pada pasien GGK. Demikian pula, Sewon dkk, melaporkan bahwa saliva tinggi kalsium dikaitkan dengan skor DMF yang rendah. 36,38 Pada tabel 5 terlihat kelompok subjek berjenis kelamin laki laki merupakan jumlah subjek terbanyak yaitu 22 orang (73,34% ), dibandingkan dengan kelompok subjek berjenis kelamin perempuan 8 orang (26,67%). Subjek dengan kelompok usia 41-55 tahun merupakan kelompok subjek terbanyak yaitu sebanyak 11 orang (36,67%). Berdasarkan prevalensi jenis kelamin, kelompok laki-laki ditemukan lebih banyak, hal ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2013 dimana prevalensi laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. 39 Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh perusahaan ilmu kesehatan Atlantik yang menemukan bahwa mayoritas pasien hemodialisis adalah laki-laki. Nasiri dkk juga menyimpulkan bahwa banyaknya prevalensi GGK tampaknya lebih banyak terjadi pada pria. 40 Tingginya prevalensi GGK pada pria dikarenakan adanya pengaruh merokok atau penggunaan tembakau, minum minuman beralkohol serta aktifitas fisik laki-laki yang cenderung lebih berat. 8 Tabel 6 menunjukkan data kebiasaan oral higiene terdiri dari frekuensi sikat gigi, penggunaan obat kumur, pemeriksaan ke dokter gigi, kunjungan terakhir ke dokter gigi, dan perawatan yang dilakukan saat berkunjung ke dokter gigi. Perolehan data frekuensi menyikat gigi pasien, didapatkan frekuensi terbanyak subjek menyikat gigi adalah sebanyak 2 kali sehari yaitu 21 orang (70%). Frekuensi penyikatan gigi memiliki pengaruh yang besar terhadap oral higiene pasien. Berdasarkan teori Blum, status kesehatan gigi dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik maupun sosial budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan. Perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut dari keempat factor tersebut. Sehubungan dengan pendapat di atas, maka frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, dimana penyikatan gigi minimal 2 kali sehari memiliki penumpukan plak yang lebih sedikit dibandingkan yang menyikat gigi sehari sekali. 41

42 Penelitian yang dilakukan oleh Chen dkk menilai 253 pasien hemodialisis dan menemukan bahwa durasi dialisis yang lebih lama dikaitkan dengan keparahan periodontitis. 39 Penelitian Rezeki dkk menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara durasi hemodialisis dengan periodontitis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Bayraktar dkk yang menunjukkan bahwa durasi hemodialisis berhubungan dengan periodontitis. 40 Pada tabel 8 terlihat bahwa skor akhir indeks modifikasi ramfjord menunjukkan 22 subjek (73,34%) memiliki skor kalkulus sedang, hal ini sejalan dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Yavuz dkk, yang menyatakan bahwa skor kalkulus pada pasien yang menjalani hemodialisis lebih tinggi dibandingkan dengan skor kalkulus pada pasien yang tidak menjalani hemodialisis. Tingginya skor kalkulus pada pasien hemodialisis dapat terjadi berdasarkan karakeristik dari saliva pasien serta adanya gangguan homeostasis dari kadar ion Ca/P. Skor kalkulus gigi yang tinggi pada pasien dengan GGK juga disebabkan oleh tingginya suplemen kalsium dan fosfor sering digunakan sebagai bagian dari kontrol diet. 27 Menurut Davidovich dkk yang mempelajari hubungan antara keparahan disfungsi ginjal dan pembentukan kalkulus gigi, karena terjadi pengendapam kalsium serta tingginya sekresi fosfat dalam saliva yang tinggi sehingga menyebabkan terbentuknya kalkulus gigi. 36,38 Adanya hubungan yang signifikan (p<0,05) antara Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord dengan kadar ion kalsium pada saliva, dari 30 subjek penelitian 22 orang (73,34%) merupakan subjek dengan pembentukan kalkulus yang sedang sedangkan 7 orang (23,33%) merupakan subjek dengan pembentukan kalkulus yang berat. Subjek yang memiliki saliva normal yaitu 4 orang (13,33%), subjek yang hiperkalsemia ringan yaitu 4 orang (13,33%), subjek yang hiperkalsemia sedang yaitu 19 orang (63,34%) dan subjek yang hiperkalsemia tinggi yaitu 3 orang (10%). Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa subjek yang memiliki kadar kalsium tinggi tidak cenderung menjadi subjek yang dengan pembentukan kalkulus yang berat, hal ini dikarenakan mungkin subjek melakukan penyikatan gigi sebanyak 2 kali

43 sehari serta memelihara oral hygiene sehingga dengan tingginya kadar ion kalsium yang tinggi dalam saliva tidak menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penumpukan plak. Hasil penelitian ini juga menjelaskan hubungan bahwa subjek yang mempunyai hiperkalsemia saliva mempunyai skor Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord yang tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Acharya dkk yang menyatakan bahwa subjek yang mempunyai kadar kalsium yang tinggi cenderung mempunyai risiko pembentukan kalkulus yang tinggi karena kadar kalsium saliva merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembentukan kalkulus dalam rongga mulut dengan cara meningkatkan kejenuhan dari komponen kalkulus pada plak gigi. 42 Terbentuknya kalkulus dapat terjadi ketika kadar kalsium melebihi kadar normalnya yaitu 1,14 mmol/l dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya, pasien dengan kadar kaslium saliva yang rendah (< 1,14 mmol/l) mempunyai penumpukan kalkulus yang lebih sedikit. 15 Hal ini dapat terjadi karena pada kadar kalsium saliva yang normal (1,14 mmol/l), kristal kalsium fosfat cenderung larut dan sebaliknya, pada kadar ion kalsium yang tinggi, kasus gingivitis cenderung banyak terjadi. 14 Hipotesis penelitian ini yaitu ada pengaruh dari kadar kalsium saliva terhadap terbentuknya kalkulus pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis dapat diterima. Hal ini terbukti dengan diperolehnya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa individu dengan kadar ion kalsium saliva yang tinggi mempunyai penumpukan kalkulus yang lebih banyak.

44 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pengukuran kadar kalsium saliva pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis disimpulkan bahwa: 1. Terjadi peningkatan kadar ion kalsium saliva pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan. 2. Ada pengaruh yang signifikan (p <0,05 ) antara kadar ion kalsium saliva dengan Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord pada pasien hemodialisis, yaitu terjadi peningkatan ion kalsium saliva seiring dengan terbentuknya kalkulus dan peningkatan nilai Indeks Kalkulus Modifikasi Ramfjord. 6.2 Saran 1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan tempat pengambilan sampel saliva tidak terlalu jauh dari tempat laboratorium untuk menguji kadar ion kalsium saliva agar sampel saliva dapat diuji langsung setelah pengambilannya untuk mencegah perubahan suhu atau fisik sampel. 2. Pada saat dilakukan pengenceran saliva hendaknya disesuaikan jumlah larutan pengencer dengan jumlah sampel yang akan diencerkan guna mendapatkan hasil yang signifikan.

45 DAFTAR PUSTAKA 1. Singh B, Singh R. Gingivitis A silent disease. IOSR J Dent and Med Sci (IOSR- JDMS) 2013; Vol 6: 30-2. 2. Marsh PD. Dental plaque as a biofilm and a microbial community - implications for health and disease. BMC Oral Health 2006; Vol. 6 Suppl 1(Suppl 1): S14. 3. Rezeki S, Sunnati, Mauliza D. Hubungan antara durasi hemodialisis dengan periodontitis pada pasien gagal ginjal kronik. Cakradonya dent J 2016; 8(1): 46-54. 4. Wahid A, Chaudhry S, Ehsan A, Butt S, Ali Khan A. Bidirectional Relationship between Chronic Kidney Disease & Periodontal Disease. Pak J Med Sci 2013; 29(1): 211 5. 5. Gupta M, Gupta M, Abhishek. Oral condition in renal disorders and treatment consideration- a review for pediatric dentist. The Saudia Dent J 2015; 27: 113-9. 6. Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D, Porter S. Oral and dental aspect of chronic renal failure. J Dent Res 2005; 84(3): 199-208. 7. Kim YJ, Moura LM, Caldas CP, Perozini C, Ruivo GF, Pallos D. Evaluation of periodontal condition and risk in patients with chronic kidney disease on hemodialysis. Einstein (Sao Paulo) 2017; Vol. 15(2): 173-7. 8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Cegah dan kendalikan penyakit ginjal dengan cerdik dan patuh. 7 Maret 2017. http://www.depkes.go.id/article/print/18030700007/cegah-dan-kendalikan penyakit-ginjal-dengan-cerdik-dan-patuh.html. (30 November 2018). 9. Lederer E, Ousep R. Chronic Kidney Disease. American J Kidney Disease 2007; Vol 49(1): 162 71. 10. Detik news. YGDI Desak Dinkes DKI Perpanjang Operasional Klinik Hemodialisa di RSPAU. 28 Februari 2007. https://news.detik.com/berita/747810/ygdi-desak-dinkes-dki-perpanjang operasional-klinik-hemodialisa-di-rspau. (30 November 2018).

46 11. Soroye MO, Ayanbadejo PO. Oral conditions, periodontal status and periodontal treatment need of chronic kidney disease patients. J Oral Res Rev 2016; Vol. 8: 53-8. 12. Kuswandani F. Analisis Kadar Kalsium Saliva dan Hubungannya dengan Pembentukan Karang Gigi. Indonesian J Pharm and Sci 2016; Vol 3(1): 31-5. 13. Rane MV, Suragimath G, Varma S, Zope SA, Ashwinirani SR. Estimation and comparison of salivary calcium levels in healthy controls and patients with generalized gingivitis and chronic periodontitis. J Oral Res and Rev 2007; Vol 9(1): 12-5. 14. Hassan SA, Al Sandook Tahani. Salivary calcium concentration in patients with high incidence of calculus formation. Al Rafidain Dent J 2005; Vol. 5(1): 88-90. 15. Carver Chad D. Comparison of protein composition in stimulated vs. unstimulated whole human saliva. Tesis: United States: Oregon Health & Science University OHSU Digital Commons, 2007: 8-13. 16. Shetty P, Hegde MN, Eraly SM. Evaluation of salivary parameters and dental status in adult hemodialysis patients in an indian population. J Clin Exp Dent. 2018; Vol 10(5): e419 e424. 17. Almeida Patricia del Vigna, Gregio Ana Maria Trinande, Machado MAN, Lima AAS de, Azevedo Lusiana Reis. Saliva Composition and Functions: A Comprehensive Review. J Contemporary Dent Practice 2008; Vol. 9 (3): 1-11. 18. Zhang CZ, Cheng XQ, Li JY, Zhang P, Yi P, Xu X, Zhou XD. Saliva in the diagnosis of diseases. Int J Oral Sci 2016; Vol. 8: 133 7. 19. AlMoharib HS, AlMubarak A, AlRowis R, Geevarghese A, Preethanath RS, Anil S. Oral fluid based biomarkers in periodontal disease: part 1. Saliva. J Int Oral Health. 2014; 6(4): 95-103. 20. Morris, Cecile. Impact of calcium on salivary α-amylase, starch paste apparent viscosity and thickness perception. J Sheffield Hallam Uni 2011; Vol. 3: 1-11.

47 21. Kumar B, Kashyap N, Avinash A, Chevvuri R, Krishna Sagar M, Shrikant K. The composition, function and role of saliva in maintaining oral health: A review. Int J Contemporary Dent and Med Rev 2017; 1-5. 22. Honarmand M, Farhad-Mollashahi Leila, Nakhaee A, Sargolzaie F. Oral manifestation and salivary changes in renal patients undergoing hemodialysis. J Clin Exp Dent. 2017; Vol. 9(2): e207-10. 23. Murthykumar K. Saliva Composition and Function: A review. Int J Pharm Sci and Health Care 2014; Vol. 3 (4): 72-4. 24. Aghanashini S, Puvvalla B, Mundinamane Darshan B, Apoorva SM, Lalwani M. a comprehensive review of dental calculus. J health Sci Res 2016; Vol. 7(2): 42-8. 25. Carneiro L.C, Kabulwa M. N., Dental Caries, and Supragingival Plaque and Calculus among Students, Tanga, Tanzania. ISRN Dentistry 2012; 1-5. 26. Jin, Y, Yip H.-K. Supragingival Calculus: Formation and Control. J SAGE 2002; Vol. 13(5): 426 41. 27. Kirana T, Sutadi H, Budiardjo Sarworini B. Differences in dental calculus indices and salivary calcium and phosphate levels in children with chronic kidney disease undergoing hemodialysis and peritoneal dialysis therapy. Asian J Pharm Clin Res 2018; Vol. 11(3): 339-41. 28. Akcali A, P. Lang N. Dental calculus: the calcified biofilm and its role in disease development. Periodontology 2000 2017; Vol. 0: 1 8. 29. Kamath DG, Umesh Nayak S. Detection, removal and prevention of calculus: Literature Review. Saudi Dent J. 2013; 26(1): 7-13. 30. Suja S, Sahana S. Prevention of dental calculus. J of biological and Scientific Opinion 2016; Vol 4(2): 48-52. 31. Davidovich E, Davidovits M, Peretz B, Shapira J, Aframian DJ; The correlation between dental calculus and disturbed mineral metabolism in paediatric patients with chronic kidney disease. Nephrology Dialysis Transplantation 2009; Vol. 24(8): 2439 45. 32. Alamo SM, Esteve CG, Pérez GS. Dental considerations for the patient with renal disease. J Clin Exp Dent. 2011; Vol. 3(2): e112-9.

48 33. Nascimento MAG do, Soares MM, Chimenos-Kustner E, DUTRA DM. Oral symptoms and oral health in patients with chronic kidney disease. RGO - Revista Gaúcha de Odontologia 2018; Vol. 66: 160-5. 34. Sharma A, Sharma N. Estimation of Salivary Calcium And Its Relation To Periodontal Health Among Smokers And Non Smokers: A Clinical Study. J of Dent and Med Sci. 2017; Vol. 16(8): 47-50. 35. Fiyaz Mohamed. Association of salivary calcium, phosphate, ph and flow rate onoral health. J Indian Society of Periodontology 2013; 17(4): 2-3. 36. Lasisi TJ, Raji YR, Salako BL. Salivary Electrolytes, Total Protein and Immunoglobulin A in Patients with Chronic Kidney Disease: A Case Control Study. Niger. J. Physiol. Sci. 2018; Vol. 33: 177-182. 37. Anuradha BR, Katta S, Kode VS, et al. Oral and salivary changes in patients with chronic kidney disease: A clinical and biochemical study. J Indian Soc Periodontol. 2015;19(3):297 301. 38. Alpdemir M, Eryilmaz M, Alpdemir MF, Topcu G, Azak A, Yucel D. Comparison of Widely Used Biochemical Analytes in the Serum and Saliva Samples of Dialysis Patients. J Med Biochem 2018; Vol. 37: 346 354. 39. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Infodatin. Jakarta Selatan 2017: 1-10. 40. Mohamed SA. The Effectiveness of an Educational Intervention on Fatigue in Hemodialysis Patients: A Randomized Controlled Trial. J of Nursing and Health Sci 2014; Vol. 3(4): 40-50. 41. Anitasari S, Rahayu NE. Hubungan Frekuensi Menyikat Gigi dengan Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Palaran Kotamadya Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), 2005; Vol. 38(2): 88 90. 42. Reddy GL, Sujathamalini J. Children with disabilities: awaremess, attitude, and competencies of teachers. Discovery Publishing House, New Delhi. 2006: 33.

Lampiran 1 RM.2.11/IC.SPenelitian/20... NRM : Nama : Jenis Kelamian : Tgl. Lahir : RSUP H. Adam Malik- FK USU Peneliti Utama FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN (FORMULIR INFORMED CONSENT) : Vinna Tanzil Pemberi Informasi : Vinna Tanzil Penerima Informasi : Nama Subyek Tanggal Lahir (umur) Jenis Kelamin Alamat : : : : No. Telp (Hp) JENIS INFORMASI : ISI INFORMASI (diisi dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat awam) 1 Judul Penelitian Pengaruh Kadar Kalsium Saliva terhadap Terbentuknya Kalkulus pada Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan 2 Tujuan penelitian Untuk menganalisis pengaruh kadar kalsium air liur terhadap terbentuknya karang gigi pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik 3 Cara & Prosedur Penelitian Setelah pasien menyetujui, peneliti meminta pasien untuk menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan. Peneliti melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan dilanjutkan dengan menginstruksikan pasien untuk membiarkan air liur mengalir pada wadah yang telah kami sediakan kemudian dilajutkan dengan pemeriksaan karang gigi. Untuk pengolahan sampel, air liur yang didapat kemudian dilarutkan dengan air. Air liur yang telah dilarutkan kemudian diukur kadar TANDA I

kalsiumnya dengan alat Spektofotometer Serapan Atom (SSA) Dilakukan pembacaan hasil dari alat SSA. Selanjutnya, hasil dari pembacaan SSA dibandingkan dengan pemeriksaan karang gigi yang dilakukan sebelumnya Jumlah Subyek 30 orang 4 5 Waktu Penelitian 5 menit 6 Manfaat penelitian termasuk manfaat bagi subyek 7 Risiko & efek samping dalam penelitian 8 Ketidak nyamanan subyek penelitian 9 Perlindungan Subjek Rentan 10 Kompensasi bila terjadi efek samping 11 Alternatif Penanganan bila ada 12 Penjagaan kerahasiaan Data 13 Biaya Yang ditanggung oleh subyek Peneliti dan pasien mengetahui pengaruh kadar kalsium dari air liurnya terhadap terbentuknya karang gigi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Tidak ada Saat dilakukannya pemeriksaan rongga mulut pasien menggunakan alat berupa kaca mulut dan probe periodontal, pasien mungkin akan merasakan sakit. Tidak ada, karena pada penelitian ini, peneliti tidak melibatkan pasien anak-anak, dan pasien dengan kondisi yang sangat lemah hingga tidak sadarkan diri. Tidak ada Tidak ada Pada penelitian ini, identitas subjek penelitian akan dijaga kerahasiaannya. Hanya peneliti, anggota peneliti, dan anggota komisi etik yang melihat datanya. Kerahasiaan data subjek dapat dijamin sepenuhnya. Semua biaya penelitian ditanggung oleh peneliti. Subjek (pasien) tidak menanggung biaya apapun. 14 Insentif bagi subyek Sebagai ucapan terima kasih, peneliti akan memberikan payung kepada setiap pasien yang berpartisipasi 15 Nama & alamat peneliti serta nomor telepon yang bisa dihubungi Vinna Tanzil Jalan Sutomo 105 Lubuk Pakam 082382823355 Inisial Subyek : (bila diperlukan dapat ditambahkan gambar prosedur dan alur prosedur) Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman I dan 2 mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh : VINNA TANZIL dengan judul : Pengaruh Kadar Kalsium Saliva terhadap Terbentuknya Kalkulus pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani

Hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan informasi tersebut sudah saya pahami dengan baik. Dengan menandatangani formulir ini saya menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila suatu waktu saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak membatalkan persetujuan ini. Tanda Tangan Subyek atau Cap jempol 2019 Medan,.... Mei ------------------------------------------- ( ) Tanda Tangan saksi/wali ------------------------------------------- ( ) Ket : Tanda Tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan kesadaran, mengalami gangguan jiwa dan berusia dibawah 18 tahun. Inisial subyek

LAMPIRAN 2 DEPARTEMEN PERIODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pemeriksaan: No Urut Tanggal Pengaruh Kadar Kalsium Saliva terhadap Terbentuknya Kalkulus pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan A. Data Responden Nama : KUESIONER Umur : Jenis kelamin : No Telp/ Hp : Pekerjaan : Alamat : Pendidikan B. Status Kesehatan Rongga Mulut : Tidak Sekolah / SD / SMP / SMU / D3 / S1 / S2 / S3 Pilih salah satu jawaban yang biasa anda lakukan. 1.Apakah Bapak/Ibu menyikat gigi secara teratur setiap hari? A. Ya B. Tidak 1 2. Berapa kali Bapak/Ibu menyikat gigi dalam sehari? A. 1 kali B. 2 kali 2

C. > 2 kali 3. Kapan saja waktu Bapak/Ibu menyikat gigi dalam sehari? A. Pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur B. Saat mandi pagi dan mandi sore 3 C. Lain, sebutkan 4. Apakah Bapak/Ibu menggunakan obat kumur secara teratur? A. Ya B. Tidak 4 5. Apakah Bapak/Ibu memeriksakan gigi ke dokter gigi secara teratur? A. Ya 5 B. Tidak 6. Kapan terakhir kali Bapak/Ibu berkunjung ke dokter gigi? A. > 6 bulan yang lalu B. 3-6 bulan yang lalu 6 C. < 3 bulan yang lalu D. Tidak pernah 7. Perawatan apa yang sudah pernah dilakukan saat berkunjung ke dokter gigi? A. Pencabutan gigi B. Skeling 7 C. Penambalan D. Tidak Ada

C. Pemeriksaan Indeks Kalkulus 18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28 48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38 Skor :...

Lampiran 3 ANGGARAN BIAYA PENELITIAN 1. Bahan Penelitian No Peralatan Kuantitas Jumlah harga (Rp) 1. Wadah saliva 30 botol Rp 48.500,- 2. Tissue 2 pack Rp 7000,- 3. Kertas saring 30 lembar Rp 231.500,- 4. Aqua DM 2 liter Rp 16.000,- 5. Alcohol swab 100 pcs Rp 13.000,- 6. Payung 45 pcs Rp 108.500,- 7. Botol plastik 30 botol Rp 25.500,- 8. Kertas Quarto 2 rim Rp 80.000,- Sub Total Rp 530.000,- 2. Administrasi dan lain-lain No Peralatan Kuantitas Jumlah Harga (Rp) 1. Administrasi Ethical Clearance - Rp 100.000,- 2. Administrasi RSUP H. Adam Malik - Rp 300.000,- 3. Administrasi Lab Penelitian Fakultas Farmasi USU - Rp 250.000,- 4. Biaya penggunaan gas pada alat SSA - Rp 240.000,- Sub Total Rp 890.000,- 3. Total dana yang dibutuhkan No Keterangan Jumlah (Rp) 1. Bahan Penelitian Rp 530.000,- 2. Administrasi dan lain-lain Rp 890,000,- 3. Biaya Tak Terduga (10%) Rp 142.000,- Total Rp 1562.000,- Total Biaya Penelitian Rp 1.562.000,- Terbilang : Satu juta lima ratus enam puluh dua ribu Rupiah

Lampiran 4 Hasil Uji Statistik Tabel 1. Rerata Skor Kalkulus dan Konsentrasi Kalsium Saliva Variabel n Rerata Standar Deviasi Skor Kalkulus 30 1.640 0.535 Konsentrasi Kalsium Saliva 30 2.289 0.744 Berdasarkan tabel 1 diketahui rerata skor kalkulus adalah 1,640, dengan standar deviasi 0,535 (1,640 0,535). Rerata konsentrasi kalsium saliva adalah 2,289, dengan standar deviasi 0,744 (2,289 0,744). Tabel 2. Uji Normalitas Shapiro-Wilk Variabel P-Value (Shapiro-Wilk) Skor Kalkulus p = 0.546 Konsentrasi Kalsium Saliva p = 0.329 Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada tabel 2, diketahui data skor kalkulus berdistribusi normal dengan nilai p = 0,546 > 0,05 dan data konsentrasi kalsium saliva berdistribusi normal dengan nilai p = 0,329 > 0,05. Sehingga pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Tabel 3. Hubungan Konsentrasi Kalsium Saliva dan Skor Kalkulus Hubungan Korelasi Pearson Konsentrasi Kalsium Saliva dan Skor r = 0,385 (p = 0,035 < 0,05) Kalkulus Berdasarkan hasil pengujian korelasi Pearson pada tabel 3, diperoleh hasil nilai korelasi antara konsentrasi kalsium saliva dan skor kalkulus adalah 0,385. Nilai korelasi bernilai positif, yakni 0,385 berarti semakin tinggi konsentrasi kalsium saliva, maka semakin meningkat skor kalkulus. Diketahui nilai p = 0,035 < 0,05, maka konsentrasi kalsium saliva dan skor kalkulus berkorelasi signifikan.

OUTPUT SPSS Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Skor Kalkulus 30.50 2.60 1.6400.53537 Konsentrasi Kalsium 30 1.03 3.79 2.2891.74350 Saliva Valid N (listwise) 30 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Skor Kalkulus.084 30.200 *.970 30.546 Konsentrasi Kalsium.092 30.200 *.961 30.329 Saliva a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Skor Kalkulus Konsentrasi Kalsium Saliva Correlations Pearson Correlation Skor Kalkulus Konsentrasi Kalsium Saliva 1.385 * Sig. (2-tailed).035 N 30 30 Pearson Correlation Sig. (2-tailed).035.385 * 1 N 30 30 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Lampiran 6 LEMBAR PERSETUJUAN KOMISI ETIK (ETHICAL CLEARANCE)

Lampiran 7 SURAT IZIN PENELITIAN DARI RSUP H. ADAM MALIK

Lampiran 8 SURAT IZIN PENGGUNAAN LABORATORIUM PENELITIAN FAKULTAS FARMASI USU