BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Delirium didefinisikan dalam American Psychiatric Association's (APA)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Wahid, dkk, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk terjadinya pembentukan sel tubuh yang rusak (natural healing

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping. Anxiety (kecemasan)

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. stress yang mungkin ia sudah tidak mampu mengatasinya (Keliat, 1998). Sebagai

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

MEMAHAMI STROKE. Berdasarkan Pengalamanku

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien

meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukannya tenagatenaga khusus, terbatasnya sarana pasarana dan mahalnya peralatan,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab utama kematian di. Indonesia (Sagita, 2013). Adapun stroke adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau oleh tidak efektifnya insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

Demensia. DEMENTIA / Indonesian Copyright 2016 Hospital Authority. All rights reserved 1

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, kemampuan, dan kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah

1. Bab II Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dalam pekerjaan. Perubahan gaya hidup tersebut diantaranya adalah

16/02/2016 ASKEP KEGAWATAN PSIKIATRI MASYKUR KHAIR TENTAMEN SUICIDE

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan. melahirkan. Rumah sakit dituntut lebih profesional dalam

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN KETERLIBATAN DALAM MOBILISASI DINI PASIEN STROKE DI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. ICU Delirium 1.1. Definisi ICU Delirium Delirium didefinisikan dalam American Psychiatric Association's (APA) Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders (DSM)-IV sebagai gangguan kesadaran dan kognisi yang berkembang selama periode waktu yang singkat (jam sampai hari) dan berfluktuasi dari waktu ke waktu (Margaret et al, 2008). ICU delirium adalah jenis sindrom otak organik yang dimanifestasikan oleh berbagai reaksi psikologis, termasuk ketakutan, kecemasan, depresi, halusinasi, dan delirium (Weber et al, 2006). Altman, Milbrandt, Arnold (2000) ICU delirium adalah delirium yang terjadi di ruang ICU yang berhubungan dengan peningkatan lama rawat di rumah sakit yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan kematian. ICU delirium merupakan suatu bentuk disfungsi otak akut, mengancam fungsi kognitif secara menyeluruh yang lazim pada pasien yang mengalami sakit kritis, terutama orang tua dan pasien yang memerlukan ventilasi mekanis (Smith et al, 2008).

Secara umum ICU delirium didefinisikan sebagai sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran, gangguan kognitif, disorientasi, gangguan persepsi, termasuk halusinasi dan ilusi serta gangguan perilaku, seperti agitasi, gangguan ini berlangsung pendek dan berjam-jam hingga berhari-hari, tingkat keparahannya berfluktuasi di malam hari, kegelapan bisa mengakibatkan halusinasi visual dan gangguan perilaku meningkat biasanya reversibel (Wesley et al, 2005). 1.2. Etiologi ICU Delirium Mekanisme kejadian ICU delirium tidak sepenuhnya dipahami, tetapi mungkin melibatkan gangguan reversible metabolisme oksidatif serebral, beberapa kelainan neurotransmiter, dan generasi dari sitokin (Damping, 2007). antara lain: Menurut McGuire et al (2000) ICU delirium disebabkan oleh banyak faktor 1) Penyebab fisiologis Faktor pengaruh kausal dasar untuk delirium adalah faktor medis dan telah ditinjau secara komprehensif di tempat lain. tinjauan telah menunjukkan bahwa faktor yang paling umum termasuk berikut: gangguan metabolisme, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi akut (intrakranial dan sistemik), kejang, trauma kepala, gangguan pembuluh darah, dan luka intrakranial. Banyak obat-

obatan dan zat-zat penyebab delirium melalui penggunaan atau keracunan dan penarikan. Usia pasien menentukan untuk mengalami ICU delirium melalui perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik, mengurangi kapasitas untuk homeostatik dan struktural penyakit otak dan proses-proses fisiologis terkait dengan penuaan. Beberapa penelitian telah menunjukkan korelasi yang tinggi antara kognisi dan pasca-operasi premorbid kebingungan, disorientasi, penurunan kesadaran, dan bahkan kematian. 2) Kurang Tidur Penelitian terdahulu telah menunjuk adanya pengaruh kurang tidur dengan kejadian ICU delirium. Studi eksperimen pada sukarelawan dewasa yang sehat menegaskan bahwa gerakan mata cepat (REM) dan tidur total kekurangan dapat menyebabkan beberapa perubahan kognitif dan persepsi, seperti gangguan konsentrasi, disorientasi, dan gangguan visual. Efek kurang tidur pada kognisi dan persepsi pada manusia berfluktuasi pada kerusakan kognitif yang dilihat pada pasien ICU delirium. 3) Lingkungan ICU Pada pasien ICU, pasien yang tanpa pengawasan dapat menyebabkan isolasi sosial, imobilisasi, lingku ngan yang tidak dikenalnya, kebisingan yang berlebihan, dan sensorik monoton atau tidak adanya pencahayaan yang cukup dapat menimbulkan ICU delirium.

4) Faktor Psikologis Tekanan psikologis yang dapat menyebabkan bingung dan ICU delirium karena jenis dan tingkat stres pada pasien di ICU sangat tinggi. Pasien secara simultan terkena ancaman bagi kehidupan, prosedur medis, ketidakmampuan untuk mengkomunikasikan dan hilangnya kontrol personal. 1.3. Demografi ICU Delirium Beberapa penulis telah menggambarkan ciri-ciri ICU delirium, tanda-tanda tanda yang disarankan adalah tingkat kesadaran yang berfluktuasi, disorientasi, delusi dan halusinasi, perilaku anomali seperti agresi atau kepasifan (medscape.com, 2001). Kejadian rata-rata ICU delirium pascaoperasi telah ditemukan menjadi sekitar 40% (Wesley et al, 2002). Dalam praktiknya, diagnosais formal pada pasien dengan sakit yang parah sangat sulit. Di kalangan medis atau bedah umum pasien, frekuensi ICU delirium bervariasi 15-60% dan merupakan komplikasi paling sering di rawat inap pasien yang lebih tua (medscape, 2001). Dalam sebuah penyelidikan, perkembangan ICU delirium terpilih sebagai salah satu dari tiga wilayah sasaran paling penting bagi peningkatan kualitas perawatan usia lanjut.

1.4. Faktor-Faktor Resiko ICU Delirium Banyak penyelidikan selama sepuluh tahun terakhir, dengan menggunakan berbagai populasi pasien, telah mengidentifikasi sejumlah faktor risiko untuk perkembangan ICU delirium. Pasien yang sangat rentan terhadap ICU delirium dapat mengembangkan gangguan fisiologis yang diikuti dengan sedikit stres, sedangkan mereka yang memiliki kerentanan yang rendah memiliki resiko lebih berbahaya untuk mengalami ICU delirium (medscape, 2001). Lebih jauh lagi, prediksi klinis telah berulang kali menunjukkan bahwa sangat mungkin untuk mengelompokkan pasien ICU ke dalam kelompok berisiko untuk mengalami ICU delirium, tergantung dari jumlah faktor risiko yang muncul. Bahkan, dengan tiga atau lebih faktor risiko, kemungkinan berkembang ICU delirium adalah sekitar 60% atau lebih tinggi. 1.4.1. Faktor Presipitasi Delirium bisa disebabkan oleh penyakit psikis maupun proses yang bertentangan dengan fungsi atau metabolisme normal otak. Contoh : demam, sakit, racun-racun (termasuk reaksi obat atau racun), luka otak, perawatan, goncangan, traumatis, infeksi/ peradangan kandung kemih pada orang-orang lebih tua (Sims,1995). Selanjutnya Sims mengatakan bahwa berbagai keadaan atau penyakit mulai dari dehidrasi ringan sampai dengan keracunan obat atau infeksi yang bisa berakibat fatal bisa menyebabkan delirium. Lebih lanjut lagi Sims mengemukakan bahwa faktor penyebab ICU delirium Selain pertambahan usia, adanya penurunan fungsi kognitif sebelumnya merupakan faktor risiko yang

sering didapatkan selain itu juga lama rawat pasien juga dapat menyebabkan delirium. Inouye dkk (2004) mengatakan bahwa ada lima faktor presipitasi yang menurunkan ambang ICU delirium pada usia lanjut yaitu: 1) Pria pada pria kejadian delirium sangat berhubungan dengan rokok, 2) Tekanan darah tinggi, 3) Penggunaan banyak obat terutama obat-obatan antikolinergik, anestesi umum, dan penggunaan alkohol atau benzodiazepine, 4) Adanya peningkatan konsentrasi sodium di serum, penurunan fungsi fisik, 5) Penurunan fungsi menghadapi stress juga diidentifikasi sebagai faktor risiko independen pada pasien delirium. Menurut Truman (2001) penyebab ICU delirium antara lain: 1) Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun, 2) Efek toksik dari pengobatan, 3) Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau magnesium) yang tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi atau penyakit tertentu, 4) Infeksi akut disertai demam, 5) Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu keadaan dimana cairan yang membantali otak tidak diserap sebagai mana mestinya dan menekan otak, 6) Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah dibawah tengkorak yang dapat menekan otak, 7) Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang menyerang otak), 8) Kekurangan tiamin dan vitamin B12, 9) Hipotiroidisme maupun hipertiroidisme, 10) Tumor otak (beberapa diantaranya kadang menyebabkan linglung dan gangguan ingatan), 11) Patah tulang panggul dan tulang-tulang panjang, 12) Fungsi jantung atau paru-paru yang buruk dan menyebabkan rendahnya kadar oksigen atau tingginya kadar karbon dioksida di dalam darah, 13) Penyakit fisik, 14) Stroke.

1.4.2. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami ICU delirium, sedangkan faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik ICU delirium. Saat ini beberapa penelitian prospektif telah menemukan beberapa faktor predisposisi ICU delirium pada geriatri yang potensial. Pasien-pasien resiko paling tinggi adalah pasien yang mempunyai macam-macam penyakit sistemik seperti gagal jantung kongestif atau sepsis yang mempengaruhi aliran darah otak dan oksigen (Damping, 2007). Faktor predisposisi ICU delirium pada gangguan otak organik: seperti demensia, stroke, penyakit parkinson, usia lanjut, gangguan sensorik, dan gangguan multiple (Richard dkk, 2002). Penggunaan anestesia juga meningkatkan resiko ICU delirium, terutama pada pembedahan yang lama, demikian pula pasien lanjut usia yang dirawat di bagian ICU beresiko lebih tinggi untuk mengalami ICU delirium (Roan, 2007). Selanjutnya Roan mengatakan bahwa banyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan ICU delirium, contohnya Antikolinergika, psikotropika, dan opioida. Mekanismenya tidak jelas, tetapi mungkin terkait dengan gangguan reversibilitas dan metabolisme oxidatif otak, abnormalitas neurotransmiter multipel, dan pembentukan sitokines (cytokines). Stress dari penyebab apapun bisa meningkatkan kerja saraf simpatik sehingga mengganggu fungsi kolinergik dan menyebabkan ICU delirium (Nashville, 2004). Usia lanjut rentan terhadap penurunan transmisi kolinergik sehingga lebih mudah terjadi delirium (Skrobik, 2001).

1.5. Manifestasi klinis Menurut Margaret et al. (2008) ICU delirium ditandai oleh kesulitan dalam: 1) Konsentrasi dan memfokus, 2) Mempertahankan dan mengalihkan daya perhatian, 3) Kesadaran naik-turun, 4) Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang, 5) Halusinasi biasanya visual, 6) Bingung menghadapi tugas sehari-hari, 7) Perubahan kepribadian dan afek, 8) Pikiran menjadi kacau, 9) Bicara ngawur, 10) Disartria dan bicara cepat, 11) Neologisma, 12) Inkoheren. Menurut Wesley et al. (2004) ciri umum penderita ICU delirium adalah tidak mampu memusatkan perhatian. Ciri-ciri lainya penderita delirium antara lain: 1) Penderita tidak dapat berkonsentrasi, sehingga mereka memiliki kesulitan dalam mengolah informasi yang baru dan tidak dapat mengingat peristiwa yang baru saja terjadi, 2) Hampir semua penderita mengalami disorientasi waktu dan bingung dengan tempat dimana mereka berada, 3) Fikiran mereka kacau, menggigau dan terjadi inkoherensia, 4) Pada kasus yang berat, penderita tidak mengetahui diri mereka sendiri, beberapa penderita mengalami paranoid dan delusi (percaya bahwa sedang terjadi hal-hal yang aneh), 5) Respon penderita terhadap kesulitan yang dihadapinya berbeda-beda, ada yang sangat tenang dan menarik diri, sedangkan yang lainnya menjadi hiperaktif dan mencoba melawan halusinasi maupun delusi yang dialaminya, 6) Jika penyebabnya adalah obatobatan, maka sering terjadi perubahan perilaku. Keracunan obat tidur menyebabkan penderita sangat pendiam dan menarik diri, sedangkan keracunan amfetamin menyebabkan penderita menjadi agresif dan hiperaktif, 7) ICU delirium bisa berlangsung selama berjam-jam, berhari-hari atau bahkan lebih lama

lagi tergantung kepada beratnya gejala dan lingkungan medis penderita, 8) ICU delirium sering bertambah parah pada malam hari (suatu fenomena yang dikenal sebagai matahari terbenam), 9) Pada akhirnya, penderita akan tidur gelisah dan bisa berkembang menjadi koma (tergantung kepada penyebabnya). 1.6. Pencegahan dan Penanganan ICU Delirium Strategi pencegahan ICU delirium sebagian besar terdiri dari meminimalkan faktor resiko (King & Gratrix, 2009). Perawatan delirium memerlukan perawatan yang mendasari penyebab penyebab delirium. Dalam beberapa hal temporer (pereda) atau perawatanperawatan yang merupakan gejala digunakan untuk manajemen perawatan pasien delirium (Sims,1995). McGuire et al. (2000) mengemukakan bahwa pengobatan ICU delirium meliputi: (1) koreksi atau penghapusan faktor-faktor penyebab; (2) pilihan yang sesuai, dosis, dan rute anxiolytic administrasi dan agen antipsikotik; (3) pengurangan atau penghapusan sumber stres lingkungan; dan (4) pasien dan keluarga sering komunikasi Akhirnya, pencegahan sindrom ICU melalui keterlibatan dokter, perawat, dan apoteker ditekankan. Langkah yang paling penting dalam manajemen awal penanganan ICU delirium adalah mengidentifikasi ICU delirium serta melakukan upaya-upaya yang harus difokuskan pada identifikasi etiologi (icudelirium.org, 2002).

Seringkali hal ini dapat dilakukan dengan menilai keberadaan faktor risiko yang diketahui. Selanjutnya, pencegahan dan pengobatan harus fokus pada minimalisasi faktor resiko ICU delirium. Tujuan penanganan ICU delirium adalah untuk meningkatkan status kognitif pasien dan mengurangi risiko yang merugikan seperti aspirasi, imobilitas berkepanjangan, meningkatnya waktu perawatan akut, institusionalisasi, dan kematian. Menurut Pandharipande et al. (2006) Pencegahan dan pengobatan ICU delirium dapat dilakukan dengan 2 cara nonfarmakologi dan farmakologi. 1.5.1. Nonfarmakologi Pencegahan primer lebih disukai, namun, beberapa derajat igauan yang tak terelakkan di ICU. Walaupun tidak ada data tentang pencegahan primer (nonfarmakologi) di ruang ICU. Pencegahan nonfarmakologi ICU delirium berfokus pada meminimalkan faktor-faktor risiko. Strategi intervensi yang dilakukan meliputi: 1) Reorientasi ulang pasien, 2) Tentukan kegiatan untuk merangsang kognitif pasien, 3) Tidur/ istirahat sebagai bagian dari prosedur nonfarmakologi, 4) Melakukan kegiatan mobilisasi dini, dengan mengajarkan pasien melakukan latihan dengan berbagai gerakan, 5) Mencabut kateter tepat pada waktunya untuk mengatasi hambatan fisik pasien, 6) Penggunaan kacamata dan lensa pembesar, 7) Penggunaan alat bantu pendengaran, 8) Koreksi ada

tidaknya dehidrasi. Strategi untuk pencegahan dan manajemen ICU delirium di ICU merupakan hal penting bagi penyelidikan masa depan. 1.5.2. Farmakologi Langkah pertama dalam pengobatan farmakologi ICU delirium adalah menilai penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan atau memperburuk ICU delirium (Jacobi et al, 2002). Lebih lanjut Jakobi et al mengemukakan bahwa penggunaan obat penenang yang tidak tepat atau analgesik dapat memperburuk gejala ICU delirium. Sebagai contoh penggunaan benzodiazepine dan narkotika yang sering digunakan diruangan ICU untuk mengobati ICU delirium dapat memperburuk kognisi dan memperparah ICU delirium. Lebih jauh lagi Jacobi et al mengatakan bahwa American Psychiatric Association dan Society of Critical Care Medicine merekomendasikan haloperidol untuk pengobatan ICU delirium, Haloperidol adalah antagonis reseptor dopamin yang bekerja dengan menghambat dopamin neurotransmisi, dengan dihasilkannya perbaikan yang positif dalam simtomatologi (halusinasi, gelisah dan perilaku agresif) seringkali menghasilkan efek obat penenang. Haloperidol dan obat yang sama misalnya droperidol belum diteliti secara ekstensif di ICU, meskipun kedua obat digunakan secara luas. Disamping haloperidol, obat lain antipsikotik/ neuroleptic agen (misalnya, risperidol, ziprasidone, quetiapine, dan olanzapine) terutama dengan afinitas reseptor yang lebih luas digunakan untuk pengobatan ICU delirium.

2. Pasien ICU Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien yang sakit gawat bahkan dalam keadaan terminal yang sepenuhnya tergantung pada orang yang merawatnya dan memerlukan perawatan secara intensif. Pasien ICU yaitu pasien yang kondisinya kritis sehingga memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi, berkelanjutan, dan memerlukan pemantauan secara terus menerus (Hanafie, 2007; Rabb, 1998). Pasien ICU tidak hanya memerlukan perawatan dari segi fisik tetapi memerlukan perawatan secara holistik. Kondisi pasien yang dirawat di ICU (Hanafie, 2007; Rabb, 1998) yaitu: 1 ) Pasien sakit berat, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus menerus, seperti pasien dengan gagal napas berat, pasien pasca bedah jantung terbuka, dan syok septic, 2) Pasien yang memerlukan bantuan pemantauan intensif sehingga komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi seperti pasien pasca bedah besar dan luas, pasien dengan penyakit jantung, paru, dan ginjal, 3) Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi-komplikasi dari penyakitnya seperti pasien dengan tumor ganas dengan komplikasi infeksi dan penyakit jantung. Dari pemaparan di atas bahwa pasien yang dirawat di ruang ICU sangat rentan untuk mengalami ICU delirium selain karena gangguan kesadaran dan kognisi penggunaan obat-obatan dapat memicu untuk terjadinya ICU delirium (Chirurg, 2006). Selanjutnya Chirurg mengatakan bahwa ICU delirium di rumah

sakit terjadi 15% sampai dengan 25%, di bangsal medis umum dapat mencapai 60% dan di bangsal bedah mencapai 80%.