Keragaman Spesies dan Genetik Bakteri Staphylococcus pada Ikan Tuna dengan Analisis Sekuen 16s rrna

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI

IDENTIFIKASI SPESIES BAKTERI STAFILOKOKUS PADA IKAN KERAPU DI KARANGASEM DENGAN ANALISIS SEKUENS 16S rrna SKRIPSI. Oleh. Ketut Wella Mellisandy

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

Identifikasi Spesies Stafilokokus Pada Ikan Kerapu Di Kabupaten Karangasem Dengan Analisis Sekuen 16S rrna

Identifikasi Spesies Stafilokokus Pada Ikan Kerapu di Kabupaten Karangasem Dengan Analisis Sekuen 16S rrna

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

BAB 4. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI PENGHASIL ENZIM SELULASE DARI LIMBAH AMPAS TEBU BERDASARKAN ANALISIS HOMOLOGI GEN PENYANDI 16S rrna

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

IDENTIFIKASI DAGING TIKUS PADA PRODUK ASAL HEWAN DENGAN MENGGUNAKAN TEHNIK POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS JARAK GENETIK DAN FILOGENETIK KAMBING JAWA RANDU MELALUI SEKUEN DAERAH DISPLACEMENT LOOP (D-LOOP) DNA MITOKONDRIA.

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS Bacillus (ISOLAT MG 46) DENGAN PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

Suraya Chairunisa, Priyo Wahyudi, Supandi Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart

BAB III METODE PENELITIAN

BABm METODE PENELITIAN

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

Bab III Materi dan Metode

II. BAHAN DAN METODE

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006

LARAS AJENG PITAYU PENAPISAN AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE DAN IDENTIFIKASI SPESIES DENGAN METODE 16S rdna DARI BAKTERI ASAL INDONESIA

UJI BAKTERIOLOGI AIR ES BATU BALOK DI DAERAH PABELAN. SUKOHARJO DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN Chaperonin 60.1 PADA Mycobacterium tuberculosis

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan

AMPLIFIKASI GEN 18S rrna PADA DNA METAGENOMIK MADU DARI DESA SERAYA TENGAH, KARANGASEM DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION)

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic

KERAGAMAN GENETIK IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DARI KABUPATEN JEMBRANA DAN KARANGASEM, BALI

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE. Materi

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh : SURYA HADI SAPUTRA H

PENDAHULUAN Latar Belakang

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS STREPTOCOCCUS ( ISOLAT WK 45 ) DENGAN METODE PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna

BAB III METODE PENELITIAN

DIAGRAM FILOGENIK HASIL SEKUENS BASA DNA MENGGUNAKAN PROGRAM MEGA-7 (MOLECULAR EVOLUTIONARY GENETICS ANALYSIS)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

ANALISIS SEKUENS D-LOOP DNA MITOKONDRIA SAPI BALI DAN BANTENG DIBANDINGKAN DENGAN BANGSA SAPI LAIN DI DUNIA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

IDENTIFIKASI SPESIES BEGOMOVIRUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

ABSTRAK HASIL KULTUR MIKROBIOLOGI BEBERAPA SAMPEL MAKANAN DARI BEBERAPA WARUNG MAKAN DI SEKITAR UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

ANALISIS MOLEKULER SEBAGIAN GEN HBsAg VIRUS HEPATITIS B YANG MENGINFEKSI PASIEN HIV DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA TESIS

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

PADA TANAMAN KEDELAI DI JEMBER

BAB III METODE PENELITIAN

UJI BAKTERIOLOGIS SUSU KEDELAI PRODUK RUMAH TANGGA YANG DI JUAL DIPASARAN. Oleh: Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

ISSN : 1411-8327 Terakreditasi Nasional SK. No. 15/XI/Dirjen Dikti/2011 Keragaman Spesies dan Genetik Bakteri Staphylococcus pada Ikan Tuna dengan Analisis Sekuen 16s rrna (SPECIES DIVERSITY AND GENETIC OF STAPHYLOCOCCUS BACTERIA IN TUNA FISH BY USING 16S rrna SEQUENCE ANALYSIS) Putu Mei Purnama Dewi 1, I Nengah Kerta Besung 2, I Gusti Ngurah Kade Mahardika 3,4 1 Mahasiswa Program Dokter Hewan, 2 Laboratorium Mikrobiologi 3 Laboratorium Virologi, 4 UPT Laboratorium Biomedika, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana Jln. Sudirman Denpasar, Bali Telpon. 0361223791. E-mail: meipurnama29@gmail.com ABSTRAK Ikan tuna merupakan komoditi perikanan laut yang bernilai ekonomi tinggi. Bakteri yang ditemukan pada ikan tuna berdampak pada kesehatan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman spesies dan variasi genetik bakteri Staphylococcus pada ikan tuna, khususnya yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Kuta, Badung, Bali dengan analisis sekuens 16S rrna. Bakteri Staphylococcus diisolasi dari 30 sampel feses ikan tuna. Setelah diidentifikasi dengan pewarnaan Gram, koloni bakteri Staphylococcus dipindahkan ke dalam media chelex 10% untuk ektraksi DNA, amplifikasi gen 16S rrna dengan polymerase chain reaction (PCR), dan dielektroforesis. Hasil PCR disekuensing, kemudian sekuen yang diperoleh diedit dengan menggunakan program MEGA 5 serta di-blast untuk konfirmasi spesies. Variasi genetik ditentukan dengan analisis situs polimorfik dengan program yang sama. Bakteri yang dapat diidentifikasi adalah Staphylococcus sciuri dan Staphylococcus haemolyticus. Jarak genetik dua isolat S. sciuri sangat dekat. Bakteri lain yang dapat diidentifikasi adalah Enterococcus faecalis dan Macrococcus caseolyticus. Simpulan yang dapat ditarik adalah bakteri Staphylococcus yang ditemukan beragam dan dua spesies S.sciuri bervariasi. Kata-kata kunci: ikan tuna, bakteri Staphylococcus, sekuen 16S rrna, Kedonganan ABSTRACT Tuna industry belongs to high economic value fish of marine fisheries commodity. Bacteria found in tuna might have impact on consumer health. The purpose of this research was to determine the genetic variation of Staphylococcus in Kedonganan fish market, Kuta, Badung, Bali by sequence analysis of 16S rrna. Staphylococcus bacteria was isolated from feces samples of 30 tuna. After identification with Gram staining, Staphylococcus colonies were transferred to the medium chelex 10% for DNA extraction, 16S rrna gene amplification by polymerase chain reaction (PCR), and electrophoresis. PCR results were sequenced, and the sequence obtained was edited using MEGA 5 and then BLAST was applied to confirm the species. Genetic variation was determined by analysis of polymorphic sites with MEGA 5. The identified bacteria were Staphylococcus sciuri and Staphylococcus haemolyticus. Genetic distance of two isolates S. sciuri are close. The Other species that were identified were Enterococcus faecalis and Macrococcus caseolyticus. Conclusion on this research is Staphylococcus bacteria and two species S.sciuri have many variation. Keywords: Tuna Fish, Staphylococcus, 16S rrna sequences, Kedonganan PENDAHULUAN Isu hangat yang merebak di kalangan masyarakat terkait dengan kesehatan dan keamanan pangan adalah adanya isu tentang keracunan histamin setelah mengkonsumsi ikan tuna. Gejala keracunan pada manusia antara lain ruam, mual, muntah, dan diare (Shalaby,1996). Beberapa kasus dilaporkan sampai meninggal dunia. Histamin pada ikan tuna terjadi akibat pembentukan amin biogenik melalui reaksi dekarboksilasi asam amino 409

Putu Mei Purnama Dewi, et al Jurnal Veteriner histidin bebas dengan aktivitas dari bakteri. Histamin juga dikenal sebagai scromboid toxine, karena umumnya ditimbulkan akibat mengkonsumsi ikan-ikan dari famili Scombridae (Murray et al., 1981). Bakteri yang dapat membentuk histamin adalah Morganella morganii, Enterobacter aerogenes, Raoultella planticola, R.ornithinolytica, Photobacterium damselae, Hafnia alvei, Citrobacter freundi, Vibrio alginolyticus, Eschericia coli (Taylor dan Speckhard 1983; Butler et al., 2010), Morganella psychrotolerans, Bacillus subtilis, Bacillus sp, dan Staphylococcus piscifermentans (Hwang et al., 2010). Staphylococcus merupakan bakteri fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak (Fischetti et al., 2000). Staphylococcus adalah bakteri yang dapat ditemukan di udara, debu, pasir, air, susu, makanan, lingkungan dan saluran pencernaan ikan. Penyakit yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi ikan tuna yang mengandung bakteri Staphylococcus dalam jumlah yang cukup tinggi adalah timbulnya kejadian keracunan histamin (Hwang et al., 2010). Gotz et al., (2006) melaporkan, bakteri Staphylococcus memiliki keragaman spesies berjumlah 36 spesies dan delapan sub-spesies. Beberapa dari spesies Staphylococcus merupakan spesies yang bersifat patogen dan zoonosis (Kloos dan Musselwhite, 1975). Allen et al., (2005) melaporkan salah satu spesies Staphylococcus yaitu S.klosii sebagai bakteri pembentuk histamin pada sediaan makanan asal ikan mahi-mahi dan tuna di Amerika Serikat. Kung et al., (2012) melaporkan S.pasteuri sebagai pembentuk histamin pada saus ikan tuna di Taiwan. Produksi histamin yang berbahaya pada ikan tuna dan hasil-hasil olahannya dapat mengandung bakteri penghasil lipase seperti S.xylosus yang dapat sangat bermanfaat untuk industri (Rebah et al., 2008). Peneliti lain, Economou et al., (2007) berhasil mengidentifikasi berbagai spesies bakteri pembentuk histamin, seperti M.morganii, Klebsiella oxytoca, S.hominis, dan Enterococcus hirae dari daging ikan tuna setelah dibiarkan beberapa saat pada suhu kamar. Penentuan keragaman spesies dan variasi genetik dari bakteri Staphylococcus dapat dilakukan dengan menggunakan analisis sekuen 16S rrna. Bavykin et al., (2004) menyatakan sekuen 16S rrna adalah suatu metode yang umum digunakan untuk menganalisis suatu DNA mikroorganisme. Sebab Sekuen 16S rrna merupakan target untuk memonitor perubahan genetik yang baik (Stackebrandt dan Goebel, 1995). Basis data sekuen bakteri Staphylococcus tersedia banyak di GenBank adalah 16S rrna, sehingga penelitian difokuskan pada gen tersebut untuk mempermudah pengolahan data. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman spesies dan variasi genetik dari bakteri Staphylococcus pada ikan tuna yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Kuta, Badung, Bali dengan analisis sekuen 16S rrna. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan 30 sampel ikan tuna yang didapat dari Pasar Ikan Kedonganan. Pengambilan ikan tuna dilakukan lima kali secara acak di masing-masing pedagang ikan tuna. Jumlah ikan tuna yang diambil sebanyak enam ekor dalam sekali pengambilan sampel. Feses ikan tuna diambil dengan cara membedah bagian perut lalu memotong bagian usus paling belakang dekat dengan kloaka yang berisi feses. Isolasi Bakteri Staphylococcus Feses ikan tuna diambil sedikit dengan menggunakan ose untuk ditanam dalam media Blood agar. Selanjutnya media agar tersebut diinkubasikan selama 24 jam dalam suhu 37ºC. Koloni yang tumbuh diidentifikasi bentuknya dengan pewarnaan Gram. Slide pewarnaan Gram diamati di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 1.000 kali. Staphylococcus berbentuk bulat dan tersusun seperti untaian buah anggur (Jawetz et al., 1995; Fischetti et al., 2000). Koloni tersebut diambil dan dimasukkan pada media chelex selanjutnya dibawa ke Laboratorium Indonesian Biodiversity Research Center (IBRC) Universitas Udayana, untuk dilakukan ekstraksi DNA. Polymerase Chain Reaction (PCR) Ekstraksi DNA. Ekstraksi DNA bakteri dilakukan dengan cara mengambil satu koloni Staphylococcus dengan ose dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang sudah berisi 250 µl chelex 10%. Selanjutnya tabung di-vortex selama satu menit, di-spin dengan kecepatan 15.000 rpm selama 30 detik menggunakan microcentrifuge, dan diinkubasikan selama 45 menit pada suhu 95 o C menggunakan heating block. Setelah selesai, tabung di-vortex kembali 410

selama satu menit, dan di-spin selama 30 detik. Amplifikasi Gen 16S rrna Staphylococcus. Amplifikasi DNA bakteri menggunakan primer 16S rrna TStaG422 (5 -GGC CGT GTT GAA CGT GGT CAA ATC-3 ) dan TStaG765 (5 -TAC CAT TTC AGT ACC TTC TGG TAA-3 ) (Martineau et al., 2001). Dibuat PCR mixes sejumlah 24 µl yang terdiri dari 14,5 µl ddh2o, 2,5 µl 10X PCR Buffer (Hot start), 2,5 µl dntps (8 mm), 2,0 µl MgCl 2 Solution (25 mm), 1,25 µl dari masing-masing primer (10 µm), 0,125 µl Amplitaq Hot start (5 units/µl), dan 3 µl DNA template. Amplifikasi menggunakan alat Thermal Cycler (Applied Biosystem). Tahapan Pre-PCR selama 10 menit pada suhu 94 C. Proses PCR dilakukan sebanyak 38 siklus dengan tahap denaturasi 30 detik suhu 94 C, annealing 30 detik suhu 50 C, extention selama 45 detik suhu 72 C. Post PCR 10 menit suhu 72 C dan satu menit suhu 24 C. Elektroforesis. Setelah PCR, 4 µl dari volume produk ditambahkan dengan 1µL loading dye (Bromphenol-blue dan Cyline Cyanol) dan selanjutnya dielektroforesis pada gel 1% yang telah diisi etidium bromide (EtBr) sebanyak 4 µl. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 100 v, dengan arus 400 ma menggunakan marker 100 bp DNA ladder (Invitrogen) selama 30 menit. Visualisasi fragmen DNA dilakukan di bawah sinar ultraviolet dan foto diambil menggunakan kamera digital. HASIL DAN PEMBAHASAN Koloni bakteri yang tumbuh pada media agar darah berukuran sedang sampai besar dan berwarna kuning halus. Pada pewarnaan Gram setelah diamati di bawah mikroskop cahaya terlihat bakteri Gram positif dengan bentuk menyerupai untaian buah anggur. Koloni bakteri yang diduga sebagai bakteri Staphylococcus selanjutnya diambil untuk dilakukan ekstraksi DNA dan amplifikasi 16S rrna. Amplifikasi 16S rrna dilakukan dengan menggunakan primer TStaG422 dan TStaG765 (Martineau et al., 2001). Hasil elektroforesis PCR pada agarose 1% dengan menggunakan marker low mass ladder disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Foto elektroforesis dari hasil PCR pada agarose 1%. Mulai dari kiri adalah M (Marker), hasil PCR nomor tube 1-6, kontrol negatif (-), dan kontrol positif (+). Dari 30 sampel yang diamati, 27 sampel diduga positif bakteri Staphylococcus. Setelah diamplifikasi, 16 sampel dinyatakan positif Staphylococcus. Urutan DNA 16S rrna dari 16 produk PCR bakteri Staphylococcus didapat dari hasil sekuensing, kemudian diedit dengan menggunakan program MEGA 5 (Tamura et al., 2011). Hasil perunutan data sekuen dapat dibaca dengan baik yaitu berkisar 347 bp hingga 382 bp. Hasil BLAST menunjukkan bahwa dari 16 sampel yang dikirim untuk disekuensing, terdapat 11 sekuen yang terbaca. Dari 11 sampel tersebut didapat bakteri S.sciuri dengan homologi 99%-100%, S.haemolyticus dengan homologi 99%, Enterococcus faecalis dengan homologi 98%, dan Macrococcus caseolyticus. Sampel lainnya tidak dapat diidentifikasi. Data GeneBank yang terdekat adalah Vagococcus teuberi dengan homologi antara 88%- 91%. Jarak genetik dari ketiga sampel Bakteri Staphylococcus dan tiga data dari GeneBank adalah beragam. Analisis jarak genetik dari setiap spesies bakteri Staphylococcus disajikan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut jarak genetik yang paling dekat adalah 0.000 dan jarak yang paling jauh 0.115. Dua sampel memiliki jarak genetik paling dekat dengan spesies S.sciuri dengan jarak genetik sebesar 0.000 dan 0.003. Satu sampel memiliki jarak genetik yang terdekat dengan spesies S.haemolyticus dengan jarak genetik sebesar 0.003. Dengan demikian spesies ketiga spesimen dapat dikorfirmasi sebagai spesies bakteri Staphylococcus. 411

Putu Mei Purnama Dewi, et al Jurnal Veteriner Tabel 1. Jarak genetik dari sampel bakteri Staphylococcus asal ikan tuna yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan dengan data yang ada di GenBank Kode Sampel No. dan Data S.KD.T.02 S.KD.T.16 S.KD.T.27 S. sciuri S. sciuri S. haemolyticus dari GenBank 1. S.KD.T.02 2. S.KD.T.16 0.111 3. S.KD.T.27 0.003 0.115 4. S.sciuri 0.000 0.111 0.003 5. S.sciuri 0.000 0.111 0.003 0.000 6. S.haemolyticus 0.107 0.003 0.111 0.107 0.107 Sekuen di GenBank diunduh untuk mengetahui hubungan bakteri Staphylococcus pada sampel feses ikan tuna di Pasar Ikan Kedonganan dengan data Staphylococcus yang ada di GenBank. Data berupa sekuen yang telah diunduh dari GenBank di-alignment dengan sampel yang dikelompokkan dalam satu spesies. Analisis situs poliorfik disajikan pada Tabel 2. Dari tabel tersebut teramati bahwa sampel dengan kode 80-SKDT02_TSTAG422_MEI terdapat perbedaan basa pada nomor 315. Tabel 2. Situs polimorfik sampel S.KD.T.02 dan S.KD.T.27 yang diduga bakteri Staphylococcus sciuri terhadap beberapa data yang ada di GenBank Sampel Situs Polimorfik 80-SKDT02_TSTAG422_MEI A 86-SKDT27_TSTAG765_MEI. S.sciuri 2 100. S.sciuri subsp.sciuri 27 99. S.sciuri subsp.sciuri (2). S.sciuri subsp.rodentium. S.sciuri subsp.carnaticus. S.sciuri (2). S.sciuri subsp.rodentium (2). S.sciuri subsp.sciuri (3). S.sciuri subsp.carnaticus (2). S.sciuri subsp.sciuri (4). S.sciuri subsp.sciuri (5). S.sciuri subsp.rodentium (3). S.sciuri subsp.rodentium (4). S.sciuri subsp.carnaticus (3). S.sciuri subsp.carnaticus (4). Keterangan : 315 Titik-titik pada setiap sekuens menunjukkan kesamaan basa. Hasil analisis pohon filogenetik setiap kelompok spesies disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Dari gambar tersebut tampak bahwa sampel merupakan spesies yang sama yaitu spesies bakteri S.sciuri. Sedangkan satu sampel merupakan spesies bakteri S.haemolyticus. Stackebrandt dan Goebel (1995) begitu pula Janda dan Abbot (2007) menyatakan bahwa suatu spesies bakteri dikatakan sama apabila memiliki homologi lebih dari atau sama dengan 97%. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai spesies yang belum dapat teridentifikasi tersebut. Dalam penelitian ini ditemukan dua spesies bakteri S. sciuri. Spesies lainnya yang ditemukan adalah E. faecalis. Bakteri S. sciuri pada manusia bersifat patogen dan menyebabkan terjadinya endokarditis (Hedin et al., 1998), infeksi pada saluran kemih (Stepanovic et al., 2003), infeksi pada luka (Shittu et al., 2004; Coimbra et al., 2011), peritonitis (Wallet et al., 2000), syok septik (Horii et al., 2001), dan penyakit radang panggul (Stepanovic et al., 2005). Bakteri S. sciuri dapat ditemukan secara luas di alam sebagai komensal spesies hewan pengerat, marsupial dan dapat pula diisolasi dari hewan peliharaan dan peternakan (Juuti, 2004). Thorberg (2008) melaporkan bahwa spesies bakteri tersebut dapat menimbulkan penyakit mastitis pada ternak ruminansia dan epidermitis eksudatif (EE) pada babi dan tikus. Dengan kata lain, bakteri tersebut dapat dikatakan sebagai agen zoonosis. Tsai et al., (2007) menemukan S. sciuri subsp. sciuri sebagai bakteri pembentuk histamin pada ikan bandeng kering, yang dianalisis dengan menggunakan sekuen 16S rdna. Bakteri S. haemolyticus merupakan bakteri patogen yang keberadaannya sangat penting bagi manusia. Bakteri tersebut dapat 412

Gambar 2. Pohon filogeni Staphylococcus sciuri dari sampel S.KD.T.02 dan S.KD.T.27 dengan data dari GenBank. Staphylococcus vitulinus digunakan sebagai out group. Pohon filogenetik ini disimpulkan dengan menggunakan metode maximum likelihood, persentase pohon filogenetik untuk menentukan taksa yang sama dites bootstrap (100 ulangan) yang ditampilkan di samping cabang, jarak evolusi dihitung dengan menggunakan metode Kimura 2-parameter dan analisis evolusioner dilakukan di MEGA 5. Gambar 3. Pohon filogeni Staphylococcus haemolyticus dari sampel S.KD.T.16 dengan data dari Genbank. Staphylococcus jettensis digunakan sebagai out group. Pohon filogenetik ini disimpulkan dengan menggunakan metode maximum likelihood, persentase pohon filogenetik untuk menentukan taksa yang sama dites bootstrap (100 ulangan) yang ditampilkan di samping cabang, jarak evolusi dihitung dengan menggunakan metode Kimura 2-parameter dan analisis evolusioner dilakukan di MEGA 5. 413

Putu Mei Purnama Dewi, et al Jurnal Veteriner menimbulkan penyakit yang terkait dengan sistem saraf pusat, native-valve endokarditis, septisemia, peritonitis, infeksi saluran kemih / urinary tract infections (UTI s), luka, infeksi pada tulang dan persendian (Castro et al., 2006). Bakteri S.haemolyticus dapat diisolasi dari monyet dan hewan domestik (seperti anjing, babi. kuda, sapi). Bakteri S. haemolyticus merupakan bakteri patogen nosokomial nomor dua setelah S. epidermidis. Penelitian yang menemukan spesies bakteri S.sciuri dan S.haemolyticus pada ikan tuna sebagai bakteri pembentuk histamin belum pernah diporkan di Indonesia. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa spesies Staphylococcus yang dapat teridentifikasi pada saluran cerna ikan tuna adalah S.sciuri dan S.haemolyticus. Bakteri lain yang dapat teridentifikasi adalah E.faecalis dan M.caseolyticus. Kedua isolat bakteri S. sciuri memiliki perbedaan genetik yang dekat. SARAN Peranan bakteri S.sciuri dan S.haemolyticus pada manusia, hewan dan khususnya pada ikan tuna perlu mendapatkan kajian lebih lanjut. Bakteri yang belum teridentifikasi dalam penelitian ini perlu dikaji lebih mendetail. Ditemukannya S.sciuri dan S.haemolyticus pada ikan tuna yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, perlu mendapatkan perhatian khususnya kepada penjual ikan agar memerhatikan sanitasi dan penyimpanan ikan tuna yang dijual. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan atas dana yang diberikan pada penelitian ini. Analisis genetik pada penelitian ini didanai oleh USAID melalui sub-grant dari NAS (National Academy of Science) dengan NAS sub-grant number PGA- 2000001987 dan sponsor grant award number AID-OAA-A-11-00012 dengan judul Building Indonesia Capacity trough Genetic Assessment of Commercial Fish Species. DAFTAR PUSTAKA Allen DGJ, Green DP, Bolton GE, Jaykus LA, Cope WG. 2005. Detection and identification of histamine-producing bacteria associated with harvesting and processing mahimahi and yellowfin tuna. J Food Prot 68(8): 1676-1682. Bavykin SG, Yuri PL, Vladimir Z, John JK, Joany J, David AS, Alexey C. 2004. Use of 16S rrna, 23S rrna, and gyrb Gene sequence analysis to determine phylogenetic relationships of Bacillus cereus group microorganisms. J Clin Mikrobiol 42(8): 3711-3730. Butler AH, Thompson DWJ, Heikes R, 2010. The steady-state atmospheric circulation response to climate change like thermal forcings in a simple general circulation model. J Climate 23: 3474-3496. Castro N, Loeza MSL, Navarro AC, Sánchez A, Sánchez JS. 2006. Estudio molecular de Staphylococcus haemolyticus resistente a meticilina en un hospital de méxico. Revista de Investigación Clínica 58(6): 580-585. Coimbra DG, Almeida AGCS, Júnior JBO, Silva LAFD, Pimentel BJ, Gitaí DLG, Moreira LS, Filho EAS, Andrade TGD. 2011. Wound infection by multiresistant Staphylococcus sciuri identified by molecular methods. New Microbiologica 34: 425-427. Economou V, Brett MM, Papadopoulou C, Frillingos S, Nichols T. 2007. Changes in histamine and microbiological analyses in fresh and frozen tuna muscle during temperature abuse. Food Addit Contam 24(8): 820-832. Fischetti AV, Novick RP, Ferreti JJ, Portnoy DA, Rood JI. 2000. Gram positif. Washington DC: ASM Press : 315. Gotz F, Bannerman T, Schleifer KH. 2006. The genera Staphylococcus and Macrococcus. The Prokaryotes 4: 5-75. Hedin G, Widerstrom M. 1998. Endocarditis due to Staphylococcus sciuri. Eur J Clin Microbiol Infect Dis 17: 673-675. Horii T, Suzuki Y, Kimura T, Kanno T, Maekawa M. 2001. Intravenous catheterrelated septic shock caused by Staphylococcus sciuri and Escherichia vulneris. Scand J Infect Dis 33: 930-932. 414

Hwang H, Malhotra N, Kim Y, Tomiuk M, Hong S. 2010. A comparative study on parameter recovery of three approaches to structural equation modeling. Journal of Marketing Research 47 (4): 699-712. Janda JM, Abbott SL. 2007. 16S rrna gene sequencing for bacterial identification in the diagnostic laboratory. J Clin Mikrobiol 45(9): 2761. Juuti K. 2004. Surface protein Pls of methicillinresistant Staphylococcus aureus role in adhesion, invasion and pathogenesis, and evolutionary aspects. Dissertation. Helsinki. University of Helsinki. Kloos WE, Musselwhite MS. 1975. Distribution persistence of Staphylococcus and Micrococcus specand other aerobic bacteria on human skin. Appl Mbiol 30: 381-385. Kung HF, Tsai YH, Chang SC, Hong TY. 2012. Biogenic amine content, histamine-forming bacteria, and adulteration of pork in tuna sausage products. J Food Prot 75(10): 1814-1822. Martineau F, Picard FJ, Ke D, Paradis S, Roy PH, Ouellette M, Bergeron MG. 2001. Development of a PCR assay for identification of Staphylococci at genus and species levels. J Clin Mikrobiol 39(7): 2541. Murray M, Clifford DJ, Gettinby G, Snow WF, McIntyre WIM. 1981. Susceptibility to african trypanosomiasis of N dama and zebu cattle in an area of glossina morsitans morsitans challenge. Veterinary Record 109: 503. Rebah BF, Frikha F, Kamoun W, Belbahri L, Gargouri Y, Miled N. 2008. Culture of Staphylococcus xylosus in fish processing by-product-based media for lipase production. Lett Appl Microbiol 47(6): 549-554. Shalaby AR. 1996. Significance of biogenic amines to food safety and human health. Food Research International 29(7): 675 690. Shittu A, Lin J, Morrison D, Kolawole D. 2004. Isolation and molecular characterization of multiresistant Staphylococcus sciuri and Staphylococcus haemolyticus associated with skin and soft-tissue infections. J Med Microbiol 53: 51-55. Stackebrandt E, Goebel BM. 1995. A place for DNA-DNA reassociation and 16S rrna sequence analysis in the present species definition in bacteriology. International Jurnal of Systematic Bacteriology 44: 846-849. Stepanovic S, Opavski IDN, Jezek P, Ranin L. 2003. Influence of the growth medium composition on biofilm formation by Staphylococcus sciuri. Annals of Microbiology 53: 63-74. Stepanovic S, Morrison DID, Hauschild T, Jezek P. 2005. Identification and characterization of clinical isolates of members of the Staphylococcus sciuri group. J Clin Microbiol 43: 956-958. Tamura K, Peterson D, Peterson N, Stecher G, Nei M, Kumar S. 2011. MEGA5: Molecular Evolutionary Genetics Analysis using maximum likelihood, evolutionary distance, and maximum parsimony methods. Mol Biol 28: 2731-2739. Taylor SL, Speckhard MW. 1983. Isolation of histamine producing bacteria from frozen tuna. Food Research Institute 35-59. Thorberg BM. 2008. Coagulase-negative Staphylococci in bovine sub-clinical mastitis. (Thesis). Uppsala. Swedish University of Agricultural Sciences. Tsai YH, Kung HF, Chen HC, Chang SC, Hsu HH, Wei CI. 2007. Determination of histamine and histamine-forming bacteria in dried milk ûsh (Chanos chanos) implicated in a food-borne poisoning. Food Chemistry 105: 1289-1296. Wallet F, Stuit L, Boulanger E, Delvallez MR, Dequiedt P. 2000. Peritonitis due to Staphylococcus sciuri in a patient on continuous ambulatory peritoneal dialysis. Scand J Infect Dis 32: 697-698. 415