Penerapan Model Inquiy Learning dalam Meningkatkan Partisipasi dan Hasil Pembelajaran Sejarah Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM MATERI PENGHANTAR PANAS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS VI SDN JAMBUWER 02 KAB

PENERAPAN METODE GUIDED INQUIRY DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

YANIK SULISTYANI SDN Ngletih Kec.Kandat Kab.Kediri

NASKAH PUBLIKASI. Oleh : SRI MUJAYANTI A54A100126

PENGGUNAAN METODE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PETA

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI KARYA SENI RUPA TERAPAN NUSANTARA DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Aminudin 1. SDN Sukorejo 01, Kota Blitar 1

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMATIK MODE PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SISWA KELAS II SD NEGERI TEBING TINGGI

PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE INKUIRI MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI KOTA TEBING TINGGI

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS SINTESIS SISWA MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN LANGSUNG DENGAN METODE PROBLEM SOLVING

*Keperluan Korespondensi, telp/fax: ,

PENINGKATAN PARTISIPASI DAN MOTIVASI BELAJAR BIOLOGI MELALUI ACTION LEARNING PADA SISWA KELAS X.6 SMAN 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010.

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN SISWA

PENERAPAN METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE PAIRED STORYTELLING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PROBLEM BASED-LEARNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Rahayu 6, Chumi Z F 7, Ika L R 8


Muhammad Iqbal Baihaqi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Balitar

PENGGUNAAN METODE INKUIRI DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS SINTESIS SISWA MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN LANGSUNG DENGAN METODE PROBLEM SOLVING

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

kata kunci: bimbingan teknis, pendekatan kontekstual, dan mutu guru.

Surakarta. Keperluan korespondensi, telp: ,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA ELAS X-1 SMA NEGERI 12 BANJARMASIN MELALUI PENERAPAN MODEL PENGAJARAN LANGSUNG PADA POKOK BAHASAN GERAK MELINGKAR

PENINGKATAN PENGUASAAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING BAGI GURU MATEMATIKA MELALUI PERAN PENDAMPINGAN PENGAWAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan atas motif-motif dan tujuan yang ada pada murid.

Esty Setyarsih Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu negara dapat diukur dari kemajuan pendidikan di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. paradigma yang lama atau cara-cara berpikir tradisional. Dalam dunia pendidikan,

PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING PADA HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA KELAS VII A SMPN 3 TANJUNG DALAM KONSEP EKOSISTEM

LINDA ROSETA RISTIYANI K

*Keperluan Korespondensi, telp: ,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATAN HASIL BELAJAR PKN TENTANG KEBEBASAN BERORGANISASI

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

PEMANFAATAN HALAMAN SEKOLAH SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Oleh : Restuning Ropika Putri, S.Pd

PENINGKATAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE POLAMATIKA PADA KELAS V SD NEGERI BRATAN II No. 170 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG VOLUME PRISMA SEGITIGA DAN TABUNG MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PBI. Nur Aini Yuliati

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN METODE KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION MATA PELAJARAN PKN SD KOTA TEBING TINGGI

*Keperluan Korespondensi, telp: ,

Liza Laras Ayuningtyas 43, Kayan Swastika 44, Sugianto 45

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA ELAS X-1 SMA NEGERI 12 BANJARMASIN MELALUI PENERAPAN MODEL PENGAJARAN LANGSUNG PADA POKOK BAHASAN GERAK MELINGKAR

PENINGKATAN KEMAMPUAN MELAKUKAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN MELALUI METODE MAKE A MATCH

Keperluan korespondensi, HP : ,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidaklah lepas dari berbagai hal

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MALIA ULFA. Jl. Semarang 5 Malang.

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang di ungkapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I Program Studi Biologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

UPAYA MENINGKATKAN KINERJA DAN HASIL BELAJAR MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

Dwi Ambarwati 1. PENDAHULUAN

PENINGKATAN PEMAHAMAN SIFAT-SIFAT BANGUN RUANG MELALUI MEDIA TIGA DIMENSI

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: e-issn: Vol. 2, No 8 Agustus 2017

I. PENDAHULUAN. penting dalam pendidikan, dan diajarkan mulai dari sekolah dasar hingga tingkat

IMPLEMENTASI PENDEKATAN QUANTUM LEARNING SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISASI MISKONSEPSI BIOTEKNOLOGI DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

Nurul Umamah, Marjono dan Erly Nurul Hidayah

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

PENINGKATAN HASIL DAN AKTIVITAS BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI DENGAN METODE RESITASI PRA-PEMBELAJARAN. Djoko Santoso 1

Moh. Nurman Bagus Satrio Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia. Kata kunci: kalimat utama dalam paragraf, STAD

PENERAPAN MODEL PBL (PROBLEM BASED LEARNING) PADA PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD

*Keperluan Korespondensi, telp: ,

PENERAPAN METODE THINK PAIR SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VI SD TEBING TINGGI

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP DAUR AIR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY, AND SOCIATY (SETS)

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

TIWIS HERLINA P

BAB I PENDAHULUAN. segala lingkungan dan sepanjang hidup. 1 Menurut Undang-Undang Nomor 20

I. PENDAHULUAN. Bab I ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,

Transkripsi:

Metafora: Education, Social Sciences and Humanities Journal p-issn: 2407-1757 Vol. 3, No. 1, April 2019 e-issn: 2580-5177 Penerapan Model Inquiy Learning dalam Meningkatkan Partisipasi dan Hasil Pembelajaran Sejarah Indonesia Pi i SMA Negeri 1 Turen Kabupaten Malang piirawi@gmail.com Abstrak Tujuan penelitian ini adalah; (1), meningkatkan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran (2), meningkatkan hasil belajar dengan penerapan model inquiry learning. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas pola Hopkins. Pada siklus I penerapan model inquiry learning lebih efektif 12,51% dalam meningkatkan partisipasi ( keterampilan), dan lebih efektif 8,33% dalam meningkatkan hasil belajar (pengetahuan). Artinya dalam pembelajaran prasiklus peserta didik mencapai tingkat partisipasi (keterampilan) 43,05% dan hasil belajar (pengetahuan) 56,95%, maka dengan model inquiry learning peserta didik akan meningkat partisipasinya 55,56% dan hasil belajar 65,28% Sedangkan pada siklus 2 penerapan model inquiry learning untuk partisipasi (keterampilan) lebih efektif 20,83% dan untuk aspek pengetahuan lebih efektif 13,84%, maka capaian ketuntasan belajar pada partisipasi (keterampilan) sebesar 76,39% dan aspek pengetahuan sebesar 79,12%. Hal tersebut menunjukkan penerapan model inquiry learning dapat dikatakan lebih efektif dalam meningkatkan partisipasi dan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran Sejarah Indonesia.. Kata kunci; inquiry learning, partisipasi, hasil belajar. 1. PENDAHULUAN Permasalahan pembelajaaran sejarah selalu menjadi permasalahan yang aktual untuk dicarikan solusinya. Salah satu permasalahan pembelajaran tersebut antara lain kurangnya keterampilan guru dalam menerapkan model-model pembelajaran. Meskipun model pembelajaran telah mengalami perkembangan yang pesat, dan menjadi salah satu materi penting dalam pelatihan/workshop bagi guru, akan tetapi belum banyak berpengaruh terhadap perbaikan proses pembelajaran sejarah. Hariyono menyatakan bahwa meskipun model pembelajaran berkembang pesat, masih banyak sistem pembelajaran di sekolah sering dilakukan dengan kurang optimal (1995; 13). Received June 1 st,2012; Revised June 25 th, 2012; Accepted July 10 th, 2012

46 ISSN: 1978-1520 Hal tersebut setidaknya dilatari oleh 2 faktor yaitu; (1) model -model pembelajaran yang mampu mendorong peserta didik berpartisipasi dalam pembelajaran masih cenderung sebatas menjadi wacana, (2) keengganan guru sejarah beranjak dari zona nyaman pembelajaaran konvensional yang menggandalkan pembelajaran bertutur, berceramah atau bercerita. Pembelajaran konvensional guru mendominasi pembelajaran dan menjadi satu-satunya sumber belajar, sedangkan peserta didik pasif, partisipasinya rendah, kreatifitas berfikir terbelenggu, membosankan dan pembelajaran tidak menyenangkan. Parrington menyatakan guru yang mendominasi dalam pembelajaran hafalan yang menekankan chalk and talk dan memorizing akan mengabaikan kemampuan intelektual yang lebih tinggi (dalam Mulyana & Gunawan, 2007; 1-9). Peserta didik yang sebenarnya memiliki potensi jika dalam pembelajaran yang diterapkan model pembelajaran konvensional, maka partisipasi dan hasil belajarnya tidak maksimal, bahkan tergolong rendah. Untuk mengatasi masalah pembelajaran tersebut, guru sebagai ujung tombak dalam pembelajaran memiliki kewajiban dan keharusan melakukan perubahan mindset dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran konstruktifisme. Perubahan mindset pembelajaran memang bukan hal yang mudah karena pembelajaran konvensional ini telah mentradisi sangat lama dalam pembelajaran sejarah, akan tetapi jika dilandasi dengan kemauan dan tekat yang kuat maka akan berhasil melakukan perubahan mindset itu. Pembelajaran konstruktifisme adalah pembelajaran yang mengubah orientasi pembelajaran yang berpusat pada guru ( teacher centered) beralih ke peserta didik (student centered). Guru tidak lagi mendominasi pembelajaran, akan tetapi berperan sebagai fasilitator untuk menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, mendorong peserta didik berpartisipasi aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran konstruktifisme ini peserta didik ditingkatkan derajatnya dari obyek yang menerima transfer pengetahuan dari guru menjadi subyek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan dalam kehidupan (Lampiran IV Pemendikbud 81 A Tahun 2013). Salah satu model pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran konstruktifisme adalah inquiry learning. Suryani dan Agung menyatakan inquiry berasal dari kata to inquiry yang berarti ikut serta atau terlibat dalam mengajukan

IJCCS ISSN: 1978-1520 47 pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi dan mengajukan penyelidikan (2012:119). Model pembelajaran ini untuk melatih keterampilan peserta dalam partisipasi aktif, berfikir kritis untuk memecahkan masalah atas permasalahan-permasalahan yang diajukan oleh guru. Pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakankan (Sanjaya, 2006: 194). Wiriaatmadja menyatakan bahwa permasalahan-permasalahan yang dipertanyakan kepada peserta didik paling tidak mengandung antara lain; (1) dua konsep atau lebih, (2) banyak alternatif, dan (3) mengunda ng pengambilan keputusan (2002; 140-141). Adapun sintaks model inquiry learning sintaksnya meliputi; (1) observasi ( observation) mengamati berbagai fakta-fakta sejarah, (2) mengajukan pertanyaan ( questioning) tentang fakta sejarah yang dihadapi, dalam tahap ini melatih peserta didik untuk mengeksplorasi melalui kegiatan menanya kepada guru atau sumber-sumber lainnya, (3) mengajukan dugaan (hipotesis), pada tahap ini peserta didik melakukan penalaran atau mengasosiasi, (4) mengumpulkan data ( data gathering) terkait dengan fakta-fakta yang ditanyakan, memprediksi hipotesis sebagai dasar untuk merumuskan suatu kesimpulan, dan (5) merumuskan kesimpulan ( conclution) berdasarkan data yang dianalisis, sehingga peserta didik dapat mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya (Direktorat Pembinaan SMA, 2014; 31, Nurhadi dan Senduk, 2002: 12). Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui apakah penerapan model inquiry learning mampu meningkatkan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran dan hasil hasil yang baik pada pembelajaran Sejarah Indonesia Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi; (1) apakah penerapan model inquiry learning mampu meningkatkan partisipasi peserta didik kelas XII MIPA 2 dalam pembelajaran Sejarah Indonesia pada semester gasal tahun pelajaran 2016-2017 di SMA Negeri 1 Turen?, (2) apakah penerapan model inquiry learning mampu meningkatkan hasil pembelajaran Sejarah Indonesia pada peserta didik kelas XII MIPA 2 semester gasal tahun pelajaran 2016-2017 di SMA Negeri 1 Turen? Selaras dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan; (1) mengkaji partisipasi peserta didik dalam pembelajaran sejarah yang menerapkan model inquiry learning pada kelas XII MIPA 2 semester gasal tahun pelajaran 2016-2017 di Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)

48 ISSN: 1978-1520 SMA Negeri 1 Turen, dan (2) mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik melalui pembelajaran model inquiry leaning pada kelas XII MIPA 2 semester gasal tahun pelajaran 2016-2017 di SMA Negeri 1 Turen. Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi; (1) peserta didik, meningkatkan partisipasi dan hasil belajar peserta didik, (2) bagi guru, meningkatkan keterampilan dalam menerapkan model-model pembelajaran, dan keterampilan dalam melaksanakan publikasi ilmiah, (3) bagi sekolah, dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan pendidikan. 2. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Tindakan Kelas ( Classroom Action Researh) ini menggunakan teknik purposive sampling atau sampel bertujuan yaitu mengambil subyek yang didasarkan atas tujuan tertentu (2006:39). Peneliti adalah guru dari sekolah tersebut, maka tujuan tertentu ( purposive samplin) yaitu untuk memperbaiki proses dan hasil pembelajaran. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan pola Hopkins dengan tiga siklus yang setiap siklus terdiri atas; (1) perencanaan, (2) tindakan dan p engamatan (observasi) dan (3) refleksi. Jika pada siklus ke dua telah tercapai ketuntasan belajar maka penelitian dianggap telah selesai. Dalam mengumpulkan data, metode yang digunakan meliputi metode pengamatan (observasi), dokumentasi dan wawancara. Metode pengamatan digunakan untuk mengamati pembelajaran. Metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan dokumen pembelajaran antara lain berupa RPP, naskah ulangan harian, tugas rumah, jurnal pembelajaran, daftar nilai, dan foto-foto kegiatan pembelajaran. Metode wawancara digunakan untuk mengetahui respon peserta didik berkaitan dengan penerapan model inquiry learning. Dalam melaksanakan metode pengamatan dan wawancara, peneliti dibantu seorang guru pendamping. Analisis data berkaitan dengan aspek pengetahuan dan keterampilan. Aspek pengetahuan berkaitan dengan data hasil ulangan dan penugasan, sedangkan aspek keterampilan berkaitan dengan data partisipasi peserta didik dalam pembelajaran yang terdiri atas 2 indikator yaitu; (1) bertanya/menjawab/argumentasi, dan (2) menyajikan /membuat laporan. Data aspek sikap tidak turut dianalisis karena secara umum peserta didik telah menunjukkan sikap yang baik. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini

IJCCS ISSN: 1978-1520 49 adalah apabila guru dapat meningkatkan partisipasi dan hasil pembelajaran peserta didik kelas XII MIPA 2 SMA Negeri 1 Turen semester 1 tahun pelajaran 2016-2017 dengan menerapkan model inquiry learning dalam pembelajaran Sejarah Indonesia. Ketuntasan (KKM) aspek keterampilan (partisipasi) dan ketuntasan aspek pengetahuan (hasil belajar) adalah nilai 75 (KTSP SMA Negeri 1 Turen Tahun Pelajaran 2016-2017). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tabel 7 di atas menunjukkan adanya peningkatan partisipasi (keterampilan) peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran pada setiap siklus. Pada siklus 1 indikator 1 (bertanya/menjawab/argumentasi) meningkat 19,45%, dari capaian ketuntasan prasiklus 44,44% menjadi 63,89%. Capaian pada indikator 2 (menyajikan /membuat laporan) juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 16,66%. Rata-rata capaian ketuntasan belajar aspek keterampilan pada siklus 1 mencapai 55,56%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 12,51% dari capaian prasiklus. Pada siklus 2 indikator 1 (bertanya/menjawab/ argumentasi) meningkat 11,11% dari capaian ketuntasan pada siklus 1 sebesar 63,89% menjadi 75%. Sedangkan pada indikator 2 (menyajikan /membuat laporan) meningkat 19,45% dari capaian ketutasan belajar pada siklus 1 sebesar 58,33% menjadi 77.78%. Rata-rata klasikal pencapaian ketuntasan peserta didik pada siklus 2 dalam berpartisipasi dalam pembelajaran mencapai 76,39%. Rata-rata tersebut meningkat 20, 83%, dari rata-rata pada siklus 1 sebesar 55,56% menjadi 76,39% pada siklus 2. Berdasarkan data di atas juga menunjukkan perbandingan capaian ketuntasan aspek keterampilan (partisipasi) antara prasiklus dengan siklus 1 dan 2. Pada siklus 1 rata-rata capaian ketuntasan keterampilan peserta didik dalam proses pembelajaran Sejarah Indonesia dengan menggunakan model inquiry learning meningkat (lebih efektif) 12,51% dibandingkan dengan model pembelajaran prasiklus, artinya jika peserta didik dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional memperoleh capaian ketuntasan 43,05%, maka dengan model inquiry learning peserta didik akan memperoleh capaian ketuntasan belajar sebesar 55,56%. Sedangkan pada siklus 2 capaian ketuntasan aspek keterampilan (partisipasi) peserta didik dalam proses pembelajaran model inquiry learning meningkat 20,83% dari capaian prosentase pada pra siklus 43,05% menjadi 76,39%. Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)

50 ISSN: 1978-1520 Tabel 8; Data perbandingan hasil belajar aspek pengetahuan pada pembelajaran Sejarah Indonesia dengan penerapan model inquiry learning pada siklus 1 dan 2. Masa Pra siklus Siklus 1 Siklus 2 Nilai Pengetahuan Indikator 1(UH) Indikator 2 (Tugas) Prosenta Prosent Prosenta Prosenta se ase se se Ketuntas kenaika Ketuntas kenaikan an n an Rerata 52,78% 61,11% 56,95% Prosentase kenaikan setiap siklus Prosenta se kenaikan dari pra siklus 61,11% 8,33% 69,44% 8,33% 65,28% 8,33% 11,11% 77,78% 16,67% 80,56% 11,12% 79,12% 13,84% 22,17% Pada tabel 8 di atas menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar aspek pengetahuan dari siklus 1 dan siklus 2. Pada siklus 1 capaian ketuntasan indikator 1 (ulangan harian) meningkat 8,33%, dari capaian 52,78% (pra siklus) menjadi 61,11%. Sedangkan pada indikator 2 (penugasan) pada siklus 1 juga meningkat sebesar 8,33%, dari capaian ketuntasan penugasan pra siklus 61,11% menjadi 69,44%. Rata-rata capaian ketuntasan aspek pengetahuan pada siklus 1 meningkat 8,33%, dari capaian sebesar 56,95% (prasiklus) menjadi 65,28% pada siklus 1. Pada siklus 2 capaian ketuntasan indikator 1 (ulangan harian) meningkat 16,67%, dari capaian ketuntasan 61,11% (siklus 1) menjadi 77,78%. Seda ngkan pada indikator 2 (penugasan) mengalami peningkatan sebesar 11,12%, dari capaian 69,44% pada siklus 1 menjadi 80,56% pada siklus 2. Rata-rata capaian ketuntasan aspek pengetahuan pada siklus 2 ini meningkat sebesar 13,84%, dari capaian ketuntasan 65,28% (siklus 1) menjadi 79,12%. Dari tabel data di atas menunjukkan perbandingan capaian ketuntasan aspek pengetahuan antara prasiklus dengan siklus 1 dan 2. Capaian ketuntasan pada pra siklus sebesar 56,95% meningkat 8,33%menjadi 65,28% pada siklus 1. Jika dibandingkan dengan siklus 2 meningkat sebesar 13,84% menjadi 79,12%.

IJCCS ISSN: 1978-1520 51 Dari perbandingan capaian tersebut dapat dijelaskan bahwa pada siklus 1 penerapan model inquiry learning dalam pembelajaran Sejarah Indonesia lebih efektif 8,33% dibandingkan dengan model pembelajaran pada prasiklus, artinya jika peserta didik dalam pembelajaran prasiklus memperoleh capaian ketuntasan 56,95%, maka dengan model inquiry learning peserta didik akan memperoleh capaian ketuntasan belajar sebesar 65,28%. Sedangkan pada siklus 2 penerapan model inquiry learning lebih efektif 13,84% dari capaian ketuntasan belajar yang diperoleh dari pembelajaran prasiklus 56,95% menjadi 79,12%. 4. KESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan yaitu ; (1) penerapan model inquiry learning berdampak positif bagi partisipasi ( keterampilan) peserta didik dalam pembelajaran, dan (2) adanya peningkatan hasil belajar sejarah melalui penerapan model inquiry learning pada peserta didik kelas XII MIPA 2 SMA Negeri 1 Turen semerter gasal tahun pembelajaran 2016-2017. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hariyono, (1995). Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Jakarta: Pustaka Jaya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMA Negeri 1 Turen Kabupaten Malang Tahun Pelajaran 2016-2017 Lampiran Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran Pendidikan dasar dan menengah, Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran. Leving, J. R. (1986). Four cognitive principles of learning strategy instruction. Educational Psychologist, 21 (2), 3-17. Mulyana, Agus & Gunawan, Restu, Ed., 2007. Sejarah Lokal Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah, Bandung : Salamina Press. Nurhadi dan Senduk, 2002. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL), Malang: Universitas Negeri Malang. Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses, Jakarta: Kencana Perdana Media Grup. Suryani, N & Agung, L. 2012. Strategi Belajar Mengajar, Yogyakarta: Ombak. Wiriaatmadja, Rochiati, (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional dan Global, Bandung: Historia Utama Press. Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)

52 ISSN: 1978-1520 Wittrock, M. C. (1992). Generative learning processes of the brain. Psychologist, 27 (4), 531 541. Educational