BAB I PENDAHULUAN. iklan yang terdapat pada media, baik media elektronik maupun media cetak, yang



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. wacana kritis oleh kalangan ahli komunikasi. Untuk itu,diperlukan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. ditegaskan oleh Astrid (1982:120) bahwa, Semenjak peluncuran satelit

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Di samping itu, pada bab ini juga dibahas konsep-konsep yang terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi. Kalimat berperan sebagai unsur pembangun bahasa saja. Satuan

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. yang diperlukan dan digunakan untuk penelitian yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. wisatawan, baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Daya tarik Bali

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan salah satu media massa yangcukup populer di tengah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. atau nonlapangan yang menggunakan pendekatan paradigma kritis dan jenis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Alat-alat kohesi..., Astri Yuniati, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Iklan pada hakikatnya adalah aktivitas menjual pesan (selling message) dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot.

BAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

PRATIWI AMALLIYAH A

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB III METODE PENELITIAN

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.

BAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB III METODE PENELITIAN. menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa secara sederhana merupakan produk budaya yang dihasilkan dan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang mendasar dari suatu kelompok saintis (Ilmuan) yang menganut suatu pandangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

BAB III METODE PENELITIAN. pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

BAB III METODE PENELITIAN. Barthes. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan situasi atau

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRUKTUR WACANA IKLAN MEDIA CETAK KAJIAN STUKTUR VAN DJIK. I WAYAN MULYAWAN Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipandang sebagai faktor yang menentukan proses-proses perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. materi yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. bentuk dari bahasa tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu bahasa

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Sejak manusia mulai mengenal sistem perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

Ahyad. Fakultas Komunikasi Universitas Gunadarma Kata Kunci: wacana kritis, iklan, makna

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu hasil budaya manusia yang bernilai

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini membuat keberadaan iklan sebagai sarana dalam mempromosikan barang dan jasa menjadi sangat diperhitungkan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin beragamnya tampilan iklan yang terdapat pada media, baik media elektronik maupun media cetak, yang dibuat dengan bentuk dan tampilan yang sangat kreatif, atraktif, dan tentunya persuasif. Dalam iklan, bahasa tidak hanya ditempatkan sebagai alat penyampai pesan dalam bentuk sederhana, tetapi telah diberdayakan untuk menyampaikan pesan komersial yang efektif untuk membangkitkan emosi khalayak sasaran dalam membuat keputusan dan memilih kebutuhan konsumsi mereka. Bahasa dalam kondisi yang demikian telah ditempatkan sebagai unsur yang menentukan sebagai akibat perkembangan referen iklan, khalayak sasaran, dan persaingan pasar yang semakin ketat sehingga masing-masing pelaku pasar berusaha untuk menguasai segmen pasar dengan berbagai strategi komersialnya. Pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memberikan tantangan dan kemudahan untuk menghasilkan iklan-iklan yang lebih kreatif, inovatif, atraktif, dan tentunya persuasif. Dengan bahasa yang persuasif salah satu tujuan wacana iklan diharapkan dapat tercapai, yaitu membujuk dan mengajak

2 masyarakat untuk melakukan sesuatu (memiliki, membeli, melakukan, dan sebagainya). Persuasif adalah tujuan utama dari pembuat iklan untuk menstimulus keinginan (membeli, memiliki, melakukan) dari masyarakat. Kepersuasifan tersebut sangat menonjol dalam iklan komersial karena iklan komersial bertujuan untuk mendapatkan keuntungan berupa materi. Dalam hal ini, pembuat iklan tidak sedikit menggunakan unsur verbal dan nonverbal yang kurang sesuai dengan kaidah-kaidah linguistik. Sesungguhnya, ada maksud-maksud tertentu di balik semua itu yang ingin disampaikan oleh produsen dan pembuat iklan. Pada dasarnya, periklanan dibagi menjadi dua. Pertama, iklan komersial dan yang kedua adalah iklan nonkomersial atau biasa disebut dengan istilah Iklan Layanan Masyarakat (ILM). ILM tidak seperti iklan barang dan jasa yang bersifat komersial, melainkan lebih menyajikan pesan-pesan sosial yang bertujuan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap sejumlah masalah yang harus mereka hadapi, yakni kondisi yang bisa mengancam keselarasan dan kehidupan umum. Suatu ILM biasanya diproduksi oleh pemerintah atau suatu organisasi untuk memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat misalnya di bidang kesehatan. Pemerintah yang merupakan produsen iklan tersebut berusaha memberikan informasi mengenai kesehatan serta mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Wacana iklan, baik komersial maupun nonkomersial merupakan objek kajian yang menarik karena melibatkan unsur-unsur bahasa di dalamnya, baik dalam

3 bentuk verbal maupun nonverbal, yang tentunya dapat dikaji dengan menggunakan teori linguistik. Khusus dalam penelitian ini, iklan yang dipilih adalah Iklan Layanan Kesehatan Masyarakat (ILKM) Kehadiran ILKM dimaksudkan sebagai citra tandingan terhadap keberadaan iklan komersial. Karena selama ini iklan komersial sering dituduh menggalakkan konsumerisme. Iklan komersial merangsang konsumen untuk berkonsumsi tinggi, dan menyuburkan sifat boros. Sebagai sebuah citra tandingan, ILKM pada dasarnya merupakan alat untuk menyampaikan pesan sosial kepada masyarakat. Media semacam ini sering dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyebarluaskan program-programnya. Misalnya ILKM yang dibuat untuk menyukseskan program imunisasi nasional, pemberantasan nyamuk demam berdarah, virus flu burung, menjaga lingkungan hidup, membuang sampah pada tempatnya, budaya mencuci tangan, penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya. Jika dilihat dari wujudnya, ILKM mengandung tanda-tanda komunikatif. Lewat tanda-tanda komunikasi itulah pesan tersebut menjadi bermakna. Di samping itu, gabungan antara tanda, baik tanda verbal maupun nonverbal, dan pesan yang ada pada ILKM diharapkan mampu mempersuasi khalayak sasaran yang dituju. Tampilan ILKM pun juga terkadang tidak kalah menariknya dengan iklan komersial lainnya. Pemerintah atau organisasi-organisasi tertentu sebagai produsen ILKM berusaha untuk mengemas ILKM tersebut menjadi lebih menarik, atraktif dan komunikatif

4 dengan memanfaatan tanda-tanda verbal dan nonverbal sehingga mampu menarik perhatian masyarakat untuk sekadar melihat ILKM tersebut. Tidak seperti iklan komersial lainnya, tujuan ILKM bukan untuk memperoleh keuntungan berupa materi, melainkan ILKM mengemban tujuan mulia yaitu untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai masalah yang mereka hadapi atau memberi imbauan dan peringatan untuk kehidupan yang lebih baik. Pemerintah berusaha meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyampaikan iklan melalui media, baik media cetak maupun elektronik. Pada penelitian ini ILKM yang dikaji meliputi Iklan Antinarkoba serta HIV AIDS. Adapun alasan dari pemilihan kedua jenis ILKM itu adalah karena (1) kedua ILKM tersebut saling berhubungan satu sama lain, seseorang yang menderita HIV AIDS sebagian besar awalnya adalah seorang pengguna narkoba, (2) jika dilihat dari sasaran yang dituju kedua ILKM sama-sama memiliki sasaran yang sama, yaitu umumnya kedua iklan tersebut lebih ditujukan kepada masyarakat remaja sehingga ragam bahasa serta tampilan iklannya pun nantinya akan disesuaikan dengan dunia remaja, dan (3) narkoba serta HIV AIDS merupakan masalah yang tidak henti-hentinya untuk diperbincangkan dan upaya pemerintah untuk memberantas Narkoba serta menekan penyebaran HIV AIDS dari tahun-ketahun semakin gencar dilaksanakan. Berdasarkan data BNN tahun 2010 dilaporkan bahwa 1,5 persen penduduk Indonesia terjerumus narkoba, sementara penderita Aids di Indonesia mencapai 130.000 orang pada tahun 2010. Hal ini membuat pemerintah berupaya keras agar jumlah tersebut tidak

5 meningkat lebih jauh, salah satunya adalah dengan cara memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyrakat agar terhindar dari narkoba dan HIV/Aids melalui media iklan. Hal tersebut membuat populasi ILKM khususnya mengenai narkoba dan HIV/Aids lebih banyak dan mudah didapat jika dibandingkan dengan ILKM lainnya. Berdasarkan paparan pada latar belakang di atas, penelitian ini berusaha mengkaji penggunaan bahasa pada ILKM, baik pada tanda verbal maupun nonverbal, serta makna dan ideologi yang melatarbelakanginya dengan pemanfaatan teori semiotik oleh Barthes (1977), yang merumuskan tanda dalam dua tingkatan makna, yaitu konotasi dan denotasi serta berakhir pada suatu ideologi yang merupakan analisis tertinggi dari pengungkapan makna pada tanda tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini menjawab ketiga permasalahan yang diformulasikan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah struktur mikro pada teks verbal yang terdapat pada ILKM? 2. Bagaimanakah makna yang terdapat pada tanda verbal dan nonverbal, baik pada semiologis tingkat 1 maupun semilogis tingkat 2, pada ILKM? 3. Ideologi apakah yang melatarbelakangi ILKM tersebut?

6 1.3 Tujuan Penelitian Suatu penelitian tentunya bertujuan untuk mencari suatu jawaban dari permasalahan yang bersifat sistematis. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian ini. Terdapat dua tujuan pada penelitian ini, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini adalah untuk mengkaji serta mendokumentasikan penggunaan bahasa dalam ILKM. 1.3.1 Tujuan Khusus Secara khusus dari penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis struktur teks verbal yang terdapat pada iklan yang merupakan data dari penelitian ini, (2) menganalisis makna yang terkandung dalam teks ILKM, baik pada tingkat denotasi maupun konotasi, (3) mengungkap ideologi yang terkandung dalam ILKM. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik yang bersifat teoretis maupun praktis.

7 1.4.1 Manfaat Teoretis Manfaat teoretis penelitian ini ialah, mengembangkan penggunaan model analisis makna berlapis (tingkat 1 dan 2) serta memberikan sumbangan pemikiran, tambahan informasi, bahan rujukan tentang kajian semiotik, dan memotivasi untuk dilakukannya penelitian-penelitian lanjutan yang sejenis. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini berupa hasil penelitian yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pembuat teks atas pemanfaatan unsur verbal dan nonverbal serta pemahaman pembaca dalam mengartikan tanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada ILKM.

8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Beberapa hasil penelitian, artikel wacana iklan, dan semiotik sosial yang dikaji tidak hanya mencermati hasil analisis semiotik dari iklan produk tertentu, tetapi juga hasil analisis dari berbagai macam produk dengan tujuan untuk mengetahui model, arah, dan hasil temuan penelitian. Penelitian oleh Mulyawan (2005) yang berjudul Wacana Iklan Komersial Media Cetak:Kajian Hipersemiotika (tesis) yang mengkaji sejumlah iklan komersial media cetak dari sudut komposisi struktur gramatikal dan leksikal, makna, pesan, serta ideologi yang melatarbelakanginya. Dalam menganalisis permasalahannya, Mulyawan menggunakan teori struktur wacana van Dijk (1985) dan teori Hipersemiotika Piliang (2003). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa untuk dapat mengungkap makna dan pesan iklan yang ditunjukkan oleh unsur nonverbal diperlukan pendekatan semiotik, sedangkan untuk permasalahan makna dan pesan yang bersifat di luar realitas diperlukan pendekatan khusus yaitu pendekatan hipersemiotika. Hasil kajian Mulyawan (2005) menunjukkan bahwa makna dan pesan yang ditimbulkan oleh

9 unsur nonverbal mampu menjadikan sebuah iklan untuk dapat tampil lebih persuasif, menarik, dan mudah diingat oleh konsumen. Jika dilihat dari analisis struktur mikro, penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyawan (2005), namun pada tataran analisis makro, teori yang digunakan berbeda. Kelebihan penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih terperinci mengenai pengungkapan makna pada suatu iklan karena pada penelitian ini pengungkapan makna dilakukan dengan menggunakan model analisis berlapis yakni analisis makna pada tingkat denotasi dan dilanjutkan dengan analisis makna pada tingkat konotasinya. Kusrianti (2004: 1-8) menganalisis iklan komersial Pigeon Two Way Cake melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan tekstual dan kontekstual. Pendekatan tekstual digunakan untuk menganalisis unsur iklan secara mikro yang meliputi kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Pendekatan kontekstual digunakan untuk menganalisis kohesi yang ada berdasarkan konteks iklan tersebut yang meliputi konteks situasi, konteks bahasa kiasan, dan konteks sosial budaya iklan. Dalam simpulannya, ditemukan bahwa secara tekstual dalam iklan terdapat tiga bentuk kohesi gramatikal yang meliputi referensi, ellipsis, konjungsi, dan tiga bentuk kohesi leksikal yang meliputi pengulangan, sinonimi, dan kolokasi. Secara kontekstual, dalam iklan terdapat bentuk bahasa personifikasi dan secara sosial budaya telah terjadi offer justification.

10 Penelitian yang dilakukan oleh Kusrianti relevan dengan penelitian ini, terutama dalam pendekatan tekstual yang digunakan untuk menganalisis unsur mikro. Kajian kohesi gramatikal dan leksikal dalam penelitian itu diharapkan dapat memberi kontribusi pada penelitian ini. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kusrianti tidak digunakan teori semiotik untuk mengungkap makna iklan. Penelitian itu hanya memfokuskan analisisnya pada analisis tekstual dan kontekstual. Sumbo (2006) dalam artikelnya yang berjudul Semiotika Iklan Sosial mengulas aplikasi teori semiotika dalam menganalisis iklan sosial seperti iklan layanan masyarakat. Dalam artikel itu dibahas cara menganalisis iklan sosial dengan memanfaatkan tanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada iklan layanan masyarakat. Dalam artikel tersebut terdapat beberapa contoh iklan layanan masyarakat yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan semiotika yang berfokus pada pesan yang disampaikan oleh tanda verbal dan nonverbal. Sumbo manarik simpulan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tanda verbal dan nonverbal dan keduanya saling melengkapi. Parodi dan personifikasi yang merupakan idiom estetik tanda nonverbal menjadi kuat keberadaannya sebagai visualisasi dari tanda verbal. Penelitian itu cukup relevan dengan penelitian ini, di samping memiliki objek pnelelitian yang sama, yaitu sama-sama menggunakan media iklan sosial (ILM), penelitian ini juga memanfaatkan tanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada ILM pada proses pengungkapan maknanya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sumbo, terlihat bahwa Sumbo hanya mengkaji unsur makro dari iklan tersebut dan sama sekali

11 tidak menyentuh unsur linguistik dalam mengkaji struktur mikro. Hal itulah yang membuat penelitian ini diharapkan mampu menyediakan informasi yang lebih jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumbo. Penelitian ini menganalisis unsur mikro yang melibatkan aspek-aspek lingusitik, baik secara gramatikal maupun leksikal, serta unsur makro pada iklan yang menjadi objek penelitian. Artikel oleh Sumbo dapat memberi kontribusi terhadap penelitian ini, khususnya mengenai metode semiotika dalam menganalisis iklan layanan masyarakat, walupun Sumbo hanya memfokuskan analisis pada pesan yang terkandung pada tanda verbal dan nonverbal dalam iklan tersebut. 2.2 Konsep Terdapat lima konsep yang relevan dengan topik penelitian ini, yaitu konsep teks dan wacana, tanda, iklan, struktur iklan, dan ideologi. Konsep-konsep tersebut dapat dijelaskan seperti berikut: 2.2.1 Teks dan Wacana Halliday dalam Cohesion in English (1976) menyatakan bahwa wacana dan teks merupakan dua istilah yang sama maksudnya. Teks merupakan rangkaian kalimat yang saling berkaitan, bukan hanya sebagai unit gramatikal, melainkan merupakan satu unit makna. Wacana merupakan kalimat-kalimat yang secara

12 operasional berkedudukan sebagai satu kesatuan. Pandangan yang kedua mengacu pada pandangan Brown dan Yule (1996: 189) bahwa teks dipandang sebagai produk yang mengesampingkan pertimbangan teks itu dibangun, sedangkan wacana merupakan suatu proses yang memperhitungkan semua upaya dalam membangun teks demi membangun dan mengungkapkan makna. Kridalaksana (1983:179) berpendapat bahwa wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Halliday (1976) menambahkan bahwa teks merupakan rangkaian kalimat yang saling berkaitan, bukan hanya sebagai unit gramatikal, melainkan merupakan satu unit makna. Samsuri (1988:1) menyebutkan wacana sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Pengertian wacana menurut Samsuri tersebut lebih menonjolkan fungsi penggunaan bahasa, yaitu untuk komunikasi, di samping juga keutuhan makna sebagai syarat yang harus terpenuhi dalam wacana. 2.2.2 Tanda Barthes (1977) merumuskan tanda sebagai sistem yang terdiri atas expression (E) yang berkaitan (relation R-) dengan content (C). Teori tanda tersebut dikembangkannya dan dihasilkan teori denotasi dan konotasi. Menurutnya, content dapat dikembangkan. Akibatnya, tanda pertama (E1 R1 C1) dapat menjadi E2

13 sehingga terbentuk tanda kedua: E2 (=E1 R1 C1) R2 C2. Tanda pertama disebutnya sebagai denotasi dan yang kedua disebutnya semiotik konotasi. 2.2.3 Iklan Istilah periklanan berasal dari verba Bahasa Latin abad pertengahan (1100 dan 1500 Masehi), yaitu advertere yang bermakna menarik perhatian seseorang terhadap sesuatu. Sementara itu, periklanan menurut Kamus Istilah Periklanan Indonesia adalah pesan yang dibayar dan disampaikan melalui sarana media, antara lain: pers, radio, televisi, bioskop, yang bertujuan membujuk konsumen untuk melakukan tindak membeli atau mengubah perilakunya (Nuradi, 1996:4). Pada dasarnya, periklanan dibagi menjadi dua, iklan komersial dan iklan nonkomersial atau biasa disebut dengan istilah Iklan Layanan Masyarakat (ILM). Menurut Sumbo (2007), iklan layanan masyarakat adalah alat untuk menyampaikan pesan sosial kepada masyarakat yang pada umumnya berisi pesan tentang kesadaran nasional dan lingkungan. Berdasarakn definisi di atas, konsep iklan layanan masyarakat, yang pada umumnya bersifat tidak komersial, adalah iklan yang menyampaikan informasi kepada seluruh lapisan masyarakat. Informasi-informasi tersebut bervariasi, misalnya mengenai lingkungan, kesehatan, pendidikan, sumber daya alam, ekonomi, dan politik. Iklan jenis ini sangat mengharapkan partisipasi aktif dari masyarakat untuk

14 memuluskan program-program yang dicanangkan yang menguntungkan kedua belah pihak, dalam hal ini pemerintah dan masyarakat. 2.2.4 Struktur Iklan Leech (1966) menyebutkan bahwa secara umum setiap iklan, khususnya iklan media cetak, terdiri atas beberapa bagian sebagai berikut: a. Headline merupakan kepala/tajuk sebuah iklan yang berfungsi sebagai eye catcher b. Illustration(s) merupakan latar belakang sebuah iklan yang memberikan ilustrasi terhadap iklan tersebut c. Body copy merupakan tubuh/isi sebuah iklan yang berisikan informasi dan pesan iklan. d. Signature line (logo) merupakan tampilan produk yang diiklankan berikut harga, slogan, atau merek e. Standing details merupakan kaki/penutup sebuah iklan yang terdapat pada bagian bawah/akhir iklan. Bagian penutup biasanya berupa informasi tambahan terkait dengan produk yang diiklankan, seperti alamat perusahaan, pusat informasi, dan lain-lain. Tampilan bagian ini biasanya berupa tulisan kecil dan tidak mencolok

15 2.2.5 Ideologi Secara awam, ideologi dapat dikatakan sebagai suatu paham atau aliran yang diyakini kebenarannya. Hal ini dapat dilihat dari adanya paham komunis, paham liberal, dan yang lainnya sebagai ideologi. Ideologi dapat berupa sesuatu yang abstrak ataupun nyata. Menurut van Zoest (1991:60), sebuah teks tidak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah ideologi. Terkait dengan wacana sebuah teks, ideologi merupakan ide-ide pokok seorang pembuat teks yang tercermin dari teks tersebut. Fairlough (1985:85) menyebutkan bahwa ideologi tidaklah tercermin sebagai unsur eksplisit dalam sebuah teks, melainkan berlaku sebagai asumsi latar belakang yang menyebabkan lahirnya sebuah teks. Ideologi membantu dalam membentuk struktur dan alur sebuah teks, sedangkan dari segi pembaca ideologi membantu dalam menginterpretasikan teks tersebut. Ideologi lebih menunjuk pada kesadaran (keyakinan) atau pendirian tentang pemikiran atau pandangan tertentu. Ideologi tetap menyangkut ide-ide, gagasan, pedoman atau petunjuk-petunjuk produksi tentang makna. Ideologi menentukan cara memandang, orientasi memandang atau menyikapi tentang segala sesuatu. Ideologi mempengaruhi pikiran, selera, perasaan, dan menuntut tindakan kebudayaan serta tindakan sosial seseorang atau kelompok. Ideologi seseorang atau kelompok tidak bersifat permanen, tidak bersifat kontinum, tetapi selalu bisa berubah

16 tergantung pada kepentingan penganutnya. Ideologi bisa juga desakan dari dalam (internal) diri individu atau kelompok, akibat desakan atau pengaruh yang datang dari luar secara eksternal (Syamsuddin, 2008: 90) 2.2.6 Ikon dan Ikonisitas Pierce membagi tanda dalam hubungannya dengan objek menjadi tiga, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Pierce menyatakan ikon adalah hubungan antara tanda dengan acuannya yang berupa hubungan kemiripan. Dengan kata lain, ikon digunakan untuk menyebut tanda yang bentuk fisiknya memiliki kaitan erat dengan sifat khas dari apa yang diacunya. Ikonisitas sebagai suatu hal yang bersifat semiosis mengacu pada kemiripan alami atau analogi antara bentuk (signifier) dan konsep (signified) yang diacunya di dunia atau dalam persepsi kita menngenal dunia. Secara garis besar, terdapat tiga jenis ikon yang diungkapkan oleh Pierce, yaitu 1. Imajik yaitu ikon yang penandanya menyerupai realitas yang diacunya. 2. Diagramatik yaitu ikon yang memiliki struktur geometris dengan apa yang diwakilinya. Ikon ini didasarkan pada hubungan antara tanda yang mencerminkan kemiripan antara objek atau tindakan. 3. Metaforik yaitu merupakan metatanda (metasign) yang ikonisitasnya berdasarkan kemiripan antara objek dari dua tanda simbolis. Ikon ini

17 penandanya mengacu pada beberapa referen yang mirip. (Willem & Cuypere, 2008: 3) Hal serupa juga diungkapkan oleh Noth (1985: 10) yang menyatakan bahwa Pierce menganggap metafora terlihat pada tingkat ketiga ikonisitas yang digambarkan secara paralel dan ketidaklangsungan dari metatanda (metasign) sebagai perwujudan perwakilan karakter. Tingkat pertama ikon yang merepresentasikan objek melalui persamaan ditempati oleh pictures (images). Level kedua meliputi diagrams, yang menyatakan persamaan struktural antara hubungan elemen dan objeknya. 2.3 Landasan Teori 2.3.1 Teori Semiotik Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik oleh Barthes (1977). Barthes (1977) mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Sedangkan konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti. Dalam semiologi Barthes (1977) dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna.

18 Denotasi merupakan makna yang objektif dan tetap, sedangkan konotasi sebagai makna yang subjektif dan bervariasi. Meskipun berbeda, kedua makna tersebut ditentukan oleh konteks. Makna yang pertama yaitu makna denotasi berkaitan dengan sosok acuan, misalnya kata merah bermakna warna seperti warna darah (secara lebih objektif, makna dapat digambarkan menurut tata sinar). Konteks dalam hal ini untuk memecahkan masalah polisemi, sedangkan pada makna konotasi, konteks mendukung munculnya makna yang subjektif. Konotasi membuka kemungkinan interpretasi yang luas. Dalam bahasa, konotasi dimunculkan melalui majas (metafora, metonimi, hiperbola, eufemisme, ironi, dsb), presuposisi, dan implikatur. Secara umum (bukan bahasa), konotasi berkaitan dengan pengalaman pribadi atau masyarakat penuturnya yang bereaksi dan memberi makna konotasi emotif, misalnya halus, kasar/tidak sopan, peyoratif, akrab, kanak-kanak, menyenangkan, menakutkan, bahaya, tenang, dsb. Jenis ini tidak terbatas. Pada contoh di atas: MERAH bermakna konotasi emotif. Konotasi ini bertujuan membongkar makna yang terselubung. Teori ini digunakan untuk menganalisis permasalahan kedua yaitu mengenai pemaknaan, baik pada semiologis tingkat 1 maupun tingkat 2 serta ideologi yang melatarbelakangi iklan tersebut.

19 Berikut merupakan skema teori semiotik oleh Barthes (1977) 1. Signifier 2. signified Denotative sign Connotative signifier connotative signified Connotative sign Gambar 1: Skema teori Semiotik Barthes (1915-1980) Sumber: (Cobley & Jansz. 1999: 51) Berdasarkan skema teori semiotik oleh Barthes di atas, terlihat bahwa makna denotasi terdapat pada level pertama yang diperoleh melalui penanda dan petandanya. Makna denotasi diperoleh melalui makna literal unsur-unsur pembentuknya. Selanjutnya, pada level kedua terlihat bahwa penanda konotasi behubungan langsung dengan makna denotasinya. Hal ini berarti penanda konotasi merupakan perkembangan dari makna denotasi. Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan penanda-penanda lain dalam mengungkap makna konotasinya. Pada tanda verbal, dalam mengungkap makna konotasinya juga memanfaatkan teori tindak tutur oleh Austin (1962) dan Searle (1969) serta pada tanda nonverbal, pengungkapan makna konotasi juga ditunjang oleh prinsip ikonisitas.

20 1) Semiologi Mitos Mitos menurut Barthes (1977) merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang menetap pada suatu komunitas berakhir menjadi mitos. Pemaknaan tersebut terbentuk oleh kekuatan mayoritas yang memberi konotasi tertentu kepada suatu hal secara tetap sehingga lama kelamaan menjadi mitos (makna yang membudaya). Petanda konotasi, karakternya umum, global dan tersebar, sekaligus menghasilkan fragmen ideologis. Berbagai petanda ini memiliki suatu komunikasi yang amat dekat dengan budaya, pengetahuan, sejarah, dan melalui hal terebutlah, demikian dikatakan, dunia yang melingkunginya menginvasi sistem tersebut. Dapat katakan bahwa ideologi adalah suatu form penanda-penanda konotasi, sementara gaya bahasa, majas atau metafora adalah elemen bentuk (form) dari konotator-konotator. Singkatnya, konotasi merupakan aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos adalah muatannya. Beroperasinya ideologi melalui semiotika mitos ini dapat ditengarai melalui asosiasi yang melekat dalam bahasa konotatif. Barthes (1977)mengatakan penggunaan konotasi dalam teks ini sebagai penciptaan mitos. Ada banyak mitos yang diciptakan media, misalnya mitos tentang kecantikan, kejantanan, pembagian peran domestik versus peran publik, dan banyak lagi. Mitos ini bermain dalam tingkat bahasa yang oleh Barthes disebut adibahasa (metalanguage). Penanda konotatif menyodorkan makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotasi yang melandasi keberadaannya.

21 Dibukanya medan pemaknaan konotasi ini memungkinkan pembaca memaknai bahasa metafora atau majasi yang maknanya hanya dapat dipahami pada tataran konotatif. Dalam mitos, hubungan antara penanda dan petanda terjadi secara termotivasi. Pada level denotasi, sebuah penanda tidak menampilkan makna (petanda) yang termotivasi. Motivasi makna justru berlangsung pada level konotasi. 2.3.2 Teori Struktur Wacana Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) CDA merupakan suatu pendekatan interdisipliner dalam mempelajari suatu wacana yang telah digunakan sebagai metode analisis pada seluruh ilmu humaniora dan ilmu sosial. Dalam teori struktur wacana menurut van Dijk (1997) analisis wacana berupaya mengkaji tiga struktur/tingkatan: (1) struktur makro; (2) superstruktur; (3) struktur mikro 1) Struktur Makro Struktur makro mencerminkan makna umum sebuah wacana yang dapat dipahami dari topik wacana tersebut. Dengan kata lain, analisis struktur makro merupakan analisis sebuah wacana yang dipadukan dengan kondisi sosial di sekitarnya untuk memperoleh suatu tema sentral. Tema sebuah wacana tercakup secara implisit di dalam keseluruhan wacana dalam satu kesatuan bentuk yang

22 koheren. Tema dapat ditemukan dengan cara membaca keseluruhan wacana tersebut. Dengan demikian, akan diketahui topik atau gagasan yang dikembangkan dalam wacana tersebut. 2) Superstruktur Superstruktur adalah kerangka dasar sebuah wacana yang terdiri atas rangkaian struktur atau elemen dalam membentuk satu kesatuan bentuk yang koheren. Analisis superstruktur merupakan analisis alur sebuah wacana. Misalnya, bangunan sebuah wacana yang tersusun atas berbagai elemen seperti pendahuluan, isi, dan penutup harus dirangkai demikian rupa guna membentuk sebuah wacana yang utuh, menarik, dan mudah dipahami 3) Struktur Mikro Struktur mikro merupakan analisis sebuah wacana berdasarkan unsurunsur intrinsiknya yang meliputi aspek-aspek linguistik seperti berikut. (1) Unsur semantik dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yaitu makna yang muncul dari kata, klausa, kalimat, dan paragraf. Di samping itu juga meliputi hubungan di antara keempatnya, seperti hubungan antarkata, antarkalimat, antarklausa, dan antarparagraf. Adapun pada aspek semantik, makna yang ingin ditekankan dalam teks meliputi latar, detail, maksud, dan praanggapan.

23 (2) Unsur sintaksis, yang berfokus pada analisis yang meliputi (a) bentuk kalimat, misalnya pasif atau aktif dan (b) kohesi pada analisis wacana yang meliputi hubungan bentuk /kohesi gramatikal (Halliday, 1976: 31) serta hubungan antar makna/ kohesi leksikal yang mencakup hubungan antarunsur wacana berupa tata urut proporsi secara semantis. Koherensi semantik terdiri atas koherensi kondisional dan koherensi fungsional (van Dijk, 1985:110). Urutan peristiwa suatu proposisi dapat dikatakan koheren secara kondisional bila proposisi tersebut secara kondisional mencerminkan kenyataan yang terkait dengan proposisi sebelumnya. Koherensi ini ditandai dengan pemakaian anak kalimat yang menjelaskan kalimat atau proposisi sebelumnya, misalnya sebab akibat. Urutan peristiwa suatu proposisi dikatakan koheren secara fungsional jika proposisi tersebut memiliki hubungan semantik dengan proposisi sebelumnya, dalam hal ini dikatakan memiliki fungsi stilistik dan retoris, misalnya penggunaan konjungsi yang dapat berfungsi sebagai perbandingan, pengontrasan, atau pemberi kesimpulan mengenai proposisi sebelumnya (van Dijk, 1985: 110) Jadi, untuk dapat berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh dan koheren secara semantik, suatu proposisi memiliki penanda dan dinyatakan oleh reference (pengacuan), substitution (penyulihan), Ellipsis (pelesapan), kohesi leksikal dan perangkaian yang disebut dengan kohesi gramatikal dan kohesi

24 leksikal (Halliday, 1976). Menurut Halliday (1976) referensi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu eksoforis dan endoforis. Eksoforis menunjuk sesuatu yang bersifat situasional, berdasarkan pada konteks situasi dan endoforis menunjuk pada sesuatu dalam teks. Tipe endoforis dibedakan menjadi 3 yaitu persona, demonstratif, dan komparatif. Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menajdi kolokasi dan reiterasi. Reiterasi meliputi pengulangan, sinonimi, antonimi, hiponimi, ekuivalensi, dan kata generik. Kolokasi atau perangkaian terdiri dari aditif, adversatif, kausal, dan temporal (Halliday, 1976), (Sumarlam, 2003) (3) Unsur stilistik merupakan style atau ragam tampilan sebuah wacana dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Sebuah wacana bisa memilih berbagai ragam tampilan, seperti puisi, drama, atau narasi. Terkait dengan gaya bahasanya sebuah wacana bisa menampilkan style, melalui diksi atau pilihan kata, pilihan kalimat, majas, atau ciri kebahasaan yang lainnya. (4) Unsur retoris merupakan unsur penekanan sebuah topik dalam sebuah wacana. Gaya penekanan ini berhubungan erat dengan bagaimana pesan sebuah teks akan disampaikan, yang meliputi gaya hiperbola, repetisi, alterasi atau gaya yang lainnya.