BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan seseorang dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh

BAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related

BAB 2 KAJIAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Harman et al. (2009) mengemukakan teori tradisional turnover ini menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. McDonald's Corporation pertama didirikan pada tahun 1940 oleh dua

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN HIPOTESIS. Dengan menjadi bagian dari perusahaan, karyawan dididik untuk berkomitmen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. bagian mempunyai tugas dan wewenang masing-masing. Dimana satu sama

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam sebuah organisasi, khususnya organisasi perbankan, semestinya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Bab 2 Landasan Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB II LANDASAN TEORI. maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesuksesan organisasi di masa depan. Kemampuan perusahaan. efektif dan efisien (Djastuti, 2011:2).

Motivasi : Dari Konsep menjadi Penerapan. BAB 8 Perilaku Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB I PENDAHULUAN. organisasi/korporat (corporate social responsibilities ), workforce diversities,

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No. 3 tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap orang yang bekerja mengharapkan untuk memperoleh kepuasan

BAB I PENDAHULUAN. ini, oleh karena itu perusahaan membutuhkan manusia-manusia yang berkualitas tinggi, memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Terry (2006), manajemen adalah sebuah proses yang melibatkan

KINERJA DAN RETENSI INDIVIDUAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang telah dilahirkan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wibowo (2011:501) kepuasan adalah sikap umum terhadap pekerjaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. salah satu diantaranya adalah turnover intention. Turnover menurut Robbins dan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti.

HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR KARYAWAN PADA PT. PURNA GRAHA ABADI TASIKMALAYA. Oleh: Reza Rizky Aditya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan guna menunjang setiap aktivitas organisasi. Sumber daya manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB I PENDAHULUAN. sampai-sampai beberapa organisasi sering memakai unsur komitmen sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya persaingan kompetensi antar individu menyebabkan banyak

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kemudahan dan pelayanan yang diberikan. Mulai dari kemudahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori itu dipakai adalah karena teori tersebut relevan dengan variabel yang dipakai serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Pengertian Manajemen Sumber Daya. perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

Personal characteristic (sdm issues dalam organisasi)

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan-perusahaan dengan tenaga sumber daya manusia yang dominan, kepuasan

Transkripsi:

8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber daya Manusia Menurut Gary Dessler (2011), manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian. Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia merupakan rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Sedangkan menurut Stephen P. Robbins & Mary Coulter (2009), manajemen sumber daya manusia adalah mengenai penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing. Jadi, berdasarkan pendapat para ahli diatas manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu dan seni dalam bagaimana cara mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh tiap individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. 2.2 Motivasi 2.2.1 Pengertian Motivasi Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006), motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Orang biasanya bertindak karena satu alasan yaitu untuk mencapai tujuan. Menurut Munandar (2008), motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah kepada tercapainya tujuannya tertentu.

9 Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut George and Jones (2005), motivasi kerja adalah suatu kekuatan psikologis di dalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang di dalam organisasi, tingkat usaha, dan kegigihan di dalam menghadapi rintangan. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah merupakan dorongan psikologis dari dalam diri seseorang atau individu untuk melakukan sesuatu terhadap tugas dan tanggung jawabnya guna mencapai tujuan. 2.2.2 Teori Motivasi Herzberg s (Two-Factor Theory) Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg dalam Robbins (2008) dengan asumsi bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan bahwa sikap individu terhadap pekerjaan bisa sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan. Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan faktor intrinsik dan ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik (hygiene factors) meliputi : (1) Upah, (2) Kondisi kerja, (3) Keamanan kerja, (4) Status, (5) Prosedur perusahaan, (6) Mutu penyeliaan, (7) Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan Sedangkan faktor intrinsik atau yang biasa disebut dengan motivators meliputi : (1) Pencapaian prestasi, (2) Pengakuan, (3) Tanggung Jawab, (4) Kemajuan, (5) Pekerjaan itu sendiri, (6) Kemungkinan berkembang. Tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan praktik SDM adalah orang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja lebih keras walaupun manajer mempertimbangkan dan menyampaikan faktor faktor hygiene dengan hati-hati untuk menghindari ketidakpuasan karyawan. Herzberg menyarankan

10 bahwa hanya motivator yang membuat karyawan mencurahkan lebih banyak usaha dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan. 2.2.3 Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik adalah sumber energi yang merupakan inti dari sifat aktif seorang individu. Motivasi intrinsik mengacu pada keterlibatan seseorang dalam kegiatan yang sepenuhnya dilakukan untuk kesenangan dan kepuasan dari partisipasi belaka. Kepuasan dan kesenangan itu berasal dari suatu kegiatan yang dilakukannya bukan dari sumber alasan eksternal. Seseorang termotivasi secara intrinsik ketika dia melakukan kegiatan atau pekerjaan secara sukarela, tanpa harapan tidak ada imbalan materi atau alasan eksternal (Deci & Ryan dalam Badhuri & Kumar 2010). Sedangkan menurut Sucaromana (2013) motivasi intrinsik adalah motivasi untuk terlibat dalam kegiatan untuk kepentingan sendiri. Menurut Frederick Herzberg dalam Stephen P. Robbins (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik yang berkaitan dengan isi pekerjaan, antara lain sebagai berikut: a. Achievement (Pencapaian) Keberhasilan seorang pegawai dapat dilihat dari pencapaian prestasinya. Agar seorang karyawan dapat berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya, maka seorang pemimpin harus memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mendapatkan prestasi kerja dan kinerja yang tinggi. b. Recognition (Pengakuan) Sebagai lanjutan dari pencapaian prestasi yang telah dilakukan karyawan, maka seorang pemimpin harus memberikan pernyataan pengakuan terhadap pencapaian prestasi karyawannya tersebut. Pengakuan oleh atasan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: Langsung menyatakan keberhasilan di tempat pekerjaannya, lebih baik dilakukan sewaktu ada orang lain Memberikan surat penghargaan Memberi hadiah berupa uang tunai Memberikan kenaikan gaji atau promosi c. The Work It Self (Pekerjaan Itu Sendiri)

11 Besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya. Besar kecilnya tantangan sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Sejauh mana karyawan memandang pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarik, memberikan kesempatan belajar dan peluang untuk menerima tanggung jawab. d. Responsibility (Tanggung Jawab) Agar tanggung jawab benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, pimpinan harus menghindari supervise yang ketat, dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi. Diterapkannya prinsip partisispasi membuat bawahan sepenuhnya merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya. e. Advancement (Kemajuan) Pengembangan merupakan salah satu faktor motivator bagi bawahan. Pemimpin dapat memulainya dengan melatih bawahannya untuk pekerjaan yang lebih bertanggung jawab. Bila ini sudah dilakukan selanjutnya pemimpin memberi rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikkan pangkatnya, dikirim mengikuti pendidikan dan pelatihan lanjutan. Sehingga memungkinkan karyawannya untuk maju dalam pekerjaannya. Motivasi intrinsik dalam realitasnya lebih memiliki daya tahan yang lebih kuat dibanding motivasi ekstrinsik. Hal ini terjadi karena faktor ekstrinsik dapat saja justru mengakibatkan daya motivasi individu berkurang ketika faktor ekstrinsik tersebut mengecewakan seorang individu. 2.2.3.1 Indikator Motivasi Intrinsik Menurut Badhuri & Khumar (2011) terdapat 4 indikator motivasi intrinsik yaitu diantaranya: 1. Kesenangan dalam bekerja 2. Kepercayaan diri 3. Otonomi dalam bekerja 4. Tugas atau kewajiban

12 2.3 Otonomi Kerja (Job Autonomy) 2.3.1 Pengertian Otonomi Kerja Breaugh 1985 (dalam Weston 2012) mendefinisikan otonomi kerja sebagai sejauh mana para pekerja dapat melakukan kontrol dan pengaruh atas aktivitas pekerjaan mereka dan organisasi kerja. Hal ini mengacu pada lingkup kebebasan untuk mengambil keputusan tentang isi, metode, penjadwalan dan kinerja tugas pekerjaan. Robbins & Coulter (2009) mendefinisikan otonomi kerja sebagai kebebasan yang diberikan kepada pekerja individu, secara substansial, kemandirian dan keleluasaan untuk merencanakan pekerjaan dan menetukan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikannya. Hal ini mencakup kesempatan untuk mengatur pekerjaan sendiri, kebebasan melaksanakan pekerjaan, kebebasan berpikir dan bertindak. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006) otonomi kerja adalah tingkat kebebasan dan keleluasaan individual dalam kerja dan penjadwalan kerja. Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa otonomi kerja merupakan kebebasan atau wewenang yang diberikan pimpinan kepada karyawannya dalam mengatur dan melaksanakan pekerjaannya serta mengatasi masalah yang ada di dalamnya. 2.3.2 Hubungan Otonomi Kerja dan Motivasi Menurut SDT (dalam Galleta 2011), sejauh mana lingkungan kerja mendukung dan mempromosikan otonomi kerja karyawan, memungkinkan mereka untuk mengaktifkan perilaku kerja yang positif dan otonom. Kondisi ini dianggap sebagai faktor fundamental yang mampu mempromosikan motivasi kerja karyawan, kesejahteraan dan kepuasan (Camerino & Mansano Sarquis, 2010; Camerino, Conway, & Lusignani, 2005). Sejalan dengan temuan tersebut, metaanalisis yang dilakukan oleh Humphrey, Nahrgang, dan Morgeson (2007) menunjukkan bahwa persepsi otonomi kerja berhubungan positif dengan hasil pekerjaan, seperti kinerja, kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi intrinsik. Gagné dan Deci (2005) menyatakan bahwa kebutuhan otonomi adalah

13 dasar munculnya motivasi intrinsik yang merupakan motivasi untuk melakukan suatu kegiatan untuk dirinya sendiri didorong oleh kepentingan murni dan kesenangan (Deci, Connell, & Ryan, 1989). Job Characteristic Model (JCM, Hackman & Oldham, 1976) menyarankan bahwa pekerjaan otonomi adalah sejauh mana pekerjaan memungkinkan kebebasan, hak diskresi dan kemandirian untuk jadwal kerja, membuat keputusan, dan memilih prosedur dan metode untuk melakukan kegiatan (Morgeson & Humphrey, 2006). Dengan pekerjaan yang sangat independen, karyawan dapat melihat hasil kerja sebagai sebagian yang tergantung dari usaha mereka, merasa secara pribadi bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan tindakan. Oleh karena itu, di antara karakteristik pekerjaan, otonomi kerja dapat mengaktifkan keadaan psikologis kritis yang memfasilitasi beberapa negara positif karyawan seperti motivasi intrinsik (Pierce, Jussila, & Cummings, 2009). Richer et al. (2002) dalam studi longitudinal menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan berpengaruh positif terhadap diri ditentukan motivasi, meskipun tidak jelas bagaimana masing-masing dimensi secara khusus berkaitan dengan motivasi kerja. Namun, otonomi kerja mampu merangsang tingkat tinggi komitmen pada organisasi (Parker, Wall & Cordery, 2001), komitmen afektif khusus mengenai kesediaan karyawan untuk mempertahankan keanggotaan pada organisasi dan bekerja untuk membantu untuk mencapai tujuannya (Meyer & Allen, 1991; Mowday, Steers & Porter, 1979). 2.3.3 Indikator Otonomi Kerja Breaugh 1985 (dalam Malarkodi M et al 2012), mengembangkan 3 skala penilaian (indikator) dalam otonomi kerja yaitu: 1. Work Method Autonomy Merupakan kebijakan yang diberikan kepada seseorang untuk memilih cara dan prosedur apa yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. 2. Work Schedule Autonomy Merupakan kebijakan yang diberikan kepada seseorang atas kontrol waktu dan mengatur rangkaian penyelesaian tugas. 3. Work Criteria Autonomy Merupakan kemampuan untuk memilih ujung alternatif tujuan dalam hal dimana kinerja seseorang dinilai.

14 2.4 Komitmen Organisasi 2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Stephen Robbins (2008), komitmen organisasi adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah organsiasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008), komitmen organisasi adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Sedangkan Robert L. Mathis (2006) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuantujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Hal yang sama dinyatakan Newstrom dan Davis (dalam Purba 2009) bahwa komitmen organisasi merupakan tingkat dimana individu memihak dan ingin secara kontinyu berpartisipasi aktif dalam organisasi, yang tercermin melalui karaktenistik: (a) adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan tujuan organisasi, (b) kesediaan untuk mengusahakan yang terbaik bagi organisasi, dan c) adanya keinginan yang pasti untuk bertahan dalam organisasi. Komitmen organisasi merupakan keterikatan psikologis seorang pegawai pada organisasinya, termasuk keterlibatan yang sangat dalam pada pekerjaannya, loyalitas dan kepercayaan pada nilai-nilai yang ada pada organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah ikatan psikologis sejauh mana seorang karyawan berpihak kepada organisasi dengan menerima seluruh nilai dan tujuan organisasi serta seberapa besar keinginannya untuk mempertahankan agar tetap berada dalam organisasi tersebut. Allen & Meyer dalam Cut Zurnali (2010) mengemukakan bahwa komitmen organisasional sebagai sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan dengan organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi atau tidak, yang teridentifikasi dalam tiga komponen yaitu: 1. Komitmen afektif (affective commitment), yaitu: keterlibatan emosional seseorang pada organisasinya berupa perasan cinta pada organisasi.

15 2. Komitmen kontinyu (continuance commitment), yaitu: persepsi seseorang atas biaya dan resiko dengan meninggalkan organisasi saat ini. Artinya, terdapat dua aspek pada komitmen kontinyu, yaitu: melibatkan pengorbanan pribadi apabila meninggalkan organisasi dan ketiadaan alternatif yang tersedia bagi orang tersebut. 3. Komitmen normatif (normative commitment), yaitu: sebuah dimensi moral yang didasarkan pada perasaan wajib dan tanggung jawab pada organisasi yang mempekerjakannya. 2.4.2 Komitmen Afektif Menurut Allen & Meyer (dalam Tjun Han et al 2012) Affective Commitmen (AC) ikatan secara emosional yang melekat pada seorang karyawan untuk mengidentifikasikan dan melibatkan dirinya dengan organisasi. Komitmen afektif ini juga dapat dikatakan sebagai penentu yang penting atas dedikasi dan loyalitas seorang karyawan. Menurut Luthans (2006), komitmen afektif merupakan keterikatan emosional anggota, identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi. Menurut Rhoades et al (dalam Tjun Han et al 2012) Kecenderungan seorang karyawan yang memiliki komitmen afektif yang tinggi, dapat menunjukkan rasa memiliki atas perusahaan, meningkatnya keterlibatan dalam aktivitas organisasi, keinginan untuk mencapai tujuan organisasi dan keinginan untuk dapat tetap bertahan dalam organisasi. Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen afektif adalah keterikatan emosional seorang karyawan terhadap suatu organisasi karena karyawan merasa aman dan nyaman berada didalam organisasi dan akan terus mempertahankan keanggotaannya didalam organiasasi tersebut. Keterikatan itu yang menyebabkan karyawan menyakini tujuan organisasi sebagai tanggung jawabnya. 2.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Afektif Menurut Meyer et al (dalam Tjun Han 2012) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen afektif seseorang antara lain yaitu: 1. Karakteristik Individu

16 Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Robbins (2006) menyatakan bahwa: Faktor-faktor yang mudah didefinisikan dan tersedia, data yang dapat diperoleh sebagian besar dari informasi yang tersedia dalam berkas personalia seorang pegawai mengemukakan karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa kerja dalam organisasi. Siagian (2008) menyatakan bahwa, Karakteristik biografikal (individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan dan masa kerja. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi karakter individu seseorang: a) Umur Hubungan antara umur dan kemampuan kerja menjadi persoalanpersoalan yang kian penting selama dasawarsa terakhir. Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, berkembang luas kepercayan bahwa kemampuan kerja akan berkurang sejalan dengan bertambahnya usia. Kedua, bahwa realitas kekuatan kerja sesuai dengan usia. Dan yang ketiga di dalam perundang-undangan Amerika untuk semua maksud dan tujuan, diluar perundang-undangan perintah pengunduran diri.umur 70 tahun. b) Gender Sebagian orang mengatakan adanya perbedaan penting antara laki-laki dengan perempuan yang dapat mempenagruhi performasi kerja yaitu dalam hal: kemampuan memecahkan maslah, keterampilan menganalisis, motivasi, keramahan (suka bergaul), dorongan kompetisi, dan kemampuan belajar. Namun kenyataannya perbedaan tersebut tidak konsisten. Dari hasil studi para psikolog telah ditemukan bahwa kebanyakan wanita lebih mau menyesuaikan diri pada kewenangan, dan laki-laki lebih agresif dan lebih ambisius dalam mencapai kesuksesan: akan tetapi skali lagi perbedaan ini sangat kecil.

17 c) Masa Kerja Hubungan masa kerja dengan dengan produktivitas seseorang yang mempunyai masa kerja lebih lama tidak selamanya lebih produktif bila dibandingkan pekerja baru. Hubungan masa kerja dengan absensi berbanding lurus, maksudnya adalah seseorang yang lebih senior cenderung lebih banyak absensi dibandingkan yunior. Hubungan masa kerja dengan perpindahan adalah negatif atau berbanding lurus, maksudnya bahwa yang lebih senior cenderung lebih banyak pindah dibanding dengan yunior, karena fakta menunjukan masa kerja sebelumnya merupakan kekuatan untuk pindah pada pekerjaan yang baru. d) Marital Status (Status Perkawinan) Hubungan status perkawinan dengan dengan produktivitas, absensi, dan kepuasan kerja, tidak cukup studi untuk menggambarkan dampak status perkawinan terhadap produktivitas, tetapi fakta menunjukan bahwa pegawai yang sudah kawin memiliki angka absensi lebih kecil, menjalani perpindahan lebih sedikit, dan kepuasan kerja lebih besar dibandingkan pegawai yang belum menikah. 2. Karakteristik Organisasi Karakteristik organisasi merupakan kondisi kerja internal dalam suatu organisasi yang akan mempengaruhi motivasi kerja dari individu yang bekerja di dalam lingkungan kerjanya. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan karakterisstik organisasi antara lain: (a) peraturan personalia (b) pengaturan imbalan dan budaya organisasi (c) kebijakan upah (d) kebijakan tunjangan karyawan. 3. Karakteristik Pekerjaan Karakeristik pekerjaan merupakan upaya mengidentifikasikan karakteristik tugas dari pekerjaan, bagaimana karakteristik itu digabung untuk membentuk pekerjaan yang berbeda dan hubungannya dengan motivasi, kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Tujuannya adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi, teknologi dan keperilakuan. Jadi karakteristik pekerjaan adalah uraian pekerjaan yang menjadi pedoman dalam bekerja dan dalam pelaksanaannya bisa mencapai kepuasan. Menurut

18 Hackman dan Oldham dalam Luthans (2005), Ada lima dimensi karakteristik pekerjaan yaitu: (a) Identitas Tugas Adalah seberapa jauh seorang pekerja terlibat dalam penyelesaian seluruh pekerjaan dan bagian-bagian pekerjaan yang bisa diidentifikasi. Dalam hal ini melakukan suatu pekerjaan dari permulaan sampai selesai dengan hasil yang nyata. (a) Signifikansi Tugas Adalah seberapa jauh suatu pekerjaan mempunyai arti penting dan dampak substansial atas kehidupan atau pekerjaan orang lain, baik dalam lingkup organisasi yang internal ataupun eksternal. (b) Variasi Keterampilan Adalah seberapa jauh jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang memerlukan keahlian yang berbeda didalam menyelesaikan pekerjaan, yang melibatkan penggunaan sejumlah keterampilan individu dan bakat. (c) Otonomi Merupakan tingkatan sampai sejauh mana seseorang diberikan kebebasan, kemandirian, dan keleluasaan untuk merencanakan pekerjaan dan menentukan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikannya. (d) Umpan Balik Merupakan tingkatan pelaksanaan kegiatan memperoleh masukan yang jelas dan cepat dari suatu pekerjaan oleh individu sehingga diperoleh informasi yang jelas tentang efektifitas kinerjanya. 4. Pengalaman Kerja Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas 2005), pengalaman dapat diartikan sebagai yang pernah dialami (dijalani, dirasa, ditanggung, dsb). Sedangkan Elaine B Johnson (2007) menyatakan bahwa pengalaman memunculkan potensi seseorang. Potensi penuh akan muncul bertahap seiring berjalannya waktu sebagai tanggapan terhadap bermacammacam pengalaman Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu atau masa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas tugas suatu

19 pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik. Adapun indikator pengalaman kerja diantaranya adalah sebagai berikut: a) Lama waktu/masa bekerja Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. b) Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan keterampilan merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan c) Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek teknik peralatan dan tehnik pekerjaan 2.4.4 Indikator Komitmen Afektif Adapun indikator dari komitmen afektif menurut Tjun Han et al (2012) adalah sebagai berikut: 1. Memiliki makna yang mendalam secara pribadi 2. Rasa saling memiliki yang kuat dengan organisasi 3. Bangga memberitahukan hal organisasi kepada orang lain 4. Terikat secara emosional dengan organisasi 5. Senang apabila dapat bekerja sampai pensiun di organisasi 6. Senang berdiskusi mengenai organisasi dengan orang lain diluar organisasi Menurut Allen & Meyer (1997) mendeskripsikan indikator afektif komitmen yaitu individu dengan afektif komitmen yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan afektif komitmen yang lebih rendah. Berdasarkan hasil penelitian dalam hal role-job performance, atau hasil pekerjaan yang dilakukan, individu dengan afektif

20 komitmen akan bekerja lebih keras dan menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih baik dibandingkan yang komitmennya lebih rendah. Individu dengan afektif komitmen tinggi akan lebih mendukung kebijakan perusahaan dibandingkan yang lebih rendah. 2.5 Turnover Intention 2.5.1 Pengertian Turnover Intention Turnover intention pada dasarnya adalah keinginan karyawan untuk pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa turnover intention adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat kerja lainya. Intensi keluar merupakan ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang dapat memicu keinginan seseorang untuk keluar mencari pekerjaan yang baru (Widjaja dkk 2008) Menurut Staffelbach (2008) turnover intention merupakan kemungkinan yang bersifat subyektif dimana seorang individu akan merubah pekerjaannya dalam jangka waktu tertentu dan merupakan pelopor dasar kepada turnover yang sebenarnya. Sedangkan Ilhami Yücel (2012) mendefinisikan turnover intention sebagai faktor yang memediasi sikap yang mempengaruhi niat untuk berhenti bekerja dan benar-benar keluar dari organisasi. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah keinginan dari dalam diri seorang karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya dan keinginan untuk meninggalkan organisasi tersebut. 2.5.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Turnover Intention Menurut Staffelbach (2008) faktor-faktor penyebab turnover intention dikategorikan sebagai berikut : 1. Faktor Psikologi Penentu psikologis merujuk pada proses mental dan perilaku karyawan, seperti harapan, orientasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, keterlibatan kerja atau efektifitas. Konsep turnover secara psikologis berkaitan dengan faktor-faktor yang dipengaruhi oleh emosi karyawan, sikap atau persepsi.

21 Faktor Psikologi terdiri dari : a) Psychological Contract atau Kontrak Psikologis Mengacu pada keyakinan individu mengenai syarat dan ketentuan perjanjian timbal balik pertukaran antara seseorang dan pihak lain. Konsep kontrak psikologis didasarkan pada wawasan, bahwa motivasi karyawan dan tingkat kinerja mereka harus dipelihara oleh organisasi melalui insentif dan penghargaan (Brinkmann & Stapf, 2005). Kontrak psikologis berisi semua harapan timbal yang balik tidak terungkapkan, harapan dan keinginan karyawan atau atasan dan merupakan perjanjian tambahan tidak dirumuskan dalam pekerjaan yang mengikat sah kontrak. Jika pemenuhan keinginan dan harapan karyawan gagal untuk muncul dalam jangka panjang dan kerugian tidak seimbang dengan keuntungan, maka konflik batin pada karyawan akan semakin buruk. Jika seorang karyawan tidak mampu membawa perubahan apapun, ketidakpuasan akan terjadi dan kemudian merusak kontrak psikologis. (Brinkmann &Stapf, 2005). Dasar dari kontrak psikologis didasarkan pada teori pertukaran sosial, yang mengasumsikan bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh pemaksimalan utilitas individu (Brinkmann & Stapf, 2005). Manusia berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Jika karyawan merasakan kontrak psikologis tidak berjalan seperti semestinya, maka turnover intention akan lebih tinggi. b) Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah keadaan emosional menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan seseorang dalam mencapai atau memfasilitasi pencapaian nilai pekerjaannya. Kepuasan kerja menjadi keterikatan afektif seseorang. Hal ini dikonseptualisasikan sebagai respon afektif dan emosional. Kepuasan didefinisikan sebagai sejauh mana karyawan memiliki orientasi afektif yang positif terhadap pekerjaan oleh organisasi. Orientasi afektif negatif terhadap organisasi akan muncul ketika karyawan tidak puas. Kepuasaan kerja mencakup otonomi, pay satisfaction, participation, fleksibilitas pekerjaan, job design dan supervisory support.

22 c) Komitmen Organisasi Mowday dan Steers mendefinisikan komitmen "sebagai kekuatan relatif dari individu dalam identifikasi dengan dan keterlibatan dalam organisasi tertentu. Komitmen dapat dilihat sebagai loyalitas sebuah sebuah organisasi atau suatu pekerjaan. Meyer dan Allen mengkonsepkan Komitmen dalam tiga keadaan psikologis yang berbeda yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap atau meninggalkan organisasi Komitmen afektif: keterikatan emosional terhadap organisasi Komitmen berkelanjutan: pengakuan biaya yang terkait dengan meninggalkan organisasi Komitmen normatif: kewajiban yang dirasakan untuk tetap dengan organisasi d) Job Insecurity Job Insecurity merupakan kekhawatiran pribadi tentang kelangsungan pekerjaan. Karyawan dapat merasa tidak aman meskipun tidak ada alasan untuk itu. Namun, ketidakamanan pekerjaan lebih dikenal mengenai ketidakpastian tentang pekerjaan di masa depan dalam pengembangan pekerjaan dan diskontinuitas. 2. Faktor Ekonomi Ketika reward sama dengan di tempat kerja lain, karyawan akan memutuskan untuk tidak meninggalkan organisasi. Pandangan ekonomi menganalisis proses turnover lebih menekankan pada interaksi antara penentuan variabel eksternal seperti gaji atau peluang. Faktor-faktor ekonomi terdiri dari : Upah Upah pembayaran memainkan peran penting dalam pekerjaan pada masa ini dan pada masa depan. Bahwa karyawan yang dibayar lebih tinggi dalam tingkat hirarki yang sama cenderung untuk tetap bertahan dalam organisasi. Peluang Eksternal Peluang eksternal mengacu pada tersedianya alternatif, daya tarik dan pencapaian dari pekerjaan di lingkungan. Interaksi antara kekuatan

23 penawaran dan permintaan ekonomi harus dipertimbangkan dalam mengukur peluang eksternal. Ketersediaan ini terutama tentang seberapa banyak peluang di luar organisasi. Daya tarik yang mengacu pada pay level dari peluang tersebut. Pencapaian didefinisikan sebagai kepemilikan keahlian yang dibutuhkan di dalam suatu pekerjaan. Company Size Selama fase resesi di pertengahan tahun sembilan puluhan, organisasi yang lebih kecil dihadapkan dengan tingkat turnover yang lebih tinggi, sedangkan organisasi yang lebih besar mampu mempertahankan karyawan mereka. Banyak orang beranggapan bahwa perusahaanperusahaan besar membayar gaji yang lebih tinggi, memiliki kesempatan promosi yang lebih (mobilitas internal vertikal dan horisontal) dan menawarkan keselamatan kerja yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. 3. Faktor Demografis Faktor demografis yang sering disebut juga sebagai karakteristik personal, yang terdiri dari : a) Usia Faktor usia berkorelasi negatif dengan turnover intention. Orang yang lebih muda memiliki tahap percobaan pada awal kehidupan profesional mereka, sehingga lebih sering berpindah kerja. b) Masa Jabatan Individu memiliki masa jabatan yang lebih lama kemudian meninggalkan organisasi akan dianggap tidak proporsional. 2.5.2 Indikator Turnover Intention Menurut Widjaja dkk (2008), ada 6 indikator untuk mengukur turnover intention yaitu diantaranya: 1. Keinginan mencari pekerjaan di bidang yang sama di perusahaan lainnya. 2. Keinginan mencari pekerjaan baru di bidang yang berbeda. 3. Keinginan untuk mencari profesi baru. 4. Adanya pemikiran untuk meninggalkan pekerjaan.

24 5. Karyawan telah mengevaluasi kerugian yang diakibatkan jika keluar dari pekerjaan. 6. Karyawan memiliki kemungkinan untuk pindah pekerjaan pada waktu yang akan datang. 2.5.3 Dampak dari Turnover Turnover merupakan isu yang penting bagi sebuah organisasi. Menurut Staffelbach (2008) ada 3 dampak negatif turnover yang mempengaruhi efektifitas organisasi, yaitu: 1. Biaya Organisasi Efisiensi organisasi telah terbukti sangat berkorelasi dengan tingkat turnover yang rendah. Studi yang berhubungan dengan dampak dari turnover didominasi oleh keprihatinan dengan efektivitas organisasi, yang didefinisikan sebagai sejauh mana suatu sistem mencapai tujuannya. Dampak keuangan dari turnover omset dinyatakan dalam istilah moneter. Ada tiga kategori utama harus yang diperhatikan yang merupakan biaya turnover karyawan: o Separation Cost / Biaya Perpisahan - Biaya yang digunakan untuk wawancara keluar - Biaya yang berkaitan dengan pemutusan atau perpisahan (pembayaran pesangon) o Replacement Cost / Biaya Penggantian - Pemasangan iklan lowongan di berbagai media - Biaya interview calon karyawan baru o Training Cost / Biaya Pelatihan - Kinerja dan norma yang berlaku - Menyebarluaskan informasi yang relevan untuk sosialisasi organisasi - Partisipasi dalam kegiatan on-the-job training 2. Gangguan Operasional Gangguan operasional terjadi ketika peran pekerjaan memiliki ketergantungan yang tinggi dalam perusahaan. Hilangnya anggota penting dalam sebuah organisasi dapat mempengaruhi kemampuan anggota yang tersisa lainnya untuk memenuhi tugas pekerjaan mereka.

25 3. Demoralisasi Keanggotaan Organisasi Demoralisasi keanggotaan organisasi mengacu pada dampak turnover yang terjadi pada sikap dari anggota yang tersisa. Jika seseorang memutuskan untuk meninggalkan posisi alternatif dalam lingkungan eksternal, mungkin akan memicu perasaan reflektif terhadap anggota yang tersisa, seperti mempertanyakan motivasi mereka sendiri untuk tinggal di organisasi. Dengan demikian turnover bisa menyebabkan penurunan sikap terhadap organisasi. 2.6 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Maura Galletta, Igor Portoghese & Adalgisa Battistelli (2011) 2 Ahmad Faisal Mahdi, Mohamad Zaid Mohd Zin, Mohd Roslan Mohd Nor, Ahamad Asmadi Sakat and Intrinsic Motivation, Hasil penelitian menunjukkan Job Autonomy and Turnover bahwa hipotesis penelitian ini didukung dan komitmen afektif Intention in the sepenuhnya dimediasi hubungan Italian Healthcare: antara pekerjaan otonomi, The Mediating Role motivasi kerja intrinsik dan of Affective turnover intention. Temuan ini Commitment memiliki implikasi penting bagi organisasi kesehatan dengan membantu untuk mempromosikan lingkungan kerja yang efektif dan peluang besar tanggung jawab kepada pekerja untuk mengembangkan kegiatan mereka sendiri. The Relationship Hasil dalam penelitian ini Between Job menunjukkan bahwa kedua Satisfaction and bentuk kepuasan kerja (intrinsik Turnover Intention dan kepuasan ekstrinsik)

26 No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian Abang Sulaiman Abang Naim memiliki hubungan terbalik (2012) terhadap turnover intentions karyawan. 3 İlhami Yücel1 (2012) Examining the Hasil menunjukkan bahwa Relationships among Job Kepuasan kerja adalah salah satu yang paling utama dari komitmen Satisfaction, organisasi dan turnover intention Organizational jadi menyarankan bahwa Commitment, and tingginya tingkat hasil kepuasan Turnover Intention: An Empirical Study kerja dalam komitmen yang lebih tinggi dan turnover lebih rendah sehingga kepuasan kerja berpengaruh positif pada komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen normatif sementara itu berdampak negatif terhadap intensi turnover. 4 Elisa Moncarz, Jinlin Zhao, Christine Kay (2009) 5 Laurel A Mcnall, Aline D Nasuda & Jessica M. Nicklin (2010) An exploratory Hasil penelitian ini menunjukkan study of US lodging bahwa budaya perusahaan, properties: organizational practices on perekrutan dan Promosi Pelatihan mempengaruhi retensi karyawan non-manajemen. Selain itu, Misi employee turnover Organisasi, Tujuan dan Arah serta and retention Pengakuan Karyawan, Imbalan dan Kompensasi ditemukan positif mengurangi perputaran karyawan non-manajemen. Flexible Work Hasil penelitian ini menunjukkan Arrangements, Job bahwa ketersediaan pengaturan Satisfaction, and kerja yang fleksibel seperti Turnover flextime dan compressed work Intentions: week tampaknya membantu The Mediating Role karyawan mengalami pengayaan

27 No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian of Work-to-Family Enrichment (enrichment) lebih besar dari pekerjaan ke rumah, yang, pada gilirannya, berhubungan dengan kepuasan kerja yang lebih tinggi dan turnover intentions lebih rendah 2.7 Kerangka Pemikiran Motivasi Intrinsik (X1) Komitmen Afektif (Y) Turnover Intention (Z) Otonomi (X2) Kerja Keterangan: Menggambarkan pengaruh secara simultan Menggambaarkan pengaruh secara parsial Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.8 Hipotesis Menurut Sekaran (2006), hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan

28 berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian. Adapun hipotesis yang peneliti rancang adalah hipotesis yang bersifat asosiatif atau verifikatif yang menjelaskan bagaimana hubungan dan pengaruh atau kontribusi antar variabelnya. Berikut ialah hipotesis yang peneliti rancang dalam penelitian ini: 1. Untuk T-1 Ho= Motivasi Intrinsik (X1) dan Otonomi Kerja (X2) tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Komitmen Afektif (Y) Karyawan pada PD. Pasar Jaya Ha= Motivasi Intrinsik (X1) dan Otonomi Kerja (X2) memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Komitmen Afektif (Y) Karyawan pada PD. Pasar Jaya 2. Untuk T-2 Ho= Motivasi Intrinsik (X1), Otonomi Kerja (X2) dan Komitemen Afektif (Y) tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Turnover Intention (Z) Karyawan Pada PD. Pasar Jaya Ha= Motivasi Intrinsik (X1), Otonomi Kerja (X2) dan Komitemen Afektif (Y) memiliki kontribusi yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Turnover Intention (Z) Karyawan Pada PD. Pasar Jaya