KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL



dokumen-dokumen yang mirip
1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

DAERAH ALIRAN SUNGAI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Study Morfologi dan Marfometri Das Way Mesuji. Study of Morphological and Marfometry in the Way Mesuji Watershed

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

07. Bentangalam Fluvial

ACARA IV POLA PENGALIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

PENUNTUN PRAKTIKUM PENGENALAN ASPEK-ASPEK MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

Surface Runoff Flow Kuliah -3

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB 5: GEOGRAFI DINAMIKA HIDROSFER

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

Penggunaan SIG Untuk Pendeteksian Konsentrasi Aliran Permukaan Di DAS Citarum Hulu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EROSI DAN SEDIMENTASI

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)

PENGELOLAAN DAS TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak semua kerusakan alam akibat dari ulah manusia. yang berbentuk menyerupai cekungan karena dikelilingi oleh lima gunung

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

PROSEDUR DALAM METODA RASIONAL

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 3/V-SET/2013 TENTANG PEDOMAN IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL, Menimbang : a. bahwa untuk memperoleh data dan informasi karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dapat menggambarkan kondisi riil serta cara penanganan DAS, maka data dan informasi tersebut harus diperoleh dari proses identifikasi yang benar; b. bahwa untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Identifikasi Karakteristik DAS. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419) 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 322, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723). 5. Undang-Udang...

5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 Tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4947; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292; 9. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 141); 10. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011; 11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142; 12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut- II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 405) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 33 Tahun 2012 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 779. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PEDOMAN IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kesatu...

KESATU KEDUA KETIGA : : : Menetapkan Pedoman Identifikasi Karakteristik DAS sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini; Pedoman Identifikasi Karakteristik DAS merupakan pedoman bagi Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Balai Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial serta instansi terkait dalam menyusun data Karakteristik DAS; Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial ini, mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada Tanggal 26 Juli 2013 DIREKTUR JENDERAL, ttd Dr. Ir. HILMAN NUGROHO. M.P. NIP. 19590615 198603 1 004 Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik, Ir. Murdoko, MM NIP. 19580820 198603 1 003

A. Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI NOMOR : P. 3/V-SET/2013 TENTANG : 26 JULI 2013 PEDOMAN IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAS BAB I PENDAHULUAN Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Pasal 22 Ayat (a) mengamanatkan untuk melakukan Inventarisasi Karakteristik DAS sebagai dasar penyusunan Rencana Pengelolaan DAS seperti yang diamanatkan pada Pasal 21. Untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar penyusunan Sistem Informasi Pengelolaan DAS yang berisi data pokok DAS, baik spasial maupun non spasial dan sistem pendukung pengambilan keputusan dalam pengelolaan DAS, seperti yang diamanatkan pada Pasal 61 Ayat (a) dan (b). Pada perumusan Lokakarya Pengelolaan DAS yang diadakan di Yogyakarta pada bulan Oktober 1985 telah disepakati bahwa Pengelolaan DAS dilakukan sesuai dengan azas One Watershed One Management Plan. Dari pernyataan azas tersebut mempunyai pengertian bahwa satuan DAS telah ditetapkan sebagai satuan (unit) pengelolaan dan penanganan yang berbeda antara satuan DAS satu dengan satuan DAS yang lain sesuai dengan karakteristik DAS. Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diidentifikasi dari berbagai sudut pandang, antara lain dari sudut pandang ekosistem maka DAS sebagai satu kesatuan ekosistem, dari sudut pandang hidrologi maka DAS merupakan satuan kajian hidrologi, dari sudut pandang fisiografi (geomorfologi) maka DAS mempunyai 3 (tiga) ciri/watak, yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir, dari sudut pandang fungsi kawasan maka DAS di bagian hulu sebagai fungsi produksi atau sebagai daerah resapan air, bagian tengah sebagai fungsi transpot material, dan bagian hilir sebagai fungsi deposisi (pengendapan). Inventarisasi karakteristik DAS akan digunakan dalam penyusunan Rencana Pengelolaan DAS dan penyusunan Sistem Informasi Pengelolaan DAS, PP Pengelolaan DAS Nomor 37 Tahun 2012 pada Pasal 1 Ayat (5) mengamanatkan bahwa Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal-balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Hubungan timbal-balik antara sumberdaya alam (vegetasi, lahan, dan air) sebagai suatu sistem alam (natural system) dan manusia sebagai suatu sistem sosial (social system) membentuk hubungan saling interaksi (interrelationships) dan saling ketergantungan (interdependency) yang akan menentukan karakeristik DAS yang bersangkutan. Sebagai langkah awal di dalam pengelolaan DAS maka perlu terlebih dahulu diketahui karakteristik dari DAS tersebut. Secara etimologis, istilah 1

karakteristik diambil dari bahasa Inggris yakni characteristic, yang artinya mengandung sifat khas. Ia mengungkapkan sifat-sifat yang khas dari sesuatu. Jadi yang dimaksud dengan karakteristik DAS adalah suatu sifat yang khas, yang melekat pada DAS tersebut. Karakteristik DAS terbagi dalam dua bagian, yaitu karakteristik statis dan karakteristik dinamis. Karakteristik statis merupakan variabel dasar yang tidak mudah berubah dan akan sangat menentukan proses hidrologi yang terjadi pada DAS tersebut. Dalam hal ini karakteristik DAS meliputi variabel morfologi dan morfometri DAS. Selain itu terdapat pula karakteristik DAS yang bersifat dinamik, yaitu variabel yang akan mempengaruhi percepatan perubahan kondisi hidrologi di dalam DAS. Variabel yang termasuk dalam karakteristik dinamis DAS adalah meterologi/klimatologi, penutup/penggunaan lahan, kondisi sosekbud masyarakat di dalam DAS, dan kondisi kelembagaan pengelola DAS. B. Maksud dan Tujuan Maksud dari inventarisasi ataupun identifikasi karakteristik DAS untuk mengetahui sifat dan ciri/watak biogeofisik DAS dan sosial ekonomi budaya dan kelembagaan masyarakat yang ada di dalam DAS yang khas dan menonjol yang akan memberikan kontribusi cukup besar terhadap baik dan buruknya kondisi DAS dalam rangka penyusunan data dasar pokok Sistem Informasi Pengelolaan DAS dan untuk menentukan kebijaksanaan makro DAS. Tujuan dari inventarisasi dan identifikasi karakteristik DAS adalah: 1. Diperolehnya data karakteristik DAS dan estimasi kondisi, potensi, dan perilaku/watak yang diperlakukan dalam rangka pengembangan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia serta kelembagaan secara optimal. 2. Diperolehnya data dan informasi mengenai perlakuan-perlakuan yang mungkin terjadi di dalam DAS dan selanjutnya untuk dijadikan sebagai dasar dalam perumusan pemecahan permasalahan DAS yang akan dilakukan secara terintegrasi (terpadu) antara sektor (lintas sektoral) dalam rangka pengelolaan DAS terpadu. C. Sasaran Wilayah Sasaran wilayah penyusunan inventarisasi dan identifikasi karakteristik DAS adalah dengan memandang Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satu kesatuan ekosistem yang utuh dari hulu sampai hilir, seperti yang diamanatkan dalam PP Pengelolaan DAS Nomor 37 Tahun 2012 pada Pasal 10 Ayat (1). Sasaran wilayah penyusunan inventarisasi dan identifikasi karakteristik DAS dengan memandang DAS secara utuh meliputi DAS lintas negara, DAS lintas provinsi, dan DAS lintas kabupaten/kota, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 10 Ayat (2). D. Batasan Pengertian Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah sungai yang dipisahkan dari wilayah lain oleh pemisah topografi yang berupa punggung bukit, dimana air 2

hujan yang jatuh dalam wilayah tersebut mengalir dan meresap menuju ke suatu sungai dan bermuara di laut. 2. Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis di dalam Sub-sub DAS. 3. Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi dan manusia. 4. Pola Rehabilitasi Lahandan Konservasi Tanah (Pola RLKT) adalah Rencana Umum Jangka Panjang yang memuat tentang arahan pengaturan pemanfaatan lahan atau fungsi kawasan, arahan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah serta urutan tingkat kekritisan Sub Daerah Aliran Sungai 5. Rencana Teknis Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RTL- RLKT) adalah Rencana Jangka Menengah bersifat operasional, yang memuat tentang Rencana Teknik Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah berdasarkan kemampuan lahan pada Sub Daerah Aliran Sungai. 6. Degradasi DAS adalah hilangnya nilai dengan waktu, termasuk menurunnya potensi produksi lahan dan air yang diikuti tanda-tanda perubahan watak hidrologi system sungai (kualitas, kuantitas, waktu aliran) yang akhirnya membawa percepatan degradasi ekologi, penurunan peluang ekonomi dan peningkatan masalaha sosial. 7. Lahan adalah daerah permukaan bumi yang sifat-sifatnya ditentukan oleh seluruh lingkungan alami dan cultural serta produk dari padanya. 8. Lahan Kritis adalah lahan yang keadaaan fisik, kimia dan biologinya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya baik sebagai factor produksi maupun sebagai media pengaturan tata air. 9. Tata air DAS adalah hubungan kesatuan sifat individual unsur hidrologi yang meliputi hujan, aliran sungai, evaporasi dan unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS. 10. Kemampuan Lahan adalah sifat dakhil (inherent) lahan yang menyatakan kesanggupannya untuk memberikan hasil pertanian pada tingkat produksi tertentu. 11. Daya dukung lahan adalah keadaan tingkat kecocokan lahan untuk penggunaan dan teknik perlakuan tertentu, sehingga produktivitasnya meningkat. 12. Banjir adalah suatu aliran berlebih atau penggenangan yang datang dari sungai atau badan air lainnya dan menyebabkan atau mengancam kerusakan. Perbedaan antara debit normal dan aliran sungai yang melampaui kapasitas tampung tebing/tanggul sungai sehingga menggenangi daerah sekitarnya. 3

13. Kekeringan adalah suatu periode dimana kekurangan air yang menurunkan atau menjadikan kegagalan pertumbuhan dan hasil akhir dari tanaman utama suatu wilayah. 14. Degradasi Lahan adalah penurunan atau kehilangan seluruh kapasitas alami untuk menghasilkan tanaman yang sehat dan bergizi sebagai akibat erosi, pembentukan lapisan padas (hardplan), dan akumulasi bahan kimia beracun (toxic) di samping penurunan fungsi sebagai media tata air. 15. Rehabilitasi Lahan adalah upaya untuk memulihkan tanah-tanah rusak akibat terjadinya erosi baik pada waktu yang lalu maupun yang masih berlangsung. 16. Konservasi Tanah adalah upaya untuk mempertahankan atau memperbaiki daya guna lahan termasuk kesuburan tanah dengan cara pembuatan bangunan teknik sipil disamping tanam menanam (vegetatif). 4

BAB II METODE PELAKSANAAN A. Metode Identifikasi Karakteristik DAS Secara umum metode identifikasi karakteristik DAS yang digunakan meliputi metode interpretasi dan pemetaan paramater-parameter karakteristik lahan dan DAS, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang secara garis besar bentuk analisisnya adalah sebagai berikut: 1. Metode interpretasi dilakukan pada citra penginderaan jauh dan pada petapeta tematik, citra penginderaan jauh yang digunakan meliputi citra berskala kecil (citra Landsat, MODIS, NOAA), citra berskala sedang (citra SPOT, ALOS, ASTER, SRTM-90), dan citra berskala besar (citra IKONOS, QUICKBIRD, WORLDVIEW), sedang peta-peta yang digunakan meliputi peta dasar Rupa Bumi Indonesia (RBI), dan peta-peta tematik. Beberapa citra penginderaan jauh satelit masih harus dilakukan koreksi geometrik dan radiomentrik sebagai dasar untuk menyesuaikan format dan proyeksinya, dan untuk memudahkan dalam intergrasi dengan hasil analisis peta-peta tematik dengan bantuan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG/GIS). 2. Melakukan integrasi data geofisik DAS yang diperoleh hasil interpretasi citra penginderaan jauh dan peta dasar serta peta-peta tematik dengan data sosial ekonomi budaya dan kelembagaan DAS hasil pengumpulan data sekunder dari instansional. B. Konsep dan Karakteristik DAS 1. Konsep DAS Berdasarkan kamus Webster (1966), Linsley (1975), Manan (1978), Soemarwoto (1982), Mangundikoro (1985), Salim (1985), Sandy (1985), Martopo (1985), Tejoyuwono (1985), Gunawan (1991) diperoleh kesamaan batasan DAS, yaitu: a river or drainage basin is the entire area drained by a stream on system of connecting streams such that all streamflow originating in the area discharged through a single outlet Konsep yang lain menyatakan bahwa DAS memiliki 3 komponen utama yang menjadi ciri khas atau penciri utamanya, yaitu: a. suatu wilayah yang dibatasi oleh puncak gunung/bukit dan punggung/igir-igirnya; b. hujan yang jatuh di atasnya diterima, disimpan, dan dialirkan oleh sistem sungai; c. sistem sungai itu keluar melalui satu outlet tunggal. Selanjutnya beberapa ahli DAS membuat suatu kesimpulan bahwa DAS merupakan: 5

a. suatu wilayah bentanglahan dengan batas topografi; b. suatu wilayah kesatuan hidrologi; dan c. suatu wilayah kesatuan ekosistem. Dari ketiga konsep wilayah tersebut maka definisi DAS adalah: suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, polutan, dan unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal. Gambar 1. Daerah Aliran Sungai 2. Karakteristik DAS Karakteristik DAS pada dasarnya meliputi 2 (dua) bagian, yaitu karakteristik biogeofisik dan karakteristik sosial ekonomi budaya dan kelembagaan, yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Karakteristik biogeofisik meliputi: (a) karakteristik meteorologi DAS, (b) karakteristik morfologi DAS, (c) karakteristik morfometri DAS, (d) karakteristik hidrologi DAS, dan (e) karakteristik kemampuan DAS. b. Karakteristik sosial ekonomi budaya dan kelembagaan meliputi: (a) karakteristik sosial kependudukan DAS, (b) karakteristik sosial budaya DAS, (c) karakteristik sosial ekonomi DAS, dan (d) karakteristik kelembagaan DAS. C. Perolehan Data Karakteristik DAS Data karakteristik DAS meliputi beberapa variabel yang dapat diperoleh dengan cara interpretasi citra penginderaan jauh, interpretasi, analisis, dan pembacaan peta dasar serta peta-peta tematik. Data karakteristik meteorologi/klimatologi DAS diperoleh dari data sekunder hasil pencatatan alatalat yang dipasang pada stasiun cuaca/iklim di lapangan. Data karakteristik morfologi DAS diperoleh dari interpretasi, analisis, dan pembacaan peta-peta tematik (geologi, geomorfologi, topografi, tanah). Data karakteristik morfometri DAS diperoleh dari hasil interpretasi dan pengukuran setelah dilakukan delineasi batas DAS meliputi: luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, pola 6

aliran, kerapatan aliran, profil sungai utama (penentuan sungai utama, panjang sungai utama, panjang sungai terpanjang, perbedaan tinggi) dan gradien sungai. Data karakteristik hidrologi DAS diperoleh dari interpretasi citra penginderaan jauh dan peta tematik untuk mendapatkan data koefisien Limpasan Permukaan (C), diperoleh dari hasil pencatatan alat-alat hidrologi yang dipasang pada Stasiun Pengamat Aliran Permukaan (SPAS) untuk menghasilkan data Debit Maksimum (Q maks), Debit Minimum (Q min), Debit Rata-Rata (Qav), Debit Jenis (Qsp), Koefisien Regime Sungai (Qmaks/Qmin), dan Koefisien Storage sungai (Qmin/Qav). Data karakteristik kemampuan DAS diperoleh dari hasil interpretasi citra penginderaan jauh dan interpretasi, analisis, dan pembacaan peta-peta tematik untuk mendapatkan data erosi. Data penutup lahan, penggunaan lahan, dan pemanfaatan lahan diperoleh dari interpretasi citra penginderaan jauh berskala kecil, berskala sedang, dan berskala besar. Data karakteristik sosial kependudukan DAS, karakteristik sosial budaya DAS, karakteristik sosial ekonomi DAS, karakteristik kelembagaan DAS diperoleh dari analisis dan pencatatan data sekunder dari instansional, seperti data potensi desa (PODES), data dari Biro Pusat Statistik (BPS) tingkat pusat dan daerah, dan data dari Kabupaten dalam Angka. 1. Karakteristik Meteorologi DAS a. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm). Hujan merupakan input air yang masuk dalam suatu DAS, oleh karena itu mengetahui besarnya curah hujan sangat penting. Untuk dapat mengetahui besarnya curah hujan yang terjadi diperlukan data curah hujan yang diperoleh melalui stasiun-stasiun hujan, baik yang dikelola oleh BMKG, Kementerian Kehutanan ataupun dinas/instansi lain yang bersangkutan. Metode untuk menggambarkan curah hujan pada suatu wilayah dapat digunakan metode poligon Theissen ataupun metode ishohyet. Poligon Theissen digunakan apabila wilayah yang dipetakan memiliki topografi datar, sedangkan jika wilayahnya memiliki topografi berombak hingga bergunung maka metode yang paling sesuai adalah Ishohyet. Klasifikasi curah hujan yag digunakan dalam kajian karakteristik DAS ini dapat dilihat pada tabel 1. 7

Tabel 1. Curah Hujan N0. Curah Hujan Kategori Nilai (mm/tahun) 1 < 1500 Sangat rendah 2 1500 < 2000 Rendah 3 2000 <2500 Sedang 4 2500 < 3000 Tinggi 5 >= 3000 Sangat Tinggi b. Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman. Intensitas hujan harian selama 1 tahun adalah rata-rata intensitas hujan setiap harinya selama 1 tahun, sedangkan intensitas hujan tahunan, total dari seluruh intensitas hujan sepanjang tahun. Metode untuk menggambarkan intensitas hujan pada dasarnya sama dengan metode untuk menggambarkan curah hujan, yaitu dapat digunakan metode poligon Theissen ataupun metode ishohyet. Poligon Theissen digunakan apabila wilayah yang dipetakan memiliki topografi datar, sedangkan jika wilayahnya memiliki topografi berombak hingga bergunung maka metode yang paling sesuai adalah Ishohyet. Klasifikasi curah hujan yag digunakan dalam kajian karakteristik DAS ini dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Intensitas Hujan N0. Intensitas Hujan Kategori Nilai (mm/hari) 1 13,60 Sangat rendah 2 13,61 20,70 Rendah 3 20,71 27,70 Sedang 4 27,71 34,80 Tinggi 5 34,81 atau lebih Sangat Tinggi 2. Karakteristik Morfologi DAS a. Geologi Variabel geologi merupakan variabel yang sangat penting dalam pembentukan karakteristik DAS dalam kaitannya dengan air permukaan maupun air tanah. Sifat-sifat geologi lahan yang tercermin dalam litologi (jenis batuan), stratigrafi maupun struktur geologi akan sangat mempengaruhi keberadaan dan potensi air permukaan dalam DAS tersebut. Jenis batuan yang bersifat kedap (tersusun dari material : lava, andesit, granit) akan menghasilkan aliran dengan puncak lebih tajam dan waktu 8

naik (rising limb) lebih pendek dari pada jenis batuan yang bersifat tidak kedap air (permeable) seperti batu kapur (limestone) dan batu pasir (sandstone). Hal ini disebabkan oleh batuan yang bersifat kedap air akan sedikit meloloskan air, sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh di atasnya akan dialirkan sebagai limpasan permukaan yang langsung masuk ke dalam sungai. Untuk batuan yang bersifat tidak kedap air akan banyak meloloskan air, sehingga sebagian kecil dari air hujan yang akan mengalir sebagai limpasan permukaan. Untuk memperoleh informasi variabel geologi ini maka sumber data utama yang dapat diacu adalah Peta Geologi Bersistem yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Namun apabila peta tersebut tidak tersedia, dapat digunakan informasi yang terdapat dalam REPPPROT ataupun melakukan interpretasi pada citra penginderaan jauh. b. Geomorfologi Bentuk lahan terbentuk dari proses struktural (lipatan, patahan dan pengangkatan), proses pelapukan batuan induk (geologi), erosi, pengendapan dan vulkanisme yang menghasilkan konfigurasi ragam bentuk muka bumi berupa pegunungan, perbukitan dan dataran. Karakteristik geomorfologi akan mempengaruhi besarnya potensi limpasan permukaan, erosi, banjir dan tanah longsor yang terjadi di wilayah DAS. Untuk mendapatkan informasi bentuk lahan, maka dapat dilakukan dengan interpretasi pada citra penginderaan jauh. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan data bentuk lahan yang belum banyak tersedia. Dalam pemetaan bentuklahan, terdapat 3 kriteria utama yang digunakan, yaitu : 1) Topografi 2) Materi 3) Proses Topografi dalam pemetaan bentuk lahan secara garis besar dibedakan menjadi 6 klas, yaitu : datar, landai, berombak, bergelombang, berbukit dan bergunung. Untuk materi dibedakan dalam beberapa klas, yaitu : Fluvial, Marin, Vulkanik, Struktural, Denudasional, Aeolin, dan Organisme. Yang terakhir adalah untuk proses digunukan keterangan tentang proses yang terjadi pada bentuk lahan tersebut, misalnya terkikis kuat, terkikis lemah, dan seterusnya. Proses penamaan bentuk lahan juga menggunakan ketiga kriteria tersebut, sebagai contoh adalah : 1) Perbukitan Denudasional Terkikis Kuat 2) Pegunungan Struktural Lipatan Terkikis Lemah Sistem klasifikasi bentuk lahan yang digunakan dalam proses pemetaan bentuk lahan mengacu pada sistem klasifikasi bentuk lahan yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL sebagaimana tercantum pada Format 1. 9

c. Topografi Variabel topografi dalam karakteristik DAS ini dibagi ke dalam 4 variabel, yaitu ketinggian DAS, orientasi DAS, kemiringan lereng DAS dan bentuk lereng DAS. Keempat variabel topografi tersebut mempunyai peranan yang erat dengan proses terjadinya infiltrasi, limpasan permukaan dan erosi yang terjadi akibat air hujan yang turun. 1) Ketinggian ( Elevation ) DAS Elevasi rata rata dan variasi ketinggian pada suatu DAS merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap temperatur dan pola hujan, khususnya pada daerah dengan topografi bergunung. Ketinggian suatu tempat dapat diketahui dari peta topografi, diukur di lapangan atau melalui foto udara, jika terdapat salah satu titik kontrol sebagai titik ikat. Hubungan antara elevasi dengan luas DAS dapat dinyatakan dalam bentuk hipsometrik (Hypsometric Curve). Perhitungan ketinggian rata rata DAS ditunjukkan pada gambar berikut : Gambar 2. Perhitungan Tinggi Rata rata DAS Gambar 3. Kurva Hipsometrik suatu DAS (AVERY, 1975) 2) Orientasi DAS ( Aspect ) Transpirasi, evaporasi dan faktor faktor yang berpengaruh pada jumlah air yang tersedia untuk aliran sungai, seluruhnya dipengaruhi oleh orientasi umum atau arah dari DAS. Orientasi DAS secara normal dinyatakan dalam derajat azimuth atau arah kompas 10

seperti arah utara, timur laut, timur dan sebagainya. Tanda arah anak panah yang menunjukkan arah DAS dapat dipakai sebagai muka DAS (faces). Arah aliran sungai utama dapat juga dipakai sebagai petunjuk umum orientasi DAS. LEE (1963) menyatakan bahwa arah DAS dapat dinyatakan sebagai azimuth dari garis utara searah jarum jam seperti terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Arah atau azimuth DAS 3) Kemiringan Lereng DAS Kemiringan rata-rata DAS (Sb) adalah faktor yang berpengaruh terhadap limpasan permukaan. Kecepatan dan tenaga erosif dari overland flow sangat dipengaruhi oleh tingkat kelerengan lapangan. Untuk mengukur lereng dapat dilakukan dengan menggunakan alat Abney Level atau clinometer. Pada potret udara pengukuran lereng dapat dilakukan dengan menggunakan slope meter atau dengan mencari beda tinggi dengan paralaks meter atau dengan menggunakan rumus AVERY (1975) dan HORTON (1945) menggunakan contour method dengan rumus : dimana : C = interval kontur (m) l = total panjang kontur (m) A = luas DAS (m2) (2.1) Jika suatu daerah mempunyai lereng yang seragam, maka lereng rata rata dapat diperoleh dengan menggunakan rumus : Atau.(2.2) 11

(2.3) dimana : c = perbedaan elevasi antara titik tertinggi dan terendah pada DAS (m) d = Jarak horizontal antara elevasi titik tertinggi dan titik terendah tersebut ( m ) Untuk memudahkan proses pemetaan dari variabel lereng tersebut, maka peta lereng yang sudah dihasilkan dikelompokkan atau dikelaskan ke dalam 5 kelas, yaitu : Tabel 3. Klasifikasi Kemiringan Lereng Kode/ Kelas Kemiringan Lereng Keterangan 1 2 3 4 5 0 < 8 8 < 15 15 < 25 25 < 45 45 ke atas Datar/Landai Agak Miring Miring Curam Terjal 4) Bentuk Lereng DAS Berdasarkan pendekatan hidromorfometri untuk DAS yang mempunyai wilayah perbukitan yang mempunyai lereng cekung akan menghasilkan kenaikan hidrograf (rising limb) lebih tajam dari bentuk lereng cembung. Bentuk lereng DAS rata-rata dapat dilihat pada curve hypsometrik yang juga digunakan dalam perhitungan ketinggian DAS. Klasifikasi bentuk lereng DAS dikelompokkan dalam 2 klas, yaitu : Tabel 4. Klasifikasi Bentuk Lereng Kode/ Kelas Bentuk Lereng Keterangan Cb Ck Cembung Cekung Lebih 50% kenampakan curva hypsometrik cembung Lebih 50% kenampakan curva hypsometrik cekung d. Tanah Tipe dan distribusi tanah dalam suatu daerah aliran sungai sangat berpengaruh dalam mengontrol aliran bawah permukaan (Subsurface flow) melalui infiltrasi. Variasi dalam tipe tanah dengan kedalaman dan luas tertentu akan mempengaruhi karakteristik infiltrasi dan timbunan 12

kelembaban tanah (soil moisture storage). Pemilihan variabel tanah juga merupakan fungsi dari tujuan studi, misalnya untuk mempelajari overland flow dalam single watershed, maka watershed tersebut dibagi dalam zona zona menurut tipe tanah, tetapi jika untuk mempelajari yang lebih detail lagi, maka perlu klasifikasi tipe tanah yang detail juga, yang didasarkan pada pembatas permukaan geologi DAS yang bersangkutan yaitu : persentase batuan permeabel, persentase batuan kurang permeabel. Variabel lain yang perlu diperhatikan adalah kedalaman lapisan kedap dan permeabilitas rata rata dari horizon A. Jenis tanah dengan tekstur pasir akan mempunyai tingkat infiltrasi yang lebih tinggi dibanding dengan jenis tanah bertekstur lempung. Dengan demikian jenis tanah dengan tekstur pasir (kasar) akan mempunyai limpasan permukaan yang lebih kecil dari pada jenis tanah dengan tekstur lempung (halus). untuk kondisi ini DAS dominan dengan jenis tanah bertekstur halus lebih mudah terjadi erosi daripada DAS dominan dengan jenis tanah bertekstur kasar. Sistem klasifikasi tanah yang sebaiknya digunakan dalam penyusunan peta tanah untuk karakteristik DAS adalah menggunakan sistem klasifikasi Puslitanak seperti tercantum pada Format 2. e. Pewilayahan DAS Secara umum suatu DAS dibagi dalam tiga wilayah, yaitu wilayah hulu, wilayah tengah dan wilayah hilir. Ketiga wilayah tersebut memiliki karakteristik dan fungsi yang berbeda, yaitu : 1) DAS Bagian Hulu didefinisikan sebagai daerah aliran yang terbatas pada bagian Hulu dimana > 70% dari permukaan lahan DAS tersebut umumnya mempunyai kemiringan lahan > 8%. Disini, aspek prioritas pemanfaatan lahan adalah konservasi tanah dan pengendalian erosi. Secara hidrologis, DAS Bagian Hulu biasanya membentuk daerah utama pengisian kembali curah hujan untuk air permukaan dan air tanah dari DAS. (Screening Study Brantas Watersheed). 2) DAS Bagian Tengah didefinisikan sebagai aliran yang terbatas pada bagian tengah, dimana kurang lebih 50% dari permukaan lahan DAS tersebut mempunyai kemiringan lahan < 8% serta dimana baik konservasi tanah maupun pengendalian banjir adalah sama pentingnya. Secara hidrologis DAS Bagian Tengah membentuk daerah utama transisi curah hujan untuk air tanah. (Screening Study Brantas Watershed). 3) DAS Bagian Hilir didefinisikan sebagai daerah aliran yang terbatas pada bagian Hilir, dimana kurang lebih 70% permukaan lahannya mempunyai kemiringan < 8%. Disini, pengendalian banjir dan drainage biasanya merupakan factor-faktor yang terabaikan dalam pengembangan tata guna lahan. (Screening Study Brantas Watershed). 13

3. Karakteristik Morfometri DAS a. Luas DAS DAS dibatasi oleh igir pegunungan yang berfungsi sebagai batas (river divide) dan akhirnya mengalirkan air hujan yang bertemu pada satu outlet. Akibatnya, semakin luas suatu DAS, hasil akhir (water yield) yang diperoleh akan semakin besar, karena hujan yang ditangkap juga semakin banyak. Cara menghitung luas DAS: 1) Menghitung luas DAS dengan cara menampilkan pada kertas millimeter grafis (grid berukuran 1 cm x 1 cm). Luas DAS adalah jumlah kotak tercakup, dikalikan unit kotak, kemudian dikalikan skala peta. 2) Menggunakan Planimeter 3) Menggunakan Sistem Informasi Geografis Gambar 5. Ilustrasi Perhitungan Luas DAS Tabel 5. Klasifikasi Luas Das No Luas DAS (Ha) Klasifikasi DAS 1 1.500.000 ke atas DAS Sangat Besar 2 500.000 - < 1.500.000 DAS Besar 3 100.000 - < 500.000 DAS Sedang 4 10.000 - < 100.000 DAS Kecil 5 Kurang dari 10.000 DAS Sangat Kecil b. Bentuk DAS Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran sungai dan ketajaman puncak discharge banjir. Bentuk daerah aliran sungai ini sulit untuk dinyatakan secara kuantitatif. Dengan membandingkan konfigurasi basin, dapat dibuat suatu indeks yang didasarkan pada derajat kekasaran atau circularity dari DAS. 14

MILLER (1953) menggunakan circularity ratio dengan menggunakan rumus : (2.4) dimana : Rc = circularity ratio A = Luas DAS (km 2 ) p = perimeter (keliling DAS = km) Bila besarnya nilai Rc adalah 1 berarti bentuk DAS tersebut adalah lingkaran. YAMAMOTO dan ORR (1972) dan SEYHAN (1977) menggunakan ratio menyerupai buah pir ( lemniscate ratio ) dengan rumus : (2.5) Nilai lemniscate ratio = 1 berarti DAS berbentuk buah pir. Perimeter lemniscate (K) atau lemniscate constant diperoleh dengan rumus :..(2.6) dimana : L = Panjang maksimum DAS (jarak horisontal dari outlet ke titik terjauh DAS) c. Jaringan Sungai Pola aliran atau susunan sungai pada suatu DAS merupakan karakteristik fisik setiap drainase basin yang penting karena pola aliran sungai mempengaruhi efisiensi sistem drainase serta karakteristik hidrografis dan pola aliran menentukan bagi pengelola DAS untuk mengetahui kondisi tanah dan permukaan DAS khususnya tenaga erosi. Metode kuantitatif untuk mengklasifikasikan sungai dalam DAS adalah pemerian orde sungai maupun cabang cabang sungai secara sistematis seperti berikut ini : 1) Sungai-sungai pada daerah hulu mendapat skala terkecil (1) 2) Pertemuan sungai dengan orde sama, maka terjadi kenaikan orde. 3) Pertemuan sungai dengan orde yang berbeda tidak terjadi kenaikan orde 15

Gambar 6. Orde Sungai Menurut Stra hler d. Pola Aliran Bentuk pola aliran (drainage pattern) ada bermacam macam yang masing masing dicirikan oleh kondisi yang dilewati oleh sungai tersebut. Bentuk pola aliran yang biasa dijumpai ada tujuh jenis yaitu : 1) Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen. 2) Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai. 3) Radial: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik. Berkembang pada vulkan atau dome. 4) Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak dan resisten. 5) Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara lunak dan keras. 6) Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah. Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya. 7) Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama, melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi karst. 16

Pola aliran yang digunakan bisa dibedakan dengan membedakan garis yang dijadikan tanda pola aliran tersebut. Pola aliran yang diinterpretasi mempunyai kegunaan untuk melihat dan mengetahui jenisjenis kandungan mineral, batuan dan ataupun kemungkinan terdapatnya bahan tambang. Salah satu contohnya adalah pada pola aliran trelis untuk aliran sungai cenderung mempunyai batuan lunak, karena tereduksi lebih banyak.pola aliran pada citra penginderaan jauh bisa diidentifikasi dengan melihat morfologi dri permukaan bumi tersebut. Citra penginderaan jauh menampilkan semua kenampakan yang ada pada permukaan bumi dengan bentuk dua dimensi. Apabila menginginkan bentuk yang lebih detail dapat dilihat dengan menggunakan stereoskop. Selain itu dari hasil interpreatasi dan deleniasi pola aliran air di daerah Gunung Api didapatkan bahwa pola aliran air yang terdapat disana ialah pola dendritic, radial dan paralel. Pada pola aliran dendritic bentuknya ialah seperti percabangan pohon dengan arah dan sudut yang beragam yang berkembang pada batuan sedimen dengn perlapisan horisontal atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen. Sedangkan untuk pola aliran radial berbentuk seperti lingkaran, percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus dan berkembang di batuan sedimen terlipat dengan litologi yang berselang seling antara lunak dan resistan. Serta pada pola lairan paralel berbentuk anak sungai utama hampir sejajar atau sejajar bermuara pada sungaisungai utama atau langsung ke laut dan berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur atau dekat pantai. Hasil akhir dari intrepretasi ini ialah peta bentuk pola aliran yang terdapat dalam kertas kalkir yang membedakan antara berbagai bentuk pola aliran yang terdapat dalam citra atau foto udara yang di amati.untuk lebih jelasnya masing masing bentuk pola aliran tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Hubungan antara pola dan kerapatan aliran dengan penampang lapisan batuan disajikan dalam lampiran Gambar 7. Berbagai Bentuk Pola Aliran 17