RANCANGAN DAN VALIDASI KOMPUTASI SUPERHEATER PADA PLTU SUPERCRITICAL KAPASITAS 660 MW. Khanif Wahyuningtyas *, Ika Yuliyani

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Analisa Efisiensi Isentropik dan Exergy Destruction Pada Turbin Uap Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap

ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept, 2012) ISSN: B-38

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Tube Platen Superheater PLTU Pacitan

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK

PERPINDAHAN PANASPADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGERDI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

Analisis Pengaruh Tekanan Fluida Pemanas pada LPH terhadap Efisiensi dan Daya PLTU 1x660 MW dengan Simulasi Cycle Tempo

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli Kajian Analitis Sistem Pembangkit Uap Kogenerasi

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

EFEKTIVITAS STEAM EJECTOR TINGKAT PERTAMA DI PLTP LAHENDONG UNIT 2

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU

Cara Kerja Pompa Sentrifugal Komponen Komponen Pompa Sentrifugal Klasifikasi Pompa Sentrifugal Boiler...

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SIKLUS RANKINE (STEAM POWER PLANT SYSTEM) SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN TERMODINAMIKA TEKNIK

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

Pengaruh Pemilihan Jenis Material Terhadap Nilai Koefisien Perpindahan Panas pada Perancangan Heat Exchanger Shell-Tube dengan Solidworks

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KINERJA PULVERIZED COAL BOILER DI PLTU KAPASITAS 3x315 MW

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

TURBIN UAP. Penggunaan:

ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU. Bambang Setyoko * ) Abstracts

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

ANALISA HEAT RATE PADA TURBIN UAP BERDASARKAN PERFORMANCE TEST PLTU TANJUNG JATI B UNIT 3

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

STUDI PADA PENGARUH FWH7 TERHADAP EFISIENSI DAN BIAYA KONSUMSI BAHAN BAKAR PLTU DENGAN PEMODELAN GATECYCLE

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS EFISIENSI TURBIN GAS TERHADAP BEBAN OPERASI PLTGU MUARA TAWAR BLOK 1

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-673

Analisa Termoekonomi Pada Sistem Kombinasi Turbin Gas Uap PLTGU PT PJB Unit Pembangkitan Gresik

SIMULASI DUA DIMENSI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA BLADE UNTUK DESAIN NOZZLE DAN BLADE TURBIN UAP TIPE IMPULS SATU TINGKAT

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K ABSTRAK ABSTRACT

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

BAB 3 STUDI KASUS 3.1 DEFINISI BOILER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Muchammad 1) Abstrak. Kata kunci: Pressure drop, heat sink, impingement air cooled, saluran rectangular, flow rate.

ANALISIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

PENGARUH PERUBAHAN BEBAN TERHADAP UNJUK KERJA PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Heat Recovery Steam Generator

BAB 1 PENDAHULUAN. generator. Steam yang dibangkitkan ini berasal dari perubahan fase air

PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM ABSTRAK

ANALISIS SIKLUS KOMBINASI TERHADAP PENINGKATAN EFFISIENSI PEMBANGKIT TENAGA

ANALISA EFISIENSI EXERGI PADA HRSG (HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR) DI PLTGU

VERIFIKASI ULANG ALAT PENUKAR KALOR KAPASITAS 1 kw DENGAN PROGRAM SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER DESIGN

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN ULANG HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR DENGAN SISTEM DUAL PRESSURE MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG SEBUAH TURBIN GAS BERDAYA 160 MW

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

BAB II LANDASAN TEORI

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

Analisa Unjuk Kerja Secondary Superheater PLTGU Dan Evaluasi Peluang Peningkatan Effectiveness Dengan Cara Variasi Jarak, Jumlah dan Diameter Tube

ANALISA PENGARUH VARIASI PINCH POINT DAN APPROACH POINT TERHADAP PERFORMA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR TIPE DUAL PRESSURE

ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA

Analisa Energi, Exergi dan Optimasi pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Super Kritikal 660 MW Nasruddin*, Pujo Satrio

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA COOLING SISTEM GE FRAME 9 PLTG SICANANG 120MW

ANALISIS EFISIENSI EFEKTIF HIGH PRESSURE HEATER (HPH) TIPE VERTIKAL U SHAPE DI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP AMURANG UNIT 1

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan

BAB IV PENGOLAHAN DATA

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

Analisa Teknis Evaluasi Kinerja Boiler Type IHI FW SR Single Drum Akibat Kehilangan Panas di PLTU PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik

Analisa Termodinamika Pengaruh Penurunan Tekanan Vakum pada Kondensor Terhadap Performa Siklus PLTU Menggunakan Software Gate Cycle

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional NCIET Vol.1 (2020) B260-B276 1 st National Conference of Industry, Engineering and Technology 2020, Semarang, Indonesia. RANCANGAN DAN VALIDASI KOMPUTASI SUPERHEATER PADA PLTU SUPERCRITICAL KAPASITAS 660 MW Khanif Wahyuningtyas *, Ika Yuliyani Jurusan Teknik Konversi Energi, Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat, 40012 *E-mail: khanifw98@gmail.com Abstrak Salah satu komponen utama pada sistem pembangkit tenaga uap adalah steam generator (boiler), dimana didalamnya terdapat sebuah komponen, yaitu superheater (SH). Superheater pada PLTU supercritical merupakan alat pemanas lanjut untuk memanaskan uap yang berasal dari separator vessel. Uap yang dihasilkan oleh superheater akan memiliki nilai temperatur yang lebih tinggi dibandingkan uap keluaran water wall. Ada tiga jenis superheater pada PLTU supercritical, yaitu primary SH, secondary SH, dan tertiary SH yang memiliki letak, temperatur kerja keluaran dan perpindahan panas yang berbeda satu sama lainnya. Tugas akhir ini akan menghasilkan rancangan primary SH pada PLTU supercritical kapasitas 660 MW dengan analisis distribusi panas dan aliran di sepanjang pipa primary SH. Spesifikasi rancangan primary SH didapat dari simulasi menggunakan software STEAMPRO yang berpacu pada data basic design PLTU supercritical kapasitas 660 MW. Hasil dari rancangan primary SH diperoleh dimensi panjang pipa (L 1 ) sebesar 17,92 m, lebar ruang primary SH (L 3 ) sebesar 18,04 m, tinggi ruang primary SH (L 2 ) sebesar 1,35 m, jarak sentral pipa transversal (S t ) sebesar 254,3 mm, jarak sentral pipa longitudinal (S l ) sebesar 79,4 mm, diameter luar pipa (D o ) sebesar 63,5 mm, diameter dalam pipa (D i ) sebesar 46,2 mm, tebal pipa (t) sebesar 8,633 mm, dan besarnya energi kalor yang diserap oleh pipa primary SH secara aktual ataupun desain besarnya sama, yaitu sebesar 145364,2 kj/s. Sedangkan hasil dari analisis rancangan dengan pendekatan CFD menggunakan software Ansys R19.0 diketahui bahwa distribusi panas di sepanjang pipa primary SH, yaitu terjadi kenaikan nilai temperatur yang sangat cepat dan untuk distribusi aliran di sepanjang pipa primary SH diketahui bahwa nilai kecepatan pada pipa tidak terjadi perubahan yang signifikan. Nilai kecepatan aliran sangat mempengaruhi nilai head loss yang dihasilkan. Salah satu cara untuk mengurangi nilai head loss pada pipa primary SH, yaitu dengan memperbesar nilai radius atau bending pada pipa elbow. Kata Kunci: PLTU supercritical; superheater; komputasi; distribusi panas dan aliran. PENDAHULUAN Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energi panas dari uap untuk diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran pada turbin yang dikopel dengan generator, sehingga dapat menghasilkan energi listrik. Menurut K. Rayaprolu (2009) dalam bukunya yang berjudul Boiler for Power and Process, siklus B. 260

yang digunakan pada sistem PLTU adalah siklus tenaga uap atau siklus Rankine. Ada beberapa teknologi pada PLTU berdasarkan pengembangan siklus Rankine, seperti PLTU subcricitical, PLTU subcritical fluidized bed, PLTU supercritical, dan PLTU ultrasupercritical (MITs, 2007). PLTU supercritical merupakan salah satu pembangkit yang mampu meningkatkan nilai efisiensi siklusnya, karena pembangkit ini mampu bekerja pada tekanan dan temperatur yang melebihi titik kritis air, yaitu di atas 221,2 bar dan 374,1. Menurut MIT Study (2007) dalam bukunya yang berjudul The Future of Coal, nilai efisiensi siklus pada PLTU subcritical sebesar 33-37%, sedangkan nilai efisiensi siklus pada PLTU supercritical sebesar 37-40%. Karena PLTU supercritical mampu menghasilkan nilai efisiensi siklus yang lebih besar, maka pengoperasian PLTU supercritical dapat mengurangi emisi gas buang karena penggunaan bahan bakar yang lebih sedikit (Rayaprolu, 2009). Salah satu komponen utama pada PLTU supercritical adalah superheater (SH). Superheater merupakan alat pemanas lanjut untuk memanaskan uap yang berasal dari separator vessel. Uap yang dihasilkan oleh superheater akan memiliki nilai temperatur yang lebih tinggi dibandingkan uap keluaran water wall, sehingga dapat menaikkan daya yang dihasilkan dari ekspansi turbin. Kualitas uap keluaran superheater pada PLTU supercritical sama sekali tidak mengandung kelembaban dan menyimpan energi panas sangat tinggi, jauh lebih tinggi dari uap saturated. Superheater pada PLTU supercritical memiliki temperatur kerja sebesar 560. Karena tingginya nilai temperatur yang harus dihasilkan, maka terdapat beberapa jenis superheater agar dapat menghasilkan uap keluaran yang dibutuhkan. Ada tiga jenis superheater pada PLTU supercritical, yaitu primary SH, secondary SH, dan tertiary SH yang memiliki letak, temperatur kerja keluaran dan perpindahan panas yang berbeda satu sama lainnya (Rayaprolu, 2009). Primary SH terletak pada saluran gas buang (back pass) dengan perpindahan panas yang didominasi secara konveksi, secondary SH terletak secara langsung di atas ruang bakar dengan perpindahan panas yang didominasi secara radiasi, dan tertiary SH terletak setelah secondary SH dengan perpindahan panas yang didominasi secara konveksi. Karena letak superheater yang berbeda satu sama lainnya, maka penyerapan panas yang terjadi pada primary SH, secondary SH, dan tertiary SH juga akan berbeda-beda. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kerja masing-masing superheater. Sehingga, uap yang dihasilkan oleh primary SH, secondary SH, dan tertiary SH juga akan memiliki nilai temperatur yang berbeda-beda. B. 261

METODE PENELITIAN Sebelum melakukan rancangan superheater pada PLTU supercritical kapasitas 660 MW, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan, seperti melakukan pengambilan data di lapangan, melakukan simulasi sistem PLTU supercritical, dan selanjutnya melakukan proses perhitungan parameter rancangan superheater, sehingga didapat dimensi rancangan pipa superheater. Untuk melihat lebih jelas tahapan pada penelitian tugas akhir ini, dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Tugas Akhir Penelitian tugas akhir ini dilakukan pada salah satu PLTU supercritical kapasitas 660 MW di Indonesia. Sebagai referensi PLTU supercritical PT Lestari Banten Energi (LBE) dijadikan sebagai tempat pengambilan data lapangan. Dimana data lapangan yang diperoleh meliputi data spesifik komponen utama pada PLTU, seperti sistem boiler, sistem turbin uap, dan sistem kelistrikan. Selanjutnya, data basic design yang diperoleh akan digunakan sebagai acuan pada simulasi sistem PLTU. Simulasi sistem PLTU supercritical dilakukan dengan menggunakan software STEAMPRO dari Thermoflow. Pertama, data yang perlu dimasukkan meliputi jenis boiler, jumlah unit, besar daya keluar (net power), frekuensi B. 262

4,782 p 271,7 T 24,51 m 1,785 p 167 T 23 m 0,538 p 83,2 T 19,32 m 10,91 p 375,1 T 60,58 m 17,75 p 442,9 T 19,9 m 27,99 p 511,1 T 16,57 m 71,07 p 377 T 46,37 m 43,7 p 313 T 27,49 m 1,631 m LPcrs 1,112 m SSR Leak 1,631 m 1,049 m SSR 0,069 p 38,74 T 332,1 m LPcrs 10,91 p 374,7 T 398,9 m 6,59 m 0,302 m 0,353 m to FWH1 1,768 m 2,423 m generator, dan konfigurasi turbin uap. Selanjutnya, menentukan kondisi lingkungan tempat PLTU yang akan dibangun, menentukan sistem pendingin, dan bahan bakar yang akan digunakan pada PLTU. Lalu, memasukkan data nilai tekanan dan temperatur pada turbin uap. Tabel 1 di bawah ini merupakan tabel parameter simulasi sistem PLTU supercritical kapasitas 660 MW. Tabel 1. Parameter Simulasi Sistem PLTU No Data Input Jumlah Satuan 1 Conventional boiler 1 unit 2 Output (net power ) 660 MW 3 Konfigurasi turbin uap Single reheat condensing 4 Frekuensi generator 50 Hz 5 Ambient temperature 30 o C 6 Altitude 2,5 m 7 Ambient relative humidity 83 % 8 Jenis pendingin Once through open loop water cooling 9 Temperatur air make up 30 o C 10 Temperatur air pendingin 30 o C 11 Bahan bakar Kaltim Prima (Spesifikasi terlampir) 12 Tekanan steam masuk HPT 242 bar 13 Temperatur steam masuk HPT 566 o C 14 Tekanan steam masuk IPT 40 bar 15 Temperatur steam masuk IPT 566 o C 16 Jumlah FWH 8 unit 17 Efisiensi Generator 98,85 % 18 Efisiensi Boiler feed pump 90 % Setelah semua parameter simulasi sistem PLTU pada tabel 1. di atas dimasukkan, kemudian compute, selanjutnya software tersebut melakukan proses iterasi. Didapatkan hasil simulasi, seperti gambar 2. di bawah ini. BOILER EFF (HHV/LHV) 84,4% / 92,6% NET PLANT EFF (HHV/LHV) 36,6% / 40,2% NET POWER 659977 kw NET PLANT HR (HHV/LHV) 9827 / 8951 kj/kwh AUX 46987 kw TURBINE HR 7726 kj/kwh 272,8 p 286,7 T 572,3 m 245,6 p 568 T 572,3 m 40,8 p 567,3 T 487,7 m 42,84 p 311,2 T 487,7 m 242 p 566 T 572,3 m 40 p 566 T 487,7 m 706964 kw 10,39 p 373,6 T 34,71 m 25380 kw HPT 0,262 m SSR 1,132 m IPT1x2 (double flow) LPT1x4 (2 double flow) 3000 RPM BFPT 0,101 p 46 T 34,71 m To FPT condenser 30,01 T 13264 m 43,01 13264 T m 272,8 p 286,7 T 572,3 m 71,07 p 377 T 43,7 p 313 T 27,99 p 511,1 T SSR 0,101 p 46 T 332,7 m 34,71 m 0,4 p 45,99 T 367,5 m 17,75 p 442,9 T BFPT 34,71 m 10,91 p 375,1 T 4,782 p 271,7 T 1,785 p 167 T 0,827 p 0,353 m GSC 0,538 p 83,2 T 69 p 374,5 T 46,37 m 286,7 T 253,4 T 572,3 m TTD -1,87 T FWH8A&B 42,42 p 310,8 T 27,49 m 253,4 T 230,7 T 572,3 m TTD 0,48 T FWH7A&B 27,17 p 509,6 T 16,57 m 230,7 T 211,5 T 572,3 m TTD -2,32 T FWH6A&B 205 T 205,0T 17,24 p 441,5 T 19,9 m 178,8 T 461,9 m DA (FWH5) 10,39 p 373,6 T 25,87 m 178,8 T 145,6 T 461,9 m TTD 2,78 T FWH4 4,554 p 270,3 T 24,51 m 145,6 T 112,4 T 461,9 m TTD 2,78 T FWH3 1,7 p 165,6 T 23 m 112,4 T 79,82 T 461,9 m TTD 2,77 T FWH2 0,513 p 81,97 T 19,32 m 79,19 T 46,95 T 367,5 m TTD 2,78 T FWH1 24,74 p 46,95 T 367,5 m DCA 5,00 T 69 p 258,4 T 46,37 m DCA 5,00 T 42,42 p 235,7 T 73,86 m DCA 5,00 T 27,17 p 216,5 T 90,43 m 17,24 p 205 T 572,3 m DCA 5,00 T 10,39 p 150,6 T 25,87 m DCA 5,00 T 4,554 p 117,4 T 50,38 m DCA 5,00 T 1,7 p 84,82 T 73,38 m 0,513 p 81,97 T 94,47 m STEAM PRO 21.00 Demonstration 0 03-05-2020 17:48:34 Steam Properties: IFC-67 FILE: E:\KULIAH\TUGAS AKHIR\SIMULASI\STEAMPRO\STPRO PLTU Supercritical 660 MW net.stp CYCLE SCHEMATIC p[bar], T[C], h[kj/kg], m[kg/s] Gambar 2. Hasil Simulasi Sistem PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW Dari hasil simulasi sistem PLTU supercritical didapatkan hasil simulasi boiler pada PLTU supercritical seperti pada gambar 3. di bawah ini. Dimana boiler yang dihasilkan, B. 263

yaitu boiler dengan tipe vertikal. Di dalam boiler tersebut terdapat alat seperti economizer, water wall, primary SH, secondary SH, tertiary SH, primary RH, final RH, dll. Plume visible 19,49 %H2O 11,62 %CO2 4,28 %O2 63,83 %N2 0,77 %Ar 0,01 %SO2 29 18 788,1 m CR2 CS2 RSH 1043,4T 1172,2T 788,1 m HX Tin Tout ECO1 286,7 343,5 REV 343,5 398,9 CS1 398,9 419,4 RSH 419,4 492,5 CS2 492,5 568 CR1 311,2 433,1 CR2 433,1 567,3 FUEL WEIGHT% C % 40,8 H % 6,8 O % 43,05 N % 0,53 S % 0,76 ASH % 8 Fly Ash 0,008 m CS1 901,2T 1510,6T Flue Gas Reheater 25,85 m 759,7T CR1 74,99 T 894,6 m 8,616 m 59,99T 141,7T ID Fan ESP 19 1 ECO1 610T 65,56T Kaltim Prima 107,6m 30T 34% moist. 9300 t/day WFGD 154,1T 146,5T 146,5T 50,96 m 22,98 m Fly Ash 6,889 m 423,5T Ash 0,026 m Ash 6,855 m (592 t/day) Ash 1,722 m (149 t/day) 33,35T 385T 500,7 m 42,52T 398,9T 159,1 m 345,1T 188,4 m 27,3% of total air 30T 550,7 m 30T 212,2 m 42,52T 29,25 m 15,53% of PA STEAM PRO 21.00 Demonstration 0 03-05-2020 17:48:34 Steam Properties: IFC-67 FILE: E:\KULIAH\TUGAS AKHIR\SIMULASI\STEAMPRO\STPRO PLTU Supercritical 660 MW net.stp BOILER SCHEMATIC p T m BOILER EFF BOILER FUEL INPUT (kj/s) bar C kg/s (HHV) 92,6 % 1801534(HHV) 1640957(LHV) 84,4 % (LHV) Gambar 3. Hasil Simulasi Boiler Pada PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW Dari hasil simulasi boiler pada PLTU supercritical dihasilkan simulasi superheater pada PLTU supercritical seperti pada gambar 4. di bawah ini. Terdapat tiga jenis superheater pada simulasi ini, yaitu CS1 (primary SH), RSH (secondary SH), dan CS2 (tertiary SH). Dimana data hasil simulasi superheater terdapat pada tabel 2. di bawah ini. Gambar 4. Hasil Simulasi Superheater Pada PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW B. 264

Tabel 2. Data Hasil Simulasi Superheater Pada PLTU Supercritical Kapasitas 660 MW P (bar) T ( ) h (kj/kg) PARAMETER (kg/s) Primary SH inlet 256,56 398,9 2519,1 572,3 Primary SH outlet 248,95 419,4 2773,1 572,3 Secondary SH inlet 248,95 419,4 2773,1 572,3 Secondary SH outlet 245,97 492,5 3144,1 572,3 Tertiary SH inlet 245,97 492,5 3144,1 572,3 Tertiary SH outlet 245,63 568,0 3398,1 572,3 Dari tiga jenis superheater yang dihasilkan pada simulasi hanya akan ada satu jenis superheater yang akan dirancang dan dianalisis, yaitu superheater dengan jenis primary SH. Dimana data yang dibutuhkan meliputi nilai tekanan (P), temperatur (T), enthalpy (h), dan mass flow fluida ( ) pada sisi masuk dan keluar uap dan gas panas pada pipa primary SH yang dapat dilihat pada tabel 3. di bawah ini. Tabel 3. Data Parameter Awal Rancangan Primary SH Selanjutnya, data hasil simulasi superheater pada sistem PLTU supercritical digunakan sebagai parameter awal untuk menghitung dimensi rancangan superheater. Untuk mempermudah proses perhitungan, maka dibuatlah beberapa tahapan seperti pada gambar 5. di bawah ini. P (bar) T ( ) h (kj/kg) Parameter Primary SH (kg/s) Uap inlet 256,56 398,9 2519,1 572,3 Uap outlet 248,95 419,4 2773,1 572,3 Gas panas inlet 901,2 788,1 Gas panas outlet 759,7 788,1 Gambar 5. Diagram Alir Rancangan Superheater B. 265

Terdapat beberapa tahap perhitungan parameter rancangan superheater. Tahap pertama, yaitu menentukan klasifikasi dan dimensi dari primary SH. Klasifikasi dan dimensi tersebut meliputi panjang pipa, diameter pipa (Do dan Di), ketebalan pipa (t), susunan pipa, dan material pipa yang akan digunakan. Tabel 4. Klasifikasi Pipa Primary SH Klasifikasi Desain Konstruksi Material Primary SH Counter flow Konvektif Horizontal In-line Plain Multiple tubes per loop SA-213 T91 Menentukan ukuran dimensi, seperti diameter pipa (Do dan Di), panjang (L 1 ), lebar (L 3 ), dan tinggi (L 2 ) pipa primary SH harus dilakukan sebelum menghitung koefisien perpindahan panas. Berikut merupakan tabel dimensi pipa primary SH yang didapatkan dari hasil iterasi sampai didapat nilai yang sama antara nilai laju kalor aktual dengan nilai laju kalor desain ( ). Tabel 5. Dimensi Pipa Primary SH Dimensi Nilai Diameter luar pipa (Do) 63,5 mm Tebal pipa (t) 8,633 mm Diameter dalam pipa (Di) 46,2 mm Panjang pipa (L1) 17,92 m Lebar ruang primary SH (L3) 18,04 m Tinggi ruang primary SH (L2) 1,35 m Jarak sentral pipa transversal (St) 254,3 mm Jarak sentral pipa longitudinal (Sl) 79,4 mm Selanjutnya, yaitu tahap rancangan kapasitas termal dan menghitung perpindahan panas pada pipa primary SH. Nilai kapasitas termal harus dihitung agar dapat mengetahui nilai kalor yang diserap oleh pipa primary SH. Dimana, besarnya kalor yang diserap oleh pipa primary SH dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.... (1) Dimana: = laju perpindahan panas aktual (kj/s) = laju alir massa fluida (kg/s) = perubahan nilai entalpi fluida (kj/kg) B. 266

Sedangkan nilai perpindahan panas harus dihitung agar dapar mengetahui nilai kalor yang dibutuhkan pada rancangan pipa primary SH dan dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.... (2) Dimana: = laju perpindahan panas desain (kj/s) = koefisien perpindahan panas total (W/m 2 o C) A = luas perpindahan panas total (m 2 ) = faktor koreksi efektivitas penukar kalor = log mean temperature different ( C) Nilai dan yang didapat besarnya harus sama ( ) atau perbandingan kedua nilai ini (% kesalahan) besarnya kurang dari 5 %. Maka, dapat dikatakan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya dapat diterima dan desain telah berhasil. Setelah semua tahap rancangan telah dilakukan dan diketahui dimensi pipa primary SH yang akan dirancang, selanjutnya data tersebut digunakan untuk membuat gambar rancangan pipa primary SH pada software Inventor Autodesk. Dibuatnya gambar rancangan ini bertujuan untuk melihat konstruksi pipa primary SH. Setelah didapat desain pipa primary SH yang sesuai dengan klasifikasi yang telah ditentukan dan dimensi hasil perhitungan, selanjutnya adalah melakukan simulasi CFD menggunakan software Ansys R19.0. Dimana, sebelumnya diperlukan desain pipa primary SH dengan format STP agar dapat terbaca saat menjalankan software Ansys R19.0. Langkah yang dilakukan pada perangkat lunak dibagi menjadi empat sebagai berikut. Gambar 6. Proses Simulasi CFD Simulasi CFD pipa primary SH dilakukan pada kondisi dua dimensi karena faktor bentuk, ukuran, dan arah aliran yang hanya dua sumbu, yaitu sumbu X dan Y. Selanjutnya, yaitu langkah mesh digunakan untuk mengubah volume fluida menjadi cell kecil. Semakin banyak jumlah cell pada simulasi, maka semakin akurat hasil iterasinya. Pada simulasi ini menggunakan jenis meshing campuran, yaitu skewness mesh metric dan orthogonal quality B. 267

mesh metric. Dimana, bentuk meshing didominasi oleh bentuk persegi yang tujuannya adalah untuk mempercepat proses iterasi. Dipilih jenis meshing campuran agar semua permukaan pipa primary SH dapat ter-meshing dengan sempurna, karena tidak semua permukaan pipa dapat ter-meshing dengan bentuk persegi. Dimana, detail hasil meshing pipa primary SH dapat dilihat pada gambar 7. di bawah ini. Gambar 7. Detail Hasil Meshing Pipa Primary SH Langkah fluent berfungsi mendefinisikan kondisi batas (boundary condition) pada desain yang telah dibuat, seperti model aliran yang digunakan, parameter yang dimasukan, dan dilakukannya iterasi dari hasil meshing yang telah dilakukan sebelumnya. Pada simulasi model aliran yang digunakan adalah jenis k-epsilon standard dengan parameter yang dimasukan, meliputi nilai temperatur uap masuk dan keluar, tekanan kerja uap, mass flow uap, massa jenis uap, dan kecepatan uap untuk sisi fluidanya, dan untuk sisi pipa atau wall, yaitu nilai temperatur permukaan dalam dan luar pipa. Selanjutnya, dilakukanlah proses iterasi dimana proses ini dilakukan sampai konvergen. Jika iterasi belum sampai konvergen, maka perlu diatur pada bagian meshing. Tahap terakhir pada simulasi CFD adalah result yang berfungsi untuk memperlihatkan hasil iterasi berupa pola aliran fluida dan perpindahan panas pada fluida. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Distribusi Panas Analisis distribusi panas pada pipa primary SH dilakukan dengan melihat nilai distribusi temperatur di sepanjang pipa primary SH. Gambar 8. di bawah ini merupakan gambar kontur temperatur pada pipa primary SH yang dihasilkan dari simulasi menggunakan software Ansys R19.0 melalui pendekatan CFD. Simulasi ini lebih difokuskan pada distribusi panas di sepanjang pipa primary SH pada sisi uap tanpa melibatkan simulasi distribusi panas pada sisi ruang bakar atau gas panas. Sehingga, parameter yang dimasukan pada simulasi adalah nilai temperatur uap masuk dan B. 268

keluar untuk sisi fluida, lalu nilai temperatur permukaan dalam dan luar pipa untuk sisi pipa atau wall. Karena nilai parameter yang dimasukan untuk semua pipa besarnya sama, maka simulasi dilakukan pada satu buah pipa yang dipilih secara acak. Dengan besarnya nilai parameter temperatur uap masuk sebesar, temperatur uap keluar dan temperatur permukaan dalam pipa sebesar, dan temperatur permukaan luar pipa sebesar, maka dihasilkan gambar distribusi panas di sepanjang pipa primary SH seperti di bawah ini. Gambar 8. Kontur Temperatur Pipa Primary SH Gambar 9. Detail 1 Kontur Temperatur Pipa Primary SH Gambar 10. Detail 2 Kontur Temperatur Pipa Primary SH Dari gambar 8. dapat dilihat distribusi panas di sepanjang pipa primary SH. Dimana, ujung pipa yang berwarna biru tua merupakan sisi inlet pipa primary SH dan ujung pipa yang berwarna hijau merupakan sisi outlet pipa primary SH. Dari hasil simulasi ini terlihat bahwa terjadi perubahan nilai temperatur yang signifikan yang ditandai dengan naiknya nilai temperatur pada pipa primary SH dengan sangat cepat. Kenaikan nilai temperatur yang sangat cepat ditunjukkan pada pipa laluan pertama (sisi inlet) hingga laluan kedua. Pada bagian pipa tersebut terlihat bahwa terjadi perubahan B. 269

warna yang sangat signifikan, yaitu pada laluan pertama (sisi inlet) uap berwarna biru tua yang mengartikan uap memiliki nilai temperatur sebesar dan pada laluan kedua uap telah berwarna hijau yang mengartikan uap memiliki nilai temperatur sebesar. Dimana, nilai temperatur ini merupakan nilai temperatur uap keluar pada pipa primary SH. Sehingga, uap dengan warna hijau ini adalah uap dengan nilai temperatur maksimum (temperatur uap keluar). Maka, dapat disimpulkan bahwa pada pipa primary SH terjadi perubahan nilai temperatur yang sangat cepat. Meskipun demikian, kenaikan nilai temperatur pada primary SH tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan panas (temperatur permukaan dalam dan luar pipa) yang diberikan di sepanjang pipa primary SH dari sisi inlet hingga outlet besarnya sama. Untuk melihat detail kontur temperatur di sepanjang pipa primary SH dapat dilihat pada gambar 9. dan 10. Dimana, uap telah berwarna hijau dari laluan kedua hingga laluan kedelapan (sisi outlet). Gambar 11. Detail 3 Kontur Temperatur Pipa Primary SH Sisi Kiri Gambar 12. Detail 3 Kontur Temperatur Pipa Primary SH Sisi Tengah Gambar 13. Detail 3 Kontur Temperatur Pipa Primary SH Sisi Kanan B. 270

Gambar 11. di atas merupakan gambar detail kontur temperatur pipa primary SH pada sisi kiri yang bertujuan untuk melihat perbedaan warna dari sisi pipa atau wall dan dari sisi fluida atau uap. Pada sisi wall dapat dilihat terdapat dua warna, yaitu warna merah yang mengartikan permukaan luar pipa memiliki nilai temperatur sebesar dan warna hijau yang mengartikan permukaan dalam pipa memiliki nilai temperatur sebesar. Selanjutnya, dari sisi uap dapat dilihat pada sisi inlet (biru tua) memiliki perbedaan warna yang cukup signifikan dari sisi tepi pipa hingga bagian tengah pipa. Pada sisi tepi pipa memiliki uap dengan warna hijau yang dilanjut dengan warna biru muda lalu biru tua pada bagian tengah pipa. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai temperatur dari sisi tepi pipa hingga bagian tengah pipa. Hal ini diakibatkan pada sisi tepi pipa terdapat uap yang tidak tidak mengalir atau tidak memiliki kecepatan dikarenakan adanya faktor gesekan fluida pada pipa. Sehingga, nilai temperatur uap di sisi tepi pipa bernilai tinggi. Pada gambar 12. dan 13. tidak terlalu terlihat perbedaan warna yang signifikan. Hal ini dikarenakan pada pipa sisi tengah dan kanan telah menghasilkan uap dengan nilai temperatur yang telah mendekati nilai temperatur uap keluar. Dimana, temperatur uap keluar (temperatur maksimum) ditandai dengan uap yang berwarna hijau. 1.2 Distribusi Aliran Analisis distribusi aliran pada pipa primary SH dilakukan dengan melihat nilai distribusi kecepatan di sepanjang pipa primary SH. Sama halnya dengan simulasi distribusi panas, simulasi distribusi aliran dilakukan dengan menggunakan software Ansys R19.0 melalui pendekatan CFD. Dimana, hasil simulasinya ditunjukkan oleh gambar 14. di bawah ini yang merupakan gambar kontur kecepatan di sepanjang pipa primary SH. Simulasi ini lebih difokuskan pada distribusi kecepatan pada sisi uap tanpa melibatkan simulasi distribusi kecepatan pada sisi ruang bakar atau gas panas. Sehingga, parameter yang dimasukan pada simulasi adalah nilai-nilai pada sisi fluida saja, seperti nilai tekanan kerja uap, mass flow uap, massa jenis uap, dan kecepatan rata-rata uap. Karena nilai parameter yang dimasukan untuk semua pipa besarnya sama, maka simulasi dilakukan pada satu buah pipa yang dipilih secara acak. Dengan besarnya nilai parameter tekanan kerja uap sebesar, mass flow uap sebesar, massa jenis uap sebesar B. 271

, dan kecepatan rata-rata uap sebesar, maka dihasilkan gambar distribusi kecepatan aliran uap di sepanjang pipa primary SH seperti di bawah ini. Gambar 14. Kontur Kecepatan Pipa Primary SH Dari gambar 14. dapat dilihat distribusi kecepatan aliran uap di sepanjang pipa primary SH. Sama halnya dengan hasil simulasi distribusi panas, ujung pipa bagian bawah merupakan sisi inlet pipa primary SH dan ujung pipa bagian atas merupakan sisi outlet pipa primary SH. Dari hasil simulasi terlihat bahwa tidak terjadi perubahan nilai kecepatan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan warna di sepanjang pipa primary SH yang artinya tidak ada perubahan nilai kecepatan aliran uap dari sisi inlet hingga outlet pipa. Nilai kecepatan besarnya sama dikarenakan nilai kecepatan yang dimasukan pada simulasi merupakan nilai kecepatan rata-rata uap. Sehingga, besarnya nilai kecepatan yang dihasilkan di sepanjang pipa primary SH merupakan kecepatan rata-rata uap. Terlihat dari kontur warna yang dihasilkan dari sisi inlet hingga outlet pipa, yaitu berwarna hijau-kuning yang mengartikan uap memiliki nilai kecepatan diantara nilai. Untuk melihat detail dari kontur kecepatan aliran uap di sepanjang pipa primary SH dapat dilihat pada gambar 15, 16, dan 17 di bawah ini. Gambar 15. Detail Kontur Kecepatan Pipa Primary SH Sisi Kiri B. 272

Gambar 16. Detail Kontur Kecepatan Pipa Primary SH Sisi Tengah Gambar 17. Detail Kontur Kecepatan Pipa Primary SH Sisi Kanan Dari gambar detail kontur kecepatan di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan warna yang signifikan. Di sepanjang tepi pipa memiliki warna biru tua yang mengartikan nilai kecepatan uap sebesar atau uap tidak memiliki kecepatan. Hal ini terjadi karena adanya faktor gesekan fluida pada pipa yang mengakibatkan terjadinya head loss di sepanjang pipa primary SH. Lalu, mengakibatkan pula terjadinya kenaikan nilai temperatur di sepanjang tepi pipa dikarenakan kecepatan aliran uap yang bernilai kecil, sehingga panas yang terserap oleh uap tidak dapat terpindahkan. Dimana, kenaikan nilai temperatur di sepanjang tepi pipa secara langsung akan mempengaruhi nilai kekuatan material pipa. Maka dari itu, pemilihan material harus didasarkan pada nilai temperatur kerja dan tekanan kerja baik dari sisi ruang bakar (gas panas) ataupun dari sisi fluida (uap). Lalu, memperhatikan komposisi yang menyusun material tersebut agar dapat mengurangi terjadinya kerusakan pada pipa seperti retak atau pecah akibat pengikisan dan korosi. Selanjutnya, terdapat warna merah disetiap pipa elbow atau belokan pada bagian pipa dalam yang menandakan adanya peningkatan nilai kecepatan aliran uap sebesar. Terjadinya peningkatan nilai kecepatan aliran diakibatkan karena arah aliran B. 273

yang berubah (berbelok) pada pipa elbow ditambah dengan pipa elbow pada bagian pipa dalam memiliki sudut belok (radius) yang kecil. Akibat dari arah aliran yang berubah (berbelok) dengan radius yang kecil, maka terjadi head loss berupa aliran dalam bentuk pusaran yang disebut dengan eddy current atau arus pusar. Eddy current yang dihasilkan ditandai dengan adanya warna biru tua yang mengartikan uap memiliki nilai kecepatan sebesar atau uap tidak memiliki kecepatan yang berada tepat pada tikungan pipa elbow. Untuk melihat detail dari eddy current yang terbentuk dapat dilihat pada gambar 18. di bawah ini. Gambar 18. Detail Eddy Current Pada Kontur Kecepatan Pipa Primary SH Eddy current pada gambar di atas ditandai oleh lingkaran berwarna hitam. Dimana, eddy current adalah aliran berbentuk pusaran yang terbentuk karena adanya aliran yang terhalang oleh aliran lain, sehingga menghasilkan aliran dengan arah berbalik yang selanjutnya akan menghasilkan pusaran. Oleh karena itu, eddy current yang terbentuk memiliki nilai kecepatan yang rendah atau tidak mengalir. Akibat dari nilai kecepatan yang rendah memungkinkan terbentuknya endapan. Dimana, endapan yang terbentuk akan menghambat proses heat transfer dari sisi gas panas ke sisi uap yang berada di dalam pipa. Eddy current yang terbentuk dapat diatasi dengan memperbesar nilai radius atau bending pada pipa elbow. Dapat dilihat pada gambar di atas bagian pipa yang ditandai oleh lingkaran berwarna merah terlihat bahwa di sepanjang pipa elbow pada bagian pipa luar tidak terbentuk eddy current. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. B. 274

1. Dari hasil rancangan primary SH diperoleh dimensi panjang pipa (L 1 ) sebesar 17,92 m, lebar ruang primary SH (L 3 ) sebesar 18,04 m, tinggi ruang primary SH (L 2 ) sebesar 1,35 m, jarak sentral pipa transversal (S t ) sebesar 254,3 mm, jarak sentral pipa longitudinal (S l ) sebesar 79,4 mm, diameter luar pipa (D o ) sebesar 63,5 mm, diameter dalam pipa (D i ) sebesar 46,2 mm, tebal pipa (t) sebesar 8,633 mm, multiple tubes sebanyak 2 buah, jumlah laluan (Z) sebanyak 8 laluan, dan besarnya energi kalor yang diserap oleh pipa primary SH secara aktual ataupun desain besarnya sama, yaitu sebesar 145364,2 kj/s. 2. Dari hasil validasi pipa primary SH diperoleh hasil yang kurang valid. Dikarenakan masih ada parameter yang belum masuk pada perhitungan dan proses simulasi. Seperti tidak melakukan perhitungan pada pipa elbow di setiap laluan pipa dan pada simulasi tidak dilakukan simulasi distribusi panas dan distribusi aliran pada sisi ruang bakar atau gas panas. 3. Dari hasil simulasi distribusi panas diketahui bahwa kenaikan nilai temperatur pada pipa primary SH terjadi sangat cepat. 4. Semakin besar nilai temperatur uap, maka semakin kecil nilai kecepatan aliran uapnya. 5. Dari hasil simulasi distribusi aliran diketahui bahwa nilai kecepatan pada pipa primary SH tidak terjadi perubahan yang signifikan. 6. Nilai kecepatan aliran sangat mempengaruhi nilai head loss yang dihasilkan. Dimana, pada pipa primary SH dihasilkan head loss dari gesekan yang terjadi di sepanjang pipa karena adanya faktor kekasaran pipa dan dari terbentuknya eddy current, yaitu aliran dalam bentuk pusaran. 7. Salah satu cara untuk mengurangi nilai head loss pada pipa primary SH, yaitu dengan memperbesar nilai radius atau bending pada pipa elbow. DAFTAR PUSTAKA Andersson B [et al.]. (2012). Computational Fluid Dynamics for Engineers. New York : United States of America by Cambridge University Press. Holman J. P. (2010). Heat Transfer, 10th Edition. New York : McGraw-Hill. Incropera [et al.]. (2011). Fundamentals of Heat and Mass Transfer, 7th Edition. Jefferson City : John Wiley & Sons, Inc. Kitto J. B. and Stultz S. C. (2005). Steam/Its Generation and Use, 41th Edition. Ohio : The Babcock & Wilcox Company. MITs. (2007). The Future of Coal. Massachusetts Institute of Technology. B. 275

Moran M. J. [et al.]. (2011). Fundamentals of Engineering Thermodynamics 7th Edition. John Wiley & Sons, Inc. Rayaprolu K. (2009). Boiler for Power and Process. New York : CRC Press. Shah R. K. and Sekulic D. P. (2003). Fundamentals of Heat Exchanger Design. John Wiley & Sons. Wylen J. and Sonntag R. (1994). Fundamentals of Classical Thermodynamics. John Wiley B. 276