PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN KORBAN TINDAKAN MAL PRAKTEK DOKTER

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERIAN GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN DALAM TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIS

Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien. 1. Tanggung Jawab Etis

Masalah Malpraktek Dan Kelalaian Medik Dalam Pelayanan Kesehatan. Written by Siswoyo Monday, 14 June :21

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

ISSN Vol 13 No. 2 Oktober 2017

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DOKTER YANG MELAKUKAN TINDAKAN MALPRAKTEK DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum)

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. Justru yang utama dan mendasar ada di dalam Undang Undang Praktek. kelalaian dalam melaksanakan profesi dalam undang-undang praktek

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

PENGATURAN TINGKAT KESALAHAN DOKTER SEBAGAI DASAR PENENTUAN GANTI RUGI PADA PASIEN KORBAN MALPRAKTEK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisa pada uraian dari Bab I (satu) sampai dengan Bab IV. merupakan cangkupan dari bahasan sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. optimal oleh sarana kesehatan dalam hal ini rumah sakit. Dalam kaitannya dengan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DOKTER ATAS KESALAHAN DAN KELALAIAN DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN MEDIS DI RUMAH SAKIT. Oleh : Erdiansyah, SH, MH.

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

FORMULASI HUKUM PENANGGULANGAN MALPRAKTIK KEDOKTERAN LEGAL FORMULA ON SUPPRESSING MEDICAL MALPRACTICE. Oleh: Priharto Adi *)

TANGGUNG JAWAB DOKTER TERHADAP KESALAHAN DIAGNOSIS. Oleh. Dian Mauli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Profesi dokter merupakan profesi istimewa karena berhadapan

BAB I PENDAHULUAN. Kedokteran adalah suatu profesi yang di anggap tinggi dan mulia oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

BAB III PENUTUP. di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

SENGKETA MEDIS DALAM PELAYANAN KESEHATAN 1. Dr.M.Nasser SpKK.D.Law 2

KEBIJAKAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN KEPADA KORBAN MALPRAKTEK MEDIS SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MALPRAKTEK DI BIDANG MEDIS. dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

Perlindungan Konsumen Kesehatan Berkaitan dengan Malpraktik Medik

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles

KEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN KESEHATAN DITINJAU DARI HUKUM PERDATA, PIDANA DAN ADMINISTRASI. Fransiska Novita Eleanora *

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

TANGGUNG JAWAB PERDATA DOKTER KEPADA PASIEN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK

WRAP UP SKENARIO 1 BLOK MEDIKOLEGAL MATA DIOBATI MENJADI BUTA KELOMPOK A-13. Ketua : Amalia Fatmasari ( )

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan jasa dari para dokter. Dokter merupakan tenaga medis yang menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

JURNAL ILMIAH TANGGUNG JAWAB MEDIS TERHADAP RESIKO AKIBAT OPERASI BEDAH CAESAR

PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN PADA PENGOBATAN ALTERNATIF

TINJAUAN YURIDIS INFORMED CONCENT BAGI PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

JASA PELAYANAN KESEHATAN DAN EKSISTENSI YURIDISNYA TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN. Hasyim S. Lahilote 1. Abstrak

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. nampaknya mulai timbul gugatan terhadap dokter dan rumah sakit (selanjutnya

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

PELANGGARAN ETIK, DISIPLIN PROFESI & GUGATAN HUKUM DI AREA PRAKTEK KEDOKTERAN

Aspek Hukum Informed Consent Dalam Pelaksanaan Tindakan Operasi Medik. Oleh : Firman Floranta Adonara S.H.,M.H.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

TANGGUNG JAWAB KEPERDATAAN BIDAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP MALPRAKTEK UPAYA MEDIS TRANSPLANTASI ORGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DALAM KONTRAK TERAPEUTIK

RELEVANSI Skm gatra

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

PENDAHULUAN. ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan.

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN SELAKU KONSUMEN JASA PELAYANAN KESEHATAN YANG MENGALAMI MALPRAKTEK

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter. Pelayanan dokter haruslah sesuai

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP OTOPSI MEDIKOLEGAL DALAM PEMERIKSAAN MENGENAI SEBAB-SEBAB KEMATIAN. Oleh : Marhcel Maramis 1

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER PADA MASYARAAT

KODE ETIK KEDOKTERAN/MEDICOLEGAL DAN PATIENT SAFETY

KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM RANGKA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA MALPRAKTIK KEDOKTERAN RINGKASAN TESIS

BAB I PENDAHULUAN. yang menderita sakit, terluka dan untuk yang melahirkan (World Health

BAB II PENGATURAN MALAPRAKTEK KEDOTERAN DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

KODE MATA KULIAH : : Dr. Budiyanto, S.H.,M.H William H. Reba, S.H.,M.Hum Victor Th. Manengkey, S.H.,M.Hum Farida Kaplele, S.H.,M.

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

BAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN KORBAN TINDAKAN MAL PRAKTEK DOKTER Oleh : Syahadah Siregar Abdul Halim Bin Ahmad ABSTRAK Persoalan malpraktik kedokteran lebih dititik beratkan pada permasalahan hukum, karena Malptraktek Kedokteran adalah Praktik Kedokteran yang mengandung sifat melawan hukum sehingga menimbulkan akibat fatal bagi pasien Teruma bagi para korban. Masalahnya terletak pada belum adanya hukum dan kajian hukum khusus tentang malpraktik yang dapat di jadikan pedoman dalam menentukan dan menanggulangi adanya Malpraktik kedokteran Indonesia. Untuk itu maka perlu dikaji kembali kebijakan perlindungan hukum yang dapat dikaitkan dengan kelalaian atau Malpraktik Kedokteran khususnya didalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban Malpraktik (pasien). Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pasien, Mal Praktek A. Pendahuluan Malpraktik merupakan pelayanan kesehatan yang mengecewakan pasien karena kurang berhasil atau tidak berhasilnya dokter dalam mengupayakan kesehatan, kesembuhan bagi pasiennya. Sistim hukum di Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum substansi, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi. Tidak mengenal bangunan hukum Malpraktik. Justru yang utama dan mendasar ada didalam hukum kesehatan Indonesia yang berupa UU Kesehatan no 23 tahun 1992 serta pembaharuan UU Nomor 36 Tahun 2009. Tuntutan terhadap Malpraktik Kedokteran sering kali kandas ditengan jalan.secara resmi nenyebut kesalahan atau kelalaian dan melaksanakan dalam pasal 54 dan 55, lebihlebih apabila ditinjau dari budaya hukum di Indonesia Malpraktik merupakan sesuatu yang asing karena batasan mengenai Malpraktik yang diketahui dan dikenal oleh kalangan profedi Kedokteran dan hukum itu berasal dari alam pikiran barat yang nampaknya ingin diterapkan di Indonesia.untuk itu masih perlu ada pengkajian secara khusus guna memperoleh suatu rumusan pengetian dan batasan istilah Malpraktik dalam rangka menanggulangi tindak pidana Malpraktik khususnya didalam memberikan perlindungan hukum terhadap pasien sebagai korban Malpraktik. Mahasiswa Pada Program Doktoral Hukum Universiti Utara Malaysia. Pengajar pada School of Law, Universiti Utara Malaysia. 198

Sulitnya pembuktian dalam hal ini pihak kedokteran perlu membela diri dan mempertahankan hak-haknya dengan mengemukakan alasan-alasan atas tindakannya. Baik pengugat dalam hal ini pasien, Pihak dokter maupun praktisis( Hakim dan jaksa) mendapat kesulitan dalam menghadapi masalah Praktik kedokteran ini, terutama dari sudut teknis hukum atau formulasi hukum yang tepat untuk diguanakan. Masalahnya terletak pada belum adanya hukum dan kajian hukum khusus tentang malpraktik yang dapat di jadikan pedoman dalam menentukan dan menanggulangi adanya Malpraktik kedokteran Indonesia. Untuk itu maka perlu dikaji kembali kebijakan hukum pidana yang dapat dikaitkan dengan kelalaian atau Malpraktik Kedokteran khususnya didalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban Malpraktik, dalam hal ini pasien. Karena itu maka perlu dibahas mengenai malpraktik Kedokteran dari sudut kajian kebijakan tindak pidana, Karena Kajian Malprakti Kedokteran dari sudut hukum sangatlah penting. Persoalan malpraktik kedokteran lebih dititik beratkan pada permasalahan hukum, karena Malptraktek Kedokteran adalah Praktik Kedokteran yang mengandung sifat melawan hukum sehingga menimbulkan akibat fatal bagi pasien Teruma bagi para korban. B. Hubungan Hukum Pasien Dengan Dokter Hubungan antara pasien dengan rumah sakit, dalam hal ini terutama dokter, memang merupakan hubungan antara penerima dengan pemberi jasa. Hubungan antara dokter dan pasien pada umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis aktif-pasif. 1 Namun perlu disadari bahwa dokter tidak bisa disamakan dengan pemberi/penjualan jasa pada umumnya. Hubungan ini terjadi pada saat pasien mendatangi dokter/pada saat pasien bertemu dengan dokter dan dokterpun memberikan pelayanannya maka sejak itulah telah terjadi suatu hubungan hukum. 2 Hubungan pasien dengan dokter adalah suatu Perikatan Berusaha (Inspanningsverbintenis) yaitu di mana dalam melaksanakan tugasnya dokter berusaha untuk menyembuhkan atau memulihkan kesehatan pasien. Dalam memberikan jasa ini dokter tidak boleh dan tidak mungkin dapat memberikan jaminan/garansi kepada pasiennya. Dan dokter juga tidak dapat dipersalahkan begitu saja apabila hasil usahanya itu tidak sesuai dengan yang diharapkan, sepanjang 1 Danny Wiradharma, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 1996, hal. 42. 2 Safitri Hariyani, Sengketa Medik: Alternatif Penyelesaian antara Dokter dan Pasien, Diadit Media, Jakarta, 2005, hal. 10. 199

dalam melakukannya dokter telah mematuhi standart profesi dan menghormati hak-hak pasien (Pasal 53 ayat 2 UU Kesehatan). Selain itu, dokter sebagai professional menjadi anggota organisasi profesi yang memiliki Peraturan sendiri (Self Regulation) yang diakui keabsahannya yang disebut sebagai Kode Etik. Dokter juga memiliki sumpah/janji yang harus diucapkan dan dihayati dalam hati serta dipakai sebagai pedoman dalam perilakunya. Tidak kalah pentingnya adalah fungsi sosial yang melekat pada rumah sakit sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat 2 UU Kesehatan yang berbunyi Sarana kesehatan dalam penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap memperhatikan fungsi sosial. Menurut penjelasan Pasal 57 ayat 2 tersebut fungsi sosial sarana kesehatan adalah bahwa dalam menyelenggarakan kegiatan setiap sarana kegiatan baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat harus memperhatikan pelayanan kesehatan golongan masyarakat yang kurang mampu dan tidak semata-mata mencari keuntungan. Jadi menurut ketentuan UU Kesehatan, rumah sakit milik swasta juga harus memberikan pelayanan kesehatan kepada golongan masyarakat tidak mampu dengan tidak mencari keuntungan. Ketentuan UU Kesehatan ini sesuai pula dengan Pasal 3 Kode Etik Kedokteran Indonesia yang menyatakan bahwa seorang dokter dalam menjalankan profesinya tidak boleh mempertimbangkan keuntungan pribadi. Sedangkan bagi rumah sakit telah diatur pula pada Pasal 3 Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI), yang berbunyi: Rumah sakit harus mengutamakan pelayanan yang baik dan bermutu secara berkesinambungan serta tidak mendahulukan biaya. Dengan memperhatikan ketentuan UU Kesehatan yang kemudian dipertegas dengan Kode Etik Kedokteran dan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia, maka jelas bahwa rumah sakit/dokter baik pemerintah maupun swasta harus memberikan pelayanan kesehatan tanpa mempertimbangan keuntungan pribadi. C. Perbedaan Malpraktek dengan Kecelakaan Praktek yang dilakukan oleh Dokter 200

Malpraktek medis menurut Kamus besar Bahasa Indonesia adalah praktik paktek kedoteran yang dilakukan salah atau tidak tepat menyalahi undang-undang atau kode etik. 3 Selanjutnya Malpraktek medis menurut J. Guwandi meliputi tindakan-tindakan sebagai berikut: 1. Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan. 2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban. 3. Melanggar suatu ketentuan menurut perundang-undangan. 4 Selanjutnya dari beberapa pendapat pakar Guwandi memberikan pengertian bahwa malpraktek dalam arti luas dibedakan antara tindakan yang dilakukan: 5 a. Dengan sengaja (dolus, Vorsatz, intentional) yang dilarang oleh Peraturan Perundangundangan, seperti dengan sengaja melakukan abortus tanpa indikasi medis, euthanasia, memberikan keterangan medis yang isinya tidak benar. b. Tidak dengan sengaja (negligence, culpa) atau karena kelalaian, misal: menelantarkan pengobatan pasien, sembarangan dalam mendiagnosis penyakit pasien. Selanjutnya dikatakan perbedaan antara malpraktek murni dengan kelalaian akan lebih jelas jika dilihat dari motif perbuatannya sebagai berikut: 6 a. Pada malpraktek (dalam arti sempit), tindakannya dilakukan secara sadar, dan tujuan dari tindakan memang sudah terarah pada akibat yang hendak ditimbulkan atau tidak peduli terhadap akibatnya, walaupun ia mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa tindakannya adalah bertentangan dengan hukum yang berlaku. b. Pada kelalaian, tindakannya tidak ada motif atau tujuan untuk menimbulkan akibat. Timbulnya akibat disebabkan kelalaian yang sebenarnya terjadi di luar kehendaknya. Dengan demikian didalam malpraktek medis terkandung unsur-unsur kesalahan, yaitu adanya kesengajaan atau kelalaian termasuk juga delik omissi yang menimbulkan kerugian baik materiil maupun inmmateriil terhadap pasien. 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud, Jakarta, 1990 Cetakan ke 3, hal, 551 4 J. Guwandi, Hukum Medik (Medical Law), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 24. 5 Ibid 6 Ibid 201

Dalam perkembangannya malpraktek medis harus dibedakan dengan kecelakaan medis (medical mishap, misadventure, accident). Hal ini oleh karena keduanya sepintas tampak sama, walaupun sebenarnya mempunyai unsur yang berbeda sehingga mempengaruhi pertanggungjawaban pidananya. Dalam malpraktek medis (medical malpractice) dokter yang melakukannya telah memenuhi unsur-unsur kesalahan, seperti adanya kesengajaan dan kelalaian, kecerobohan serta tidak melakukan kewajibannya (omissi) sebagaimana ditentukan dalam standar pelayanan medis dan standar prosedur operasional dalam menangani penyakit pasien, sehingga peristiwa malpraktek dapat dituntut pertanggungjawaban pidana. Sementara itu kecelakaan medis (medical mishap/medical accident) merupakan sesuatu yang dapat dimengerti, dimaafkan dan tidak dipersalahkan, karena dalam kecelakaan medis dokter sudah bersikap hati-hati, teliti dengan melakukan antisipasi terhadap kemungkinan timbulnya akibat-akibat pada pasien sesuai dengan standar pelayanan medis dan standar prosedur operasional, namun kecelakaan (akibat yang tidak diharapkan) timbul juga. Hal ini mengingat setiap tindakan medis sekecil apapun selalu mengandung risiko, dan dalam kecelakaan medis dokter tidak dapat dituntut pertanggungjawabannya karena risiko yang terjadi merupakan risiko yang ditanggung oleh pasien (inherent risk) seperti reaksi alergik, shock anafilatik, hipersensitif terhadap obat yang sukar diduga sebelumnya yang dapat berakibat fatal seperti kematian, cardilac arrest, kerusakan otak, koma, lumpuh, dan sebagainya. D. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Korban Tindakan Mal Praktek Dokter Perlindungan hukum bagi pasien korban malpraktek dokter digolongkan victimisasi medis seperti dalam hal ini dapat disebut penyalahgunaan obat bius, alkoholisme, malpraktek di bidang kedokteran, eksperimen kedokteran yang melanggar (ethik) peri kemanusiaan 7. memberikan perlindungan kepada individu korban malpraktek sekaligus juga mengandung pengertian memberikan pula perlindungan kepada masyarakat, karena eksistensi individu dalam hal ini adalah sebagai unsur bagi pembentukan suatu masyarakat, atau dengan kata lain, bahwa masyarakat adalah terdiri dari individu-individu, 7 JE. Sahetapy, Karya Ilmiah Para Pakar Hukum, Bunga Rampai Viktimasi, Bandung, 1995. hal. 6 202

oleh karena itu, antara masyarakat dan individu saling tali-menali. Konsekuensinya adalah, bahwa antara individu dan masyarakat saling mempunyai hak dan kewajiban. Walaupun disadari bahwa antara masyarakat dan individu, dalam banyak hal mempunyai kepentingan yang berbeda, akan tetapi harus terdapat "keseimbangan" pengaturan antara hak dan kewajiban di antara keduanya itu. Dilakukannya kejahatan terhadap seseorang anggota masyarakat, akan menghancurkan sistem kepercayaan yang telah melembaga dan pengaturan hukum pidana dan lain-lain berfungsi untuk mengembalikan kepercayaan tersebut karena masyarakat dipandang sebagai sistem kepercayaan yang melembaga. Tanpa kepercayaan ini maka kehidupan sosial tidak mungkin berjalan dengan baik. Agar peraturan-peraturan hukum ini dapat berlangsung terus dan diterimanya oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak lebih bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut. Perlindungan hukum bagi pasien korban tindakan mal praktek dokter telah diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, Undang-undang No.29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran dan Undang-undang No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), maka hukum positif yang berlaku bagi perlindungan konsumen adalah UUPK. Namun dalam Pasal 64 tentang aturan peralihan, dinyatakan bahwa: Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini. 203

Kemudian dalam penjelasan Pasal 64 tersebut dicantumkan beberapa peraturan perundang-undangan yang dimaksud di antaranya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (UU Kesehatan/UUK). Dengan demikian maka dalam mengimplementasikan Undang Undang Perlindungan Konsumen sebagai perlindungan hukum bagi pasien selaku konsumen jasa pelayanan kesehatan. Kesalahan atau kelalaian dokter sebagai tenaga medis dapat terjadi memenuhi unsur tindak pidana diatur di dalam pasal : 346, 347, 359, 360, 386 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Ada perbedaan kepentingan antara tindak pidana biasa dengan tindak pidana medis. Pada tindak pidana yang terutama diperhatikan adalah akibatnya, sedangkan pada tindak pidana medis adalah penyebabnya. Walaupun berakibat fatal, tetapi jika tidak ada unsur kelalaian atau kesalahan maka dokternya tidak dapat dipersalahkan. Beberapa contoh dari criminal malpractice yang berupa kesenjangan adalah melakukan aborsi tanpa indikasi medis, membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan seseorang yang dalam keadaan emergency, melakukan euthanasia,menerbitkan surat keterangan dokter yang tidak benar, membuat visum et repertum yang tidak benar dan memberikan keterangan yang tidak benar di sidang pengadilan dalam kapasitas sebagai ahli. Sebagai contoh dalam menganalisis apakah perbuatan dokter itu mengandung tanggung jawab pidana apa tidak, adalah dalam hal melakukan pembedahan. Persoalan pokok yang perlu dikemukakan adalah pembedahan dengan indikasi medis. Apakah hal itu dilakukan dokter terhadap pasien, maka perbuatan dokter tersebut dapat dibenarkan. Sedangkan jika pembedahan dilakukan tanpa melalui indikasi medis, maka perbuatan dokter tersebut dipidanakan. 204

E. Daftar Pustaka Danny Wiradharma, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 1996. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud, Jakarta, 1990 Cetakan ke 3 J. Guwandi, Hukum Medik (Medical Law), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004 JE. Sahetapy, Karya Ilmiah Para Pakar Hukum, Bunga Rampai Viktimasi, Bandung, 1995. hal. 6 Street, R. M. Howdoes communication heal? Pathway linking clinician-patient communication to health outcomes. Patient Education Couns, 2009. Safitri Hariyani, Sengketa Medik: Alternatif Penyelesaian antara Dokter dan Pasien, Diadit Media, Jakarta, 2005 Wong, S. Y. Communication Skill and Doctor-Patient Relationship. Medical Buletin, Vol 11 No 3, March, 2006. 205