BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH



dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

5.1 ARAH PENGELOLAAN APBD

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

III BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUNGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

Bab-3 Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi)

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN. Pada Bab II telah diuraiakan kondisi riil daerah yang ada di

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Komplek Perkantoran Jl.

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB V PENDANAAN DAERAH

c. Pembiayaan Anggaran dan realisasi pembiayaan daerah tahun anggaran dan proyeksi Tahun 2013 dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut:

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

, ,00 10, , ,00 08,06

BAB 3. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAANKEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

FORUM SKPD DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DIY USULAN PROGRAM DAN KEGIATAN T.A 2018 RADYOSUYOSO 30 MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 3 - GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RANPERDA PERUBAHAN APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2017

BAB VI ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DESA

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

Transkripsi:

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan Kebijakan anggaran mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah suatu anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kegiatan atau output dari rencana alokasi biaya atau input yang ditetapkan dengan memperhatikan kondisi semua komponen keuangan. Efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas merupakan prinsip pengelolaan keuangan yang dilakukan diantaranya dengan mengefektifkan fungsi pengawasan serta upaya-upaya penghematan sehingga dana yang terbatas dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kegiatan pembangunan dan pemerintahan serta berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan pembangunan. Arah kebijakan keuangan daerah provinsi DIY dititik beratkan pada: 1. Kebijakan pendapatan keuangan daerah provinsi DIY diarahkan kepada ketersediaan dana yang berkelanjutan dengan jumlah yang memadai. Semua potensi pendapatan semaksimal mungkin digali agar mampu memenuhi seluruh kebutuhan belanja. Sumbersumber pendapatan yang mendukung APBD diidentifikasi dengan baik, ditingkatkan penerimaannya (intensifikasi), dan diupayakan sumber-sumber pendapatan baru (ekstensifikasi). Beberapa langkah strategis untuk mendukung pencapaian target ini antara lain dilakukan dengan Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Daerah, Optimalisasi Aset Daerah, dan Peningkatan Dana Perimbangan dan Bagi Hasil. 2. Kebijakan belanja keuangan daerah Provinsi DIY diarahkan untuk mendukung kebijakan dan prioritas strategis, terutama untuk mendukung kebutuhan dana program strategis yang memiliki nilai tambah (value-added). 3. Arah pembiayaan Provinsi DIY diarahkan untuk menutup defisit dan mengalokasikan pada pos-pos pembiayaan. Dalam hal APBD mengalami defisit maka kebijakan pembiayaan mengupayakan sumber pemasukan untuk menutup defisit tersebut diatas (pembiayaan penerimaan). Sebaliknya, apabila APBD mengalami selisih lebih, maka surplus tersebut akan dialokasikan dalam pembiayaan pengeluaran pada pos-pos pembiayaan yang diperkenankan oleh peraturan. B. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Otonomi daerah dan desentralisasi berimplikasi pada semakin luasnya kewenangan daerah untuk mengatur dan mengelola pendapatan daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka secara bertahap daerah dituntut untuk mengupayakan kemandirian pendapatannya dengan mengoptimalkan seluruh potensi pendapatan yang dimilikinya. Dalam konteks pengelolaan pendapatan daerah di DIY, proporsi sumber pendapatan utama daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan proporsi rata-rata dibawah 40% dari total pendapatan daerah, maka perlu adanya strategi-strategi dalam rangka peningkatan PAD di waktu yang akan datang. Disamping itu, sumber sumber pendapatan lainnya juga perlu ditingkatkan, antara lain bagian laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), lain-lain pendapatan yang sah, dana perimbangan bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak, sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang, proporsi DAU secara bertahap dapat mulai digantikan oleh sumber sumber pendapatan yang dapat diupayakan oleh daerah. 59

Berdasarkan penjabaran kondisi keuangan serta kebijakan kebijakan yang mempengaruhi perekonomian daerah, sebagaimana telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, kebijakan umum pendapatan daerah tahun 2009 2013 adalah sebagai berikut: 1. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Daerah Adapun sumber-sumber pendapatan daerah di DIY berasal dari berbagai komponen, yaitu: a. Pajak Daerah yang meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Pengambilan serta Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. b. Retribusi Daerah yang meliputi Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu. Retribusi Jasa Umum terutama berasal dari Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan Bidang Kehutanan dan Perkebunan, Retribusi Pelayanan Permukiman dan Prasarana Wilayah. Retribusi Jasa Usaha terdiri dari pemakaian kekayaan daerah yang berasal dari sewa tanah dan bangunan, sewa rumah dinas, penitipan kendaraan bermotor, sewa penginapan/pesanggrahan/villa, sewa gedung Graha Wana Bhakti Yasa, sewa gedung/ruangan/aula/asrama, bidang perikanan dan kelautan, bidang perhubungan dan bidang perpustakaan daerah, retribusi Pasar Grosir dan/atau pertokoan, Retribusi Perijinan Tertentu berasal dari Retribusi Izin Pos dan Telekomunikasi. c. Hasil Perusahaan Milik Daerah (PMD) dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang meliputi hasil penyertaan modal pada PT. Anindya Mitra Internasional, PD Taru Martani, BPD DIY dan Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP). d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah dimaksudkan untuk menampung penerimaan-penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah di luar Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Penerimaan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah antara lain terdiri dari Hasil Penjualan Aset Daerah Yang Tidak Dipisahkan, Jasa Giro, Penerimaan Bunga Deposito, Pemanfaatan lahan jalan untuk pemasangan iklan e. Penerimaan dari dana perimbangan yang meliputi: Bagi hasil pajak, bagi hasil bukan Pajak, DAU, DAK dan penerimaan lain-lain. f. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Yang Sah berasal dari Sumbangan dari Badan/Lembaga/Organisasi Swasta Dalam Negeri dan dari Pendapatan Lain-lain. Dari berbagai penerimaan tersebut, selama lima tahun terakhir terjadi kecenderungan kenaikan penerimaan daerah dari Pajak dan Retribusi Daerah. Akan tetapi pada sisi yang lain, penerimaan pendapatan dari Hasil perusahaan Milik Daerah dan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mengalami kecenderungan terus menurun terutama pada periode 2005-2007. Terkait dengan arah pengelolaan keuangan peningkatan pendapatan daerah, maka Pemerintah Provinsi DIY perlu melakukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan PAD yaitu dengan: 60

a. Perbaikan Manajemen Melalui perbaikan manajemen diharapkan setiap potensi pendapatan daerah dapat direalisasikan. Manajemen yang profesional dapat dicapai dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan perbaikan serta penyederhaan sistem dan prosedur. Perbaikan manajemen ini baik pada internal Pemerintah Provinsi DIY maupun pada BUMD. b. Peningkatan Investasi Peningkatan investasi dapat didorong dengan membangun iklim usaha yang kondusif bagi berlangsungnya investasi. 2. Optimalisasi Aset Daerah Pemerintah Provinsi DIY memiiki aset yang dapat lebih dioptimalkan pemanfaatannya untuk pelayanan kepada masyarakat maupun untuk peningkatan pendapatan. Optimalisasi aset daerah dapat dicapai dengan perbaikan pengelolaan aset, peningkatan kerjasama dengan pihak lain/swasta, dan pembentukan badan usaha baru yang khusus untuk pengoptimalan aset daerah. Disamping itu, optimalisasi aset DIY juga dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak lain/swasta, baik dalam bentuk Build Operating Transfer (BOT) maupun Kontrak Konsesi. 3. Peningkatan Dana Perimbangan dan Bagi Hasil Dana yang berasal dari DAU perlu dikelola dengan sebaik baiknya, meskipun relatif sulit untuk memperkirakan jumlah realisasinya karena bergantung pada pemerintah pusat. Sumber dana yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) juga dapat diupayakan peningkatannya melalui penyusunan program program unggulan yang dapat diajukan untuk dibiayai dengan DAK. Bagi hasil pajak provinsi dan pusat dapat diupayakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Pendapatan bagi hasil sangat terkait dengan aktivitas perekonomian daerah. Dengan demikian semakin meningkatnya aktivitas ekonomi akan berkorelasi dengan naiknya pendapatan yang berasal dari bagi hasil, oleh karena itu Pemerintah Daerah harus mendorong peningkatan aktivitas perekonomian. C. Arah Pengelolaan Belanja Daerah Belanja daerah diarahkan untuk dapat mendukung pencapaian visi dan misi pembangunan lima tahun ke depan ditambah satu tahun transisi. Sesuai dengan visi pembangunan yang telah ditetapkan, belanja daerah dapat digunakan sebagai instrumen pencapaian visi tersebut. Pengelolaan belanja sejak proses perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban harus memperhatikan aspek efektifitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas. Belanja harus diarahkan untuk mendukung kebijakan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan perbandingan antara masukan dan keluaran (efisiensi). Keluaran dari belanja dimaksud seharusnya dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat (efektifitas). Selanjutnya alokasi anggaran perlu dilaksanakan secara terbuka berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan (transparansi), selain itu pengelolaan belanja harus diadministrasikan dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (akuntabilitas). 61

Arah pengelolaan belanja daerah tahun 2009-2013 adalah sebagai berikut: 1. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat meningkatkan pelayanan pada masyarakat yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan masyarakat dapat diwujudkan dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur daerah, terutama yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat. 2. Prioritas Penggunaan anggaran diprioritaskan untuk mendanai kegiatan-kegiatan penyediaan infrastruktur dan peningkatan pendapatan masyarakat serta penyediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan, guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu, prioritas penggunaan anggaran juga diarahkan untuk mendanai program strategis pada sektor-sektor unggulan Provinsi DIY, seperti sektor Pariwisata, Budaya dan Pendidikan. 3. Tolok ukur dan target kinerja Belanja daerah pada setiap kegiatan harus disertai tolok ukur dan target pada setiap indikator kinerja yang meliputi masukan, keluaran dan hasil sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. 4. Optimalisasi belanja langsung Belanja langsung diupayakan untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan secara efisien dan efektif. Belanja langsung disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat, sesuai strategi pembangunan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Optimalisasi belanja langsung untuk pembangunan infrastruktur publik dapat dikerjasamakan dengan pihak swasta. 5. Transparan dan akuntabel Setiap pengeluaran belanja, dipublikasikan dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, melalui publikasi masyarakat sehingga mudah dan tidak mendapatkan hambatan dalam mengakses informasi belanja. Pertanggungjawaban belanja tidak hanya menyangkut aspek administrasi keuangan, tetapi juga proses, keluaran dan hasil. D. Kebijakan Umum Anggaran Pengelolaan keuangan Daerah merupakan rangkaian siklus Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang pelaksanaannya dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/pemeriksaan sampai kepada pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberlakuan anggaran kinerja memungkinkan adanya surplus atau defisit pada penyusunan APBD. Untuk menutup defisit dan surplus diperlukan pembiayaan daerah. Jika pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran berjalan, arah pengelolaan pembiayaan harus berdasarkan prinsip kemampuan dan kesinambungan fiskal daerah. 62

Pembiayaan defisit anggaran antara lain bersumber dari pinjaman daerah, sisa lebih perhitungan anggaran, dana cadangan dan penjualan aset. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hadiah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Pemerintah daerah berhak melakukan pinjaman daerah dengan ketentuan besaran pinjaman daerah tidak melebihi kemampuan daerah dalam mengembalikan pinjaman. Hal ini tercermin dari besaran rasio kemampuan membayar kembali pinjaman atau Debt Services Coverage Ratio (DSCR) minimal sebesar 2,5. coverage. Selanjutnya untuk pengeluaran pembiayaan diprioritaskan pada pengeluaran yang bersifat wajib, antara lain untuk pembayaran hutang pokok yang telah jatuh tempo. Setelah pengeluaran wajib terpenuhi, maka pengeluaran pembiayaan diarahkan untuk penyertaan modal kepada BUMD yang berorientasi keuntungan dan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan penyertaan modal yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan bagi hasil laba yang dapat meningkatkan pendapatan daerah sekaligus kinerja lembaga yang mendapat tambahan modal dalam melayani masyarakat. Secara lebih rinci Kebijakan Umum Anggaran Provinsi DIY Tahun 2009-2013 adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan Daerah Sejalan dengan kebutuhan pendanaan pembangunan daerah yang terus meningkat, pemerintah daerah merencanakan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan yang bisa diupayakan oleh daerah sendiri (PAD), yang bersumber dari pusat (Dana Perimbangan), serta pendapatan lain lain. Saat ini sumber pendapatan dari PAD masih relatif kecil dibandingkan dengan dana perimbangan. Kebijakan umum pendapatan daerah diarahkan untuk mendorong peningkatan pendapatan daerah melalui mobilisasi pendapatan asli daerah dan penerimaan daerah lainnya. Pendapatan daerah diperkirakan Tahun 2009 2013 mengalami pertumbuhan rata rata sekitar 32,9%. Pertumbuhan tersebut didorong oleh pertumbuhan pada komponen PAD dan komponen dana perimbangan yang masing masing diperkirakan memiliki ratio pertumbuhan rata rata sekitar 40,9% dan 25,4%. Pertumbuhan lain-lain pendapatan, pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahaan daerah akan menjadi faktor yang penting dalam mendorong pertumbuhan dana perimbangan yang akan diperoleh. Khusus untuk pendapatan lain lain yang sah, bagi hasil dari Pemerintah Provinsi berperan penting sebagai salah satu sumber pendapatan dalam mendukung pendanaan berbagai program dan kegiatan. Bagi hasil dari Pemerintah Provinsi ini antara lain Pajak Kendaraan Bermotor/Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (PKB/BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dan lain lain. Pendapatan bagi hasil Pemerintah Provinsi ini sangat terkait dengan aktivitas ekonomi daerah. Pemerintah Daerah dapat berperan dalam memberikan insentif dan dorongan aktivitas perekonomian daerah. Adapun perkiraan pendapatan daerah Provinsi DIY berikut pertumbuhannya pada tahun 2009 2013 dapat dilihat pada Tabel berikut: 63

Proyeksi Pendapatan Tahun 2009-2013 U R A I A N 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 2 3 4 5 6 7 Pendapatan Asli Daerah 569.013.306.147,47 617.064.065.564,56 667.258.078.473,34 725.028.790.734,55 786.413.533.963,75 842.535.352.341,17 Pajak Daerah 500.379.609.090,52 543.373.249.170,28 586.163.168.361,36 636.795.783.384,19 693.490.540.528,08 740.349.874.846,66 Retribusi Daerah Bagian Laba BUMD Lain-lain Pendapatan Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Lain-lain Penerimaan Yang Sah JUMLAH PENDAPATAN 18.585.821.709,20 20.348.593.985,53 22.533.956.495,72 24.966.419.973,51 27.409.137.996,83 29.149.535.826,53 13.311.520.551,43 12.799.657.365,99 12.487.843.383,53 13.194.509.362,63 13.595.302.171,66 13.653.634.605,81 38.443.007.862,98 41.680.333.753,88 47.628.060.804,59 52.094.777.945,09 54.409.845.348,73 62.250.046.075,30 510.081.055.736,80 583.760.088.876,72 653.594.923.603,45 724.770.800.714,78 766.115.703.637,84 833.861.075.911,92 49.636.055.736,80 51.671.222.210,07 55.036.612.492,35 58.708.388.862,95 62.638.719.440,33 66.144.820.175,32 461.178.333.333,33 534.411.088.888,88 600.448.681.481,47 668.601.918.024,66 706.720.309.300,38 771.624.711.154,97 225.303.437.415,08 297.636.969.872,72 385.686.246.572,17 471.482.015.792,75 543.251.515.179,25 562.710.730.011,53 1.267.111.563.632,12 1.414.238.503.916,62 1.632.990.591.739,37 1.823.002.283.605,62 1.970.993.382.648,31 2.089.795.575.365,81 64

Proyeksi Pertumbuhan Pendapatan Tahun 2009-2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata 60,49 55,33 31,96 15,69 8,60 12,23 40,87 57,64 50,69 34,82 17,08 4,01 16,11 40,06 46,39 99,75 28,79 14,61 4,31 36,37 47,38 72,85 41,77 28,58-14,15-5,42 6,33 32,26-44,45 1.114,19-4,24 15,34 112,57-31,85 270,21 83,41 1,70 18,71-2,13 59,75 8,59 25,42 14,71 54,61 13,03 9,45 4,81 7,79 22,95 NA -5,84 22,82-3,77 68,62 8,67 4,40 NA NA -100,00 NA NA NA -100,00 NA 278,88-46,98 36,69-91,29 18.796,55 89,53 75,60 56,61-8,83 8,36 25,95 48,35 32,93 2. Belanja Daerah Kebijakan umum belanja daerah diarahkan pada peningkatan efisiensi, efektifitas, transparansi, akuntabilitas melalui penetapan prioritas alokasi anggaran. Kebijakan belanja daerah juga diarahkan untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan dalam rangka memperbaiki kualitas dan kuantitas pelayanan publik. Belanja daerah dikelompokan ke dalam belanja langsung dan tidak langsung yang masing-masing kelompok dirinci kedalam jenis belanja. Untuk belanja tidak langsung, jenis belanjanya terdiri atas belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan keuangan, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, dan belanja tidak terduga. Sementara itu, untuk belanja langsung jenis belanjanya terdiri atas belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Prinsip efisiensi dan efektifitas harus diterapkan pada semua pos belanja daerah tersebut di atas. a. Belanja Tidak Langsung Arah kebijakan belanja tidak langsung sampai dengan 2013 diperkirakan akan didominasi oleh belanja pegawai yang masih merupakan proporsi terbesar. Proyeksi pengeluaran belanja pegawai yang menjadi beban APBD DIY diperkirakan sebesar 38,4 %. Proporsi pengeluaran belanja tidak langsung terbesar kedua adalah pada belanja bagi hasil kepada kabupaten dengan presentasi sebesar 19,7%. Kemungkinan dalam lima tahun ke depan pemerintah akan menaikkan kembali gaji PNS, sehingga selama lima tahun mendatang diperkirakan belanja tidak langsung akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan terutama untuk biaya gaji tetap. Kenaikan gaji PNS tersebut dibiayai oleh sumber pendapatan dari DAU. Dengan demikian kenaikan gaji pegawai diharapkan dapat diikuti oleh kenaikan DAU. Belanja yang signifikan pada kelompok belanja tidak langsung adalah belanja bantuan sosial. Alokasi bantuan sosial diarahkan kepada masyarakat dan berbagai organisasi baik profesi maupun kemasyarakatan. Tujuan alokasi belanja bantuan sosial merupakan manifestasi pemerintah dalam memberdayakan masyarakat. 65

Mekanisme anggaran yang dilaksanakan adalah bersifat block grant, artinya masyarakat dapat merencanakan sendiri sesuai dengan kebutuhan, sepanjang tidak keluar dari koridor peraturan yang berlaku. Selain itu, komitmen Pemerintah Provinsi DIY untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan kesehatan juga berimplikasi pada meningkatnya belanja subsidi pendidikan dan kesehatan yang juga akan berpengaruh pada peningkatan belanja tidak lagsung dalam lima tahun kedepan. b. Belanja Langsung Belanja langsung adalah belanja pemerintah daerah yang berhubungan langsung dengan program dan kegiatan. Program dan kegiatan yang diusulkan pada belanja langsung disesuaikan dengan kebijakan umum APBD, prioritas dan plafon anggaran, dan Rencana Strategis SKPD. Belanja langsung terdiri atas belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Belanja pegawai dalam belanja langsung ini berbeda dengan belanja pegawai pada belanja tidak langsung. Belanja pegawai pada belanja langsung antara lain untuk honorarium, uang lembur, belanja beasiswa pendidikan, dan belanja kursus. Belanja langsung untuk jangka waktu lima tahun ke depan diarahkan pada pencapaian visi dan misi lima tahun Provinsi DIY, antara lain untuk peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan, kesehatan, pengurangan kemiskinan, eksplorasi potensi pariwisata serta perbaikan infrastruktur untuk peningkatan pelayanan jasa. Besarnya dana yang dikeluarkan untuk masing masing kegiatan juga diperkirakan akan meningkat. Sementara itu, khusus untuk belanja modal, pengeluaran belanja modal pada lima tahun mendatang diprioritaskan untuk membangun prasarana dan sarana yang mendukung tercapainya Visi Pembangunan Provinsi DIY. Kebijakan belanja daerah hingga tahun 2013 diperkirakan akan didominasi oleh belanja tidak langsung dengan rata-rata proporsinya terhadap belanja total adalah sebesar 51,69%, sedangkan untuk belanja langsung diperkirakan sekitar 51,03% atau sisanya. Proyeksi belanja hingga tahun 2013 adalah sebagai berikut: Proyeksi Belanja Provinsi DIY 2009-2013 66

Proyeksi Anggaran Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 2013 U R A I A N 2009 2010 2011 2012 2013 BELANJA DAERAH 2.040.340.914.414,12 2.594.732.315.375,25 3.149.123.716.336,37 3.703.515.117.297,50 4.257.906.518.258,62 BELANJA TIDAK LANGSUNG 1.102.214.442.589,76 1.298.598.360.467,52 1.494.982.278.345,28 1.691.366.196.223,04 1.887.750.114.100,79 BELANJA LANGSUNG 938.126.471.824,37 1.296.133.954.907,73 1.654.141.437.991,10 2.012.148.921.074,46 2.370.156.404.157,83 67

Proporsi Anggaran Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung terhadap Total Belanja APBD Tahun Anggaran 2009-2013 U R A I A N 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata Proporsi BELANJA TIDAK LANGSUNG 45,98 49,95 52,53 54,33 55,66 51,69 BELANJA LANGSUNG 54,02 63,65 47,47 45,67 44,34 51,03 TOTAL BELANJA 100,00 113,60 100,00 100,00 100,00 100,00 3. Pembiayaan Daerah Dengan diberlakukannya anggaran kinerja, maka dalam penyusunan APBD dimungkinkan adanya defisit maupun surplus. Pembiayaan defisit anggaran antara lain bersumber dari pinjaman daerah, sisa lebih perhitungan anggaran, dana cadangan dan penjualan aset. Pemerintah daerah juga berhak melakukan pinjaman daerah. Selain dilakukan secara hati-hati sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, pinjaman yang dilakukan harus tepat sasaran. Alokasi pinjaman daerah selain memberikan pemasukan pada PAD juga diharapkan mampu untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dengan berkembangnya sektor perdagangan dan jasa. Selanjutnya untuk pengeluaran pembiayaan diprioritaskan pada pengeluaran yang bersifat wajib, antara lain untuk pembayaran hutang pokok yang telah jatuh tempo. Setelah pengeluaran wajib terpenuhi, maka pengeluaran pembiayaan diarahkan untuk penyertaan modal kepada BUMD yang berorientasi keuntungan dan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan penyertaan modal yang dilakukan diharapkan dapat menghasilkan bagi hasil laba yang dapat meningkatkan pendapatan daerah sekaligus kinerja lembaga yang mendapat tambahan modal dalam melayani masyarakat. Untuk lebih jelasnya proyeksi pembiayaan Provinsi DIY Tahun Anggaran 2008 2013 dapat dilihat pada grafik berikut: Proyeksi Pembiayaan Provinsi DIY 2008 2013 68

4. Dampak Resiko Ekonomi pada Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Pembangunan provinsi DIY Krisis ekonomi yang melanda dunia saat ini perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah Provinsi DIY terutama dari sisi dampaknya pada pendapatan, belanja dan pembiayaan. Dampak krisis pada pendapatan terutama akan dirasakan pada penerimaan pajak daerah, retribusi daerah dan dari hasil Perusahaan Milik Daerah (PMD) dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang meliputi hasil penyertaan modal pada PT. Anindya Mitra Internasional, PD Taru Martani, BPD DIY, dan Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP). Dari sisi pajak dan retribusi, Pemerintah Provinsi DIY akan mewaspadai turunnya pendapatan dari penerimaan pajak dan retribusi seiring dengan menurunnya ekonomi dan kualitas hidup masyarakat sebagai obyek pajak dan retribusi. Dari sisi pendapatan yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, diperkirakan akan terjadi penurunan laba dari hasil penyertaan pada BUMD sebagai akibat turunnya permintaan dan naiknya harga bahan baku. Dari sisi belanja, krisis ekonomi akan berakibat pada semakin beratnya beban belanja APBD provinsi DIY. Kenaikan beban belanja DIY ini terutama disebabkan dari kenaikan Standar Satuan Harga (SSH) yang digunakan sebagai dasar untuk penyusunan anggaran belanja, sehingga akan menyebabkan semakin beratnya beban APBD Provinsi DIY. Penerapan prinsip efisiensi, efektifitas dan ekonomis (3E) dalam belanja merupakan solusi yang bisa digunakan dalam penetapan anggaran belanja pada periode mendatang. Dari sisi pembiayaan, Pemerintah Provinsi DIY perlu menyiapkan dana untuk menutup defisit sebagai akibat lebih besarnya belanja daripada pendapatan dalam APBD. Di samping itu, perlu pula untuk terus mencari sumber alernatif dana dari sumber-sumber lain di luar pendapatan rutin yang diterima Pemerintah Provinsi DIY. 69