BAB IX ASPEK PEMBIAYAAN

dokumen-dokumen yang mirip
FORMAT SURAT LAPORAN RENCANA DEFISIT APBD KOP SURAT PEMERINTAH PROV/KAB/KOTA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Revenue & Expenditure

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

PECAPP. Revenue & Expenditure. Pengenalan tentang Keuangan Daerah. Syukriy Abdullah

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2012 T E N T A N G PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

KAJIAN PINJAMAN DAERAH PEMERINTAH KOTA DEPOK

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

*37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. FORMAT SURAT USULAN RENCANA PENERBITAN OBLIGASI DAERAH KOP SURAT GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

c. Pembiayaan Anggaran dan realisasi pembiayaan daerah tahun anggaran dan proyeksi Tahun 2013 dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut:

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Pengelolaan Keuangan Daerah

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

- 1 - DOKUMEN STANDAR KSNP SPAM, JAKSTRA SPAM PROVINSI, DAN JAKSTRA SPAM KABUPATEN/KOTA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 8 TAHUN 2012

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

QANUN PROPINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN LUAR NEGERI DAN PINJAMAN PROVINSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PROFIL KEUANGAN DAERAH

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BENGKULU TENGAH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2011

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

WALIKOTA MAGELANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

PERATURAN DAERAH KOTA SAW AHLUNTO

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

SUMMARY RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA BARAT (PROVINCIAL GOVERNMENT ACTION PLAN) TAHUN 2011

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

, ,00 10, , ,00 08,06

PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU,

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

Bab-3 Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BUPATI BANGLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN. Kebijakan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

WALIKOTA PANGKALPINANG

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PINJAMAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA MAGELANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

Transkripsi:

BAB IX ASPEK PEMBIAYAAN 9.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya Sesuai PP No. 38 tahun 27 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. oleh karenanya Pemerintah Kabupaten/Kota wajib mengupayakan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah juga mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Dalam rangka pemenuhan standar pelayanan minimal bidang cipta karya Pemerintah daerah perlu mensinkronkan dukungan pendanaan pemerintah pusat dan provinsi, dan juga mengembangkan alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta. Aspek pembiayaan dalam RPI2-JM pada dasarnya bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya; IX - 1

2. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya; 3. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya. Arahan kebijakan aspek pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya dapat dicermati pada peraturan dan perundangan terkait, antara lain: 1. Undang-Undang No. 32 Tahun 24 tentang Pemerintah Daerah Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. 2. Undang-Undang No. 33 Tahun 24 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: Untuk mendukung penyelenggaraan otonomidaerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah. 3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 25 tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang IX - 2

ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. 4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 27 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedom standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. 5. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 211 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan: a. Total pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya; b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c. Persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman; d. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah; e. Pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD. IX - 3

6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 25 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/21 & Perpres 56/21): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan. 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 26 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/27 dan Permendagri 21/211): Struktur APBD terdiri dari: a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah; b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung; c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran. 8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 21 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut: a. Bidang Infrastruktur Air Minum DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan: Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; dan Tingkat kerawanan air minum. IX - 4

b. Bidang Infrastruktur Sanitasi DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis: Kerawanan sanitasi; dan Cakupan pelayanan sanitasi. 9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 211 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa SatkerTetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur ke-pu-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya meliputi: 1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi; 2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional; 3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah IX - 5

kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota; 4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR); 5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat; dan 6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya. 9.2 Profil Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Buleleng Sesuai format Permendagri No. 13 Tahun 26 komponen APBD kabupaten terdiri dari: 1. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan pendapatan Lain yang Sah; 2. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung; 3. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran. Profil APBD Kabupaten Buleleng dari tahun ke tahun dapat dikatakan semakin membaik. Indikasinya tercermin dari struktur APBD, baik yang menyangkut Pendapatan Daerah maupun Belanja Daerah yang semakin meningkat. Sedangkan pembiayaan Daerah sebagai penyeimbang antara pendapatan dan belanja juga menunjukkan kinerja yang semakin membaik pula dalam 5 (lima) tahun terakhir, APBD menunjukkan trend meningkat, dengan rata-rata surplus sebesar 8,6 milyar per tahun, kecuali tahun 29 mengalami defisit. Pendapatan Daerah terus mengalami peningkatan, dari sebesar Rp. 771,623 milyar lebih pada tahun 29 meningkat menjadi sebesar Rp. 1.39,657 milyar lebih pada tahun 213 (Tabel 9.1). Demikian juga IX - 6

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terus dipacu peningkatannya, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi yang didukung penyusunan perangkat lunak (Peraturan Daerah (Perda)), sehingga apa yang dilakukan mempunyai kekuatan hukum dan mendapat dukungan dari semua unsur masyarakat. Realisasi PAD Kabupaten Buleleng, meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,24%. Realisasi PAD sebesar Rp. 63,485 milyar lebih pada tahun 29, terus meningkat sekitar 252% menjadi Rp. 16,384 milyar lebih pada tahun 213. Dana transfer ataupun dana perimbangan juga secara berkesinambungan semakin meningkat dan mendominasi pendapatan daerah, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 16,7%. Pada tahun 29 realisasi Dana Perimbangan sebesar Rp. 593,618 milyar lebih terus mengalami peningkatan hingga mencapai Rp. 97,851 milyar lebih pada tahun 213. Sementara pendapatan yang bersumber dari Lain-lain Pendapatan Yang Sah setiap tahun tampak berfluktuasi antara Rp.,849 milyar lebih s.d. Rp. 142,22 milyar lebih. Pada tahun 213 Lain-lain Pendapatan Yang Sah mencapai 322,421 milyar lebih. IX - 7

Tabel 9.1 Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir PENDAPATAN DAERAH (dalam jutaan) PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah 29 21 211 212 213 Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % 63.487 86.962 19.153 129. 16.384 - Pajak Daerah 16.42 25.8 19.837 22.8 32.385 29.6 39.124 57.77 - Retribusi Daerah 37.126 4 1.37 1 11.185 7 13.132 14.872 - Hasil pengelolaan kekayaan 58.4 11.9 1.2 daerah yang dipisahkan 5.959 8 6.657 3 7.954 5 9.363 12.732 - Lain-lain PAD 3.999 9.39 5.96 7.66 57.628 7.29 67.376 75.8 6.3 57.6 52.6 Dana Perimbangan 593.61 79.9 629.47 1 72.8 662.651 2 62.8 794.743 71.8 97.851 8 8 5 9 5 3 - Dana bagi hasil 37.736 43.254 38.382 - DAU 35.518 44.66 568.13 687.697 854.532 - DAK 56.29 512.74 54.719 62.589 64.898 5.231 65.768 IX - 8

PENDAPATAN DAERAH Lain-lain pendapatan yang sah - Pendapatan hibah - Dana darurat - DBH Pajak dari pemda lain - Dana penyesuaian otsus - Bantuan keuangan prov, pemda lain - Pendapatan lainnya Total pendapatan 771.6 29 21 211 212 213 Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % 12.744 1.89 849 963 848 23 852.3 41 1.54.6 92 126.21 17.662 1.196.4 36 131.792 186.572 3.28 848 1.39.6 57 IX - 9

Tabel 9.2 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir BELANJA DAERAH BELANJA DAERAH Belanja Tidak Langsung - Belanja Pegawai - Belanja Bunga - Belanja Subsidi - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bantuan keuangan kpd Prov/Kab/Kota,Pemerintah Desa - Belanja Bagi Hasil kpd Prov/Kab/Kota, Pemerintah Desa - Belanja Tidak Terduga 29 21 211 212 213 Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % 524.67 641.61 715.826 83.82 944.333 3 7 725.87 828.895 87 52 47.797 36.751 1.512 4.618 51.154 69.352 3.999 3.93 54 732 Belanja Langsung 248.75 32.1 196.52 23.46 322.226 31.4 292.689 469.47 28. 6 3 - Belanja Pegawai 19.591 - Belanja Barang & Jasa 3.365 IX - 1

- Belanja Modal 193.664 79.443 252.785 185.896 Total Belanja 773.42 4 96.7 2 837.54 93.23 1.38.4 6 Keterangan: % persentase komponen belanja terhadap total belanja daerah 1.123.51 1.413.38 IX - 11

Pada tabel di atas tampak bahwa, perbandingan BL dan BTL dalam APBD Tahun 29-213 berkisar antara 23,46-41,35% atau rata-rata baru mencapai 32,71% selama kurun waktu tersebut. Rasio BL tersebut belumlah memadai jika dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, merata dan berkelanjutan. Rasio akan menjadi lebih kecil lagi jika yang diperhitungkan adalah rasio belanja investasi atau modal. Kedepan rasio BL, terutama Belanja Modal akan terus diupayakan peningkatannya secara signifikan, karena BL merupakan belanja pembangunan yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat banyak. Tabel 9.3 Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir PEMBIAYAAN DAERAH PEMBIAYAAN 29 21 211 212 213 DAERAH Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Penerimaan pembiayaan Penggunaan SiLPA Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Penerimaan Pinjaman dan Obligasi Daerah Penerimaan Kembali Pinjaman Piutang Daerah 59.53 4 48.48 9 6.46 7 72. 134.35 5 IX - 12

Pengeluaran pembiayaan 2.49 2.821 1.31 2.81 11.588 Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal Pembayaran Pokok Pinjaman Pemberian Pinjaman Daerah 2.5 31 11.315 272 Pembiayaan Daerah dirancang dalam rangka menyeimbangkan defisit/ataupun surplus antara anggaran belanja dengan pendapatan daerah. Untuk kurun waktu lima tahun terakhir, kinerja pembiayaan daerah tampak berfluktuasi. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Pada tahun 29 realisasi penerimaan pembiayaan sebesar Rp. 59,534 milyar lebih, selanjutnya mengalami peningatan menjadi Rp. 134,555 milyar lebih pada tahun 213. Demikian juga di tahun 29 realisasi pengeluaran pembiayaan sebesar Rp. 2,49 milyar lebih menjadi sebesar Rp. 11,588 milyar lebih pada tahun 213. Realisasi pembiayaan netto juga berfluktuasi. Proporsi pos-pos pendapatan dan belanja daerah sesuai uraian tersebut diatas dalam 5 tahun terakhir menggambarkan bahwa selama ini sumber pendanaan pembangunan terbesar berasal dari dana perimbangan dengan proporsi antara 6,12 83,69% terhadap APBD. Kontribusi dana perimbangan tersebut tampak berfluktuasi dari tahun ke tahun. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, Dana Perimbangan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4,12% per tahun, dimana kontribusi terbesar berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sekitar 8%. Kedepan dana perimbangan tetap menjadi tumpuan sumber pendanaan pembangunan di Kabupaten Buleleng dan nilainya diharapkan semakin meningkat pula. IX - 13

Gambar 9.1 Grafik Perkembangan Proporsi Pendapatan dan Belanja dalam APBD Kabupaten Buleleng Periode Tahun 29 213 9.3 Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya Investasi pembangunan bidang cipta karya dilaksanakan secara terpadu dan sinergi antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten serta swasta dan masyarakat sehingga sumber pendanaannya dari APBN, APBD Provinsi, APBD kabupaten, masyarakat/swasta. Profil investasi cipta karya 5 tahun terakhir sesuai sumber pendanaannya dijelaskan sebagai berikut. 9.3.1 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBN dalam 5 Tahun Terakhir Pembangunan infrastruktur permukiman merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten, namun dalam upaya pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM) bidang cipta karya pemerintah pusat turut melaksanakan pembangunan infrastruktur permukiman sebagai IX - 14

stimulan kepada daerah. penyaluran dana APBN ke daerah disalurkan melalui DAK air minum, DAK Sanitasi dan melalui Kementerian PU Ditjen Cipta Karya pada satuan kerja non vertikal sesuai dengan peraturan yang berlaku. berikut perkembangan alokasi APBN Cipta Karya di Kabupaten Buleleng dalam 5 tahun terkhir yang dialokasikan melalui satuan kerja non vertikal di daerah. Tabel 9.4 Alokasi APBN Cipta Karya di Kabupaten Buleleng dalam 5 tahun Terakhir (dalam jutaan) SEKTOR Alokasi Th 29 Alokasi Th 21 Alokasi Th 211 Alokasi Th 212 Pengembangan Air 3.5 9 2.5 1.3 Minum Pengembangan PLP 3. 8 8 Alokasi Th 213 Pengembangan 7 3.5 4.5 9 Permukiman Penataan 8. 9.7 8.5 12. Bangunan dan lingkungan 15.2 14.9 16.3 14.2 Total Pengalokasian melalui DAK juga ditujukan untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman, Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. prioritas nasional terkait cipta karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat, besaran alokasi ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasar kreteria umum, kreteria khusus, dan kreteria teknis. Perkembangan DAK IX - 15

infrastruktur cipta karya dalam 5 tahun terakhir disajikan dalam tabel berikut: Tabel 9.5. Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten Buleleng dalam 5 Tahun Terakhir JENIS DAK Alokasi Th 29 Alokasi Th 21 Alokasi Th 211 Alokasi Th 212 Alokasi Th 213 DAK Air Minum 2.511.. 667.4. 675.1. 1.26.82. 1.235.14. DAK Sanitasi 911.. 681.1. 1.278.7. 2.359.561. Total 2.511.. 1.578.4. 1.356.2. 2.34.89. 3.594.71. 9.3.2 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD dalam 5 Tahun Terakhir Pemerintah Kabupaten memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman di daerah. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dapat dicermati dari proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada. perkembangan alokasi APBD untuk pembangunan bidang cipta karya dalam 3 tahun terakhir disajikan dalam tabel 9.6 berikut ini Tabel 9.6 Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 3 Tahun Terakhir (dalam ribuan) SEKTOR 211 212 213 Alokasi. % APBD Alokasi. % APBD Alokasi. % APBD IX - 16

Pengembangan Air Minum 1.21.382,12 1.496.46 6,13 1.823.99 5,13 Pengembangan PPLP 7.82.647,6 836.49,7 924.32,7 Pengembangan Permukiman 1.194.556,69 2.4.1,21 1.5.25 1,11 Penataan Bangunan dan Lingkungan 7.214.558,12 - - Total Belanja APBD Bidang Cipta Karya 16.71.64 1,6 4.732.97 5,42 4.248.27 8,3 Total Belanja APBD (dlm jutaan) 1.38.46 1.123.51 1.413.38 Pada tabel tersebut diatas proporsi pendanaan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya masih tergolong cukup rendah dalam kurun waktu 3 tahun rata-rata alokasi,77% dari total belanja APBD hal ini disebabkan karena prioritas selain cipta karya banyak yang mendesak untuk ditangani, dan di sisi lain ada keterbatasan sumber pendanaan daerah, proporsi alokasi berfluaktif setiap tahunnya. Pada tahun 211 dialokasikan sebesar Rp. 16,71 milyar lebih (1,6%) sedangk tahun 212 menurun menjadi Rp. 4,732 milyar lebih (,42%) dan kian menurun menjadi sebesar Rp. 4,248 milyar lebih (,3%) pada tahun 213. Fluktuasi alokasi belanja bidang cipta karya dapat digambarkan dalam grafik proporsi belanja bidang cipta karya sebagai berikut. Gambar 9.2 Grafik Proporsi Belanja Cipta Karya terhadap APBD Belanja daerah IX - 17

Tabel 9.7 SEKTOR Pengembanga n Air Minum Pengembanga n PPLP Alokas i APBN. 29 21 211 212 213 DDU Alokas DDU Alokas DDU Alokas DDU D B i B i B i B APBN. APBN. APBN. 3.5 25 9 2.5 1 1.3 3. 3. 8 8 Pengembanga 7 3.5 4.5 1.5 9 n Permukiman Penataan 8. 9.7 8.5 12. Bangunan dan Lingkungan Total 15.2 25 14.9 16.3 1.6 14.2 3. Perkembangan DDUB dalam 3 Tahun Terakhir (dalam jutaan) Alokas i APBN. Selain itu, pemerintah daerah juga mengalokasikan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana bersama untuk kegiatan IX - 18

APBN di kabupaten. DDUB ini menunjukan besaran komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan bidang Cipta Karya. perkembangan besaran DDUB dalam 3 tahun terakhir dapat dijabarkan dalam tabel 9.7. 9.3.3 Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam Lima Tahun Terakhir Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya. Pembangunan bidang cipta karya khususnya pada sektor layanan air minum di Kabupaten dilaksanakan oleh Perusahaan Daerah PDAM Kabupaten Buleleng dengan lingkup layanan dikatagorik kawasan perkotaan, sedangk kawasan perdesaan yang tidak terjangkau oleh layanan PDAM dilaksanakan oleh masyarakat melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Perkembangan investasi yang dilaksanakan oleh PDAM Kabupaten Buleleng dapat dicermati dari beberapa indikator sebagai berikut dalam 8 (delapan) tahun terakhir, yaitu sebagai berikut: 1. Tahun 29 sebesar Rp. 2.74.616.,- berasal dari DAK dan APBD Kabupaten Buleleng. 2. Tahun 21 sebesar Rp. 1.951.761.,- berasal dari DAK dan APBD Kabupaten Buleleng. 3. Tahun 211 sebesar Rp. 742.61.,- berasal dari DAK dan APBD Kabupaten Buleleng. IX - 19

4. Tahun 212 sebesar Rp. 1.51.587.,- berasal dari DAK dan APBD Kabupaten Buleleng. 5. Tahun 213 sebesar Rp. 1.431.448.44,- berasal dari DAK dan APBD Kabupaten Buleleng. 9.3.4 Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta dalam Lima Tahun Terakhir Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi costrecovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan noncost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No. 67 Tahun 25 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta PermenPPN No. 3 Tahun 212 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 4 tahun 27 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 27 tentang Penanaman Modal. Di Kabupaten Buleleng skema pembiayaan alternatif pembangunan dibidang cipta karya belum terlaksana secara optimal hanya sebagian kecil saja dapat terlaksana, hal ini dikarenakan penyediaan prasarana bidang cipta karya membutuhkan pendanaan yang cukup besar kalau dihitung dengan orientasi profit masih dianggap belum menguntungkan, sehingga kedepannya perlu diupayakan model pengelolaan skema pembiayaan alternatif. salah satu potensi yang dapat didorong yaitu mengoptimalkan pelaksanaan CSR oleh perusahaan yang ada. 9.4. Proyeksi dan Rencana Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPIJM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan IX - 2

APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta. 9.4.1 Proyeksi APBD 5 Tahun kedepan Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya. Adapun langkah-langkah proyeksi APBD ke depan adalah sebagai berikut : 1. Menentukan presentase pertumbuhan per pos pendapatan; 2. Menghitung proyeksi sumber pendapatan dalam 5 tahun ke depan; Setelah diketahui tingkat pertumbuhan pos pendapatan maka dapat dihitung nilai proyeksi pada 5 tahun ke depan dengan menggunakan rumus proyeksi geometris. 3. Menjumlahkan Pendapatan dalam APBD tiap tahun dan menghitung kapasitas daerah dalam pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya. Setelah didapatkan nilai untuk setiap pos pendapatan, dapat dihitung total pendapatan. Apabila diasumsikan bahwa total pendapatan sama dengan total belanja dan diasumsikan pula bahwa proporsi belanja bidang Cipta Karya terhadap APBD sama dengan eksisting (Tabel 9.6) maka dapat diketahui proyeksi kapasitas daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan. Adapun hasil dari proses perhitungan tersebut, disajikan dalam Tabel 9.8 Tabel 9.8 Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan KOMPONE REALISASI % PROYEKSI IX - 21

N APBD PTB 211 212 213 H 214 215 216 217 218 Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan 19.153 129. 16.384 21.2 5 662.651 794.743 97.851 17. 8 194.466 235.79 285.895 346.648 42.311 1.62.911 1.244.456 1.457.9 1.75.866 1.997.228 DAU 568.13 687.697 796.419 18.2 9 942.84 1.114.391 1.318.213 1.559.314 1.844.512 DBH 37.736 43.254 44.119 8.29 47.776 51.737 56.25 6.669 65.898 DAK 54.719 62.589 67.312 1.9 6 74.689 82.875 91.958 12.36 113.219 -DAK Air Minum - DAK Sanitasi Lain-lain pendapatan yang sah 675 1.27 1.235 36.1 9 911 681 1.278 31.2 1 1.89 849 963 13.4 3 1.682 2.29 3.119 4.247 5.784 1.674 2.193 2.873 3.764 4.93 1.88 1.23 1.39 1.57 1.774 Total APBD 852.34 1.54.6 1.196.43 18,5 1.36.1 1.546.16 1.757.68 1.998.13 2.271.477 1 92 2 9 4 6 2 2 Keterangan: penerimaan dan penyesuaian otsus, dari pemda lain belum diperhitungkan dalam uraian namun pada total APBD sudah diperhitungkan Dari data proyeksi APBD tersebut, dapat dinilai kapasitas keuangan daerah dengan metode analisis Net Public Saving dan kemampuan pinjaman daerah (DSCR). 9.4.1.1 Net Public Saving Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. Dengan kata lain, NPS merupakan sejumlah dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat di dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD, dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya. Sesuai tabel proyeksi perkembangan APBD diatas dapat diproyeksikan pula Net Public Saving pemerintah kabupaten Buleleng IX - 22

sampai 5 tahun kedepan sebagai berikut: Net Public Saving selama 5 tahun kedepan terus mengalami peningkat tahun 213 sesuai proyeksi sebesar Rp. 366 milyar lebih, meningkat meningkat menjadi sebesar Rp. 457milyar lebih pada tahun 214. proyeksi Net Public Saving tahun 213 sampai tahun 217 disajikan sebagai berikut: Tabel 9.9 Proyeksi Net Public Saving Tahun 214-218 (dalam ribuan) 214 215 216 217 218 NPV 457.57.7 571.883.84 714.854.8 893.568.5 1.116.96.62 4 2 2 3 9 9.4.1.2 Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio) Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No.3 Tahun 211 Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; 2. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah; 3. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman; 4. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah. Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt Service Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. IX - 23

DSCR ini menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah. sesuai tabel proyeksi pendapatan daerah dan proyeksi belanja wajib dapat disajikan kapasitas kemampuan pemerintah kabupaten dalam melakukan pinjaman selama lima tahun sebagai berikut: Tabel 9.1 Tabel Proyeksi Pendapatan Daerah Dan Proyeksi Belanja Wajib Uraian 214 215 216 217 218 (PAD+DAU+DB H) dikurangi Belanja Wajib 114,83 159,553 286,34 331,799 384,887 Asumsi max pinjaman dan biaya provisi 46, 63.9 114.6 132,936 154,26 DSCR 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 Keterangan: dalam jutaan Kemampuan daerah dalam melakukan pinjaman sesuai tabel tersebut diatas dengan asumsi DSCR minimal 2,5 secara berturut-turut sebesar Rp.46 milyar lebih tahun 214; Rp.63,9 milyar lebih pada tahun 215; Rp.114,6 milyar lebih pada tahun 216; Rp. 132,936 milyar lebih pada tahun 217; dan Rp. 154,26 milyar lebih pada tahun 218. 9.4.2 Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah Kabupaten Buleleng memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum yaitu PDAM Kabupaten Buleleng, untuk mengetahui kontribusi perusahaan daerah untuk pendanaan pembangunan bidangcipta Karya dalam lima tahun ke depan sesuai jangka waktu RPIJM dapat dicermati dari business plan yang telah dirancang. 9.4.3 Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya IX - 24

Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta. Daftar proyek potensial tersebut disusun berdasarkan identifikasi usulan program dan kegiatan setiap sektor serta tingkat kelayakan ekonomi dan finansial dari program tersebut. Rencana kerjasama pemerintah dan swasta bidang Cipta Karya terangkum dalam tabel di bawah ini. Tabel 9.11 Proyek Potensial yang Dapat Dibiayai dengan KPS dalam 5 Tahun Ke Depan Nama kegiatan Deskripsi Kegiatan Biaya kegiatan Kelayak an Keteranga n (Rp) Finansia l SPAM Kapasitas MA Pangkung 62 milyar Direncanak Pangkung dalem pada saat ini 26 Dalem II Desa lt/dt. PDAM telah tahun 215 GItgit Kec. memanfaatkan sebesar Sukasada 1 lt/dt. Pada tahun 28 dari 1 lt/dt yang dimanfaatkan PDAM, 2 lt/dt dimanfaatkan oleh subak Gede EKa Tani, sehingga saat ini menjadi 8 lt/dt. PDAM berencana akan memanfaatkan 2 lt/dt dari kapasitas yang tersisa. SPAM Mata Air Kapasitas Mata air 4,5 milyar Direncanak Mumbul II Kel. Mumbul yang tersedia Banjar Jawa, pada saat ini mencapai tahun 215 Kec. Buleleng 2 lt/dt. Telah dimanfaatkan PDAM Buleleng dari tahun 1991 sebesar 15 lt/dt. PDAM berencana untuk memanfaatkan 4 lt/dt untuk menambah IX - 25

pasokan air produksi untuk pelayanan Kota Singaraja dan Kawasan Wisata Lovina. SPAM MA. Mata Air Lamlaman 12,546 Direncanak Lamlaman, terletak di Desa milyar Desa Kayu Kayuputih Kecamatan tahun 215 Putih,Kec.Banja Banjar. Potensi sumber r mata air lamlaman diperkirakan mencapai 9 lt/dt. PDAM berencana memanfaatkan sebesar 5 lt/dt untuk menambah cakupan pelayanan di daerah Bestala, Bubunan, Ringdikit, Petemon, Banjar, Tanguwisia, Banjar Asem dan Kota SPAM MA. Seririt. Mata Air Taman 17,14 Direncanak Taman Camplung terletak di milyar Camplung, Kel. pinggir pantai Desa tahun 216 Banyuasri Banyumala yang saat ini potensinya terbuang ke laut sebesar 1 lt/dt. PDAM berencana memanfaatkan mata air tersebut untuk menambah pasokan air distribusi Kota Singaraja. SPAM MA. Desa Kaliasem Mata Air Air Lovina terletak di kawasan wisata lovina Desa Kaliasem yang saat ini potensinya terbuang sebesar 1 lt/dt yang tidak termanfaatkan. PDAM berencana mengambil mata air tersebut untuk 1 milyar Direncanak tahun 218 IX - 26

menambah cakupan layanan di Desa Kaliasem, Dusun Binginbanjah, Bunutpanggang. SPAM MA. Tukad Bakah, Desa Busungbiu Mata Air Tukad Bakah terletak di Busungbiu yang saat ini potensinya terbuang sebesar 2 lt/dt yang tidak termanfaatkan. PDAM berencana mengambil mata air tersebut untuk menambah cakupan layanan di Desa Busungbiu, 7 juta Direncanak tahun 216 SPAM MA. Tiyingtali, Desa Panji SPAM Air Tanah, Jl. Pulau Bali Kel. Kampung Baru SPAM Air Tanah, Jl.Pulau Obi, Kel. Mata Air Tiying tali terletak di Desa Panji, yang saat ini potensinya sebesar kurang lebih 25 lt/dt. PDAM berencana mengambil mata air tersebut untuk menambah cakupan layanan di Desa Panji dan sebagian wilayah Baktiseraga. PDAM berencana membuat Sumur Dalam dengan kapasitas 1 lt/dt, untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan menambah cakupan pelayanan dan pasokan air di daerah Banyuning utara, kampung baru, dan Jl. Pulau Bali. Rendahnya cakupan layanan di Daerah Banyuning utara, 625 juta Direncanak tahun 215 8 milyar Direncanak tahun 217 65 juta Direncanak tahun 216 IX - 27

Banyuning SPAM Air Tanah LC Banjar Jawa Kel. Banjar Jawa SPAM Air Tanah Desa Petemon SPAM Air Tanah Desa Bungkulan II Desa Bungkulan Banjar Ancak Banyuning Timur dan Jl. Pulau Obi serta gangguan pelayanan pada jam puncak yang diakibatkan oleh kurangnya pasokan air dari Sumur Dalam di Jalan Pulau Komodo, sehingga PDAM berencana untuk menambah Sumur Dalam di Jalan Pulau Obi, dengan kapasitas debit sebesar 1 lt/dt. PDAM berencana membuat Sumur Dalam dengan kapasitas 1 lt/dt di Banjar Jawa, Kota Singaraja untuk melayani wilayah Banjar Jawa, Buitan, Banjar Bali, dimana daerah tersebut mengalami gangguan pelayanan karena kurangnya pasokan air dari Reservoar Bantang Banua. PDAM berencana membuat Sumur Dalam dengan kapasitas 1 lt/dt, untuk melayani masyarakat diwilayah Petemon yang selama ini mengalami ganguan pelayanan karena kekurangan pasokan air PDAM, PDAM berencana membuat Sumur Dalam dengan kapasitas 1 lt/dt, untuk melayani masyarakat diwilayah Desa Bungkulan 65 juta Direncanak tahun 215 75 juta Direncanak tahun 217 65 juta Direncanak tahun 215 IX - 28

SPAM Air Tanah Desa Banjarasem SPAM Air Tanah Desa Celukan Bawang SPAM Air Tanah Desa Pancasari Bali Handara meliputi Banjar Ancak, Banjar Satria, Puluh Sangsit yang selama ini mengalami ganguan pelayanan karena kekurangan pasokan air PDAM dari Sumur Dalam Bungkulan I, yang jumlah pelanggannya 1.5 Sambungan, telah melampaui kapasitas jumlah pelanggan dan sumber yang terpasang saat ini. PDAM berencana membuat Sumur Dalam dengan kapasitas 1 lt/dt, untuk melayani masyarakat diwilayah Desa Banjar Asem, atas yang selama ini mengalami ganguan pelayanan karena kekurangan pasokan air PDAM. PDAM berencana membuat Sumur Dalam dengan kapasitas 1 lt/dt, untuk melayani masyarakat diwilayah Desa Celukan Bawang, yang selama ini mengalami ganguan pelayanan karena kekurangan pasokan air PDAM. PDAM berencana membuat Sumur Dalam dengan kapasitas 1 lt/dt, untuk melayani masyarakat diwilayah Desa Agrowisata Pancasari, yang selama ini mengalami 65 juta Direncanak tahun 215 7 juta Direncanak tahun 216 7 juta Direncanak tahun 216 IX - 29

Optimalisasi SPAM Air Tanah Sumur Dalem Kerobokan Optimalisasi SPAM Air Tanah Sumur Dalam Kerobokan peningkatan pertumbuhan pelanggan sehingga membutuhkan tambahan pasokan air PDAM. Sumur dalam Desa Kerobokan dengan debit 14 lt/dt dioperasikan dengan sistem langsung ke jaringan distribusi, tanpa reservoir. Hal ini menyebabkan ketika jam puncak pemakaian air mengalami gangguan pasokan air, sedangk malam hari pada saat berkurangnya pemakaian air, pompa tidak dioperasikan. Maka untuk mengoptimalkan hal tersebut diperlukan Reservoar. Sumur dalam Desa Sangsit dengan debit 14 lt/dt dioperasikan dengan sistem langsung ke jaringan distribusi, tanpa reservoir. Hal ini menyebabkan ketika jam puncak pemakaian air mengalami gangguan pasokan air karena sistem saat ini tidak mampu melayani permintaan sambungan rumah dan kebutuhan pada saat jam puncak. Maka untuk mengoptimalkan hal tersebut diperlukan penyempurnaan sistem. 7 juta Direncanak tahun 216 7 juta Direncanak tahun 216 IX - 3

SPAM Air Permukaan Desa Pemaron SPAM Air Permukaan Waduk Titab Desa Titab Busungbiu Wilayah yang dilayani meliputi Desa Abasan, Desa Banjar Beji, kawasan pesisir Sangsit PDAM berencana membangun Water Treatment Plant (WTP) dengan mengambil sumber air terbuang dari mata air pemaron dengan kapasitas 1 lt/dt, untuk melayani masyarakat daerah pesisir di wilayah Desa Pemaron, Anturan, sebagian wilayah Tukad Mungga. Sumber air baku yang dikembangkan dari waduk titab sebesar 35 lt/dt (BWS Bali-Penida 21), direncanakan pengambilan air baku sebesar 4-6 % dari debit yang tersedia atau sekitar 1 lt/dt dengan instalasi pengolahan air. Sasaran daerah layanan mencakup wilayah Busungbiu dengan sistem perpompaan two steps, Kecamatan Banjar, Kecamatan Seririt, Kecamatan Gerokgak, dengan sistem gravitasi 2,5 milyar Direncanak tahun 217 4 milyar Direncanak tahun 217 9.5 Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang IX - 31

infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber. 9.5.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPIJM dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan dengan penjabaran sebagai berikut: 1. Proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dengan menggunakan asumsi trend historis maksimal 1% dari tahun sebelumnya. Ketersediaan pendanaan pembangunan cipta karya di daerah yang bersumber dari APBN dengan menggunakan alokasi tahun 213 sebagai tahun awal dan dengan asumsi peningkatan pertahun 1% maka hasil proyeksi ketersediaan dana APBN untuk pembangunan cipta karya lima tahun kedepan sebagai berikut. Tabel 9.13 Proyeksi Ketersediaan Dana APBN Lima Tahun Kedepan (dalam jutaan) SUMBER DANA Proyeksi Alokasi Th Proyeksi Alokasi Th Proyeksi Alokasi Th 217 Proyeksi Alokasi 215 216 218 219 APBN 18.9 2.79 22.869 25.155 27.67 Th Proyeksi Alokasi Th DAK Air Minum 1.367 1.54 1.654 1.819 2. DAK Sanitasi 1.71 1.871 2.58 2.763 3.39 Total 21.986 24.165 26.581 29.737 32.78 2. Proyeksi dana dari pemerintah daerah (APBD) berdasarkan hasil perhitung bagian 9.4.1 Ketersediaan pendanaan pembangunan cipta karya yang bersumber dari APBD dengan menggunakan alokasi tahun 212 sebagai tahun awal dengan asumsi peningkatan per tahun 1% IX - 32

maka hasil proyeksi ketersediaan dana APBD untuk pembangunan cipta karya lima tahun kedepan sebagai berikut. Tabel 9.12 Proyeksi Ketersediaan Dana APBD 5 Tahun ke Depan (dalam jutaan) SUMBER DANA APBD Belanja Bidang cipta karya Proyeksi Alokasi Th 215 Proyeksi Alokasi Th 216 Proyeksi Alokasi Th 217 Proyeksi Alokasi Th 218 Proyeksi Alokasi Th 219 4,673 5,14 5,654 6,219 6,841 3. Rencana Pembiayaan Dari Perusahaan Daerah Berdasarkan Analisis Pada Bagian Ketersediaan pendanaan pembangunan cipta karya yang bersumber dari perusahaan daerah Kabupaten Buleleng yaitu PDAM Kabupaten Buleleng, untuk mengetahui kontribusi perusahaan daerah untuk pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan sesuai jangka waktu RPIJM dapat dicermati dari business plan yang telah dirancang. 4. Hasil identifikasi kegiatan potensial untuk dibiayai melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta berdasarkan bagian 9.4.3. Program kegiatan bidang cipta karya yang potensial dikerjasamakan dengan swasta diantaranya pengembangan sistem penyediaan air minum, pengelolaan persampahan di TPA Bengkala, pengelolaan air limbah. 9.5.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan program yang adadalam RPIJM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Oleh karena itu pada bagian ini, Satgas RPIJM daerah agar merumuskan strategi IX - 33

peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, yang meliputi beberapa aspek antara lain: 1. Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten/kota dan provinsi; 2. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi pengunaan anggaran; 3. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah; 4. Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya; 5. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabiltasi infrastruktur permukiman yang sudah ada; 6. Strategi pengembangan infrastruktur skala regional. IX - 34