Analisa Kerusakan Pipa Boiler Supercritical

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

Lokasi kebocoran tube reheater Row 17 Pipa no.8 SUMBER BOCORAN 1

Jurnal MEKINTEK ISSN ANALISA BULGING TUBE SUPERHEATER BOILER PADA MATERIAL SA 213 Gr.T11

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

ANALISA KEGAGALAN U FIRE TUBE HEATER TREATER SANTAN TERMINAL CHEVRON INDONESIA COMPANY

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA KEGAGALAN MATERIAL SA-210C PADA APLIKASI BOILER STEAM PIPE

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK

Gambar 1.1 Konstruksi Boiler

BAB IV DATA DAN ANALISA

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA

JURNAL TEKNIK ITS VOL.5, No.2, (2016) ISSN: ( Print

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

INVESTIGASI KEBOCORAN PIPA BOILER PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP 65 MW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

Karakterisasi Material Sprocket

1 BAB IV DATA PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

Available online at Website

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK ITS VOL.5, No.2, (2016) ISSN: ( Print)

Analisa Kegagalan U Fire Tube Heater Treater di Santan Terminal Chevron Indonesia Company

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ir. Hari Subiyanto, MSc

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (2017) ISSN: ( Print)

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENGUJIAN. Pengujian magnetik inspeksi yang dilakukan meliputi metode Dry Visible,

FOULING DAN PENGARUHNYA PADA FINAL SECONDARY SUPERHEATER PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

ANALISA PROSES SPRAY QUENCHING PADA PLAT BAJA KARBON SEDANG

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

Analisa Kekuatan Material Carbon Steel ST41 Pengaruh Preheat dan PWHT Dengan Uji Tarik Dan Micro Etsa

ANALISIS KERUSAKAN PIPA BAFFLE PADA SISTEM HEAT EXCHANGER SUATU PROSES TRANSFER PANAS

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon

BAB IV HASIL PENELITIAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

KONVERSI ENERGI DI PT KERTAS LECES

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA PERFORMANSI BOILER DENGAN TYPE DG693/ PADA PLTU PANGKALAN SUSU LAPORAN TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI TEKNIK KONVERSI ENERGI MEKANIK

Analisis Kekerasan Pada Pipa Yang Dibengkokan Akibat Pemanasan

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

ANALISIS PENGARUH KANDUNGAN KARBON TETAP PADA BATUBARA TERHADAP EFISIENSI KETEL UAP PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

ANALISA KEGAGALAN FLANGE WELD NECK RAISE FACE 6 BERBAHAN ASTM A-105 PADA PIPA ALIRAN MINYAK BUMI DAN GAS DI CHEVRON COMPANY INDONESIA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Pengaruh Tekanan Fluida Pemanas pada LPH terhadap Efisiensi dan Daya PLTU 1x660 MW dengan Simulasi Cycle Tempo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

ANALISA KEGAGALAN OUTER DAN INNER TUBE CHLOROPAC DI PLTU PT. PJB UP GRESIK Oleh : Chafidh Ardiansyah

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

PENGARUH HEAT TREATMENT

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Transkripsi:

24 JURNAL TEKNIK MESIN ITI Vol. 4 No. 1, Februari 2020 ISSN: 2548-3854 Analisa Kerusakan Pipa Boiler Supercritical Mochamad Nanchy Chudhoifah 1,a), Dwita Suastiyanti 2,b), Pathya Rupajati 3,c) 1 PT. Bhimasena Power Indonesia PLTU 2x1000 MW, Jl. Raya Bakalan-Ujungnegoro Km. 5, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Indonesia, 51261 2,3 Program Studi Teknik Mesin ITI, Jl. Raya Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan-Banten, Indonesia, 15320 a) mnanchyc@gmail.com, b) dwita_suastiyanti@iti.ac.id, c) pathya.rupajati@iti.ac.id. Abstrak Boiler adalah alat yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap dengan cara dipanaskan menggunakan batubara sebagai bahan bakar utama. Pada pembangkit listrik tenaga uap dengan menggunakan Boiler Supercritical berkapasitas 660 MW, temperatur uap 566 C dan tekanan 240 bar memiliki pipa di area final superheater dengan jenis material SA213 T91. Pada saat unit start up, pipa di area final superheater mengalami kebocoran sehingga pipa menjadi pecah. Pecahnya pipa menyerupai mulut ikan, hasil analisa penyebabnya kemungkinan karena Short Term Temperature. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penebab kerusakan pipa Boiler dengan beberapa metode penelitian. Melalui uji metalografi ditemukan adanya rongga-rongga dan retak pada struktur mikro, kemungkinan karena pengelupasan lapisan magnetik didalam pipa. Untuk itu pengoperasian Boiler harus memperhatikan kenaikan metal temperatur tidak boleh melebihi 2 C/menit agar tidak terjadi pengelupasan lapisan magnetik pada pipa Boiler. Kata kunci:sa213-t91, retak, superheater. Abstract Boilers are tools used to convert water into steam by heating using coal as the main fuel.in steam power plants using supercritical Boiler with a capacity of 660 MW, steam temperatures of 566 C and pressure of 240 bar have pipes in superheater final area with material type SA213 - T91. When start of the unit, the pipe in the Final superheater area has leaked so that the pipe was rupture.the rupture of a pipe like a fish's mouth, the results of the analysis cause may be due to Short Term Temperature. This research to determine cause of Boiler pipe damage with several research methods. Through metallographic tests it was found that there were cavities and creeps on the microstructure, possibly due to the peeling of the magnetic layer in the pipe.for this reason, the operation of the Boiler must pay attention to the increase in metal temperature should not exceed 2 C / minute so there is no exfoliation of the magnetic layer in the Boiler pipe. Keywords: SA213-T91, creep, superheater. I. PENDAHULUAN PLTU batubara dengan teknologi Boiler Supercritical yaitu dalam proses pembentukan uap didalam boiler tidak memerlukan steam drum, hal ini dikarenakan air didalam pipa Boiler setelah menyerap panas maka langsung berubah menjadi uap kering dengan temperatur superheat di atas saturasi. Pada kondisi ini boiler dalam keadaan once through (laluan sekali). Setiap Boiler Supercritical akan di operasikan, maka memerlukan tahap-tahap pembersihan di seluruh bagian pipa yang ada di condenser, condensate, low pressure heater, deaerator, feedwater, high pressure heater, dan boiler. Proses ini dinamakan clean up, tujuannya adalah untuk membersihkan seluruh pipa yang dialiri air dan uap dari kandungan besi yang berlebih. Oleh karena itu pada Boiler supercritical memerlukan perlakuan yang lebih dari pada Boiler Subcritical. Proses start up boiler memiliki batasan-batasan kenaikan metal temperatur pada saat pertama kali bahan bakar di masukkan. Hal ini bertujuan agar material tidak mengalami kerusakan. Beberapa jenis kerusakan yang terjadi pada pipa boiler, mulai dari economizer, wall tube, Superheater dan Reheater. Kerusakan tersebut diantaranya creep, fatique, erosion, cracking dan korosi di sisi pembakaran. Permasalahan ini terjadi di salah satu PLTU swasta dengan Boiler Supercritical dengan kapasitas 660MW, dimana pada saat unit start up dan sudah mencapai 50% kapasitas boiler telah terjadi kebocoran pada pipa boiler di area Final Superheater. Umur pakai boiler tergolong masih baru karena baru beroperasi kurang dari 1 tahun, untuk itu penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan visual pada pipa boiler di area Final Superheater, pengukuran ketebalan pipa, pengukuran diameter pipa sisi luar dan dilakukan pemeriksaan di laboratorium diantaranya pemeriksaan secara visual, pemeriksaan dengan menggunakan metalografi untuk mengetahui struktur mikro dan hardness test. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab utama kerusakan pada pipa boiler di area Final Superheater, dimana seharusnya pada kondisi boiler yang

25 umurnya masih baru (kurang dari 1 tahun) masih dalam kondisi yang bagus, handal dan masih bisa digunakan untuk waktu yang lama. Sulistiyo E. dan Mahdy N.N. pada tahun 2016 melakukan penelitian dengan judul Analisis pecahnya material secondary superheater tube pada boiler unit 1 PLTU Tanjung Jati B kapasitas 660 MW. Hasil pemeriksaan struktur mikro Secondary Superheater tube terlihat bahwa telah mengalami transformasi fasa material (spheroidisasi) akibat overheating. Hasil pengujian kekerasan, pucak tertinggi mencapai 225 HV pada daerah uji no. 2 yaitu bagian tube yang mengalami kegagalan walaupun kekerasannya masih di bawah standar kekerasan material SA 213-T91. Hasil pengujian SEM dan EDX menunjukkan bahwa kandungan unsur deposit yang berada pada outer secondary superheater tube berupa sulfur, sodium, potassium, dan magnesium. Unsur ini kemungkinan terbentuk akibat udara yang mengandung mineral masuk dalam system pembakaran Boiler yang melebihi suhu ash fusion temperature [1]. Rahman M.M. dan Kadir A.K. pada tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul Failure analysis of high temperature superheater tube (hts) of a pulverized coal-fired power station. Analisis kegagalan pipa superheater temperatur tinggi dari pembangkit listrik tenaga uap dilakukan melalui inspeksi visual, pengukuran ketebalan, dan pemeriksaan metalurgi. Ditemukan bahwa kegagalan pipa superheater disebabkan oleh pengelasan logam yang berbeda di mana sifat termal dari logam induk dan logam las berbeda [2]. Adrian J., Laif N., Noerochim L. Dan Kurniawan B.A. pada tahun 2016 melakukan penelitian dengan judul Analisa kerusakan superheater tube boiler tipe ASTM A213 grade T11 pada pembangkit listrik tenaga uap. Hasil analisis metalografi pada daerah yang tidak mengalami kegagalan, fasa yang tampak merupakan ferrit dengan diameter rata-rata butir sebesar 0,0213 mm dan memiliki kekerasan sebesar 52 HRB, pada tepi pipa yang pecah fasa yang tampak pada metalografi juga merupakan ferrit dengan rata-rata diameter butir sebesar 0,02357 mm dan memiliki kekerasan sebesar 49 HRB. Pada daerah yang mengalami kerusakan didapatkan bahwa fasa yang tampak merupakan ferit dengan rata-rata diameter sebesar 0,0308 mm dengan kekerasan sebesar 25,5 HRB. Pada hasil SEM terlihat adanya crack dan berkas patahan berupa granular [3]. Fahrizal pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul Analisa penyebab kegagalan pipa superheater boiler. Nilai kekerasan antara bagian permukaan pada posisi didekat bagian yang gagal dengan di posisi yang tebal, nilainya berbeda sangat signifikan. Perubahan nilai kekerasan di bagian dekat yang gagal karena dibagian permukaan terjadi super heat location diakibatkan adanya internal scale atau deposit, akibat reaksi antara uap air dengan pipa membentuk besi oksida. Model gagalnya pipa Superheater tersebut adalah Creep akibat beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi (overheating) dengan waktu operasi yang lama dan dikuti pelunakan (anealing) sehingga terjadi erosi oleh fluida dalam pipa yang menyebabkan penipisan pada pipa hingga pipa tidak bisa menahan beban kerja dan terjadi kegagalan (Failure). Kekerasan menurun secara signifikan di bagian pipa, karena adanya pengaruh aging dan erosi akibat fluida mengalir dengan temperatur tinggi dibuktikan dengan pengurangan tebal pipa. Dari pengamatan struktur mikro tampak adanya perubahan bentuk butir ferrit dan pearlite menjadi pipih diposisi bagian dekat yang gagal, dibanding dengan diposisi yang tebal, bentuk butir ferit dan perlit bentuknya hampir bulat [4] Sariyusda, Bustamisyam, dan Indra pada tahun 2012 melakukan penelitian dengan judul Analisa kegagalan tube superheater package boiler akibat overheating. Hasil analisis tegangan menunjukkan terjadi panas yang berlebih (overheating) pada tube superheater. Hasil analisis tegangan menunjukkan tegangan izin tube lebih kecil dari tegangan yang terjadi, sehingga tube dikatakan pecah/gagal. Hasil pengamatan visual tube superheater memperlihatkan terjadi mengembung (bulging) dan mulut ikan (fish mouth); Panjang 45 mm, lebar rata-rata 10,025 mm dan diameter 46,75 mm, pertambahan diameter 2,26 mm. Hasil pengujian kekerasan menunjukkan material terjadi deformasi pada daerah yang pecah, ini menandakan bahwa kekuatan material menurun dengan kenaikan kekerasan. Hasil pengujian komposisi kimia menunjukkan kandungan unsur kimia yang diizinkan masih dalam batas standar material SA-213. Hasil pengujian SEM menunjukkan bahwa mikrostruktur terjadi dislokasi pada batas butir dimana pecah secara intragranular dengan perpatahan brittle [5]. Pada penelitian ini yaitu pada pipa Boiler Superheater yang mengalami kerusakan pada saat unit start up, dimana kerusakan-kerusakan diataranya karena perubahan temperatur yang berlebih (overheating). II. LANDASAN TEORI A. Boiler Supercritical Boiler Supercritical adalah boiler yang merubah air menjadi uap (Once-through boiler). Air dipanaskan pada tekanan konstan diatas tekanan kritis sehingga tidak ada perbedaan antara gas dan cair, karena densitas massanya sama. Pada Boiler Supercritical tidak ada tahapan air berada dalam dua fasa yang membutuhkan separasi. Sehingga boiler tidak dilengkapi dengan steam drum. Boiler Supercritical menggunakan boiler sekali lalu yaitu air umpan yang dipompa oleh boiler feed pump hingga air dapat melalui tahapan pemanasan di boiler dan uap yang dihasilkan langsung dikirim ke turbin uap tanpa adanya resirkulasi. Berikut ini adalah diagram Ts supercritical ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Diagram Temperatur Entropi PLTU Supercritical.

26 JURNAL TEKNIK MESIN ITI Vol. 4 No. 1, Februari 2020 ISSN: 2548-3854 Uap yang dihasilkan melebihi tekanan dan temperatur kritis, dimana pada diagram rankine disebut critical point yaitu pada tekanan 221,2 bar dan temperatur 374,15. Diagram temperatur-entropi (diagram Ts) menunjukkan kondisi temperatur terhadap perubahan keadaan energi yang melalui boiler dan turbin. Berikut ini adalah Siklus Uap Boiler Supercritical ditunjukkan pada Gambar 2. Main Steam dimasukkan ke turbin setelah temperatur 435ºC dan tekanan 4,38MPa sampai unit sinkron dengan jaringan Jawa Bali. Load didistribusikan ke jaringan 500 kv sampai pada 400 MW gross. Sesaat kemudian alarm Final Superheater metal temperatur aktif dan terdeteksi adanya Boiler tube leak diarea tersebut. Pemeriksaan dilakukan di lokal dan dipastikan bahwa terjadi kebocoran di Superheater Final. Maka saat itu juga unit shut down secara bertahap dengan koordinasi dengan PLN. C. Laju Korosi Korosi adalah perusakan, penurunan mutu material (logam) akibat dari reaksi dengan lingkungannya baik itu secara kimia atau elektrokimia pada waktu pemakaiannya. Logam yang di-heat treatment akan mengalami perubahan struktur kristal atau perubahan fasa. Sebagai contoh perlakuan panas pada temperatur 500-800ºC terhadap baja tahan karat akan menyebabkan terbentuknya endapan krom karbida pada batas butir. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya korosi intergranular pada baja tersebut. Selain itu, beberapa proses heat treatment menghasilkan tegangan sisa. Bila tegangan sisa tesebut tidak dihilangkan, maka dapat memicu tejadinya korosi retak tegang. Gambar 2. Siklus Uap Boiler Supercritical B. Pengoperasian Boiler Pengoperasian boiler dilakukan setelah ada perbaikan di jaringan 500 kv. Peralatan yang dioperasikan pertama adalah Air & Gas System yaitu untuk membuang gas-gas yang mudah terbakar didalam boiler, yaitu dengan mengatur aliran udara dan kevacuman didalam boiler. Kenaikan temperatur di Superheater rata-rata +1,16 ºC/min dan di Final Superheater metal rata-rata +1ºC/min. Bahan bakar batu bara digunakan untuk menggantikan Solar. Pergantian bahan bakar ini menyebabkan kenaikan rata-rata temperatur di Final Superheater metal yaitu +3,36 ºC/min (tertinggi 5 ºC/min). Grafik boiler start up ditunjukkan pada Gambar 3. D. Kerusakan Pipa Boiler Analisis kerusakan pada pipa boiler menyatakan beberapa ciri-ciri yang dapat ditentukan bahwa terjadi kerusakan pada material pipa boiler, analisis kerusakan ini dilakukan di pembangkit listrik yang berada di Jepang pada tahun 2004. Selanjutnya dikembangkan dan menemukan beberapa kriteria kerusakan pada pipa Boiler. Ciri-ciri kerusakan pipa Boiler berdasarkan bagian area ditunjukkan pada Gambar 4: Gambar 4. Lokasi Kerusakan yang Terjadi pada Boiler. III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Gambar 3. Grafik Main Steam Temperature pada Saat Unit Start Up pada Tanggal 12 Juni 2017. A. Diagram alir Penelitian Dalam melakukan penelitian, dibuatkan diagram alir untuk mempermudah memahami alur penelitian dari awal

27 sampai dengan akhir. Diagram alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 5. E. Pengujian Kekerasan Uji kekerasan in-situ dilakukan dengan menggunakan alat uji kekerasan portabel Krautkramer MIC20 dengan probe 10kgf pada pipa pecah dan pipa tertentu pada pipa superheater. Pengujian kekerasan dilakukan pada bagian metalografi menggunakan Wolpert Wilson 452SVD Vickers hardness tester dengan beban 10kgf. Hasil kekerasan rata-rata, diambil dari 3 hingga 5 lekukan pada setiap bagian. F. Pengujian Ultrasonic Pada alat uji ketebalan yang menggunakan menggunakan metode pendeteksi suara atau ultrasonik. Gelombang ultrasonik yang dupancarkan rangkaian transmitter menembus permukaan benda dan dipantulkan kembali ke rangkaian receiver. Waktu tempuh menjalani gelombang ini diukur dengan menggunakan upcounter menggunakan metode time of flight. Gambar 5. Diagram Alir Penelitian. B. Langkah Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini menerapkan tahapan-tahapan proses yang harus dilakukan sebagai penunjang. Tahapan dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi persiapan alat kerja dan persiapan bahan, pengujian yang dilakukan di dalam boiler yaitu menentukan pipa-pipa yang telah rusak dan mengalami sumbatan. C. Spesifikasi Benda dan Alat Uji Spesifikasi benda uji yang digunakan adalah Material pipa Boiler dengan tipe SA213-T91. Komposisi kimia pipa SA213-T91 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Spesifikasi Material SA213-T91 No Komposisi Kimia Keterangan 1 Carbon 0.07-0.14 2 Manganese 0.30-0.60 3 Phosphorus 0.020 4 Sulfur 0.010 5 Silicon 0.20-0.50 6 Nickel 0.40 7 Chromium 8.0-9.5 8 Molybdenum 0.85-1.05 9 Vanadium 0.18-0.25 10 Niobium 0.06-0.10 11 Nitrogen 0.030-0.070 12 Aluminum 0.02 13 Titanium 0.01 14 Zirconium 0.01 G. Pengujian Metalografi Berikut ini adalah penjelasan tahapan-tahapan yang dilakukan untuk pengujian metalografi: 1. Pemotongan 2. Identifikasi 3. Mounting 4. Penggerindaan 5. Pemolesan 6. Etching, Pengetsaan 7. Cleaning, Pembersihan 8. Drying, Pengeringan 9. Pemeriksaan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemeriksaan Visual (Site Inspection) Lokasi pemeriksaan berada di Boiler area Final Superheater. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi pipa-pipa yang rusak dan untuk rencana pergantian yang akan dilakukan. Pemetaan pipa Final Superheater ditunjukkan pada Gambar 6. D. Periksaan Visual Pemeriksaan didalam boiler secara visual dilakukan untuk mengetahui kondisi pipa di dalam boiler yaitu superheater yang mengalami kerusakan karena bocor. Akibat kebocoran ini dapat mengakibatkan pipa-pipa yang terkena semburan uap mengalami kerusakan. Gambar 6. Identifikasi Pipa Boiler di Area Final Superheater.

28 JURNAL TEKNIK MESIN ITI Vol. 4 No. 1, Februari 2020 ISSN: 2548-3854 B. Pemeriksaan Magnetik (Site Inspection) Pemeriksaan atraksi magnetis dilakukan di lekukan bagian bawah pipa Final Superheater dengan menggunakan video probe. Magnet genggam digunakan untuk mengidentifikasi tingkat magnetit di lubang pipa, ditunjukan pada Gambar 7. Gambar 7. Inspeksi dengan menggunakan probe video, terlihat puing yang cukup besar menutupi sebagian pipa MG17-T10. C. Pengujian Kekerasan Uji kekerasan in-situ dilakukan dengan menggunakan alat uji kekerasan portabel Krautkramer MIC20 dengan probe 10kgf pada pipa pecah dan pipa tertentu pada final superheater akhir. Permukaan dipersiapkan menggunakan beberapa tahap kertas abrasif hingga grit 400. Hasil pengetesan ditunjukkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Kekerasan pipa SA213-T91 Lokasi Nomor Pipa HV MG2 T9 204 T10 210 T11 211 T12 212 MG10 T7 210 T8 225 T9 230 T10 219 T12 206 MG15 T10 210 T11 198 MG20 T7 206 T11 208 PMG10 T9 192 T10 185 T11 197 T12 194 PMG15 T9 205 T10 211 T11 200 T12 200 PMG16 T9 202 T10 191 T11 205 T12 198 PMG19 T9 194 T10 201 T11 180 T12 199 PMG20 T9 200 T10 209 T11 182 T12 206 Hasil kekerasan yang diperoleh dari pipa final superheater menunjukkan berada dalam kisaran normal untuk T91. Outlet final superheater pipa MG10T10, MG19T10 dan MG20T11 di penthouse (T91) menunjukkan sedikit berkurang kekerasan kurang dari kisaran. Pipa-pipa ini harus dipantau dalam pemadaman berikutnya. Pengujian kekerasan di labolatorium dilakukan pada bagian metalografi menggunakan Wolpert Wilson 452SVD Vickers hardness tester dengan beban 10kgf. Hasil kekerasan rata-rata, yang diambil dari 3 hingga 5 lekukan pada setiap bagian ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Uji Kekerasan Sampel Laboratorium Nomor Pipa Lokasi HV MG16T10-2 Midwall 286 MG16T10-3 Midwall 3 192 MG16T10-3 Midwall 12 191 MG16T10-4 Midwall 150 MG10T10-2 Midwall 209 MG10T10-3 Midwall 175 Ref T91 Midwall 225 Ref TP347 Midwall 157 D. Pemeriksaan Visual (Laboratorium) Pipa SA213-T91 (MG16-T10) telah retak dan pipa telah menekuk sekitar 60 derajat dari garis lurus. Pecahnya pipa seperti mulut ikan lebar ditunjukkan oleh panah merah. Pandangan umum dari potongan-potongan yang direkonstruksi ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8. Pandangan potongan dari SA213-T91 MG16-T10. Tampilan pipa SA213-T91 (MG10-T10) yang mengalami kerusakan seperti mulut ikan ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9. MG10-10 Pecah Seperti Mulut Ikan (Anak Panah).

29 E. Pipa Referensi SA213-T91 dan SA213-TP347H Pandangan umum SA213-T91 referensi dan SA213- TP347H sebagai pipa referensi ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar 13. Puing-Puing Magnet Dari MG16T28. Puing-Puing Terdiri Dari Serpih Terutama Gelap / Abu-Abu Dari Berbagai Ukuran Hingga 2mm. Gambar 10. Pandangan Pipa yang rusak dan Pipa Referensi F. Pemeriksaan Serbuk Oksidasi. Dengan menggunakan magnet kedua sampel dipisahkan menjadi bagian-bagian magnetik dan nonmagnetik. MG15T15 memiliki 0,19 gram bahan nonmagnetik, sementara MG16T28 ditemukan semua magnet tanpa bahan non-magnetik. Puing-puing magnetik dan non-magnetik dari MG15T15 ditunjukkan pada Gambar 11, 12 dan 13. Analisis sampel puing-puing menunjukkan hematite ditemukan di dalam lapisan magnetit dan terlihat dari pemeriksaan metalografi dari sampel pipa. Sejumlah (~ 1%) dari puing-puing non-magnetik ditemukan dalam sampel MG15T15. Puing-puing non-magnetik pada dasarnya dari abu batubara. Sejumlah kecil nikel terdeteksi dalam serpihan sampel puing-puing dari MG16T28, yang menunjukkan bahwa beberapa puing-puing mungkin berasal dari pipa TP347H baik sebagai oksida atau partikel kecil dari logam. Berdasarkan evaluasi secara keseluruhan, mayoritas puing-puing kemungkinan berasal dari bahan T91. G. Pengujian Metalografi MG16-T10 Sebuah mikrograf dari tepi fraktur pada posisi MG16T10-2 ditunjukkan pada Gambar 14, 15 dan 16. Gambar 11. Puing-Puing Magnet Dari MG15-T15, Puing-Puing Terdiri Dari Serpih Terutama Gelap/Abu-Abu Dari Berbagai Ukuran Hingga 2mm Gambar 14. Mikrograf dari Celah di MG16T10-2 Retak Lain Diamati Berdekatan Dengan Ujung Patahan Tebal. Gambar 12. Puing-Puing Non-Magnetik Dari MG15-15 Penampilan Granular Dan Berwarna Merah Gambar 15. Pembesaran Celah Gambar 14 Retak Transgranular, Indikasi Kegagalan Daktilitas Rendah Mengandung Banyak Void Merayap dan Deformasi Butir.

30 JURNAL TEKNIK MESIN ITI Vol. 4 No. 1, Februari 2020 ISSN: 2548-3854 dengan void creep terisolasi. Contohnya ditunjukkan pada Gambar 19. Gambar 16 Perbesaran Gambar 15 Mikrostruktur Dari Tepi Retak Menunjukkan Bukti Struktur Berubah Dan Terdapat Void Merayap. H. Pengujian Metalografi MG10-T10 Logam dasar memiliki struktur austenitik dan bukti presipitasi karbida di sepanjang batas butir. Contoh kondisi permukaan lubang ditunjukkan pada Gambar 17 dan 18. Gambar 19. Logam Dasar Referensi T91. Logam Dasar Memiliki Struktur Martensit Tempered Halus. Gambar 17. Mikro Struktur Di Bagian MG10T10 2. Logam Dasar Mengungkapkan Martensit Tempered Halus Terdegradasi Termal. Gambar 20. Perbesaran Yang Lebih Tinggi Dari Gambar 19, Logam Dasar Memiliki Struktur Martensit Tempered Halus. Gambar 18. Mikrograf Perbesaran Yang Lebih Tinggi Pada Gambar 17, Struktur Mikro Menunjukkan Martensit Temper Yang Terdegradasi Secara Termal. Struktur Berisi Rongga Creep Yang Terisolasi. I..Referensi SA213-T91 dan SA213-TP347H Bahan umum yang jauh dari fraktur menunjukkan bukti struktur tempered martensite halus terdegradasi Gambar 21. Logam Dasar Dari Referensi TP347H. Logam Dasar Memiliki Struktur Austenitik Dengan Kembar Anil Dan Sedikit Presipitasi Karbida. J. Pembahasan Koefisien ekspansi termal (CTE) dari paduan T91 secara signifikan lebih rendah dari Fe-Cr spinel dan magnetit. Perbedaan dalam CTE mungkin telah menyumbang akumulasi strain, retak dan pengelupasan magnetit selama siklus termal boiler. Bukti dari berbagai retakan memanjang pada lapisan magnetite dalam sampel

31 pipa juga konsisten dengan efek dari siklus termal. Hal ini dianggap jika pengelupasan magnetit hanya terjadi pasca kegagalan, karena pendinginan cepat dari kegagalan. Sementara beberapa magnetit pengelupasan kulit bisa terjadi selama shutdown pasca kegagalan, sebagian besar pengelupasan magnetit akan terjadi sebelum kegagalan yang dibuktikan dengan membersihkan pipa internal. Sebanyak 133 pipa yang dibersihkan mewakili > 10% dari total pipa dari sirkuit final superheater. Selain itu, bukti dari berbagai retakan memanjang pada lapisan skala luar diamati. Dengan asumsi bahwa 30% dari lapisan luar (magnetit) dari pipa T91 telah terkelupas (~ 20-30 µm tebal), dan dengan asumsi bahwa pengelupasan kulit yang telah terjadi sepanjang 5 m dari pipa T91 dengan diameter internal 31mm, maka berat dari magnetite dikelupas akan menjadi sekitar 60 gram dalam satu rangkaian, dengan asumsi 5gr kepadatan/ cm3 magnetite. Ini akan cukup untuk menutupi lubang pipa lebih dari jarak 160mm. Luasnya cakupan akan lebih dalam kenyataannya karena kepadatan serpih magnetit yang dapat menyebabkan penyumbatan akan jauh lebih rendah dari yang diasumsikan 5gr/ cm3. V. KESIMPULAN Setelah dilakukan analisa maka kerusakan pada pipa boiler Final Superheater dapat disimpulkan sebagai berikut ini: 1. Kerusakan pada pipa Final superheater karena short term overheating, dimana kemungkinan besar disebabkan pipa pengalami penyumbatan parsial oleh Pengelupasan lapisan magnetic (exfoliated magnetite). Penyumbatan parsial membatasi aliran uap pendingin di dalam pipa yang menyerap panas dari temperature pipa yang tinggi. 2. Data metalurgi menunjukkan bahwa pipa SA213-T91 telah beroperasi pada suhu tertinggi, oleh karena itu kemungkinan yang pertama mengalami kerusakan. 3. Distribusi skala magnetite dalam pipa menunjukkan bahwa sumber bahan yang terkelupas di dalam pipa SA213-T91 vertikal kemungkinan disebabkan oleh siklus boiler dan kecepatan kenaikan temperatur yang tinggi selama siklus shutdown/start-up adalah faktor yang berkontribusi dalam pengelupasan oksida. 4. Dari hal di atas, keputusan untuk mengganti pipa SA213-T91 yang rusak dengan SA213-TP347H dianggap tepat, meskipun ada beberapa pipa di superheater yang telah terlalu panas dan telah menghabiskan sebagian besar life time creep. REFERENSI [1] Adrian, J., Laif, N., Noerochim, L., & Kurniawan, B.A., Analisa kerusakan superheater tube boiler tipe ASTM A213 grade T11 pada pembangkit listrik tenaga uap. Jurnal Teknik ITS, 5,2016, 148-152. [2] Fahrizal, Analisa penyebab kegagalan pipa superheater boiler. Jurnal Aptek, 5, 2013, 71-77. [3] Sariyusda, Bustamisyam, & Indra. Analisa kegagalan superheater package boiler tube akibat overheating. Jurnal MEKINTEK, 3, 2012, 173-181. [4] Rahman, M.M., & Kadir, A.K., Failure analysis of high temperature superheater tube (HTS) of a pulverized coalfired power station. Journal of ISC, 2011, 517-522. [5] Sulistiyo, E., &Mahdy, N., Analisis Pecahnya Material secondary superheater tube pada Boiler Unit 1 PLTU Tanjungjati Berkapasitas 660 MW. Jurnal Power Plant, 4, 2016, 122-210. [6] ASME, Ferrous Material Specification Section II. New York: ASME Press, 2015. [7] EPRI, Boiler Tube Failure Theory and Practice. Pleasant Hill: EPRI distribution center, 1996. [8] Harbin Electric International, Operation Regulation of Boiler, 2017. [9] Mars, G. and Fontana, Corrosion Engineering. New York: McGraw Hill, 1987. [10] Cahyadi, Pltu batubara supercritical yang efisien. Tangerang Selatan: Badan Pengkajian dan PenerapanTeknologi (BPPT) 2015.