HAK UJI MATERIIL DI BAWAH UNDANG-UNDANG 1. Oleh: H. Ujang Abdullah, S.H., M.Si 2



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam


RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

PEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA.

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XVI/2018 Frasa Organisasi Advokat Bersifat Multitafsir

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengujian Peraturan. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

BAB III SUMBER HUKUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

MAHKAMAH KONSTITUSI. Oleh: Letjen TNI (Purn) H. AchmadRoestandi, S.H. BANDUNG -JUNI

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

I. PEMOHON Bastian Lubis, S.E., M.M., selanjutnya disebut Pemohon.

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PARA PIHAK A. Pemohon Saul Essarue Elokpere dan Alfius Tabuni, S.E. (Bakal Pasangan Calon)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014 Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 136/PUU-XIII/2015 Pembagian Hak dan Kewenangan Pemerintah Kabupaten Dengan Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 133/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pengajuan Banding, Penangguhan Pembayaran Pajak, dan Pengajuan Peninjauan Kembali

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Transkripsi:

HAK UJI MATERIIL DI BAWAH UNDANG-UNDANG 1 Oleh: H. Ujang Abdullah, S.H., M.Si 2 I. Pendahuluan Mahkamah Agung sebagai lembaga yang melaksanakan Kekuasaan Kehakiman adalah merupakan Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan peradilan, dalam melaksanakan tugasnya adalah kekuasaan yang mandiri, bebas dari pengaruh pemerintah (eksekutif), pengaruh pembuat undang-undang (legislatif) maupun pengaruh luar lainnya serta melakukan pengawasan tertinggi atas pelaksanaan peradilan sesuai dengan ketentuan UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No. 5 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Menurut Tap MPR RI No. III/MPR/1978 Jo. UU No. 5 tahun 2004, Mahkamah Agung memiliki fungsi antara lain: 1. fungsi mengadili, yaitu memeriksa dan memutus perkara permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali, sengketa mengadili dan perampasan kapal sing; 2. fungsi menguji peraturan perundang-undangan (judicial review), yaitu untuk menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi; 3. fungsi pengaturan, yaitu mengisi kekosongan hukum; 4. fungsi membina dan mengawasi Peradilan dan Hakim di bawalrnya serta mengawasi Notaris dan Penasihat Hukum; 5. fungsi memberi nasehat hukum kepada Presiden dalam pemberian dan penolakan grasi dan rehabiliasi sertra memberi pertimbangan hukum ke Lembaga Tinggi Negara lainnya. 1 Disampaikan pada Diklat Calon Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara angkatan XIX. Hotel Purnama, Batu-Malang. 27 Nopember 2006 2 Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang

6. fungsi adminisfiatif, yaitu mengelola administasi, keuangan dan organisasi itu sendiri. Selain itu Mahkamah Agung mempunyai fungsi lain yang diatur oleh UU tersendiri, seperti menetapkan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum), pengawas Partai Politik (UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik), menyelesaikan perselisihan antar daerah dalam konteks otonomi (UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dan lain sebagainya. Makalah ini akan membahas salah satu fungsi Mahkamah Agung yang berkaitan dengan fungsi menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU (Judicial review) dalam rangka memenuhi permintaan Kepala Pusdiklat Teknis Peradilan Mahkamah Agung RI untuk pelaksanaan Diklat Calon Hakim Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan TUN tahun anggaran 2006, 2. Pengertian dan Ruang Lingkup Judicial Review atau Hak Uji Materiil (disingkat HUM) pada prinsipnya adalah suatu hak atau kewenangan yang dimiliki oleh lembaga Yudikatif untuk melakukan pengujian mengenai sah atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih tinggi. Hak uji materiil di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: 1. Hak uji materiil atas Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi (vide: UUD 1945 Amandemen ke-3 Pasal 24 C ayat I Jo. UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 10 ayat I huruf a); 2. Hak Uji Materiil terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah atau di bawah Undang-Undang (seperti: Peraturan Pemerintah, Kepufusan Presiden, Peraturan Daerah, dll.) terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung (vide: UUD 1945 Amandemen ke-3 Pasal

24 Ayat 1 Jo. UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 tahun 2004 Pasal 31, Jo. Peraturan Mahkamah Agung / PERMA No. 1 tahun 1993 sebagaimana telah diubah dengan PERMA No. 1 tahun l999, terakhir dengan PERMA No. 1 tahun 2004). Menurut PERMA No. I tahun 2004 pasal I ayat (1), yang dimaksud dengan hak uji materiil adalah hak mahkamah agung untuk menilai materi muatan peraturan perundang-undangan dibawah Undang- Undang terhadap peraturan perandang-undangan yang lebih tinggi Hak uji materiil jenis kedua ini yang akan dibahas dalam makalah ini. 3. Subyek dan Obyek Permohonan Hak Uii Materiil Menurut PERMA No. 1 tahun 2004, disebutkan tentang siapa-siapa yang dapat menjadi Pemohon dan Termohon HUM, yaitu: a. Pemohon keberatan HUM adalah kelompok masyarakat atau perorangan yang mengajukan permohonan keberatan kepada Mahkamah Agung atas berlakunya suatu peraturan perundangundangan yang tingkatannya lebih rendah dari undang-undang (pasal 1 ayat 4). Mengenai kriteria atau syarat-syarat pemohon ternyata tidak ditentukan lebih lanjut, misalnya apakah pemohon dari kelompok masyarakat harus berbadan hukum (seperti hanya legal standing) atau tidak perlu berbadan hukum, serta tidak ditentukan apakah pemohon harus mempunyai kepentingan yang dirugikan atau tidak dengan obyek sengketa yang dimohon. Dari beberapa Putusan Mahkamah Agung mengenai HUM, ternyata pemohon dari kelompok masyarakat tidak perluhanrs organisasi yang berbadan hukum, seperti contohnya Putusan MA tanggal 23 2001 No. 03 P/HUM/2000, tentang permohonan uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) yang diajukan oleh Indra sahnun Lubis, dkk. (para advokat/pengacara), serta Putusan MA tanggal 9 September 2002 No. 05.G/HUM/l2001 tentang

permohonan uji materiil terhadap PP No. 110 tahun 2000 tentang kedudukan keuangan DPRD, yang diajukan oleh Drs.Ec.H. Arwan Karsi MK, Ms., dkk di mana para pemohon adalah menjabat selaku Ketua dan para Wakil Ketua DPRD Propinsi Sumatera Barat; b. Termohon adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 ayat 5), seperti Presiden untuk Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah, Kepala Daerah dan DPRD untuk Perda, dll. Sedangkan yang menjadi obyek permohonan HUM adalah peraturan perundang-undangan, yakni kaidah hukum tertulis yang mengikat umum di bawah undang-undang (pasal 1 ayat 2). Yang dimaksud mengikat umum di adalah bukan bersifat individual, karena peraturan (keputusan) yang bersifat individual ini bukan merupakan kompetensi HUM oleh Mahkamah Agung, melainkan termasuk kompetensi Peradilan TUN. 4. Alasan Permohonan Hak Uji Materiil Alasan yang dapat digunakan untuk permohonan HUM ada dua macam, yaitu: 1. materi muatan, ayat, pasal dan/atau bagian dari peraturan perundang undangan yang dimohonkan HUM dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi; 2. pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, seperti asas-asas perundang-undangan yang dimuat dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 5. Prosedur Pengajuan Permohonan Hak Uji Materiil Permohonan HUM terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah atau di bawah undang-undang dapat diajukan dengan membuat permohonan tertulis yang menyebutkan alasan-alasan sebagai dasar keberatan dan ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya,

serta membayar biaya permohonan yang besarnya sudah ditentukan dalam peraturan tersendiri. Tenggang waktu pengajuan permohonan adatatr 180 (seratus delapan puluh) hari sejak ditetapkannya peraturan perundangundangan yang bersangkutan. Adapun permohonan HUM dapat diajukan dengan dua cara yaitu: a. Diajukan langsung ke Mahkamah Agung (MA) - Dalam hal pennnohonan keberatan diajukan langsung ke MA, didaftarkan ke kepaniteraan MA dan dibukukan datam buku register tersendiri dengan menggunakan kode/nomor "... P/HUM/Th -----"; - Panitera MA setelah memeriksa kelengkapan berkas, mengirim salinan permohonan tersebut kepada Termohon setelah terpenuhi kelengkapan berkasnya; - Termohon wajib mengirimkan/menyerahkan jawabannya kepada Panitera MA dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya salinan permohonan tersebut; - Ketua Muda Bidang Tata Usaha Negara atas nama Ketua MA menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa dan memutus permohonan keberatan tentang HUM tersebut; - Majelis Hakim Agung memeriksa dan memutus permohonan keberatan tentang HUM tersebut dengan menerapkan ketentuan hukum yang berlaku bagi perkara permohonan dengan waktu yang sesingkat singkatnya, sesuai dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. b. Diajukan Melalui Pengadilan Negeri / PTUN Setempat - Bahwa permohonan HUM selain dapat diajukan langsung ke Mahkamah Agung, menurut PERMA Nomor 1 tahun 1993 dapat diajukan melalui "Pengadilan Tingkat Pertama", sedangkan menurut PERMA Nomor 1 tahun 2004 (pasal 2 ayat 1 huruf b) dapat diajukan melalui Pengadilan Negeri" yang membawahi wilayah hukum tempat kedudukan pemohon (dalam Surat Pengantar PERMA No. 1 tahun 2004, tertanggal 29 Maret 2004 No.

MA/KUMDIL/30/III/K/2004 diteruskan kepada Ketua Pengadilan Tinggi (umum) dan ketua PTTUN serta Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua PTUN di seluruh Indonesia). Dalam prakteknya, permohonan HUM dapat diajukan baik melalui Pengadilan Negeri maupun PTUN yang wilayah hukumnya meliputi kedudukan pemohon; - Dalam hal permohonan keberatan diajukan melalui PN/PTUN, didaftarkan pada kepaniteraan PN/PTUN dan dibukukan dalam buku register tersendiri dengan menggunakan kode / nomor:..., P/HUM/Th.../PN atau PTUN..., dengan membayar biaya permohonan dan diberikan tanda terima; - Panitera PN/PTUN setelah memeriksa kelengkapan berkas, mengirimkan permohonan keberatan HUM kepada MA pada hari berikutnya setelah pendaftaran (dan proses selanjutnya ditangani oleh MA). 6. Putusan HUM dan Pelaksanaannya - Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan keberatan itu beralasan, yaitu karena peraturan perundang-undangan yang dimohonkan HUM tersebut bertentangan dengan uu atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka permohonan HUM tersebut dapat dikabulkan dengan menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dimohonkan HUM tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk umum, serta memerintahkan kepada instansi yang bersangkutan segera mencabutnya; - Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan HUM tidak beralasan, maka permohonan itu ditolak; - Pemberitahuan isi putusan beserta salinan Putusan MA dikirimkan dengan surat tercatat kepada para pihak, atau dalam hal permohonan diajukan melalui PN/PTUN, maka penyerahan/pengiriman salinan putusan melalui PN/PTUN yang bersangkutan;

- Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Putusan diucapkan Panitera MA mencantumkan petikan Putusan dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya Negara; - Dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah Putusan MA dikirim kepada Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut ternyata tidak dilaksanakan, maka peraturan perundang-undangan yang bersangkutan demi hukum tidak mempunyai kekuatan hukum lagi; - Terhadap Putusan HUlvI, tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK). 7. Contoh-contoh Putusan tentang Uji Materiil Beberapa contoh Putusan Mahkamah Agung RI tentang uji materiil terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dapat dikemukakan di sini antara lain sebagai berikut: 1. Putusan Mahkamah Agung RI (MARI) tanggal 23 Maret 2001 No. 03 P/HUM/2000, tentang permohonan uji materiil yang diajukan oleh para pemohon: Indra Sahnun Lubis, S.H., dkk. terhadap Termohon: Pemerintah Presiden Rl terhadap Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Putusan ini mengabulkan permohonan para Pemohon dan menyatakan bahwa PP No. 19 tahun 2000 tidak sah dan tidak berlaku untuk umum, dengan pertimbangan hukum yang intinya menyatakan bahwa meskipun dari aspek sosiologis PP No. 19 tahun 2000 kemungkinan dapat diterima karena doelmatigheid-nya sesuai dengan aspirasi masyarakat, namun dari aspek yuridis (rechtmatigheid) dan filosofis PP tersebut sebagai secondary rule telah bertentangan atau mengesampingkan ketentuan primary rule, yaitu UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 2. Putusan MARI tanggal 31 Juli 2001 No. 08 P/HUM/2001 tentang permohonan uji materiil yang diajukan oleh para pemohon: Persatuan Purnawirawan Polri, terhadap Termohon: Presiden RI, dengan obyek

gugatan berupa: 1). Keppres No. 40 tahun 2001 tentang Pengangkatan Komjen Polisi Drs. Chaeruddin Ismail menjadi Wakil Kapolri; 2). Keppres No. 41 tahun 2001 tentang penonaktifan Jend. Pol. Drs Soerojo Bimantoro dari jabatan Kapolri serta pelimpahan tugas dan tanggung jawab Kapolri kepada Wakapolri; 3). Keppres No. 77 ahun 2001 tentang Perubahan atas Keppres No. 54 tahun 2001 tentang organisasi dan tata kerja Polri yang mengadakan kembali jabatan Wakil Kapolri; 4). Keppres No. 49 tahun 2001 tentang Pencabutan Penonaktifan/Pemberhentian dengan hormat Jend. Pol. Drs. Soerojo Bimantoro sebagai Kapolri. Putusan ini mengabulkan permohonan untuk sebagian, yaitu hanya menyatakan tidak sah dan tidak berlaku Keppres No. 77 tahun 2001, dengan pertimbangan hukum yang intinya sebagai berikut: - bahwa tentang Keppres No. 40 tahun 2001, No 41 tahun 2001 dan No. 49 tahun 2001 meskipun MA berpendapat bahwa Keppres- Keppres tersebut bertentangan dengan hukum dan ALJPB, namun karena bentuk dan isinya berupa Keputusan TUN (kongkrit, individual dan final), maka bukan kewenangan uji materiil oleh MA melainkan wewenang peradilan TUN. Sedangkan Keppres No. 77 tahun 2001 adalah bersifat umum (regelend), tidak bersifat individual, maka termasuk wewenang uji materiil oleh Mahkamah Agung; - bahwa terbitnya Keppres No. 77 tahun 2001 untuk mengubah Keppres No. 54/Polri/2001 mengandung niat penyalahgunaan wewenang oleh Presiden, karena bukan bertujuan untuk kepentingan organisasi Polri melainkan untuk melegitimasikan Kepres No. 40 tahun 2001 dan Keppres No. 41 tahun 2001 sehingga bertentangan dengan asas fairness dalam AUPB. 3. Putusan MARI tanggal 7 Pebruari 2002 No. 03 P/HUM/2001 tentang permohonan hak uji materiil yang diajukan oleh para pemohon: Himpunan Sarang Burung Walet Kalimanan Timur, dengan Termohon: Pemda/Bupati Berau, terhadap Perda Kabupaten Berau No. 2 tahun 2001 tentang Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet.

Pemohon mendalilkan bahwa Perda tenebut bertentangan dengan PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom, di mana kewenangan pemberian ijin pengelolaan burung walet (collocalia) selama ini ada pada Diren Perlindungan Hutan dan Konservasi Dephut, yang beralih pada Kabupten/Kota. Namun Perda Kabupaten Berau No. 2 tahun 2001 menyatakan bahwa segala ketentuan tentang penguasaan dan pengelolaan Goa Sarang Burung Walet yang bertentangan dengan Perda tersebut dinyatakan tidak berlaku. Permohonan ini dikabulkan dengan menyatakan bahwa Perda tersebut tidak sah dan tidak berlaku untuk umum. 4. Putusan MARI tanggal 7 Maret 2002 No. 07/P/HUM/2001 tentang permohonan uji materiil yang diajukan oleh para Pemohon: Ir. Djamaluddin Suryohadikusumo, dkk., terhadap Termohon: Pemerintah R[, terhadap PP No. 14 tahun 2001 tentang Pengalihan Bentuk PERUM PERHUTANI menjadi PERSERO. Permohonan ini dikabulkan dengan menyatakan PP No. 14 tahun 2001 tidak sah dan tidak berlaku, dengan pertimbangan karena substansi/materi PP No. 14 tahun 2001 bertentangan dengan materi UU No. 9 tahun 1969 tentang Penetapan Perpu No. I tahun 1069 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi UU, yaitu pada bentuk PERUM adalah melaksanakan tugas publik di samping mendapatkan keuntungan, sedangkan PERSERO melaksanakan tugas privat dan memupuk keuntungan. 5. Putusan MARI tanggal 9 septemb 2002 No. 05.G/HUM/2001 tentang permohonan uji materiil yang diajukan Para Pemohon Drs.Ec.H. Arwan Karsi MK, Ms dkk. (Ketua dan para wakil Ketua DPRD Propinsi sumatera Barat), terhadap PP No. 110 tahun 2000 tentang kedudukan keuangan DPRD. Para Pemohon mendalilkan batrwa PP tenebut bertentangan dengan UU No. 4 tahun 1999 tentang Susduk MPR, DPR, DPRD pasal 34 ayat(2), (3), (5) serta UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah

Daerah, Pasal 19 dan 2l yang mengatur tentang penentuan anggaran DPRD adalah merupakan wewenang DPRD yang bersangkutan, bukan diatur dengan PP. Permohonan ini dikabulkan dengan menyatakan batal PP No. 110 tahun 2000. 8. PENUTUP - Hak uji Materiil adalah hak atau kewenangan yang dimiliki oleh lembaga yudikatif untuk melakukan pengujian mengenai sah atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundangundangan yang tingkatnya lebih tinggi. - Hak Uji Materiil ada dua: 1. Hak Uji Materiil UU terhadap UUD menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi; 2. Hak uji Materiil terhadap peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang menjadi wewenang Mahkamah Agung. - Dasar hukum hak uji materiil: * Tap MPR RI No. III/MPR/1978. * UU No. 5 tahun 2004 tentang Perubahan atas uu No. 14 tahun l985 tentang Mahkamah Agung. * Perma No. 1 tahun 2004.

BAHAN BACAAN 1. Mohammad Fajrul Fallaakh, S.H., M.A. Mahkamah Agung dan Judicial Review dalam cita Bernegara, Varia Peradilan No. 95 tahun 1993. 2. Mahkamah Agung RI. Himpunan putusan Hak Uji Materiil Mahkamah Agung RI. Jakarta, 2002. 3. Jan Bowe. The Legal system. The Macqurie, New south wales, 1987 4. UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. 5. UU No. 5 tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 14 ahun 1985 tentang Mahkamah Agung. 6. PERMA No. 1 tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil.