HUBUNGAN ANTARA KESESAKAN DAN COPING STRESS DENGAN PERILAKU AGRESI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B TENGGARONG

dokumen-dokumen yang mirip
Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa

IJIP 8 (1) (2016) INTUISI JURNAL PSIKOLOGI ILMIAH.

Prosiding Psikologi ISSN:

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, Oktober 2014 ISSN

Prosiding Psikologi ISSN:

HUBUNGAN ANTARA FLEKSIBILITAS KOGNITIF DENGAN PROBLEM FOCUSED COPING PADA MAHASISWA FAST-TRACK UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN INTENSI PERILAKU SEKSUAL PADA SMP NEGERI X

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012

JURNAL HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS VII SMP PGRI 1 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2016/2017

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA REMAJA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN LAPAS ANAK KELAS II A KUTOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

Rizki Ramadhani. Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Intisari

BAB III METODE PENELITIAN. korelasioanal berganda ( Multiple Corelation) yang menunjukkan arah dan

FOCUSED. Memperoleh SKRIPSI. Disusun oleh: Mutiara Nandini M2A SEMARANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

AGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL DITINJAU DARI TEMPAT TINGGAL (Studi pada Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren dan yang Tinggal bersama Orang Tua)

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG PELAJARAN KIMIA DENGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA NEGERI 9 PEKANBARU

Perfeksionisme dan Strategi Coping: Studi pada Mahasiswa Tingkat Akhir

BAB II LANDASAN TEORITIS

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA PETUGAS SECURITY. Oleh: SUPARJO ABSTRAK

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN BULLYING PADA SISWA SMK MUHAMMADIYAH KUDUS. Herlin Eviani, Jati Ariati *

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PERILAKU PRO-SOSIAL PADA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 2 GONDANGREJO TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab 5. Simpulan, Diskusi dan Saran

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA USIA TAHUN DI RW 08 KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi ganda. Penelitian korelasi

PERILAKU AGRESI REMAJA LAKI-LAKI TAHUN YANG MENGALAMI ADIKSI DAN TIDAK MENGALAMI ADIKSI ONLINE GAME VIOLENCE MUHAMMAD IRHAM RAMADHAN ABSTRAK

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan metode try out terpakai, sehingga data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

Bab 3. Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

ANALISIS PENGARUH MOTIVASI KERJA, LINGKUNGAN KERJA, DAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI KASUS PADA SPBU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A

Mahasiswa S-1 Prodi Keperawatan, STIKes CHMK, Kupang Jurusan DIII Keperawatan, Poltekes Kemenkes Kupang, Kupang c

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Mata Kuliah : Psikologi Sosial II

HIDUP DI KOTA SEMAKIN SULIT:

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

RINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak

PENGARUH PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK TERHADAP KECENDERUNGAN SOMATISASI DI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI SMA TARUNA NUSANTARA

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN RESILIENSI PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA WANITA SEMARANG

BAB IV HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN STRES BELAJAR DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

IJEEM: Indonesian Journal of Environmental Education and Management, Volume 2 Nomor 1 Januari 2017

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN COPING STRESS PADA SISWA AKSELERASI NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN

oleh: niken kusdayanti fakultas ekonomi, universitas negeri yogyakarta Pembimbing: Tejo Nurseto, M.Pd.

Dian Ayu Kusumawardani, Tri Puji Astuti* Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOUR ON SMA N 7 SEMARANGSTUDENTS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subjek dalam penelitian ini adalah pengendara motor berusia tahun

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER JARINGAN 1 SMK NEGERI 1 WONOSEGORO TAHUN PELAJARAN 2015/2016

DUKUNGAN DOSEN DAN TEMAN SEBAYA DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB III METODE PENELITIAN. Obyek Penelitian ini adalah sense of humor dan penyesuaian diri pada remaja

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN GADGET

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DENGAN PERILAKU MENCONTEK PADA SISWA KELAS IV DAN V SD NEGERI BADRAN NO. 123 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

PENGARUH LINKUNGAN KERJA DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP STRES KERJA GURU DI KECAMATAN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Raya Kembangan No.2 Jakarta Barat Blok B Lt.13.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS X UPTD SMAN 1 MOJO KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Witan Faestri, Agustina Sri Purnami Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. *Korespondensi:

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG

UNION: Jurnal Pendidikan Matematika Vol 3 No 1, Maret 2015

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP PASIEN PENYAKIT JIWA DENGAN PERILAKU AGRESIF PERAWAT PASIEN PENYAKIT JIWA

Transkripsi:

PSIKOBORNEO, 2020, 8 (2) : 365-378 ISSN 2477-2674 (online), ISSN 2477-2666 (cetak), ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2020 HUBUNGAN ANTARA KESESAKAN DAN COPING STRESS DENGAN PERILAKU AGRESI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B TENGGARONG Muhamad Fadhol Tamimy 1 Abstract This research aims to know whether there is a relations between crowding and coping stress with the behavior of prisoner's aggression. The sample used in this research was 90 prisoners of correctional institution class II B Tenggarong. The data of this research were collected by crowding scale, coping stress scale and the scale of prisoner aggression behavior with a model of Likert scale and the data collected were analyzed by regression tests. The results of this research indicate that there is a relation between crowding and coping stress with the behavior of prisoner in correctional institutions with a calculated F value = 8.967 (F arithmetic> F table = 3.10), R2 = 0.171, and p = 0.000 (0.000> 0.05). In addition, the results of the stepwised regression analysis revealed that there was a significant and positive relations between crowding and aggression behavior with a beta value = 0.420, t = 4.117 (t arithmetic> t table = 1.987), and p = 0.000 (p <0.05). This indicates that the higher crowding in correctional institution the higher the prisoner's aggression level, conversely the lower the coping of prisoner's stress, the higher the prisoner's aggression behavior. Keywords: crowding, coping stres, prisoner s aggression behaviour Pendahuluan Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat pembinaan bagi masyarakat yang sedang menjalani hukuman. Masyarakat yang sedang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan disebut sebagai narapidana. Seorang narapidana yang ditampung di lembaga pemasyarakatan ditampung untuk dibina hingga kelak ia dapat menyelesaikan masa hukumannya dan kembali kepada masyarakat setelahnya. Dalam rangka pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan, keamanan dan ketertiban adalah hal yang sangat penting guna tercapainya pembinaan yang baik dan maksimal. Menurut Ningrum (2014) urgensi pengaturan keamanan lembaga pemasyarakatan ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas lembaga pemasyarakatan agar bimbingan dan pembinaan 1 Mahasiswa Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email: tamimyf@yahoo.com

PSIKOBORNEO, Volume 8, Nomor 2, 2020 : 365-378 dapat berjalan dengan baik hingga narapidana dapat menyadari kesalahan yang telah diperbuat hingga dapat memperbaiki dan diterima kembali di masyarakat saat bebas nanti. Namun kondisi lembaga pemasyarkatan yang penuh sesak membuat pola pembinaan menjadi tidak maksimal. Penuh sesak di lembaga pemasyarakatan juga membuat gangguan keamanan dan ketertiban muncul. Kondisi penuh sesak dalam lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara memunculkan potensi kerusuhan di dalamnya. Pada tahun 2019 saja telah terjadi 3 kerusuhan diantaranya adalah Rumah tahanan (Rutan) kelas II b siak Sri Indrapura di kabupaten siak mengalami kerusuhan yang membuat terbakarnya sebagian bangunan Rutan tersebut pada sabtu 11 Mei 2019. Kerusuhan yang teradi tak hanya merugikan negara, namun juga membuat gangguan keamanan dan ketertiban di dalam maupun sekitar lembaga pemasyarakatan muncul. Kelebihan muatan membuat lembaga pemasyarakatan akhirnya menghadapi permasalahan keamanan dan ketertiban. Seperti yang dijelaskan oleh Sunarko dkk (2014) Kepadatan yang tinggi dapat menyebabkan emosi negatif seperti rasa sesak, sehingga strategi untuk menanggulangi masalah tersebut harus digunakan, salah satunya adalah dengan menyerang dan melumpuhkan seseorang agar ia dapat keluar atau terbebas dari kondisi padat yang ia rasakan. Hal ini menunjukan setiap orang yang berada dalam kondisi padat beresiko melakukan agresi, tidak terkecuali narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan. Pertengkaran adu fisik, saling mencemooh, mengancam untuk mendapatkan sumber daya seperti air, dan makanan adalah hal yang kerap terjadi di lembaga pemasyarakatan. Seperti pendapat yang di ungkapkan oleh Dunkin (1995) dalam prespektif agresi sosio-biologi dimana ia menganggap bahwa seseorang dapat bertindak agresif ketika dirinya merasa tidak nyaman dalam suatu kondisi, dan munculnya kompetisi terhadap sumber daya penting yang terbatas. Lebih lanjut dalam penelitian yang dilakukan oleh Franklin dkk (2006) dalam penelitian yang berjudul Examining The Empirical Relationship Between Prison Crowding and Inmate Misconduct: A Meta-Analysis of Conflicting Research Results dengan menggunakan sampel penelitian empiris yang berasal dari berbagai sumber literature elektronik secara mendalam dan menggunakan database seperti proquest direct, artikel utama, dan referensi dari NCJRS (Nastional Criminal Justice Reference Service) menemukan bahwa kerumunan manusia yang berada di dalam penjara mempengaruhi munculnya perilaku agresi antar narapidana. Menurut Gifford (dalam Sunarko, dkk. 2014) Keadaan lingkungan yang padat sesak pada akhirnya menimbulkan munculnya rasa frustasi dan kemarahan yang membentuk perilaku agresi pada diri seseorang. Kesesakan menurut Holahan (dalam Cholidah dkk, 1996) disebut dengan crowding (Kesesakan) yang muncul apabila individu berada dalam posisi terkungkung akibat persepsi subjektif keterbatasan ruang, karena dibatasi oleh sistem konstruksi bangunan dan atau terlalu banyaknya orang lain di sekelilingnya dan 366

Hubungan Antara Kesesakan dan Coping Stress Dengan Perilaku Agresi... (Fadhol) menyebabkan munculnya stimulus yang tidak diinginkan sehingga dapat mengurangi kebebasan masing-masing individu dan memunculkan stresor. Respon stres individu terhadap stres lingkungan dapat ditunjukan dari kondisi kognitif, fisiologisnya, afektif serta perilakunya dan secara fisiologis respon stres dapat ditunjukkan oleh individu misalnya ketegangan otot yang dirasa, kondisi imunitas yang rendah. Sedangkan respon stres secara perilaku akan tampak dalam kecendrungannya berperilaku agresi, mudah tersinggung menarik diri dari lingkungan dan jika di lihat secara afektif ditampakkan dalam bentuk kemarahan, rasa bersalah dan rasa takut (Sholichatun, 2011) Menurut Doelhadi (dalam Agnesia dkk, 2014) selama berada di lapas, ruang gerak narapidana dibatasi dan mereka terisolasi dari masyarakat. Keadaan ini dapat menjadi stresor yang menyebabkan munculnya stres pada narapidana. Stres yang muncul pada akhirnya membuat munculnya upaya untuk melakukan reaksi terhadap stres yang di alaminya. Menurut lazarus dan folkman (dalam Sarafino, 2008) proses seorang individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan tersebut disebut dengan coping stres. Menurut penelitian yang telah di lakukan oleh Aday (1994) dalam penelitian berjudul Aging in Prison: A Case Study of New Elderly Offenders pada sejumlah narapidana menemukan bahwa sebagian narapidana menggunakan emotional focus coping untuk menghindarkan diri dari kondisi yang menekan di dalam penjara. Dan hal-hal yang di lakukan oleh sebagian besar naraidana pria untuk keluar dari sumber stres tersebut adalah dengan melibatkan diri dari aktivitas keagamaan, penyangkalan problem, serta mencari bantuan pada narapidana lain. Penelitian di atas memperlihatkan bahwa coping stres digunakan oleh narapidana dalam penjara untuk menghindrakan diri dari sumber stres yang menekan di dalam penjara. Tinjauan Pustaka Perilaku Agresi Berkowitz (dalam Feldman, 2008) mendifinisikan perilaku agresi sebagai sebuah tindakan untuk melukai yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang kepada orang lain yang sejatinya disengaja. Rahman (2013) agresi sering diartikan sebagai sebuah perilaku yang di maksudkan untuk menyakiti dan melukai orang lain baik itu secara fisik maupun psikis. Lebih lanjut menurut Sarwono (2010) menjelaskan bahwa agresi identik dengan kegiatan yang dilakukan dalam bentuk tindakan menyerang dengan sengaja untuk melumpuhkan dan menyakiti orang lain. Perilaku agresi juga didefinisikan sebagai suatu luapan emosi yang disebabkan oleh kegagalan yang dialami dengan cara mengekspresikannya lewat kata kata maupun perilaku. Perilaku tersebut berbentuk seperti melawan lewat cara berkelahi, menyerang, melukai, membunuh, ataupun menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi merupakan sebuah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain (Susantyo, 2011). 367

PSIKOBORNEO, Volume 8, Nomor 2, 2020 : 365-378 Perilaku agresi dilakukan berdasarkan pengalaman dan juga adanya suatu rangsangan situasi tertentu yang menyebabkan seseorang dapat melakukan tindakan agresif (Hall dan Lindzey, 1993). Pengertian agresi juga dihubungkan dengan tingkah laku secara fisik maupun verbal yang dilakukan untuk melukai orang lain (Myers, 2012). Sedangkan menurut Buss dan Perry (1992) perilaku agresi dilakukan dengan niat untuk menyakiti orang lain untuk mendapatkan tujuan yang ingin dicapai. Definisi dari perilaku agresi disajikan menurut fokusnya ke dalam 3 aspek yaitu akibat yang merugikan atau menyakitkan, niat, dan juga harapan bahwa tindakan tersebut akan dapat menghasilakan sesuatu (Krahe, 2005). Adapun aspek-aspek perilaku agresi menurut Buss dan Perry (1992) diantaranya yaitu agresi fisik, verbal, amarah (anger), dan rasa permusuhan. Kesesakan Kesesakan (crowding) menurut Kaya dan Weber (2003) adalah sebuah subjektivitas seorang individu tentang pengalaman psikologis yang memiliki hubungan dengan perasaan kurangnya control atas lingkungan fisiknya. Kesesakan dikatakan muncul saat lingkungan sosial dan juga fisik memiliki batasan dimana kondisi tersebut tak mendukung adanya intimacy dalam melaksanakan aktifitas yang penting pada tingkatan personal. Gifford (1987) mendefinisikan crowding sebagai sebuah perasaan subjektif akan terlalu banyaknya seseorang di sekitar individu. Arza (2002) menyatakan bahwa crowding atau kesesakan adalah kondisi dari stres psikologis yang disertai dengan perasaan kepadatan ruangan tinggi. Kesesakan menurut Sarwono (2010) kesesakan (crowding) adalah persepsi terhadap kepadatan dalam artian jumlah manusia, dank arena kesesakan adalah persepsi maka sifatnya subjektif dan salah satu penyebab dari munculnya kesesakan adalah kepadatan. Menurut Ahmet (dalam Maimunah dan Hariyadi, 2016) crowding adalah keadaan berdasarkan pengalaman negative yang terkait dengan aspek spasial lingkungan. Menurut Sunarko dkk (2014) kesesakan adalah keadaan psikologis yang bersifat subjektif yang dialami oleh individu yang didasari oleh perasaan terlalu sedikitnya ruangan yang tersedia dan adanya gangguan maupun hambatan tertentu di dalam interaksi sosial atau dalam usahanya mencapai sebuah tujuan. Sears dan Peplau (2004) mengungkapkan bahwa kesesakan adalah sebuah perasaan sempit dan tak memiliki cukup ruang yang sifatnya subjektif atau perasaan sesak yang dalam keadaan psikologis menekan dan tidak menyenangkan, yang dikaitkan dengan keinginan untuk mendapatkan ruang daripada yang telah di peroleh. Menurut Loo (1975) keadaan harmoni antara kebutuhan seseorang dan lingkungannya akan menghasilkan uncrowdedness. Sebaliknya, kurangnya keharmonisan antara kebutuhan individu dan lingkungannya akan mengakibatkan efek negatif yang terbentuk dalam bentuk undercrowding atau crowding, dan juga mengarah pada respon manusia dalam bentuk crowding stres. Dua jenis crowding 368

Hubungan Antara Kesesakan dan Coping Stress Dengan Perilaku Agresi... (Fadhol) (kesesakan) tersebut dapat dibedakan menjadi social crowding stres dan spatial crowding stres. Sejalan dengan hal tersebut Eroglu dkk (dalam Yildrim dan Alkalin, 2007) mendefinisikan bahwa kesesakan adalah kondisi yang dirasakan oleh seseorang yang diakibatkan oleh jumlah manusia dan spasial ruangan atau lingkungan yang menyertainya. Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kesesakan (crowding) adalah perasaan sesak ruangan yang dirasakan oleh individu yang membuat munculnya hambatan dalam berinteraksi hingga akhirnya menyebabkan terjadinya stres. Lebih lanjut Eroglu dkk (dalam Yildrim dan Alkalin, 2007) menjelaskan bahwa terdapat dua aspek dari kesesakan. Kedua aspek tersebut diantaranya yaitu spasial dan manusia. Coping Stres Menurut Wade dan Tavris coping stres adalah usaha aktif yang dilakukan untuk mengatasi tuntutan ataupun hambatan yang membuat diri stres. Lebih lanjut menurut Lazarus dan Folkman mengatakan bahwa keadaan stres yang dialami seseorang akan menimbulkan efek yang kurang menguntungkan baik secara fisiologis ataupun psikologis. Individu tidak akan membiarkan efek negatif tersebut terus terjadi, ia akan melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Tindakan yang diambil tersebut dinamakan dengan coping stres (Wade dan Tavris, 2009). Menurut Lazarus (dalam Taylor, 2006) mendefinisikan coping stres sebagai suatu proses dimana individu akan berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat masalah yang sedang dihadapi dengan cara melakukan perubahan kognitif ataupun perilaku untuk memperoleh rasa aman di dalam dirinya. Menurut Nevid dkk (2005) mendefinisikan coping stres sebagai sebuah cara menghadapi masalah dan suatu kemampuan dalam mengatasi stres. Kemampuan untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara untuk menangani situasi yang mengandung tekanan tersebut sesuai dengan yang di ungkapkan oleh Mu tadin (dalam Zahra dan Kawuryan, 2015) dimana coping stres adalah cara individu untuk menangani situasi yang mengandung tekanan dan ditentukan oleh sumber daya individu dengan meliputi kesehatan fisik atau energy, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial, dan juga dukungan sosial dan materi. Berdasarkan definisi menurut ahli di atas, maka coping stres dapat di definisikan sebagai sebuah cara atau mekanisme diri yang digunakan oleh individu untuk menangani dan menanggulangi situasi hambatan dalam diri yang menyebabkan terjadinya kondisi stres. Adapun aspek-aspek coping stres menurut Lazarus dan Folkman (dalam Wade dan Tavris, 2009) dibagi menjadi dua yaitu problem focus coping dan emotional focus coping. 369

PSIKOBORNEO, Volume 8, Nomor 2, 2020 : 365-378 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data serta penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II b Tenggarong. Sedangkan pengambilan sampel menggunakan total sampling. Menurut Sugiyono (2015), total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Adapun kriteria sampel dalam penelitian adalah blok lelaki, blok c, kamar 8 dan 9. Sehingga didapatkan total sampel dalam penelitian ini sebesar 90 narapidana. Adapun pengujian dilakukan dengan menggunakan uji try out. Sehingga total sampling dan pengujian skala try out maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60 narapidana untuk uji try out dan 90 narapidana untuk penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat pengukuran atau instrumen. Instrumen penelitian yang digunakan ada tiga yaitu skala agresi, kesesakan dan coping stres dengan menggunakan skala likert. Teknik analisis data yang dilakukan untuk pengolahan data penelitian adalah menggunakan uji analisi korelasi product moment. Hasil Penelitian Individu yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah narapidana lembaga pemasyarakatan kelas IIB Tenggarong. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 90 narapidana. Adapun distribusi sampel penelitian sebagai berikut: 370 Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia No. Usia Jumlah Persentase 1 18-28 tahun 35 38.9 2 29-39 tahun 34 37.8 3 4 40-50 tahun 18 20 51-60 tahun 3 3.3 Jumlah 90 100 Berdasarkan tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa usia subjek penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II b Tenggarong yang menjadi sampel penelitian ini adalah rentang usia 18-28 tahun dengan sampel sebanyak 35 orang dengan presentase sebesar 38.9 persen, rentang usia 29-39 tahun dengan sampel sebanyak 34 orang dan memiliki presentase sebesar 37.8 persen, rentang usia 40-50 tahun dengan sampel sebanyak 18 orang dengan presentase sebesar 20 persen, dan rentang usia 51-60 tahun dengan sampel sebanyak 3 orang atau dengan presentase sebesar 3.3 persen. Berdasarkan hasil uji asumsi normalitas sebaran terhadap variabel agresi menghasilkan nilai Z = 0.078 dan p = 0.200 (p < 0.05). Hasil uji berdasarkan

Hubungan Antara Kesesakan dan Coping Stress Dengan Perilaku Agresi... (Fadhol) kaidah menunjukkan sebaran butir-butir Perilaku keselamatan adalah normal. Hasil uji asumsi normalitas sebaran terhadap variabel kesesakan menghasilkan nilai Z = 0.078 dan p = 0.200 (p < 0.05). Hasil uji berdasarkan kaidah menunjukkan sebaran butir-butir kompensasi adalah normal. Hasil uji asumsi normalitas sebaran terhadap variabel coping stres menghasilkan nilai Z = 0.120 dan p = 0.200 (p > 0.05). Hasil uji berdasarkan kaidah menunjukkan sebaran butir-butir beban kerja adalah normal. Pada hasil uji asumsi linearitas antara variabel kesesakan dengan agresi menunjukkan nilai F hitung < F tabel yang artinya hubungan antara kesesakan dengan agresi yang mempunyai nilai deviant from linearity F = 1.426 dan P = 0.131 > 0.050 yang berarti hubungannya dinyatakan linear. Hasil uji asumsi linearitas antara variabel coping stres dengan agresi menunjukkan nilai F hitung < F tabel yang artinya hubungan antara perilaku keselamatan dengan beban kerja yang mempunyai nilai deviant from linearity F = 1.498 dan p 0.097 > 0.050 yang berarti hubungannya dinyatakan linear. Berdasarkan hasil uji multikolinearitas, diketahui bahwa hasil uji multikolinearitas antar variabel bebas (kesesakan dan coping stres) terhadap variabel terikat (Agresi) menghasilkan nilai yang sama yaitu VIF sebesar 1.000 masih di sekitar angka 1 dan memiliki tolerance sebesar 0.900 mendekati angka 1. Hal ini menunjukkan bahwa dalam regresi antara kesesakan dan coping stres terhadap Agresi tidak terjadi multikolinearitas antara variabel bebas. Hasil uji homoskedastisitas didapatkan hasil bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas model regresi dalam penelitian ini, karena seluruh nilai signifikansi yang diperoleh dari pengujian dengan metode Glejser diperoleh nilai lebih dari 0.05 terhadap absolute residual (Abs_Res) secara parsial dan nilai T hitung < T tabel, sehingga variabel independen layak digunakan untuk memprediksi variabel dependen yang ada. Hipotesis dalam penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh antara kesesakan dan copig stres dengan perilaku agresi narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II B Tenggarong. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis korelasi product moment. Berdasarkan hasil uji regresi model penuh, didabatkan hasil F hitung > F tabel yang artinya bahwa kesesakan dan coping stress terhadap perilaku agresi memiliki hubungan signifikan dengan nilai F = 8.967, R 2 = 0.171, dan P = 0.000 (0.000 > 0.05). Berdasarkan data tersebut artinya hipotesis mayor dalam penelitian ini diterima. Berdasarkan hasil analisis model bertahap, dapat diketahui bahwa T hitung > T tabel yang artinya terdapat hubungan antara kesesakan dengan perilaku agresi nilai beta = 0.420, T = 4.117 (T hitung > T tabel = 1.987), dan P = 0.000 (P < 0.05). Kemudian pada coping stress dengan perilaku agresi menunjukkan T hitung > T tabel yang artinya terdapat hubungan negatif dimana nilai beta = -.0219, T = -2.145 (T hitung > T tabel = 1.987), dan P = 0.035 (P < 0.05). 371

PSIKOBORNEO, Volume 8, Nomor 2, 2020 : 365-378 Pada hasil uji analisis parsial terhadap agresi fisik (Y 1 ) didapatkan hasil bahwa seluruh aspek variabel yang terdiri dari aspek manusia (X 1 ) spasial (X 2 ) problem focus coping (X 3 ) emotional focus coping (X 4 ) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan aspek fisik (Y 1 ). Hasil analisis parsial terhadap agresi verbal (Y 2 ) menghasilkan nilai koefisien beta (β) = 0.301, T hitung 2.683 > T tabel 1.987 dan nilai P = 0.009 (P<0.05) hal ini menunjukan aspek manusia (X 1 ) memiliki hubungan dan signifikan dengan verbal (Y 2 ). Sementara itu spasial (X 2 ) problem focus coping (X 3 ) emotional focus coping (X 4 ) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan verbal (Y 2 ). Pada hasil analisis parsial terhadap Agresi Anger (Y 3 ) didapatkan hasil aspek manusia (X 1 ) dengan aspek angger (Y 3 ) menghasilkan nilai koefisien beta (β) = 0.344, T hitung 3.251 > T tabel 1.987 dan nilai P = 0.002 (P <0.05) hal ini menunjukan aspek manusia (X 1 ) memiliki hubungan dan signifikan dengan aspek angger (Y 3 ). Sementara itu spasial (X 2 ) problem focus coping (X 3 ) emotional focus coping (X 4 ) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan angger (Y 3 ). Dan pada hasil analisis parsial agresi rasa permusuhan (Y 4 ) didapatkan hasil koefisien beta (β) = 0.652, T hitung 2.804 > T tabel 1.987 dan nilai P = 0.006 (P<0.05) hal ini menunjukan aspek problem focused coping (X 3 ) memiliki hubungan dan signifikan dengan aspek rasa permusuhan (Y 4 ). Sedangkan emotional focus coping (X 4 ) dengan aspek rasa permusuhan (Y 4 ) menghasilkan nilai koefisien beta (β) = -0.780, T hitung -3.411 > T tabel 1.987 dan nilai P = 0.001 (P<0.05) hal ini menunjukan emotional focus coping (X 4 ) memiliki hubungan dan signifikan dengan aspek rasa permusuhan (Y 4 ). Sementara itu manusia (X 1 ) dan aspek spasial (X 2 ) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan rasa permusuhan (Y 4 ). Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hubungan antara kesesakan (X 1 ) dan coping stres(x 2 ) terhadap agresi (Y) narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II b Tenggarong menunjukan adanya hubungan yang signifikan. Hal ini dibuktikan dengan hasil nilai F hitung = 8.967, dimana F hitung nilainya lebih besar daripada nilai F tabel = 3.10, dan R 2 = 0.171, dengan nilai Sig (P) = 0.000 (P < 0.05). Artinya dalam penelitian ini hipotesis H 1 diterima dan H 0 ditolak. Adapun nilai kontribusi (R 2 ) kesesakan dan coping stres adalah 0.174, hal ini diartikan bahwa kesesakan dan coping stres sama-sama memberikan kontribusi hubungan terhadap agresi yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II b Tenggarong sebesar 17,1 persen, sedangkan sisanya 82,9 persen kontribusi hubungan ada pada variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hal ini berarti juga dapat diartikan bahwasanya setiap perilaku agresi yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II b Tenggarong memiliki hubungan dengan kesesakan yang terjadi dan juga berpengaruh dengan coping stres yang dimiliki oleh narapidana didalamnya. 372

Hubungan Antara Kesesakan dan Coping Stress Dengan Perilaku Agresi... (Fadhol) Adapun hasil penelitian di atas dimana kontribusi hubungan antara kesesakan, coping stres dengan agresi hanya berkontribusi sebesar 17,1%, sedangkan sisanya 82,9% adalah kontribusi dari variabel lainnya memperlihatkan bahwa hubungan kesesakan dan coping stres hanya berpengaruh kecil terhadap perilaku agresi narapidana di lembaga pemasyarakatan. Artinya munculnya perilaku agresi pada narapidana masih tidak mutlak disebabkan karena kondisi ruangan yang sesak, atau rendahnya coping stres. Bahkan di beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kesesakan di dalam penjara tidak memiliki kontribusi terhadap perilaku agresi narapidana. Penelitian yang dilakukan oleh McGuire (2018) yang berjudul understanding prison violence: a rapid evidence assessment membuktikannya. Penelitian yang berfokus pada transfer karakteristik pribadi pria yang berpotensi melakukan kekerasan di dalam penjara, secara mengejutkan menghasilkan bahwa kesesakan bukan faktor utama munculnya perilaku agresi narapidana pria. Akan tetapi perilaku agresi yang berujung kekerasan muncul disebabkan akibat dari dinamika lingkungan penjara yang buruk seperti aturan yang terlalu mengontrol, tidak adilnya penegakan aturan antar narapidana satu dengan yang lainnya, dan perilaku buruk staf penjara. Penelitian tersebut pada akhirnya juga dapat menjelaskan beberapa uji parsial per aspek kesesakan dengan aspek-aspek agresi itu sendiri. Walaupun begitu peneliti tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada hubungan sama sekali antara kesesakan yang terjadi di penjara dengan perilaku agresi yang muncul pada narapidana karena masih terdapat kontribusi hubungan didalamnya. Begitu juga dengan coping stres yang juga memiliki hubungan dengan perilaku agresi walaupun kecil. Adanya hubungan ini dapat di jelaskan pada penelitian sebelumnya yang telah di lakukan oleh Aday (1994) dalam penelitian berjudul Aging in Prison: A Case Study of New Elderly Offenders pada sejumlah narapidana menemukan bahwa sebagian narapidana menggunakan emotional focus coping untuk menghindarkan diri dari kondisi yang menekan di dalam penjara. Hal-hal yang di lakukan oleh sebagian besar naraidana pria untuk keluar dari sumber stres tersebut adalah dengan melibatkan diri dari aktivitas keagamaan, penyangkalan problem, serta mencari bantuan pada narapidana lain. Penelitian di atas memperlihatkan bahwa coping stres digunakan oleh narapidana dalam penjara untuk menghindrakan diri dari sumber stres yang menekan di dalam penjara. Pada hasil analisis regresi sederhana didapatkan hasil antar variabel X (Kesesakan dan coping stres) berhubungan dengan variabel Y (Agresi). Hasil tersebut memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara variabel kesesakan dengan perilaku agresi dimana T hitung (4.117) lebih besar dari T tabel (1.987) dan P (0,000) lebih kecil daripada koefisien 0,05. Hasil ini memperkuat penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kesesakan di dalam penjara dengan perilaku agresi yang muncul pada narapidana. Dalam penelitian Franklin dkk (2006) dengan judul Examining The Empirical Relationship Between Prison Crowding and Inmate Misconduct: A Meta-Analysis 373

PSIKOBORNEO, Volume 8, Nomor 2, 2020 : 365-378 of Conflicting Research Results menemukan bahwa masalah kesesakan di dalam penjara juga menjadi penyebab terjadinya agresi antar narapidana. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sampel penelitian empiris yang berasal dari berbagai sumber literature elektronik secara mendalam dan menggunakan database seperti proquest direct, artikel utama, dan referensi dari NCJRS (Nastional Criminal Justice Reference Service) menemukan bahwa kerumunan manusia yang berada di dalam penjara mempengaruhi munculnya perilaku agresi antar narapidana. Kesesakan yang terjadi di lembaga pemasyarakatan atau penjara dibagi menjadi dua yaitu kesesakan yang disebabkan karena banyaknya manusia di dalamnya dengan bentuk bangunan atau ruangan yang tidak memadai. Banyaknya manusia menjadi penyebab terbatasnya sumber daya, baik sumber daya udara, air, dan makanan. Dalam perspektif agresi sosio-biologi yang diungkapkan oleh Dunkin (1995) menganggap bahwa seseorang dapat bertindak agresif ketika dirinya merasa tidak nyaman dalam suatu kondisi yang memunculkan kompetisi terhadap sumber daya penting yang terbatas. Kesesakan bentuk spasial ruang penjara yang dijadikan kamar hunian juga memiliki peran penting dalam memicu perilaku agresif narapidana, dimana kondisi ruangan yang sesak membuat ruang gerak mereka menjadi terbatas. Terbatasnya ruang gerak di dalam ruang penjara lembaga pemasyarakatan membuat segala aktifitas termasuk istirahat menjadi terganggu sehingga berpotensi menimbulkan perkelahian antar narapidana. Kondisi ini seperti yang terjadi saat peneliti melakukan wawancara salah satu narapidana U yang sedang menjalani hukuman keamanan dan tata tertib karena berkelahi dengan narapidana lainnya disebabkan karena ia terpancing emosi pada saat sedang tidur, kakinya disenggol oleh temannya. Kamar hunian penjara di lembaga pemasyarakatan yang sempit membuat ruang gerak menjadi terbatas sehingga segala aktivitas yang dilakukan oleh penghuninya rentan untuk terjadi senggolan dengan penghuni lainnya. Dan itulah yang pada akhirnya membuat narapidana satu dengan yang lainnya bertengkar baik secara verbal maupun adu fisik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Holahan (dalam Sarwono, 1992) yang menyatakan bahwa munculnya kesesakan memiliki dampak pengaruh pada tingkah laku sosial diantaranya adalah agresi, menarik diri dari lingkungan sosial, berkurangnya tingkah laku menolong, kecendrungan untuk lebih banyak melihat sisi jelek dari orang lain jika terlalu lama tinggal bersama orang lain itu di tempat yang padat atau sesak. Kesesakan yang dialami warga binaan memicu agresi yang disebabkan oleh kurangnya ruang gerak, sehingga membuat antar narapidana berebut tempat tidur. Perebutan tersebut membuat adanya gesekan antar narapidana sehingga kejadian adu mulut, perkelahian terjadi. Selain perkelahian, kesesakan yang terjadi juga membuat emosi negatif muncul, dan imbas dari emosi negatif yang dirasakan oleh seseorang akan berdampak pada penyaluran yang tidak tepat misalnya saja memaki, mencaci, berteriak, hingga menyerang orang lain. 374

Hubungan Antara Kesesakan dan Coping Stress Dengan Perilaku Agresi... (Fadhol) Pada hasil analisis regresi sederhana juga dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara coping stres dengan perilaku agresi narapidana dimana nilai T hitung (-2.145) lebih besar dibandingkan dengan T tabel (1.987). Pada nilai beta menunjukan angka negatif (-0.219) yang dapat kita artikan bahwa semakin rendah coping stres yang dimiliki, maka akan semakin tinggi perilaku agresi narapidana. Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Rocheleau (2014) dengan penelitian berjudul Prisoners s coping skills and involvement in serious prison misconduct and violence. Penelitian yang di lakukan dengan menggunakan sampel acak dari 312 narapidana yang dikelompokkan berdasarkan keterlibatannya pada kesalahan serius di penjara dengan tingkat keamanan menengah dan maksimum. Penelitian dengan menggunakan desain metode penelitian campuran dan penguulan data secara kuantitatif dan kualitatif menemukan bahwa narapidana yang belajar mengelola stres lewat melakukan kegiatan pro sosial dengan sesama narapidana, dan staf lebih kecil kemungkinannya melakukan tindakan yang mengganggu. Sedangkan narapidana yang berekasi terhadap stres dengan cara melampiaskan emosi, cendrung berkelakuan buruk. Studi ini juga menemukan bahwa kebijakan, praktik, dan tingkat keterampilan dari para staf penjara mempengaruhi pelanggaran yang terjadi di dalam penjara. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberap kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut; 1. Terdapat hubungan yang antara kesesakan (crowding) dan coping stres dengan perilaku agresif narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIb Tenggarong, dengan penjelasan bahwa jika kesesakan dan coping stres meningkat maka perilaku agresif narapidana juga meningkat. 2. Terdapat hubungan positif kesesakan (crowding) dengan perilaku agresif narapidana, artinya semakin tinggi kesesakan maka semakin tinggi pula perilaku agresi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Tenggarong. 3. Terdapat hubungan yang negatif antara coping stres dengan perilaku agresif narapidana, artinya semakin rendah coping stres maka semakin tinggi perilaku agresi narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Tenggarong. Saran Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan ada beberapa saran yang dapat peneliti berikan dengan proses dan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bagi pihak lembaga pemasyarakatan, agar dapat meminimalisir kesesakan yang terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II b Tenggarong dengan mempermudah pengurusan kebebasan narapidana atau memaksimalkan ruangan yang tidak difungsikan untuk dijadikan kamar hunian. 375

PSIKOBORNEO, Volume 8, Nomor 2, 2020 : 365-378 2. Kepada staf pembinaan kepribadian agar dapat memberikan pelatihan management stres pada narapidana yang memiliki tingkat agresi tinggi, agar memiliki coping stres yang baik. 3. Pada narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan kelas IIb Tenggarong, agar bisa saling menghargai antar narapidana lainnya. Jika memiliki masalah, agar dapat segera berkonsultasi dengan para wali kamar atau konsultasi dengan konselor pembinaan kepribadian. 4. Kepada keluarga tahanan dan narapidana untuk bisa terus memberikan dukungan dan support agar mereka dapat menjalani hukuman dengan baik. 5. Kepada peneliti selanjutnya bagi yang ingin membahas tema yang sama, maka diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dari segi penguatan fenomena dengan mengumpulkan data secara faktual. Disarankan pula untuk peneliti selanjutnya meyakinkan para narapidana saat mengisi questioner bahwasanya apa yang mereka isi tidak akan berpengaruh dengan proses pengurusan bebas, ataupun remisi yang akan mereka dapatkan. Kerahasiaan pun sangat penting mengingat kondisi narapidana yang beranggapan bahwa apa yang mereka ucapkan pada peneliti dapat mempengaruhi nasib mereka kedepannya Daftar Pustaka Aday, H.A. 1994. Aging In Prison: A Case Study onf New Elderly Offenders. International Journal of Offenders Therapy. 38 (1): 79-91 Agnesia, A., Halim, A., dan Manurung, I. 2014. Mekanisme Koping Narapidana Kasus Narkoba Yang Menjalani Vonis Masa Hukuman Di Lembaga Pemasyarakatan. Jurnal Keperawatan. 10(1): 97-103 Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Arza, C. 2002. Environmental Psychology and Urban Planning: Where Can the Twain Meet?. Dalam Robert B. Bechtel & Arza hurchman (eds.). Handbook of Enviromental Psychology. h: 191-200. New York: Wiley & Sons. Buss, A. H., dan Perry, M. 1992. The Aggression Questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, 63(3), 452-459. Cholidah, L., Ancok, D., dan Haryanto, H. 1996. Hubungan Kepadatan Dan Kesesakan Dengan Stres Dan Intensi Prososial Pada Remaja Di Pemukiman Padat. Psikologika. 1, 56-64. Dunkin, K. 1995. Developmental Social Psychology From Infancy an Old Age. Oxford: Blackwell Publisher Ltd. Feldman, R. 2008. Understanding Psychology. Edisi 8. Boston: MacGrow Hill. Franklin, T.W., Franklin, C.A., dan Pratt, T. C. 2006. Examining the Empirical Relationship Between Prison Crowding and Inmate Misconduct: A Meta- 376

Hubungan Antara Kesesakan dan Coping Stress Dengan Perilaku Agresi... (Fadhol) analysis of Conflicting Research Results. Journal of Criminal Justice. 34 (2006), 401-412. Gifford, R. 1987. Environmental Psychology Principles and Practice. London: Allyn & Bacon, Inc. Hall., dan Lindzey. 1993. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pres. Kaya, N., dan Weber, W. J. 2003. Cross-Cultural Differences in The Perception of Crowding and Privacy Regulation. American and Turkish Student. Journal of Environmental Psychology, (23), 301-309. Krahe, B. 2005. Perilaku agresi. Terjemahan oleh Helly Prajitno & Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Loo, C.M. 1975. The Psychological Study Of Crowding: Some Historical Roots and Conceptual Developments. The American Behavioral Scientist, 18 (6), 826-842. Maimunah. W., dan Hariyadi. S. 2016. Hubungan Antara Kesesakan Dengan Privasi Pada Mahasiswa Yang Tinggal Di Pondok Pesantren. McGuire, J. 2018. Understanding Prison Violence: a Rapid Evidence Assessment. Analytical Summary 2018 HM Prison & Probation Service.https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/syste m/uploads/attachment_data/file/737956/understanding-prisonviolence.pdf. Diakses pada tanggal 18 September 2019. Myers, D. G. 2012. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Nevid J,S., Rathus A. S., dan Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga. Ningrum, R. A. 2014. Urgensi Pengaturan Keamanan Dan Ketertiban Dalam Lembaga Pemasyarakatan Di Indonesia. Jurnal Hukum: http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/750. Diakses pada tanggal 21 Januari 2019. Rahman, A. A. 2013. Psikologi Sosial Integrasi Pengetahuan Wahyu Dan Pengetahuan Empirik. Jakarta: Rajawali Pers. Rocheleau, A. M. K. 2014. Prisoners s Coping Skills and Involvement In Serious Prison Misconduct and Violence. Victims & Ofenders: An International Journal of Evidence-based Research, Policy,and Practice. 9 (2): 149-177. Sarwono, S. W. 2010. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Press. Sears, D.O., Freedman, J. L., dan Peplau, L.A. 2004. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Sholichatun, Y. 2011. Stres dan Strategi Coping Pada Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Jurnal Psikologi Islam. 8 (1), 23-42. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sunarko, G., Anward, H.H., dan Erlyani, N. 2014. Peranan Kesesakan Terhadap Perilaku Agresi Pada Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Martapura. Jurnal Ecopsy, 1(3), 84-87. 377

PSIKOBORNEO, Volume 8, Nomor 2, 2020 : 365-378 Susantyo, B. 2011. Memahami Perilaku agresi: Sebuah Tinjauan Konseptual. Informasi, informasi, 16(03), 189-202. Taylor, S. E. 2006. Health Psychology. Sixth Edition. New York: McGraw-Hill. Wade, C., dan Tavris. C. 2009. Psikologi Edisi Kesembilan Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Yildrim, K., dan Alkalin. B. A. 2007. Perceived Crowding in a café/ Restaurant With Different Seating Densities. Journal of Building and Environment (42) 3410-3417. Zahra, C. F., dan Kawuryan, F. 2015. Coping Stres Pada Remaja Broken Home. Proceeding Seminar Nasional Selamatkan Generasi Bangsa Dengan Membentuk Karakter Berbasis Kearifan Lokal, Surakarta: 13 Juni 2015. Hal 52-62. 378