BAB I PENDAHULUAN. umumnya muncul pada usia dibawah 3 tahun. Autisme dapat terjadi pada anak di

dokumen-dokumen yang mirip
kasein untuk membaca label makanan, mengingat banyaknya makanan kemasan yang menggunakan bahan makanan yang mengandung gluten dan kasein

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan tradisional merupakan wujud budaya yang berciri kedaerahan,

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena Indonesia belum mampu memproduksi gandum di dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, teksturnya yang lembut sehingga dapat dikonsumsi anak-anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar produk makanan jajanan di pasaran yang digemari. anak-anak berbahan dasar tepung terigu. Hal ini dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. impor. Volume impor gandum dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data APTINDO (2013), Indonesia mengimpor gandum

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung. terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

Lampiran 1. Karakteristik Responden (Ibu) 1. Nama 2. Tempat, Tanggal lahir..., Usia... tahun 4. Alamat

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada waluh. Secara umum waluh kaya akan kandungan serat, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. asupan zat gizi makro yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi vitamin A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci : puree labu kuning, tapioka, bika ambon.

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

PENDAHULUAN. terigu dari negara Timur Tengah seperti Turki, Srilanka, dan Australia. Impor

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) adalah jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

I PENDAHULUAN. Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

BAB I PENDAHULUAN. gurih, berwarna cokelat, tekstur lunak, digolongkan makanan semi basah

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang perlu mendapat perhatian, karena kekurangan. (prevalensi xeropthalmia <0,5%) (Hernawati, 2009).

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Tepung tersebut digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue tradisional

I. PENDAHULUAN. kenyataan menunjukkan bahwa terigu lebih bersifat adaptif dibandingkan pangan

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB 1 PENDAHULUAN. biakan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Rasa asam

BAB I PENDAHULUAN. terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya.

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

I. PENDAHULUAN. yang memadai akan mengakibatkan terjadinya kerawanan sosial berupa

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

PENDAHULUAN. aktif dan sehat (Martianto, 2005). Diversifikasi pangan akan memungkinkan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autisme adalah gangguan syaraf otak yang menghambat perkembangan bicara sehingga menyebabkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi tidak berkembang secara normal. Gangguan tersebut bisa sedang sampai dengan berat, dan umumnya muncul pada usia dibawah 3 tahun. Autisme dapat terjadi pada anak di seluruh dunia tidak memandang latar belakang, ras, etnik, agama, dan sosial ekonomi (Soenardi, 2002). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa pada tahun 2012 terjadi peningkatan yang cukup memprihatinkan dengan jumlah rasio 1 dari 88 orang anak saat ini mengalami autis, meningkat tajam dibanding pada tahun 1987 dengan jumlah rasio 1 dari 5.000 orang anak mengalami autis. Oleh karena itu, dilakukan berbagai penelitian tentang bidang terkait yaitu penyakit autis salah satunya yaitu tentang pola konsumsi yang sesuai bagi penderia autis (Tanjung & Kusnadi, 2014). Diketahui pada penderita autisme terdapat gangguan pencernaan yang disebut leaky gut syndrome. Hal ini menyebabkan proses pencernaan menjadi tidak sempurna karena adanya gangguan produksi enzim pencernaan sehingga mengakibatkan proteinprotein kompleks, yaitu gluten dan kasein, tidak dapat tercerna dengan sempurna dan berubah menjadi peptide. Peptide tersebut masuk ke dalam darah dan meracuni otak 1

karena dapat berfungsi sebagai false transmitter yang berkaitan dengan reseptor opioid dan memberikan efek terganggunya fungsi otak (persepsi, kognisi, emosi dan prilaku) (Dewanti & Machfud, 2014). Para ahli sepakat bahwa sebaiknya pada anak penderita autis diterapkan diet bebas gluten dan kasein atau diet casein free gluten free (CFGF). Selain diyakini memperbaiki gangguan pencernaan diet ini juga mengurangi gejala atau tingkah laku autistik. Anak autis harus menghindari olahan berbahan dasar kasein dan gluten. Gluten protein berasal dari gandum-ganduman, sedangkan kasein protein berasal dari susu sapi. Kedua protein ini sulit dicerna oleh tubuh penderita autis. Di Indonesia banyak orangtua yang anaknya menyandang autisme sangat awam mengenai bagaimana mengatur makanan pada anaknya (Danuatmaja, 2004). Anak penderita autis sangat sulit menghindari makanan barat yang sangat populer dikalangan anak-anak seperti fried chicken, hamburger dan pizza yang sebagian besar mengandung gluten. Selain itu, ice cream yang sangat digemari anakanak perlu dihindari karena ice cream terbuat dari susu. Keterbatasan akan sedikitnya variasi makanan yang tidak mengandung gluten dan kasein menjadi salah satu masalah yang harus dihadapi orang tua anak autis dalam menjalankan diet bebas gluten dan kasein (Ramadayanti, 2012). Banyaknya produk jajanan yang beredar di pasar adalah produk yang berbahan baku tepung terigu yang mengandung gluten. Salah satu makanan yang cukup digemari anak-anak yaitu biskuit. Biskuit merupakan produk makanan kering yang memiliki kadar air rendah yang dibuat dengan cara memanggang adonan. Biskuit pada umumnya dibuat dari tepung terigu mengandung gluten yang tidak dapat dicerna anak-anak 2

penderita autis. Tepung terigu mengandung gluten yang tidak dapat dicerna akan diubah menjadi komponen kimia yang disebut opioid atau opiate yang bekerja sebagai toksin Biskuit yang sudah ada di pasaran telah direspon positif, namun pada umumnya biskuit yang dijual tidak direkomendasikan untuk anak pederita autis, karena masih mengandung gluten atau kasein sehingga tidak memenuhi syarat diet casein free gluten free (CFGF). Penerapan terapi diet casein free gluten free (CFGF) akan menghilangkan makanan yang mengandung gluten dan kasein misalnya gandum dan susu. Sehingga secara tidak langsung akan mengurangi asupan vitamin dan mineral dan zat lain. Oleh karena itu, tetap harus diperhatikan jenis makanan lain untuk menggantikan jumlah asupan nutrisi bagi anak penderita autis. Biskuit sangat potensial dikembangkan untuk diet casein free gluten free (CFGF) karena bisa diproduksi tanpa bahan yang mengandung kasein dan gluten. Dalam pembuatan biskuit bebas gluten dan kasein ini bahan baku yang digunakan adalah tepung beras. Tepung beras dapat dijadikan pengganti dari tepung terigu bagi penderita intoleransi gluten. Menurut Gisslen (2009) tepung beras memiliki kandungan protein yang sangat sedikit tetapi tidak mengandung gluten, sehingga dapat digunakan untuk membuat produk gluten free. Selain itu ada bahan tambahan yaitu labu kuning. Labu kuning (Cucurbita moschata) merupakan jenis tanaman sayuran, tetapi dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis makanan seperti : roti, dodol, keripik, kolak, manisan dan sebagainya termasuk juga biskuit yang memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap yakni karbohidrat, protein, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin B, vitamin C dan serat. Warna 3

kuning atau orangye daging buahnya pertanda kandungan karotenoidnya sangat tinggi (Ranonto & Razak, 2015). Labu kuning merupakan salah satu bahan pangan lokal yang memiliki kandungan beta karoten sebesar 1,18 mg/100g. β-karoten merupakan salah satu jenis karotenoid, selain sebagai provitamin-a, β-karoten juga berperan sebagai antioksidan yang efektif pada konsentrasi rendah oksigen (Yulianawati, 2012). Labu kuning mempunyai sifat yang lunak dan mudah dicerna serta dapat menambah warna menarik dalam olahan pangan lainnya. Tetapi, sejauh ini pemanfaatannya belum optimal. Menurut Data Badan Pusat Statistik Tahun 2012 dalam Nurizki (2017) tingkat produksi labu kuning di Indonesia relatif tinggi pada tahun 2006 produksi labu kuning sebanyak 212.697 ton, kemudian pada tahun 2010 jumlah produksi labu kuning tercatat sebanyak 369.864 ton dan pada tahun 2011 produksi labu kuning mengalami penurunan menjadi 150.000 ton. Besarnya produksi labu kuning tidak diimbangi dengan penanganan pasca panen yang memadai. Sebagai pangan yang berlimpah dan dilihat dari lingkup pengolahan labu kuning masih terbatas dan sederhana maka perlu diolah sebagai bahan tambahan pada produk olahan seperti biskuit. Sesuai dengan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal yaitu labu kuning sebagai bahan tambahan dalam pembuatan biskuit bebas gluten dan kasein dengan menggunakan bahan dasar tepung beras. 4

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana daya terima biskuit bebas gluten dan kasein dengan tambahan labu kuning bagi anak penderita autis? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima biskuit bebas gluten dan kasein dengan tambahan labu kuning bagi anak penderita autis. 2. Tujuan Khusus a. Menentukan mutu sensoris yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan secara keseluruhan pada biskuit bebas gluten dan kasein. b. Menentukan perbandingan labu kuning dengan tepung beras pada pembuatan biskuit bebas gluten dan kasein yang terbaik. c. Menentukan kadar air pada biskuit bebas gluten dan kasein yang terbaik. d. Mengetahui daya terima biskuit bebas gluten dan kasein pada anak penderita autis. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu teknologi pangan dan menambah kajian dalam ilmu teknologi pangan khususnya pada pengolahan bahan pangan serta mengetahui manfaat 5

pengembangan teknologi pangan dalam menciptakan produk khusus untuk anak penderita autis. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat tentang pengembangan diet casein free gluten free (CFGF) bagi anak penderita autis. 6