II. TINJAUAN PUSTAKA



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 16/Permetan/HK.140/4/2015 TENTANG

PEDOMAN PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 11/KPTS/KN.110/K/02/2016 TENTANG

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07/KPTS/RC.110/J/01/2017 TANGGAL : 23 JANUARI 2017

PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT (Penguatan-LDPM)

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang :

Abstrak. Kata kunci: Evaluasi, Pemberdayaan, Efektivitas, Kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

JIIA, VOLUME 4 No. 2, MEI 2016

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah beras. Hal ini karena beras

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

III KERANGKA PEMIKIRAN

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar pekerjaan utama

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia sangat menentukan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

DAFTAR ISTILAH 1. Corporate Social Responsibility (CSR) atau Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) adalah suatu tindakan atau konsep yang

Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. APBN untuk pertanian di Indonesia bahkan juga di adakannya subsidi

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI WADAH KOPERASI UNTUK MENCAPAI KETAHANAN PANGAN. Menteri Pertanian RI Pada : Jakarta Food Security Summit (JFSS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

Oleh. Joko Setiawan SKRIPSI. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pertanian Pada Jurusan Agribisnis

ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 17/Permetan/HK.140/4/2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2015

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN KETAHANAN PANGAN TA.2015

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

(%) 1% 1,73% Data capaian penduduk rawan pangan tergambar pada akhir tahun dan capaian tersebut tergantung pada instansi lain

RENCANA KEGIATAN SUBID DISTRIBUSI DAN PEMASARAN PANGAN TAHUN 2016

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA Perencanaan Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKPPP)

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERTANIAN RI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. sifat-sifat bumi, menganalisa gejala-gejala alam dan penduduk, serta mempelajari corak khas

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

I. PENDAHULUAN. menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi,

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Penelitian Terdahulu Ashari (2007) dalam penelitiannya menganalisis kinerja pelaksanaan DPM-LUEP serta peranannya dalam mengamankan HPP di Jawa Timur. Kesimpulan yang diambil bahwa DPM-LUEP belum berhasil/belum efektif dalam mengamankan Harga Pembelian Pemerintah. Selain itu juga dianalisis mengenai detil kinerja DPM-LUEP dan dampak DPM-LUEP terhadap pembentukan harga di tingkat wilayah. Kesimpulan yang diambil DPM-LUEP telah menunjukkan kinerja yang cukup baik serta mendapat respon positif dari petani, pemilik LUEP dan pemerintah daerah. Nilai Rasio Dampak Manfaat DPM menunjukkan kinerja dalam pemanfaatan dana tersebut cukup berhasil. Sume (2008) dalam penelitiannya menganalisis tentang karakteristik kelompok LUEP penerima DPM. Kesimpulan yang diambil, karateristik kelompok penerima DPM-LUEP adalah kelompok usaha kecil menengah yang berbadan hukum dengan tenaga kerja 5-19orang, akses permodalan lemah, administrasi dan dan manajerial kelompok lemah, wilayah pemasaran terbatas. Selain itu juga dianalisis tentang faktor apa saja yang dapat meningkatkan profitabilitas LUEP penerima DPM. Kesimpulan yang diambil Faktor-faktor yang dapat meningkatkan pendapatan/keuntungan pada DPM-LUEP: (a) efektivitas pembelian bahan baku/gabah (putaran/daur), memaksimalkan DPM yang dipinjam dalam beberapa kali perputaran pembelian; (b) peningkatan pembelian bahan baku yang akan akan meningkatkan hasil produk yang diolah; (c) efesiensi biaya variabel total yaitu pada biaya upah giling, upah jemur, pemasaran dan

biaya lain-lain; (d) melakukan stok produk menunggu peningkatan harga jual produk (beras) di pasaran. Solikah (2010) dalam penelitiannya menganalisis tentang persepsi petani terhadap peran LUEP dalam usahatani padi. Kesimpulannya petani berpersepsi baik terhadap program DPM-LUEP karena pada waktu panen raya harga gabah jatuh dan LUEP membeli gabah minimal seharga HPP. Selain itu dianalisis juga tentang faktor-faktor yang membentuk persepsi petani terhadap peran LUEP dalam usaha tani padi. Kesimpulannya, faktor-faktor yang mebentuk persepsi petani terhadap peran LUEP dalam usahatani padi adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman masa lalu, luas lahan, lingkungan sosial dan lingkungan ekonomi. Syarief (2007) dalam penelitiannya menganalisis tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas program DPM-LUEP di kab.lampung Tengah. Kesimpulan yang diperoleh, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas Program DPM-LUEP adalah Pendidikan Formal,Masa Kerja SDM pengelola LUEP,Sarana,jaringan pasar,produksi GKP mitra LUEP dan Kualitas GKP mitra LUEP. Selain itu juga dianalisis bagaimana efektivitas program DPM- LUEP di Kabupaten Lampung Tengah. Kesimpulan yang diperoleh, rata-rata efektivitas Program DPM-LUEP berklasifikasi efektif pada ketepatan lokasi ketepatan waktu dan jumlah dana yang dikembalikan,volume pembelian gabah, jumlah petani dan pemanfaatan dana,kurang efektif pada harga GKP dan tidak efektif pada ketepatan waktu pembelian gabah. Hal ini menunjukkan bahwa Program DPM-LUEP belum berjalan sesuai tujuan.

2.2.Landasan Teori 2.2.1. Penguatan LDPM Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) adalah bagian kegiatan program Peningkatan Ketahanan Pangan yang bertujuan meningkatkan kemampuan Gapoktan dan unit-unit usaha yang dikelolanya (distribusi/pemasaran dan cadangan pangan) dalam usaha memupuk cadangan pangan dan memupuk modal dari usahanya dan dari anggotanya yang tergabung dalam wadah Gapoktan. Kegiatan Penguatan-LDPM dibiayai melalui APBN dengan mekanisme dana bantuan sosial (Bansos) yang disalurkan langsung kepada rekening Gapoktan (Badan Ketahanan Pangan Pusat, 2010). Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Serdang Bedagai, 2009 menyebutkan bahwa Dana Bantuan Sosial (bansos) yang dimaksud dalam Petunjuk Teknis adalah: 1. Uang yang ditransfer kepada Gapoktan untuk pembangunan dan penguatan unit usaha distribusi hasil pertanian atau unit usaha pemasaran dan atau unit usaha pengolahan serta pengolahan cadangan pangan. 2. Fasilitas bantuan sosial ini merupakan bagian dari upaya pemberdayaan Gapoktan dengan penguatan kelembagaan dan peningkatan SDM melalui pembinaan, pemantauan, evaluasi dan dukungan lainnya. Dampak dari ketidakberdayaan petani, Poktan dan Gapoktan dalam mengolah, menyimpan dan mendistribusikan/memasarkan hasil produksinya dapat menyebabkan ketidakstabilan harga di wilayah sentra produksi pertanian pada saat terjadi panen raya dan kekurangan pangan pada saat musim paceklik.

Menurut Badan Ketahanan Pangan Nasional, 2010, Tujuan dari penyaluran dana untuk pelaksanaan kegiatan P-LDPM adalah: 1. Memperkuat modal usaha Gapoktan dan unit-unit usaha yang dikelolanya (distribusi/pemasaran dan cadangan pangan) untuk dapat mengembangkan sarana penyimpanan, melakukan pembelian hasil produksi petani anggotanya, dan tersedianya cadangan pangan disaat menghadapi musim paceklik serta tercapainya stabilisasi harga pangan di tingkat petani saat panen raya; 2. Mengembangkan usaha ekonomi di wilayah dengan: (i) melakukan musyawarah rencana kegiatan bersama anggota kelompoknya, (ii) melakukan pembelian-penyimpanan-pengolahan-pemasaran sesuai rencana, kebutuhan anggota, dan kebutuhan pasar, serta mempunyai nilai tambah khususnya bagi unit usaha Gapoktan yang mengelolanya; 3. Memperluas jejaring kerja sama pemasaran yang saling menguntungkan dengan mitra usaha di dalam maupun di luar wilayahnya. Kebijakan tersebut diarahkan untuk: (a) mendukung upaya petani memperoleh harga produksi yang lebih baik disaat panen raya; (b) meningkatkan kemampuan petani memperoleh nilai tambah produksi pangan dan usahanya melalui kegiatan pengolahan/pengepakan/pemasaran sehingga terjadi perbaikan pendapatan di tingkat petani; dan (c) memperkuat kemampuan Gapoktan dalam melakukan pengelolaan cadangan pangan sehingga mampu mendekatkan akses pangan pada saat menghadapi paceklik kepada anggota petani yang tergabung dalam wadah Gapoktan. (Badan Ketahanan Pangan Nasional, 2010) Dengan memberdayakan Gapoktan, mereka mampu untuk: (a) meningkatkan kerja sama antar Gapoktan dengan unit-unit usaha yang dikelola

dalam wadah Gapoktan; (b) menghimpun dan mengembangkan/memupuk dana yang dikelola oleh unit usaha/gapoktan secara transparan, dengan aturan dan sanksi yang dirumuskan dan ditetapkan sendiri secara musyawarah dan mufakat oleh petani anggotanya; dan (c) meningkatkan keterampilan dalam hal: administrasi, pembukuan (pembelian-penjualan, pengadaan-penyaluran, keuangan), pemantauan secara partisipatif, pengawasan internal, dan bermitra serta bernegosiasi dengan pihak lain untuk memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya.(badan Ketahanan Pangan Nasional, 2010) Strategi yang dilaksanakan pada program P-LDPM ini antara lain: (a) memberikan dukungan kepada Gapoktan dan unit usaha distribusi/pemasaran/pengolahan untuk memperkuat kemampuannya mendistribusikan/memasarkan gabah/beras/jagung dari petani anggotanya. Hal ini dilaksanakan dengan melakukan pembelian dan penjualan kepada mitra usahanya baik di dalam maupun di luar wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan sehingga tercapai stabilisasi harga di tingkat petani; dan (b) memberikan dukungan kepada Gapoktan dan unit pengelolaan cadangan pangan dalam mengelola cadangan pangan. Hal ini dilaksanakan dengan melakukan pengadaan gabah/beras dan/atau jagung dan/atau pangan pokok lokal spesifik lainnya sehingga mudah diakses dan tersedia setiap waktu secara berkelanjutan. (Badan Ketahanan Pangan Nasional, 2010). Untuk mengukur keberhasilan kegiatan P-LDPM tahap penumbuhan, Badan Ketahanan Pangan Kab. Serdang Bedagai, 2009 menyebutkan bahwa digunakan berapa indikator kinerja, yaitu:

A. Indikator Masukan (Input) 1. Terealisasinya dana Bansos 2009 sebesar Rp. 900.000.000,- bagi 6 Gapoktan pada 6 desa di Kabupaten Serdang Bedagai 2. Ditetapkannya Tenaga Pendamping 6 orang yang terdiri dari PPL/ petugas lapangan yang berdomisili di wilayah Gapoktan. B. Indikator Keluaran (Output) Tahun I 1. Tersedianya gudang Gapoktan untuk menyimpan gabah/beras 6 Gapoktan di Kabupaten Serdang Bedagai 2. Tersedianya cadangan pangan di 6 Gudang Gapoktan di Kabupaten Serdang Bedagai 3. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam pembelian dan penjualan gabah/beras di 6 Gapoktan di Kabupaten Serdang Bedagai C. Indikator Hasil (Outcome) 1. Tersedianya gabah/beras digudang untuk cadangan pangan 2. Meningkatnya volume pembelian dan penjualan gabah/beras pada 6 Gapoktan di Kabupaten Serdang Bedagai. D. Indikator Manfaat (Benefit) 1. Meningkatnya modal usaha Gapoktan 2. Harga gabah/beras di wilayah Gapoktan stabil terutama pada saat panen 3. Meningkatnya nilai tambah produk pertanian (gabah) 4. Meningkatnya akses anggota Gapoktan terhadap beras 5. Meningkatnya kemampuan manajemen Gapoktan

E. Indikator Dampak (Impact) 1. Terwujudnya stabilitas harga gabah di wilayah kerja 6 Gapoktan di Kabupaten Serdang Bedagai 2. Terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani 3. Meningkatnya pendapatan anggota Gapoktan Untuk mengukur keberhasilan kegiatan P-LDPM tahap penumbuhan, Badan Ketahan Pangan Provinsi Sumatera Utara menyebutkan bahwa digunakan beberapa indikator kinerja, yaitu: A. Indikator Masukan (Input) 1. Dana Bansos Tahun Anggaran 2010 sebagai tambahan modal bagi Gapoktan. 2. Terseleksinya pendamping tahun 2009 dan tahun 2010 yang siap melanjutkan pembinaan terhadap Gapoktan di Wilayahnya 3. Terseleksinya Gapoktan hasil Penumbuhan tahun 2009 yang siap untuk menerima dana tambahan Bansos B. Indikator Keberhasilan (Outcome) 1. Tersedianya cadangan pangan (gabah/beras) di gudang milik Gapoktan 2. Meningkatnya volume pembelian-penjualan gabah/beras dan/atau/jagung di unit usaha Distribusi/Pemasaran/Pengolahan minimal 2 kali putaran 3. Meningkatnya modal usaha lebih besar dari dana bansos yang telah diterima

C. Indikator Manfaat (Benefit) 1. Dana bansos dari pemerintah dimanfaatkan dengan baik oleh Gapoktan terseleksi untuk membeli gabah/beras/jagung minimal dari hasil produksi petani anggotanya 2. Minimal petani gabah/beras/jagung anggota Gapoktan terseleksi memperoleh harga gabah/beras serendah-rendahnya sesuai HPP dan HRD untuk jagung terutama saat panen raya 3. Minimal anggota Gapoktan dapat memperoleh akses pangan dengan mudah pada saat musim paceklik 4. Kemampuan manajemen Gapoktan dan unit-unit usahanya semakin baik, transparan dan akuntabel D. Indikator Dampak (Impact) 1. Terwujudnya stabilitas harga gabah/beras dan/atau jagung di wilayah Gapoktan 2. Terwujudnya kertahanan pangan di tingkat rumah tangga petani 3. Meningkatnya ekonomi pedesaan yang bersumber dari komoditas pangan 4. Meningkatnya pendapatan petani padi dan jagung yang berada di wilayah Gapoktan 2.2.2. Pengertian Program Menurut Jones (1996), program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami, karena program itu sendiri menjadi pedoman dalam rangka pelaksanaan program tersebut.

Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek, yang antara lain adalah: 1. Adanya tujuan yang ingin dicapai 2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu 3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dengan prosedur yang harus dilalui 4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan 5. Adanya strategi dalam pelaksanaan Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan. Berhasil tidaknya suatu program dilaksanakan tergantung dari unsur pelaksananya. Pelaksana penting artinya karena pelaksanaan suatu program, baik itu organisasi ataupun perseorangan bertanggung jawab dalam pengelola maupun pengawasan dalam pelaksanaan. Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak ukur yang bisa dijadikan penilaian terhadap program yang telah berlangsung, berhasilnya atau tidak berhasilnya suatu program berdasarkan tujuan yang sudah tentu memiliki tolak ukur yang nantinya harus dicapai dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya.

2.2.3. Kelembagaan Nasution (2002) menyebutkan bahwa kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkatn aturan, prosedur, norma prilaku individual dan sangat penting artinya sebagai pengembangan pertanian. Kelembagaan dapat dibagi kedalam 2 kelompok yaitu: pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD, KUD, dan lain-lain. Kedua, lembaga tradisional atau lokal. Kelembagaan merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering memberikan asuransi terselubung bagi kelangsungan komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilainilai, kebiasaan-kebiasaan dan cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas. Keberadaan lembaga dipedesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan energi sosial yang merupakan kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut,maka lembaga dipedesaan yang saat ini memiliki kesamaan dengan karakteristik tersebut dapat dikatakan sebagai lembaga gabungan kelompok tani atau gapoktan (Sumarti, dkk, 2008). Menurut Sesbany (2007) Kelembagaan mempunyai titik strategis (entry point) dslam menggerakkan system agribisnis pedesaan. Untuk itu segala sumber daya yang ada dipedesaan perlu diarahkan/diprioritaskan dalam rangka peningkatan profesionalisme dan posisi tawar petani (kelompok tani). Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani, agar dapat bersaing dalam

melaksanakan kegiatan usaha tani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Departemen Pertanian (2008) mendefinisikan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang tergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam suatu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier. Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis diatas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan lemahnya akses petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha. Pada prinsipnya lembaga gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonom, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran penting terhadap pertanian (Syahyuti, 2007). Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumber daya dan distribusi manfaat, untuk itu unsur kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Dengan adanya kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat terbantu dalam hal mengatur silang hubungan antar pemilik input dalam menghasilan output ekonomi desa dan dalam mengatur distribusi ouput tersebut (Prihartanto, 2009). 2.2.4. Pengertian Evaluasi Istilah evaluasi mencapai cakupan yang cukup luas, yang dapat mengarah kepada setiap kegiatan dalam pengambilan kebijakan. Weiss (1972), mengatakan

bahwa: Evaluation is an elastic word that stretches to cover judgment of many kinds (evaluasi adalah suatu kata yang elastis yang dapat meluas meliputi penilaian kebenaran dan keberhasilan tentang banyak hal). Weiss juga menegaskan bahwa semua penilaian itu berisikan penentuan keberhasilan dari setiap pelaksanaan suatu program atau keputusan. Jones (1996), mengungkapkan bahwa evaluasi adalah upaya membandingkan antara apa yang direncanakan dengan hasil yang dicapai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil. Jadi evaluasi adalah merupakan suatu kegiatan yang membandingkan antara program telah yang direncanakan dengan hasil yang dicapai setelah program tersebut dilaksanakan, dengan menggunakan tolok ukur atau indicator yang ditetapkan. Dalam pemahaman pengertian konsep evaluasi oleh Scriven dalam Tayibnapis (1995), secara menyeluruh terdapat dua konsep besar yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu: a. Konsep evaluasi formatif dan sumatif, evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilaksanakan selama program berjalan untuk memberikan informasi yang berguna kepada pemimpin program untuk perbaikan. Misalnya selama program berlangsung, akan melibatkan semua komponen yang terlibat dalam evaluasi, sehingga setiap langkah evaluasi akan menghasilkan umpan balik yang segera kepada pembuat program, yang sangat berguna bagi usaha merevisi hal-hal yang dirasa perlu diperbaiki. Selanjutnya evaluasi sumatif adalah konsep evaluasi yang dilakukan pada akhir program untuk memberikan informasi kepada pemakai atau konsumen tentang manfaat atau kegunaan program.

Misalnya program kesehatan, evaluasi juga melibatkan semua komponen yang ada akan tetapi evaluasinya pada akhir program. b. Konsep evaluasi internal dan eksternal, evaluasi internal adalah untuk mengetahui lebih banyak tentang programnya dari pada orang luar. Sementara konsep evaluasi eksternal antara lain mampu menangkap hal-hal yang dianggap penting bagi program yang tidak diketahui secara internal. Metoda pendekatan yang dapat dilakukan dalam penelitian evaluasi menurut Patton (1991), metoda evaluasi secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 6 (enam) yaitu: a. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya suatu kebijakan atau program diimplementasikan. b. With and without comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan menggunakan pembandingan kondisi antara yang tidak mendapat dan kondisi yang mendapat kebijakan atau program, yang telah dimodifikasi dengan memasukkan perbandingan kriteria-kriteria yang relevan di tempat kejadian peristiwa atau TKP dengan program terhadap suatu tempat kejadian peristiwa atau TKP tanpa program. c. Actual versus planned performance comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan ketetapan-ketetapan perencanaan yang ada (planned). d. Experimental (controlled) model, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan melakukan percobaan yang terkontrol/dikendalikan untuk mengetahui kondisi yang diteliti.

e. Quasi experimental models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian terhadap kondisi yang diteliti. f. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian yang hanya didasarkan pada penelitian biaya terhadap suatu rencana. Menurut Abidin (2004), informasi yang dihasilkan dari evaluasi merupakan nilai (values) yang antara lain berkenaan dengan: 1. Efisiensi (efficiency), yakni perbandingan antara hasil dengan biaya, atau (hasil/biaya). 2. Keuntungan (profitability), yaitu selisih antara hasil dengan biaya atau (hasilbiaya). 3. Efektif (effectiveness), yakni penilaian pada hasil, tanpa memperhitungkan biaya. 4. Keadilan (equity), yakni keseimbangan (proporsional) dalam pembagian hasil (manfaat) dan/atau biaya (pengorbanan). 5. Detriments, yakni indikator negatif dalam bidang sosial seperti kriminal dan sebagainya. 6. Manfaat tambahan (marginal rate of return), yaitu tambahan hasil banding biaya atau pengorbanan (change-in-benefits/change-in-cost). Untuk keperluan jangka panjang dan untuk kepentingan keberlanjutan (sustainable) suatu program, evaluasi sangat diperlukan. Dengan evaluasi, kebijakan-kebijakan ke depan akan lebih baik dan tidak mengurangi kesalahan yang sama. Berikut ini diberikan beberapa argumen perlunya evaluasi:

1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, yakni seberapa jauh suatu kebijakan mencapai tujuannya. 2. Mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. Dengan melihat tingkat efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. 3. Memenuhi aspek akuntabilitas publik. Dengan melakukan penilaian kinerja suatu kebijakan, maka dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada publik sebagai pemilik dana dan mengambil manfaat dari kebijakan dan program pemerintah. 4. Menunjukkan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan. Apabila tidak dilakukan evaluasi terhadap sebuah kebijakan, para stakeholders, terutama kelompok sasaran tidak mengetahui secara pasti manfaat dari sebuah kebijakan atau program. 5. Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Pada akhirnya, evaluasi kebijakan bermanfaat untuk memberikan masukan bagi proses pengambilan kebijakan yang akan datang agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebaliknya, dari hasil evaluasi diharapkan dapat ditetapkan kebijakan yang lebih baik. 2.2.5. Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Program Petani sebagai pelaku sektor pertanian memiliki berbagai masalah dalam melaksanakan usaha taninya. Secara umum masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu:

1. Masalah sumberdaya manusia Sebahagian besar petani di Indonesia adalah petani gurem (lahan dibawah 0,5 ha) dan tergolong lanjut usia. Sebagian besar petani di dalam mengembangkan usaha taninya dengan cara melihat petani lain yang sudah berhasil. Mereka sangat hati-hati di dalam menerapkan inovasi baru karena mereka sangat takut dengan resiko gagal. Tanpa ada contoh yang telah berhasil, petani sangat rentan untuk mengubah usaha taninya. 2. Masalah ilmu pengetahuan dan teknologi Sebahagian besar petani masih berpendidikan Sekolah Dasar (SD) dan hanya sebahagian kecil berpendidikan lanjutan. Pada umumnya keterampilan bercocok tanam mereka peroleh dari orang tuanya serta pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari usaha taninya. Penggunan benih unggul terkadang dilakukan tidak setiap turun tanam tapi terkadang mereka menangkar sendiri benih untuk pertanaman berikutnya. Pengetahuan tentang penggunaan pupuk yang berimbang msaih sangat terbatas sehingga pertumbuhan tanaman padinya sering tidak optimal. 3. Masalah Modal Usaha Tani Masalah keterbatasan modal usaha tani merupakan masalah yang mendasar bagi petani. Sebagian besar petani memperoleh modal usaha dari kekayaan keluarga atau meminjam dari pengusaha yang ada di desanya. Sering petani memerlukan sarana produksi berupa pupuk, benih, alsintan dan obat-obatan namun karena keterbatasan modal usaha menyebabkan pengadaan sarana ini dilakukan secara seadanya.

4. Pemasaran hasil usahatani Proses produksi tanaman padi biasanya dilakukan pada hamparan sawah yang luas dengan sumber air yang sama. Proses penanaman umumnya dilakukan secara serempak. Dengan kondisi ini menyebabkan suplai gabah meningkat pada puncak panen sedangkan penawaran terbatas serta petani tidak memiliki sarana penjemuran. Petani terkadang tidak memiliki pilihan untuk menjual gabahnya dengan harga yang layak atau harga yang lebih baik. Petani juga sebagian besar tidak mengetahui unit-unit pembelian gabah yang harga dan pasarnya dijamin oleh pemerintah. Kondisi ini biasanya menyebabkan harga gabah petani menjadi turun terlebih lagi pada saat tersebut turun hujan (Patiwiri, 2007). Mardikanto (1993) menerangkan pendidikan merupakan proses timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman, dan alam semesta. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan formal merupakan jenjang pendidikan dari terendah sampai tertinggi yang biasanya di bangku sekolah. Sedangkan pendidikan non formal biasanya diberikan sebagai penyelenggara pendidikan yang terorganisasi di luar sistem pendidikan sekolah yang terprogram. Pendidikan formal merupakan sistem pendidikan yang sudah dilembagakan, pada tingkat-tingkat yang berurutan dan mempunyai struktur hirarki, berjenjang dari sekolah dasar sampai dengan tingkat universitas tertinggi. Sedangkan pendidikan non formal merupakan setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasi dan sistematis, yang dilaksanakan di luar jaringan sistem formal untuk menyediakan tipe pelajaran yang dipilih untuk sub-kelompok tertentu dalam

masyarakat. Pendidikan non formal meliputi penyuluhan pertanian, program pelatihan petani, latihan kerja diluar sistem formal dan berbagai program pengajaran kemasyarakatan (Blanckenburg, 1979). Menurut Prayitno dan Lincolin (1987), menyatakan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh bagi petani dalam mengadopsi teknologi dan keterampilan manajemendalam mengelola usahataninya. Semakin tinggi tingkat pendidikan baik formal maupun non formal, maka diharapkan pola pikirnya akan semakin rasional. Tingkat pendidikan menggambarkan tingkat pengetahuan, wawasan, dan pandangan seseorang. Dalam bidang pertanian diartikan sebagai cara seseorang merespon suatu teknologi. Oleh karena itu, pendidikan memegang peranan kunci dalam pembangunan pertanian. Dengan pendidikan yang memadai, maka transfer teknologi mudah terlaksana sehingga dapat memacu pembangunan teknologi di tingkat petani (Kanro, 2002). Syarief (2007) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap efektivitas program DPM-LUEP yang diteliti. Sehingga semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi efektivitas program tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa, dalam mengelola suatu usaha, khususnya dibidang manajemen perusahaan penggilingan padi atau gabah sangat dibutuhkan pendidikan yang cukup untuk dapat mengelola perusahaan dengan baik. Solikah (2010) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi petani terhadap peran lembaga LUEP dalam Usahatani Padi. Petani dengan pendidikan formal

yang rendah cenderung memiliki pola piker sederhana dalam mengelola usaha tani dan memandang setiap permasalahan yang dihadapinya. Mosher (1983) menyebutkan bahwa pendidikan merupakan faktor pelancar yang dapat mempercepat pembangunan pertanian. Dengan pendidikan, seseorang akan mudah dalam mengadopsi teknologi baru, mengembangkan ketrampilan dan memecahkan permasalahan yang dihadapi. 2.2.6. Hubungan Usia terhadap Program Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik dan respon terhadap hal-hal yang baru dalam menjalankan usahataninya. Menurut Kartasapoetra (1991), petani yang berusia lanjut yaitu berumur 50 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit memberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup. Menurut Prayitno dan Lincolin (1987), menyatakan bahwa tingkat umur mempunyai pengaruh terhadap kemampuan fisik petani dalam mengelola usahataninya maupun usaha-usaha pekerjaan tambahan lainnya. Semakin tinggi umur petani, maka kemampuan kerjanya semakin menurun. Munthe (2009) menyebutkan bahwa tingkat umur mempengaruhi pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia seseorang, semakin berkembang juga cara mereka berfikir dan dalam membuat keputusan. Adiwilaga (1973) menyatakan bahwa peternak dalam usia produktif akan lebih efektif dalam mengelola usahanya bila dibandingkan dengan peternak yang lebih tua.

2.3.Kerangka Pemikiran Penelitian P-LDPM adalah salah satu program pemerintah dibidang pertanian yang bertujuan untuk membantu petani dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup. Program ini cukup mudah untuk dijalankan oleh petanipetani terutama petani-petani yang bernaung di bawah Gapoktan. Namun peneliti merasa perlu dilakukan penelitian untuk melihat apakah petani yang menjalankan program P-LDPM ini dapat beradaptasi dan menerima program ini. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan program. Beberapa faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal, umur dan pendidikan non formal dari pengurus. Pendidikan mempunyai pengaruh bagi petani dalam mengadopsi teknologi dan keterampilan manajemen dalam mengelola usahataninya. Semakin tinggi tingkat pendidikan baik formal maupun non formal, maka diharapkan pola pikirnya akan semakin rasional. Umur mempunyai pengaruh terhadap kemampuan fisik petani dalam mengelola usahataninya maupun usaha-usaha pekerjaan tambahan lainnya. Semakin tinggi umur petani, maka kemampuan kerjanya semakin menurun. Program P-LDPM ini dianggap berhasil di lapangan jika memenuhi 9 (sembilan) indikator dari 10 (sepuluh) indikator-indikator yang ada dalam panduan teknis pelaksanaan program P-LDPM. Indikator keberhasilan tersebut yaitu realisasi dana bantuan sosial, adanya PPL pendamping, memiliki gudang lumbung pangan, memiliki cadangan pangan, meningkatnya volume jual beli gabah/beras, meningkatnya modal usaha, membeli gabah lebih besar atau sama dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), meningkatnya nilai tambah produk, meningkatnya akses anggota terhadap pangan, dan meningkatnya kemampuan

manajemenn Gapoktan. Program ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan petani pesertanya yang diukur dengan membandingkan penerimaan petani Gapoktan yang berhasil menjalankan Program P-LDPM dengan petani Gapoktan yang tidak berhasil menjalankan Program P-LDPM. Kerangka Konsep Penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini: Program P- LDPM Faktor yang Berhubungan Dengan Keberhasilan 1. Tingkat Pendidikan 2. Usia 3. Pendidikan Non Formal Indikator Indikator Keberhasilan Realisasi Dana Bantuan Sosial Tersedianya PPL Pendamping Memiliki Gudang Cadangan Pangan Memiliki Cadangan Pangan Meningkatnya Volume Jual Beli Gabah Meningkatnya Modal Usaha Membeli Gabah > HPP Meningkatnya Nilai Tambah Berhasil/Tidak Berhasil 2.4.Hipotesis Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Penerimaan Penerimaan Tidak Meningkat Meningkat Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. bupaprogram P-LPDM berhasil dijalankan di Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Ada hubungan faktor Pendidikan, Usia dan Pendidikan Non Formal terhadap keberhasilan program P-LDPM di Kabupaten Serdang Bedagai. 3. Program P-LDPM memberikan dampak positif dengan adanya perbedaan penerimaan antara petani peserta yang berhasil menjalankan Program P-LDPM dengan petani peserta yang tidak berhasil menjalankan Program P-LDPM di Katen Serdang Bedagai.