JURNAL PARIWISATA PESONA

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN

Dr. Diena M. Lemy, A.Par., M.M. Theodosia C. Nathalia, S.ST. Par., M.M.

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

Gambar 4 Peta Lokasi Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang kepariwisataan, pengembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan

FOCUS GROUP DISCUSSION KAJIAN TERHADAP POTENSI WISATA KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN DALAM PENYUSUNAN MODEL DESTINASI PARIWISATA KREATIF

TESIS. Oleh : INON BEYDHA / PWD PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2000

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu

RISET PENGEMBANGAN PARIWISATA: PENILAIAN POTENSI ALAM DAN BUDAYA PULAUFLORES SEBAGAI DESTINASI WISATA DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana pariwisata dapat menunjang sektor lainnya. Dimana dari Pariwisata negara atau

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2009

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BUTIR-BUTIR KONSOLIDASI PENYATUAN LANGKAH AKSELERASI PENCAPAIAN SASARAN 2016 per-bidang PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

parah. Rusaknya mangrove tersebut karena minimnya perhatian pemerintah akan dampak lingkungan yang terjadi disekitar pantai, banyaknya eksploitasi pas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. September Matriks Rencana Tindak Pembangunan Jangka Menengah per Kementerian/Lembaga.

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan

MANAJEMEN KOLABORASI DALAM RANGKA RESOLUSI KONFLIK DI TAMAN NASIONAL KELIMUTU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. ProvinsiNusa Tenggara Barat yang terletak di sebelah timur Pulau Lombok.

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. unggulan di Indonesia yang akan dipromosikan secara besar-besaran di tahun 2016.

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa terbesar di bawah minyak dan gas bumi, batu bara, minyak

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas masyarakat dan dapat menambah rasa cinta tanah air

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

MONITORING DAN EVALUASI PENGEMBANGAN DESTINATION MANAGEMENT ORGANIZATION KEMENTERIAN PARIWISATA *1

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA JABATAN STRUKTURAL

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA OTORITA DANAU TOBA

Annastia Loh Jayanti, Analisis Stakeholder Dalam Agribisnis Buah Naga Di Kecamatan Bangorejo Kabupaten Banyuwangi

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hanisa Aprilia, 2014 Analisis Preferensi Wisatawan Terhadap Pengembangan Atraksi Wisata Di Cipanas Cileungsing

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi

BAB I PENDAHULUAN. dan layak. Masalah kemiskinan menjadi masalah yang cukup serius karena akan

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Bab VI. Penutup. Berdasarkan hasil temuan dan analisis yang telah dipaparkan, menunjukkan bahwa wisata MICE menjadi salah satu wisata yang menjanjikan

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN SOSIALISASI / WORKSHOP PARIWISATA DAN MICE MENUNJANG PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL. Surakarta, 26 Nopember 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS POTENSI OBYEK WISATA PANTAI DI KAWASAN PATTAYA, THAILAND

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

Strategi Pengembangan Pariwisata Kabupaten Jepara

KAJIAN TERHADAP POTENSI WISATA KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN DALAM PENYUSUNAN MODEL DESTINASI PARIWISATA KREATIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN. Oleh : M. Liga Suryadana

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai

Oleh : Anselmus Simpuru

Penguatan Kapasitas Kelembagaan Melalui Kebijakan Insentif Anggaran Program DMO Kemenpar Terhadap Forum Tata Kelola Pariwisata di Kawasan Destinasi.

Pengembangan Sumberdaya Ekowisata Bahari Berbasis Masyarakat di Lombok Barat

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan guna untuk mencapai hasil yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU

Transkripsi:

JURNAL PARIWISATA PESONA Volume 04 No 1, Juni 2019: p 60-66 Print ISSN: 1410-7252 Online ISSN: 2541-5859 DOI: https://doi.org/10.26905/jpp.v4i1.2716 Homepage: http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpp/ PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN BIAK NUMFOR Informasi Artikel Yustisia Kristiana, Theodosia C. Nathalia Fakultas Pariwisata Universitas Pelita Harapan Jl. M. H. Thamrin Boulevard, Lippo Village, Tangerang Abstract Dikirim: 01 Febuari 2019 Tourism development in Biak Numfor Regency is inseparable from the role of stakeholders. Tourism Diterima: 01 Aprl 2019 management has been developed in Biak Numfor Regency, but has not shown results. This is influenced by the not yet optimal management of tourism Korespondensi pada penulis: destinations. This study aims to identify tourism Telepon: stakeholders in the Biak Numfor Regency, find out the 08129082015 role of tourism stakeholders in Biak Numfor Regency, and examine the needs of tourism stakeholders in Biak Email: Numfor Regency. The primary data collection technique yustisia.kristiana@uph.edu is done through interviews and observations. Interviews were conducted with tourism stakeholders in Biak Numfor Regency. Respondents who are stakeholders are selected by purposive sampling and snowball sampling methods. Data obtained were analyzed using stakeholder analysis and needs analysis. The results showed that there were 16 tourism stakeholders in Biak Numfor Regency and most of them served as subjects, namely stakeholders who had high interests but low influence. Needs needed by tourism stakeholders in Biak Numfor Regency, i.e. (1) understanding of tourism destination governance; (2) coordination between tourism stakeholders; (3) the synergy of tourism development programs in Biak Numfor Regency; and (4) ongoing assistance. Keywords: Biak Numfor Regency; Destination Management Organization; Stakeholder PENDAHULUAN Sektor pariwisata sebagai kegiatan perekonomian telah menjadi andalan dan prioritas pengembangan bagi sejumlah negara, termasuk Indonesia. Kegiatan pariwisata dapat menciptakan suatu permintaan, baik pada konsumsi maupun investasi yang besar pengaruhnya terhadap kegiatan produksi suatu barang dan jasa. Aktivitas pariwisata dapat memberikan manfaat dengan adanya tambahan pendapatan, lapangan pekerjaan dan pendapatan pajak (Archer, 1995). Salah satu destinasi pariwisata yang potensial di Indonesia, khususnya di bagian timur adalah Kabupaten Biak Numfor. Kabupaten Biak Numfor memiliki dua pulau kecil, yaitu Pulau Biak dan Pulau Numfor. Luas Kabupaten Biak Numfor adalah 2.602 km². Kabupaten Biak Numfor berada di Teluk Cenderawasih dengan ketinggian 0-1.000-meter dpl. Kabupaten Biak Numfor berada di sebelah utara Papua dan berseberangan langsung dengan Samudera Pasifik. Posisi geografis ini sangat mendukung Kabupaten Biak Numfor dalam membangun kawasan industri, salah satunya adalah industri pariwisata. Pariwisata di Kabupaten Biak Numfor menjadi salah satu sektor andalan selain perikanan. Jumlah wisatawan ke Kabupaten Biak Numfor pada tahun 2011-2016 ditunjukkan pada Tabel 1. Jurnal Pariwisata Pesona Terakreditasi Ristekdikti Nomor:21/E/KPT/2018

Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Biak Tahun 2011-2016 Tahun Wisatawan Mancanegara Nusantara Jumlah 2011 1.442 47.130 48.572 2012 1.130 52.775 53.905 2013 2.075 40.400 42.475 2014 1.771 42.366 44.137 2015 3.405 42.780 46.185 2016 1.347 36.831 38.178 Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Biak Numfor (2017) Pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor melibatkan pemangku kepentingan pariwisata, yaitu pemerintah sebagai pembuat dan penyusun kebijakan, industri sebagai penyedia berbagai produk dan jasa, akademisi sebagai institusi keilmuan yang membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, kelompok masyarakat dalam melihat potensi dan pengembangan destinasi serta pihak lainnya yang terlibat sebagai pemangku kepentingan utama maupun pendukung. Pemangku kepentingan pariwisata dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor memiliki peran dalam rencana pengembangan pariwisata yang menuntut keseimbangan dan kebersamaan dalam mewujudkan arah pengembangan. Freeman (1984) menyatakan bahwa pemangku kepentingan adalah setiap kelompok atau individu yang dapat memengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi, dalam hal ini tujuan yang ingin dicapai adalah pengembangan destinasi pariwisata. Dalam pengembangan destinasi pariwisata para pemangku kepentingan memerlukan kerja sama yang bertujuan memberikan peluang bagi para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi dan mendiskusikan masalah-masalah yang menjadi perhatian bersama (Fletcher, 2007). Pengertian ini mengarah pada pemahaman tata kelola. Kabupaten Biak Numfor sebagai sebuah destinasi membutuhkan tata kelola destinasi pariwisata yang baik dengan kinerja yang optimal. Penerapan tata kelola destinasi mendorong berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan serta daya saing destinasi pariwisata. Kualitas pengelolaan destinasi pariwisata masih belum optimal dan ini dapat dilihat dari perolehan dari sektor pariwisata yang masih rendah. Destinasi pariwisata terbentuk dari komponen atraksi, amenitas, aksesibilitas dan layanan tambahan dengan mempertimbangkan aspek sosial, budaya dan lingkungan guna menciptakan pengalaman berwisata. Oleh karena itu, dalam pengembangan destinasi pariwisata diperlukan keterlibatan dari sejumlah pemangku kepentingan pariwisata untuk meningkatkan aktivitas pariwisata. Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Biak Numfor pada tahun 2016. Bila ditinjau dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Biak Numfor pada tahun 2013-2017, lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum menyumbangkan rerata 0,77% dari total PDRB tanpa migas. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata belum memberikan hasil yang memuaskan. Peran dari para pemangku pariwisata di Kabupaten Biak Numfor dirasakan belum optimal. Berdasarkan penjelasan tersebut maka perlu dilakukan analisis pemangku kepentingan. Analisis pemangku kepentingan dilakukan dengan cara identifikasi pemangku kepentingan, melakukan pengelompokkan, membedakan antar pemangku kepentingan dan mengkaji hubungan antar pemangku kepentingan (Reed et al., 2009). Reed et al. (2009) menyatakan peran masing-masing pemangku kepentingan adalah sebagai berikut: 1. Key players, adalah pemangku kepentingan yang aktif, mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap kebijakan pembangunan. 2. Context setters, adalah pemangku kepentingan yang mempunyai pengaruh yang tinggi namun rendah dalam hal kepentingan sehingga dapat menimbulkan risiko yang signifikan. 3. Subjects, yaitu pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan tinggi tetapi pengaruh yang rendah dan walaupun kelompok ini mendukung kegiatan namun kapasitasnya terhadap dampak tergolong kecil. 4. Crowds, yaitu pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah terhadap hasil yang diinginkan dan kelompok ini dipertimbangkan untuk diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. [61]

Fletcher (2007) menunjukkan bahwa partisipasi pemangku kepentingan tidaklah cukup untuk menjamin bahwa pandangan pemangku kepentingan terwakili dalam sebuah tata kelola. Mengecualikan perspektif pemangku kepentingan, baik secara sengaja atau sebagai akibat dari ketidaksesuaian dalam menyusun prosedur, akan membatasi inklusivitas dari setiap proses pengambilan keputusan. Ini juga berarti bahwa setiap keputusan yang diambil oleh kelompok yang dominan kemungkinan akan terjadi dengan didasari pada informasi yang tidak lengkap, memiliki dukungan politik yang terbatas, dan dapat dikatakan bahwa keputusan yang diambil tidak akuntabel bagi seluruh pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan dapat meningkatkan kapasitas tata kelola dan manfaat ekonomi dapat dihasilkan. Ini harus mencakup penentuan dan penilaian dari layanan yang dirasakan oleh pemangku kepentingan, termasuk elemen seperti berbagi pengetahuan, sumber daya pendukung, kemampuan serta kolaborasi. Tata kelola memungkinkan pemimpin untuk memastikan bahwa strategi dan arah operasional mengarah pada persepsi dari para pemangku kepentingan. Namun aktor kunci dalam pemangku kepentingan juga dapat menggunakan berbagai jenis strategi yang berpengaruh dimana diumumkan bahwa para pemangku kepentingan seharusnya hadir dalam pengambilan keputusan prioritas (Frooman, 1999). Pemangku kepentingan diakui memiliki kepentingan khusus, yang umumnya terdiri dari beragam kelompok pemangku kepentingan sehingga lebih sulit untuk mengidentifikasi masalah strategis (Bryson, 1988). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mengidentifikasi pemangku kepentingan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor, (2) mengetahui peranan para pemangku kepentingan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor, dan (3) mengkaji kebutuhan para pemangku kepentingan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. METODE Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi, menentukan responden, melakukan wawancara mendalam, melakukan Focus Group Discussion (FGD) sebagai bahan triangulasi data, dan analisis data. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam, FGD dan observasi. Wawancara mendalam dan FGD dilakukan kepada para pemangku kepentingan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. Instrumen penelitian yang digunakan dalam wawancara mendalam adalah panduan wawancara mendalam sedangkan untuk FGD menggunakan panduan FGD yang berisi mengenai bagaimana diskusi berlangsung dan permasalahan yang akan dibahas. Responden yang merupakan pemangku kepentingan dipilih dengan metode purposive sampling dan snowball sampling. Metode ini digunakan untuk memudahkan peneliti dalam memilih responden dengan cara mengklasifikasikan deskripsi pekerjaan dan peranan masing-masing responden dalam berkontribusi pada pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. Responden dipilih karena memiliki pengalaman dan pengetahuan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Responden yang dipilih terdiri dari pemerintah pusat yaitu Kementerian Pariwisata; pemerintah daerah yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Perhubungan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, BAPPEDA, serta Dinas Perikanan dan Kelautan; swasta yaitu pengusaha hotel, tour & travel, transportasi, dan cendera mata; akademisi yaitu Akademi Pariwisata Petrus Kafiar Biak; kelompok masyarakat yaitu Pokdarwis, dewan adat dan LSM serta PT. Angkasa Pura 1 dan RRI. Pengumpulan data primer lainnya adalah observasi. Observasi dilakukan selama 5 (lima) hari dengan dengan mengunjungi daya tarik wisata di Kabupaten Biak Numfor, yang meliputi daya tarik wisata alam yaitu pantai, budaya serta sejarah. Sedangkan data sekunder didapatkan dari dokumen yang terkait dengan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor, yaitu data yang berasal dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Biak Numfor Analisis data menerapkan analisis pemangku kepentingan, dimana analisis ini dilakukan dengan membuat matriks yang menggambarkan kepentingan dan pengaruh dari para pemangku kepentingan. Analisis yang digunakan adalah analisis kebutuhan. Dalam penelitian ini analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan dari setiap pemangku kepentingan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. [62]

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Pemangku Kepentingan Pariwisata di Kabupaten Biak Numfor Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemangku kepentingan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor dapat dikelompokkan ke dalam (1) Pemerintah Pusat, (2) Pemerintah Daerah, (3) Swasta, (4) Akademisi, (5) Masyarakat, dan (6) Kelompok Lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Pemangku Kepentingan Pariwisata di Kabupaten Biak Numfor Kelompok Instansi Kepentingan Pemerintah Pusat Kementerian Pariwisata Menyelenggarakan fungsi-fungsi perumusan dan penetapan kebijakan pariwisata di bidang pengembangan destinasi, industri, pengembangan pemasaran, dan pengembangan kelembagaan kepariwisataan Pemerintah Daerah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Biak Numfor, Dinas Perhubungan Kab. Biak Numfor, Dinas Perindustrian dan Menyelenggarakan pemerintahan urusan Perdagangan Kab. Biak Numfor, BAPPEDA Kab. Biak Numfor, Dinas Swasta Perikanan dan Kelautan Kab. Biak Numfor Pengusaha Hotel, Pengusaha Tour & Travel, Pengusaha Transportasi, Pengusaha Cendera Mata Menyediakan layanan yang dibutuhkan oleh wisatawan Akademisi Akademi Pariwisata Petrus Kafiar Biak Menyelenggarakan pendidikan dan menyediakan SDM pariwisata Masyarakat Pokdarwis, Dewan Adat, LSM Melaksanakan Sapta Pesona Kelompok lainnya PT. Angkasa Pura 1, RRI Menyelenggarakan program yang mendukung sektor pariwisata Sumber: Hasil olahan data (2018) Peranan Pemangku Kepentingan Pariwisata di Kabupaten Biak Numfor Setelah mengidentifikasi para pemangku kepentingan di Kabupaten Biak Numfor dan berdasarkan hasil wawancara, dapat diperoleh peran dari pemangku kepentingan pariwisata seperti ditunjukkan pada gambar 1. [63]

Gambar 1. Matriks Peran Pemangku Kepentingan Pariwisata di Kabupaten Biak Numfor Sumber: Hasil olahan data (2018) Kuadran 1 yaitu subjects menunjukkan pemangku kepentingan pariwisata yang berada di dalamnya yaitu Pokdarwis, dewan adat, LSM, pengusaha hotel, tour & travel, transportasi dan cendera mata, memiliki kepentingan yang tinggi namun pengaruh yang rendah dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. Kelompok masyarakat dan swasta di Kabupaten Biak Numfor bersinergi dalam pengembangan pariwisata. Hal ini sesuai dengan penelitian Thompson (2012) yang menyatakan bahwa pemangku kepentingan pada kuadran subjects dapat berpengaruh jika membentuk koalisi dengan pemangku kepentingan lainnya. Kuadran 2 yaitu key players menunjukkan pemangku kepentingan yang berada di dalamnya yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Biak Numfor dan BAPPEDA Kabupaten Biak Numfor, memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi dalam pengembangan pariwisata di Kabupatan Biak Numfor. Hasil penelitian Muzani (2014) menyatakan bahwa key players adalah kelompok yang paling kritis sehingga perlu dikembangkan kerja sama untuk menghasilkan kinerja yang baik. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta BAPPEDA Kabupaten Biak Numfor memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi karena mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Biak Numfor Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan Susunan Organisasia dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Biak Numfor, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan bidang pariwisata dan kebudayaan, dengan fungsi (1) perumusan kebijakan teknis di bidang pariwisata dan kebudayaan, (2) pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum bidang pariwisata dan kebudayaan, (3) pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas, dan (4) pelaksanaan Urusan Tata Usaha Dinas. Sedangkan BAPPEDA mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah Daerah dan tugas pembantuan di bidang perencanaan pembangunan, salah satunya adalah pariwisata. Kuadran 3 yaitu context setters menunjukkan pemangku kepentingan yang berada di dalamnya yaitu Dinas Perhubungan Kabupaten Biak Numfor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Biak Numfor, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Biak Numfor dan PT Angkasa Pura 1, memiliki kepentingan yang rendah dan pengaruh yang tinggi dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. Para pemangku kepentingan ini memiliki kepentingan yang rendah karena tugas pokok dan kewenangannya berada di luar bidang kepariwisataan dan tidak memperoleh manfaat langsung dari pengembangan pariwisata. Namun pemangku kepentingan pada kuadran ini memiliki pengaruh yang tinggi karena mampu menciptakan kebijakan yang mendukung aktivitas pariwisata. Kuadran 4 yaitu crowd menunjukkan para pemangku kepentingan di dalamnya yaitu Akademi Pariwisata Petrus Kafiar Biak dan RRI, memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. Pemangku kepentingan ini menurut hasil penelitian Muzani (2014) tidak memerlukan keterlibatan secara intensif namun perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala untuk mengetahui perkembangan kepentingannya. Akademi Pariwisata Petrus Kafiar Biak semestinya mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan pariwisata, terutama dalam menghasilkan sumber daya pariwisata yang handal. RRI walaupun adalah non-travel media, mampu memberikan pengaruh untuk menyampaikan informasi tentang pariwisata khususnya bagi masyarakat Kabupaten Biak Numfor. Hasil penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya oleh Santoso, Muntasib, Kartodihardjo, & Soekmadi (2015) yaitu peran masyarakat sebagai key player tidak dapat dilaksanakan di Kabupaten Biak Numfor. Masyarakat memiliki kepentingan yang tinggi terhadap kawasan yang dikembangkan menjadi pariwisata namun memiliki pengaruh yang kurang disebabkan oleh kekurangmampuan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata. Hal ini terjadi karena masyarakat belum menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan dalam peningkatan ekonomi. Masyarakat masih mengandalkan sektor perikanan sebagai mata pencaharian utama. Kebutuhan Pemangku Kepentingan Pariwisata di Kabupaten Biak Numfor Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok Pemerintah Pusat ditemukan kurangnya koordinasi dengan Pemerintah Daerah, dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor. Secara ideal, Pemerintah Pusat menginginkan koordinasi yang baik di tingkat daerah karena [64]

dapat mendukung program yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, koordinasi perlu diperkuat untuk mensinergikan kebijakan dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. Untuk kelompok Pemerintah Daerah menunjukkan bahwa pemahaman tentang tata kelola destinasi dalam pengembangan pariwisata masih belum optimal. Hal ini menyebabkan Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor belum mampu merumuskan rencana aksi yang mendorong pembangunan daerah di bidang pariwisata. Pada kelompok ini dibutuhkan peningkatan pemahaman tentang tata kelola destinasi dan koordinasi untuk menyelaraskan persepsi tentang pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. Pada kelompok swasta ditemukan bahwa masing-masing pemangku kepentingan masih berjalan sendiri-sendiri. Kondisi ini menyebabkan implementasi pengembangan pariwisata belum berjalan secara terpadu. Kondisi yang dibutuhkan adalah sinergitas program pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor yang mampu menonjolkan potensi yang dimiliki setiap pemangku kepentingan di kelompok swasta. Kelompok swasta berperan penting dalam meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Biak Numfor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok akademisi belum memiliki kontribusi nyata dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. Kelompok akademisi dapat dilibatkan secara aktif dalam membuat kajian akademik terkait pengembangan destinasi pariwisata, selain itu terlibat dalam pengembangan kualitas SDM pariwisata. Kondisi yang dibutuhkan adalah adanya kebersamaan dan keserasian pandangan dengan seluruh pemangku kepentingan pariwisata. Pada kelompok masyarakat masih terdapat sebagian masyarakat yang belum memahami pengelolaan kawasan wisata. Hal ini disebabkan kurangnya sosialiasi dan program pengembangan sumber daya manusia pariwisata oleh Pemerintah Daerah. Kelompok masyarakat membutuhkan sosialisasi secara berkala tentang pariwisata, pelatihan pengembangan kapasitas di bidang pariwisata dan pendampingan secara berkelanjutan. Kelompok masyarakat yang telah mendapatkan pemahaman tentang pariwisata dapat diinisiasi untuk dibentuk Pokdarwis yang dapat mengedukasi masyarakat tentang pentingnya Sapta Pesona dalam pengelolaan pariwisata (Wirajuna & Supriadi, 2017). Pengembangan pariwisata akan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat melalui peluang kerja dan peningkatan pendapatan (Herman & Supriadi, 2017). Untuk kelompok lain ditemukan bahwa koordinasi dengan para pemangku kepentingan lainnya belum berjalan dengan baik. Hal ini menyebabkan peran kelompok lain, dalam hal ini media, belum optimal. Kondisi yang dibutuhkan adalah peningkatan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan pariwisata. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, teridentifikasi 16 pemangku kepentingan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor yang terdiri dari kelompok pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat, akademisi dan kelompok lainnya. Peranan para pemangku kepentingan terbanyak dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor sebagai subjects, diikuti cottext setters, lalu key players, dan yang terakhir adalah crowd. Banyaknya pemangku kepentingan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor yang berperan sebagai subjects menunjukkan para pemangku kepentingan berperan aktif dalam pengembangan pariwisata di namun pengaruh yang dimiliki tidak dalam lingkup yang luas. Kebutuhan dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor adalah pemahaman pemangku kepentingan tentang tata kelola destinasi pariwisata, koordinasi antar pemangku kepentingan pariwisata, sinergitas program pengembangan pariwisata serta pendampingan berkelanjutan dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Biak Numfor. DAFTAR RUJUKAN Archer, B. (1995). Importance of tourism for the economy of Bermuda. Annals of Tourism Research, 22(4), 918 930. https://doi.org/10.1016/0160-7383(95)00018-1 Bryson, J. M. (1988). A Strategic Planning Process for Public and Non-profit Organizations. Long Range Planning, 21(1), 73 81. https://doi.org/10.1016/0024-6301(88)90061-1 [65]

Fletcher, S. (2007). Influences on stakeholder representation in participatory coastal management programmes. Ocean and Coastal Management, 50(5), 314 328. https://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2006.11.003 Freeman, R. E. (2015). Strategic management: A stakeholder approach. Strategic Management: A Stakeholder Approach. https://doi.org/10.1017/cbo9781139192675 Frooman, J. (1999). Stakeholder Influence Strategies. The Academy of Management Review, 24(2), 191 205. https://doi.org/10.2307/259074 Herman, N. N., & Supriadi, B. (2017). Potensi Ekowisata dan Kesejahteraan Masyarakat. Pesona Pariwisata, 2(2). Retrieved from http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpp/article/view/1578 Muzani. (2014). Strategi Peningkatan Peran Stakeholder Dalam Pengelolaan Mangrove di Kabupaten Tangerang. Jurnal Spatial Wahana Komunikasi Dan Informasi Geografi, 12(2), 21 27. Reed, M. S., Graves, A., Dandy, N., Posthumus, H., Hubacek, K., Morris, J., Stringer, L. C. (2009). Who s in and why? A typology of stakeholder analysis methods for natural resource management. Journal of Environmental Management, 90(5), 1933 1949. https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2009.01.001 Santoso, H., Muntasib, E. K. S. H., Kartodihardjo, H., & Soekmadi, R. (2015). Peranan dan Kebutuhan Pemangku Kepentingan Dalam Tata Kelola Pariwisata di Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 2(3), 197 211. Thompson, B. R. (2012). Stakeholder Analysis: Winning Support for Your Projects. https://doi.org/10.1007/s40003-017-0262-x Wirajuna, B., & Supriadi, B. (2017). Peranan Kelompok Sadar Wisata Untuk Meningkatkan Keamanan Wisatawan (Studi Kasus di Jerowaru Nusa Tenggara Barat). Jurnal Pariwisata Pesona, 2(2). Retrieved from http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpp/article/view/1508 [66]