FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERGABUNG DALAM INDEX LQ 45 DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2014-2016 SKRIPSI Oleh: Ruben Fransisco NPM 2014220076 SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA (STIE INDONESIA) BANJARMASIN PROGRAM STUDI MANAJEMEN 2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perkembangan usaha saat ini, keefisien serta efektifan sebuah perusahaan akan menjadi kekuatan tersendiri dalam mempertahankan usaha serta bersaing dengan para pesaing. Perusahaan dalam hal ini dihadapkan pada sebuah keputusan besar, yaitu dalam keputusan kebijakan dividen. Kebijakan ini terkait pada penggunaan laba perusahaan yang akan digunakan untuk pembagian dividen kepada para pemegang saham, atau menahan laba yang dimiliki guna dana ekspansi atau investasi yang akan datang. Pihak manajemen harus jeli dalam melihat adakah investasi yg berprospek bagus, karena jika tidak ada investasi yang menjanjikan, maka sebaiknya dana yang dimiliki perusahaan dari laba setiap periode, dibagikan ke pemegang saham. Namun hal tersebut harus tepat pada jumlahnya, karena jumlah laba ditahan dengan dibantu meningkatnya nilai sekuritas dan ekuitas akan dapat berdampak pada naiknya nilai perusahaan yang akan membuka peluang investasi. Sehingga akan berpengaruh pada persentase besarnya dividen yang diberikan pada tiap periode. Besarnya alokasi laba yang digunakan untuk dividen, akan menjadi perhatian bagi para investor karena tidak dapat dipungkiri, investor akan lebih menyukai nominal dividen yang besar, sedangkan hal tersebut tidak dikehendaki oleh manajemen yang lebih memilih untuk menahan laba perusahaan. Dividen merupakan salah satu bentuk peningkatan wealth pemegang saham. Investor akan sangat senang apabila mendapatkan tingkat pengembalian investasinya semakin tinggi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, investor potensial memiliki kepentingan untuk mampu memprediksi berapa besar tingkat pengembalian investasi yang mereka lakukan. Tingkat pengembalian investasi berupa pendapatan dividen tidak mudah diprediksi. Hal tersebut disebabkan kebijakan dividen adalah kebijakan yang sulit dan serba dilematis bagi pihak manajemen perusahaan. Kebijakan dividen tersebut dianalogikan sebagai sebuah puzzle yang
berkelanjutan. Kebijakan dividen merupakan teka-teki yang sulit untuk dijelaskan, dan selalu menimbulkan tanda tanya besar bagi investor, kreditor, bahkan kepada kalangan akademisi. Penetapan jumlah yang tepat untuk dibayarkan sebagai dividen adalah sebuah keputusan finansial yang sulit bagi pihak manajemen. Menurut Riyanto (2016:265) dividen merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham (equity investors). Sedangkan menurut Ang (2011:68) dividen merupakan pendapatan bersih setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa dividen adalah keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham sehubung atas keuntungan yang diperoleh perusahaan. Keputusan suatu perusahaan mengenai dividen terkadang diintegrasikan dengan keputusan pendanaan dan keputusan investasinya. Dalam kasus perusahaan membukukan laba, namun pembagian dividen rendah mungkin disebabkan karena manajemen sangat concern tentang kelangsungan hidup perusahaan, melakukan penahanan (retained) laba untuk melakukan ekspansi atau membutuhkan kas untuk operasi perusahaan. Para investor yang tidak bersedia mengambil risiko tinggi (risk aversion) tentu saja akan memilih dividen daripada capital gain. Investor seperti ini biasanya investor jangka panjang dan sangat cermat mempertimbangkan kemana dananya akan diinvestasikan. Investor seperti ini tidak berniat untuk mengambil risiko demi capital gain di masa yang akan datang. Mereka akan lebih berorientasi kepada dividen saat ini. Dividen sekarang lebih menguntungkan dibandingkan dengan saldo laba karena ada kemungkinan nantinya saldo laba tersebut tidak menjadi dividen di masa yang akan datang. Namun demikian, teori tersebut hanya memandang dari sisi pemegang saham (investor), sedangkan pada posisi manajemen tingkat pengembalian investor hanya merupakan salah satu dilematis dari keputusan yang akan diambil.
Suharli dalam Nursandari (2015) mengungkapkan bahwa pembayaran dividen dan bunga hutang akan mengurangi arus kas bebas yang tersedia bagi manajer agar dapat diinvestasikan di dalam proyek kecil yang memiliki nilai sekarang bersih positif dan perqusites. Masalah keagenan (agency problem) juga potensial mengurangi keputusan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham sebagai principal. Alasannya, karena pihak manajemen sebagai agen akan berusaha meningkatkan kesejahteraannya sendiri terlebih dulu. Namun sesungguhnya pembayaran dividen juga salah satu upaya untuk mengurangi masalah keagenan tersebut. Oleh karena itu, memang penting seorang investor atau investor potensial mampu memprediksi kebijakan dividen perusahaan. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2016), kebijakan dividen yang fleksibel mencakup bentuk dividen yang akan dibagikan kepada para pemegang saham, yakni: dividen tunai, dividen saham, pemecahan saham (stock split), dan pengembalian saham kembali (repurchase of stock). Kebijakan dividen perusahaan tercermin dalam rasio pembayaran dividen (Dividend Pay-out Ratio). Menurut Nursandari (2015) tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi investor dapat diprediksi melalui rasio profitabilitas, likuiditas, dan leverage (utang). Tingkat profitabilitas dan likuiditas memiliki hubungan yang positif dengan kebijakan dividen, sedangkan leverage memiliki hubugan negatif dengan kebijakan dividen. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profit). Laba inilah yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan, apakah dividen tunai ataupun dividen saham. Suharli dalam Nursandari (2015) mengungkapkan laba diperoleh dari selisih antara harta masuk (pendapatan dan keuntungan) dan harta yang keluar (beban dan kerugian). Laba perusahaan tersebut dapat ditahan (sebagai laba ditahan) dan dapat dibagi (sebagai dividen). Sehingga peningkatan laba bersih akan meningkatkan tingkat pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen bagi investor. Perusahaan yang memiliki stabilitas keuntungan dapat menetapkan tingkat pembayaran dividen dengan yakin dan mensinyalkan kualitas atas keuntungan perusahaan. Nursandari (2015) mengemukakan bahwa untuk mengukur profitabilitas salah satunya menggunakan rasio Return on Investment (ROI). Return on Investment (ROI) mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat assets tertentu. Return on Investment (ROI) yang tinggi menunjukkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan assets, yang berarti semakin baik. Menurut Hanafi (2014: 43) rasio yang sering digunakan untuk pengukur return (tingkat pengembalian) investasi yang diterima pemegang saham adalah Return on Investment (ROI). Keputusan dividen berkaitan pula dengan tingkat likuiditas perusahaan. Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan mendanai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki likuiditas baik maka memungkinkan pembayaran dividen lebih bak pula. Likuiditas perusahaan dapat diukur melalui rasio keuangan seperti: current ratio dan quick ratio (Hanafi, 2014: 37). Pembagian dividen perusahaan kepada pemegang saham menyebabkan posisi kas suatu perusahaan semakin berkurang. Kas adalah salah satu komponen dalam aktiva lancar, sehingga pembagian dividen kas tersebut akan menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Hal ini akan menyebabkan leverage (rasio antara hutang terhadap ekuitas) akan semakin besar. Likuiditas perusahaan mampu menjadi alat prediksi tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi investor. Current ratio seringkali dijadikan sebagai ukuran likuiditas, sehingga penelitian ini menggunakan current ratio untuk menentukan likuiditas. Nursandari (2015) menyatakan bahwa perusahaan yang leverage operasi atau hutangnya tinggi akan memberikan dividen yang rendah. Pernyataan ini sesuai dengan pandangan bahwa perusahaan
berisiko akan membayar dividennya rendah, dengan maksud untuk mengurangi ketergantungan akan pendanaan secara internal. Struktur permodalan perusahaan akan membandingkan antara permodalan dari kreditor dan pemegang saham. Struktur permodalan yang lebih tinggi dimiliki oleh hutang, menyebabkan pihak manajemen akan memprioritaskan pelunasan kewajiban terlebih dahulu sebelum membagikan dividen. Berarti semakin tinggi utang akan menyebabkan pembagian dividen menjadi lebih rendah dan sebaliknya. Leverage ratio yang paling umum digunakan adalah debt to equity ratio, oleh karena itu penelitian ini menggunakan debt to equity ratio untuk menghitung tingkat leverage. Menurut Fahmi ( 2011: 89) perusahaan yang memperoleh keuntungan besar cenderung akan memiliki kesempatan membayarkan porsi keuntungan untuk para pemegang saham yang lebih besar pula dalam bentuk dividen, sehingga perusahaan tersebut dianggap mampu memperlihatkan kinerja yang baik pada periode bersangkutan. Sedangkan menurut Bardiwan (2016: 56) Current Ratio (CR) yang tinggi memperlihatkan likuiditas yang tinggi dengan cepatnya perusahaan membayarkan hutang jangka pendek sehingga perusahaan memiliki kesempatan untuk membagikan labanya kepada pemegang saham dalam bentuk tunai. Sebaliknya, perusahaan yang likuiditasnya rendah membuat pihak manajemen perusahaan akan menggunakan potensi likuiditas yang ada untuk melunasi kewajiban jangka pendek atau mendanai operasional perusahaannya sehingga mengurangi pembagian dividen. Fahmi (2011: 89) juga mengatakan bahwa semakin besar Debt to Equity Ratio (DER) maka akan semakin besar jumlah kewajiban jangka panjangnya. Peningkatan hutang/kewajiban ini pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan
pembayarannya daripada pembagian dividen. Sehingga DER yang tinggi akan dapat menyebabkan DPR menjadi rendah, demikian pula sebaliknya. Dividen payout ratio perusahaan manufaktur yang tergabung dalam index LQ 45 di Bursa Efek Indonesia tahun 2014-2016 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1: Dividen Payout Ratio Perusahaan Manufaktur yang Tergabung dalam Index LQ 45 di Bursa Efek Indonesia tahun 2014-2016 No Nama Perusahaan 2014 2015 2016 (%) (%) (%) 1 PT Astra Internasional Tbk 49,54 45,59 45,03 2 PT Charon Phokphand Indonesia Tbk 16,90 29,80 28,10 3 PT Gudang Garam Tbk 28,67 35,56 38,35 4 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 49,75 49,71 49,79 5 PT Indofood Sukses Makmur Tbk 49,72 49,80 49,81 6 PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk 35,07 94,29 66,13 7 PT Kalbe Farma Tbk 43,14 44,97 66,71 8 PT Semen Indonesia Tbk 40,00 45,00 45,00 9 PT Summerecon Agung Tbk 6,78 30,28 39,16 10 PT Unilever Indonesia Tbk 99,88 44,67 99,98 11 PT HM Sampoerna Tbk 99,89 86,45 137,71 Rata-rata 47,21 50,56 60,52 Sumber: Data diolah dari www.idx.co.id Berdasarkan tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa rata-rata kebijakan dividen perusahaan manufaktur yang tergabung dalam Index Lq 45 di Bursa Efek Indonesia tahun 2014-2016 dinilai baik karena terjadi peningkatan. Pada tahun 2015 dividen payout ratio naik 3,34% dari tahun sebelumnya yaitu 2014, dan tahun 2016 juga naik sebesar 9,97% dari tahun 2015. Penelitian tentang kebijakan dividen telah dilakukan oleh banyak peneliti. Salah satunya adalah Novalia, dkk (2013) dengan hasil penelitian bahwa return on equity (ROE), debt
to equity ratio (DER), dan current ratio (CR) berpengaruh posirtif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Penelitian lainnya yaitu Deitiana (2009) dengan hasil yang menunjukkan bahwa return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), dan current ratio (CR) tidak berpengaruh terhadap kebijkan dividen, sedangkan earning per share (EPS) mempenngaruhi kebijakan dividen. Hasil penelitian Nursandari (2015) menunjukkan bahwa return on equity (ROE) dan current ratio (CR) berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan penelitian terdahulu bahwa hasilnya tidak konsisten sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan. Variabel yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari return on equity (ROE), current ratio (CR), debt equity ratio (DER) dan earning per share (EPS). Dengan melihat nilai-nilai rasio tersebut akan diketahui kinerja keuangan perusahaan dan mampukah return on equity (ROE), current ratio (CR), debt equity ratio (DER) dan earning per share (EPS) memprediksi Dividend Payout Ratio. Alasan penggunaan variabel ini disebabkan bahwa return on equity (ROE), current ratio (CR), debt equity ratio (DER) dan earning per share (EPS) akan mampu mempengaruhi laba secara langsung, sehingga besar kecilnya dividen yang akan dibagikan akan dipengaruhi oleh return on investmen, current ratio, dan debt equity ratio (Hanafi, 2014: 40). Dalam penelitian ini menggunakan Indeks LQ 45 sebagai objek penelitian. Indeks ini dibentuk hanya dari 45 saham-saham yang paling aktif diperdagangkan (Jogiyanto, 2013). Indeks LQ 45 terdiri dari saham-saham likuid dengan kapitalisasi pasar yang besar. Volume perdagangan yang tinggi mencerminkan bahwa saham-saham yang tergabung dalam indeks LQ 45 sangat diminati para investor. Tingginya permintaan saham akan meningkatkan harga saham suatu perusahaan. Harga saham yang tinggi mencerminkan nilai price earning ratio yang relatif tinggi. Namun pada kenyataanya sejumlah perusahaan memiliki price earning ratio yang rendah.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian ini dengan judul: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Deviden pada Perusahaan Manufaktur Yang Tergabung Dalam Index LQ 45 di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2016. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah return on equity (ROE), current ratio (CR), debt equity ratio (DER) dan earning per share (EPS) berpengaruh secara simultan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang tergabung dalam index LQ 45 di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah return on equity (ROE), current ratio (CR), debt equity ratio (DER) dan earning per share (EPS) berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang tergabung dalam index LQ 45 di Bursa Efek Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pengaruh return on equity (ROE), current ratio (CR), debt equity ratio (DER) dan earning per share (EPS) secara simultan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang tergabung dalam index LQ 45 di Bursa Efek Indonesia. 2. Untuk menganalisis pengaruh return on equity (ROE), current ratio (CR), debt equity ratio (DER) dan earning per share (EPS) secara parsial terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang tergabung dalam index LQ 45 di Bursa Efek Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Akademik Diharapkan hasil penelitian dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis di bidang manajemen keuangan. Sedangkan bagi para peneliti lanjutan, diharapkan mampu menjadi dasar atau literatur untuk penelitian selanjutnya yang lebih baik dan semakin reliable dalam kajian yang sama. 1.5.2 Manfaat Praktis Bagi para investor diharapkan mampu memberikan acuan pengambilan keputusan investasi terkait dengan tingkat pengembalian investasi berupa dividen perusahaan.